"Happy brithday to Baraaa!"Teriakan itu menggema bersamaan sebuah petasan kecil yang meledak disertai kertas yang keluar dari ledakan tersebut. Lampu kembali terang benderang bersamaan kue bolu melayang dengan cahaya lilin di atasnya. Kue tersebut berukuran sedang dengan lumaran cokelat dan cream sebagai hiasan. Laila, orang yang tengah menyembunyikan wajahnya di balik kue tersebut langsung berseru menampakkan wajahnya seraya berkata."Selamat ulang tahun suamiku ..."Benar-benar terkejut. Bara, dia terkejut sembari mengerjapkan matanya untuk beberapa saat."Aden ... selamat ulang tahun ya ..." Mbok Eka ikut berseru membuat Bara terkesiap langsung berhambur memeluknya "Mbok ..."Bara melepaskan pelukannya. Kini beralih memeluk sang istri. "Makasih, sayang...""Den Bara, selamat ulang tahun ..." Kini Pak Andi yang berseru, membuat Bara langsung terkekeh dan mengucap terima kasih.Untaian doa dari masing-masing mereka untuk Bara membuat Bara terharu. Sungguh, ini kejutan yang amat i
Saat dering ponsel kembali terdengar saat itu pula Bara ambruk di samping Laila. Ia menghela nafas gusar, lelah juga karena selama percobaan malah gagal terus. "Mas..."Laila menghiraukan ponsel yang masih berdering. "Itu ponsel kamu kan?" Ya, setelah ponsel Laila yang dimatikan kini ponsel Bara yang terdengar nyaring."Jika mau, biarkan saja...""Mas akan lihat dulu siapa yang menelfon hingga larut malam begini." "Baiklah. Maafkan Laila kar--""Ini bukan kesalahan kamu sayang ... justru kau sudah membuat Mas benar-benar terpuaskan. Tapi, ya begitulah."Bara bangkit dari atas tubuh Laila, sebelum ia mengecup terlebih dahulu bibir Laila sekilas."Mas akan lihat dulu." Laila mengangguk, segera ia ikut beranjak, menarik selimut untuk menutup tubuh polos keduanya. Bara yang hanya sebatas perut dengan Laila yang menutup seluruhnya."Dari Umi, Laila." Bara terkejut saat ia mendapati telfon itu dari Uminya Laila. Hampir 3 kali berturut-turut."Mas, apa yang nelfon Laila juga, Umi?" Seketik
Derrt DerrttDerrtt DerrtSuara dering ponsel terdengar nyaring membangunkan seorang wanita yang tengah tertidur.Laila, ia membuka matanya karena suara dering ponsel itu terus terdengar. Matanya melirik suaminya yang ternyata masih tertidur, tidak merasa terganggu akan suara dering dari ponselnya.Ya, dering ponsel itu milik suaminya.Derrt DerrtLaila segera bangun dari tidurnya. Benar-benar mengganggu.“Mas?” Sedikit menggoyangkan lengannya, Bara masih tidur dengan amat pulas.“Mas?”Tidak ada respon.Karena lama menunggu, Laila segera mengambil ponsel Bara yang tergeletak di atas nakas pinggir ranjangnya. Agak susah saat mengambilnya tapi ia berhasil menjadikan ponsel itu berada ditangannya.'Cerewet 7 Turunan'Laila melirihkan nama yang tertera di sana. “Bukankah nama kontak ini Rea?” Laila menatap Bara yang tidak terusik sedikitpun.Dering itu terdiam. Membuat Laila mengalihkan tatapannya kepada ponsel Bara.[Besok datanglah ke resort yang biasa kita temui. Aku akan menunggu ja
Deg!"Laila?"Bara terhenyak saat mendapati Laila yang langsung berlari keluar setelah ia menjatuhkan piring yang berisi makanan.Sial! Apa istrinya mendengar semua pembicaraannya?Pada akhirnya Bara mengejar Laila yang berlari menuju kamarnya."Laila!" "Lepas, Mas!" Laila memberontak saat lengannya berhasil dipegang oleh Bara. "Laila dengar. Semuanya tidak benar sayang. Mas bisa jelaskan.""Lepas, Mas! Aku tidak butuh penjelasan dari kamu!" Laila memberontak, namun sekuat tenaga Bara menahan Laila agar tidak pergi. "Dengarkan Mas dulu, La? Tolong ..."Laila terdiam,dia menatap Bara dengan tangisnya. "Baiklah, sