Selepas Laila mandi ia dengan segera melaksanakan salat magrib dengan cara di qodo. Karena jelas ia sudah telat. Pukul 20.15, Laila segera beringsut pergi ke dapur untuk memasak. Menyiapkan beberapa makanan untuk suaminya. Tidak lupa susu murni kesukaan suaminya. Terasa aneh memang, tapi ia mulai menyukai atas apa yang disukai suaminya juga.Selepas menyiapkan semuanya, Laila segera membawanya ke atas. Namun saat pintu itu terbuka ia melihat suaminya sudah tidur dengan selimut yang membungkus tubuhnya.Ia menghela nafas gusar, menyimpan terlebih dahulu nampan berisi makanan."Mas? Bangun dulu yuk? Kita makan." Laila menepuk pelan pipi suaminya. Tapi sang empu tak kunjung ada pergerakan sama sekali. "Mas?" Ya ampun ... dosa besar yang ia lakukan benar-benar membuat suaminya enggan bangun. Ia tahu bahwa suaminya itu sudah bangun hanya saja ia sengaja memejamkan matanya.Aish!Laila terdiam sejenak. Ia bangkit menuju lemari dan membawa sebuah baju. Ia menatap terlebih dahulu baju ters
Laila melenguh dalam tidurnya. Mengerjapkan matanya untuk menormalkan cahaya yang masuk ke retinanya.Dalam pelukan yang erat pada suaminya, Laila malah makin memeluknya setelah kesadaran itu terpenuh.Ada rasa kecewa sebenarnya saat tahu bahwa suaminya tidak menginginkan dirinya malam itu. Padahal saat ia memakai baju ini ia sengaja ingin suaminya merasakan haknya. Lagipula, ia juga sudah siap jika suaminya menerkam dirinya habis-habisan.Entah mengapa tapi, kini ia mulai menerima Bara sebagai suami sejatinya. Walau tidak memungkinkan cinta dalam dirinya hadir, tapi ia sudah merasa amat nyaman dan sayang kepada suaminya ini.Seberusaha mungkin ia akan menjadi seorang istri yang baik untuk suaminya. Masalah antara kekurangan dan kelebihan, hal itu bisa ia sempurnakan bersama-sama.Jika dulu ia selalu was-was dan merasa takut, kini ia ingin menghempas jauh-jauh perasaan itu. Sekalipun perkataan Sherin waktu itu dan mungkin pada perkataan Bara minggu lalu ditelfon.Yang jelas, setelah p
Laila bersenandung kecil sembari membereskan kamarnya yang lumayan berantakan. Selepas salat Subuh dengan diimami suaminya membuat Laila senyum-senyum sendiri. Kini pria yang tengah disenyuminya sedari tadi keluar, mau memasak untuk sang istri katanya. Ah mesranya.Derrtt DeerrttSuara dering ponsel terdengar, membuat Laila mengalihkan tatapannya, menatap ponsel suaminya yang menyala.Ah, ternyata milik suaminya.Ponsel itu terus berbunyi, sedangkan sang pemillik ada di bawah, tak kuasa karena bising Laila segera mengambil ponsel tersebut dan ingin mengangkatnya. Tapi, semuanya gelap saat dering ponsel tersebut sudah diam.Laila menghela nafas, menyalakan untuk melihat siapa penelfon yang hampir 3 kali berturut-turut kepada suaminya ini, namun sayang ... ponsel suaminya memakai kata sandi.[Di chatt enggak di balas, ditelpon juga enggak di jawab! Apa sih maumu,Bara!]Satu pesan masuk membuat kening Laila bertaut. Ia membaca pesan tersebut, seperti sebuah nyanyian saja. Sebenarnya ada
“Yang lo masukkan bukan alkohol, gue tau itu! Tapi, lo beri obat supaya gue melupakan kejadian itu sehingga lo sengaja biar gue enggak ingat siapa istri gue sendiri! " Rahang Bara makin mengeras. Mengingat kembali bagaimana dirinya tidak mengingat apapun saat ia menyakiti sang istri, ternyata tak lain karena obat tersebut.Prok ProkProkShaka bertepuk tangan seraya tertawa mendengar penuturan Bara. Dia tertawa meremehkan.“Waaww, hebat! Sudah kukatakan bahwa kau pria yang cerdas, Bara. Hanya dalam jarak kurang dari seminggu kau menemukam pelakunya.”Gigi Bara bergemelatuk, ia menarik kasar kerah baju Shaka. Emosinya benar-benar meluap bersamaan tawa Shaka yang keluar.“Apa tujuan lo, hah?! Apa dendam ini cukup buat lo ngehancurin hubungan gue sama Laila?"“Gak! Ini belum seberapa Bara!” sentak Shaka sembari menarik lengan Bara. “Atas apa yang kau lakukan dahulu ... aku ingin menghancurkannya! Tapi, hanya untuk kali ini, ini semua bukan ulahku! Semua musibah ini bukan dari diriku!” u
“Tadi itu Mas mukulin dia karena dia mau rebut kamu dari aku ,Laila ...” Sembari mengemudi Bara sesekali mengusap tangan Laila dalam genggamannya. “Mas gak mau kamu dimiliki oleh siapapun, karena kamu kan udah milik Mas.”Laila tersenyum malu-malu, pipinya memerah. Ia menyandarkan kepalanya kepada bahu Bara.“Mas, Laila boleh bertanya?”“Heum, apapun," jawab Bara.“Kenapa Mas begitu lembut kalau berbicara dengan Laila? Kalau dengan yang lain Mas sampai menggunakan lo-gue.”Bara tertawa kecil mendengar pertanyaan Laila yang terkesan membuatnya lucu.“Memangnya kenapa? Enggak suka?” Laila menggeleng. “Laila suka, kok.”“Kalau begitu, kenapa harus bertanya?”“Bukan begitu, Mas ... tapi, Laila kan jadi heran.”“Ya ... itu karena kamu adalah orang yang aku sayang Laila ... dan, Mas juga lebih nyaman menggunakan aku-kamu hanya kepada orang-orang tertentu saja.”Bara mencium sekilas puncuk kepala Laila. Sedangkan sang empu tersenyum amat senang.Mobil Bara melesat cepat menuju parkiran kam
"Happy brithday to Baraaa!"Teriakan itu menggema bersamaan sebuah petasan kecil yang meledak disertai kertas yang keluar dari ledakan tersebut. Lampu kembali terang benderang bersamaan kue bolu melayang dengan cahaya lilin di atasnya. Kue tersebut berukuran sedang dengan lumaran cokelat dan cream sebagai hiasan. Laila, orang yang tengah menyembunyikan wajahnya di balik kue tersebut langsung berseru menampakkan wajahnya seraya berkata."Selamat ulang tahun suamiku ..."Benar-benar terkejut. Bara, dia terkejut sembari mengerjapkan matanya untuk beberapa saat."Aden ... selamat ulang tahun ya ..." Mbok Eka ikut berseru membuat Bara terkesiap langsung berhambur memeluknya "Mbok ..."Bara melepaskan pelukannya. Kini beralih memeluk sang istri. "Makasih, sayang...""Den Bara, selamat ulang tahun ..." Kini Pak Andi yang berseru, membuat Bara langsung terkekeh dan mengucap terima kasih.Untaian doa dari masing-masing mereka untuk Bara membuat Bara terharu. Sungguh, ini kejutan yang amat i
Saat dering ponsel kembali terdengar saat itu pula Bara ambruk di samping Laila. Ia menghela nafas gusar, lelah juga karena selama percobaan malah gagal terus. "Mas..."Laila menghiraukan ponsel yang masih berdering. "Itu ponsel kamu kan?" Ya, setelah ponsel Laila yang dimatikan kini ponsel Bara yang terdengar nyaring."Jika mau, biarkan saja...""Mas akan lihat dulu siapa yang menelfon hingga larut malam begini." "Baiklah. Maafkan Laila kar--""Ini bukan kesalahan kamu sayang ... justru kau sudah membuat Mas benar-benar terpuaskan. Tapi, ya begitulah."Bara bangkit dari atas tubuh Laila, sebelum ia mengecup terlebih dahulu bibir Laila sekilas."Mas akan lihat dulu." Laila mengangguk, segera ia ikut beranjak, menarik selimut untuk menutup tubuh polos keduanya. Bara yang hanya sebatas perut dengan Laila yang menutup seluruhnya."Dari Umi, Laila." Bara terkejut saat ia mendapati telfon itu dari Uminya Laila. Hampir 3 kali berturut-turut."Mas, apa yang nelfon Laila juga, Umi?" Seketik
Derrt DerrttDerrtt DerrtSuara dering ponsel terdengar nyaring membangunkan seorang wanita yang tengah tertidur.Laila, ia membuka matanya karena suara dering ponsel itu terus terdengar. Matanya melirik suaminya yang ternyata masih tertidur, tidak merasa terganggu akan suara dering dari ponselnya.Ya, dering ponsel itu milik suaminya.Derrt DerrtLaila segera bangun dari tidurnya. Benar-benar mengganggu.“Mas?” Sedikit menggoyangkan lengannya, Bara masih tidur dengan amat pulas.“Mas?”Tidak ada respon.Karena lama menunggu, Laila segera mengambil ponsel Bara yang tergeletak di atas nakas pinggir ranjangnya. Agak susah saat mengambilnya tapi ia berhasil menjadikan ponsel itu berada ditangannya.'Cerewet 7 Turunan'Laila melirihkan nama yang tertera di sana. “Bukankah nama kontak ini Rea?” Laila menatap Bara yang tidak terusik sedikitpun.Dering itu terdiam. Membuat Laila mengalihkan tatapannya kepada ponsel Bara.[Besok datanglah ke resort yang biasa kita temui. Aku akan menunggu ja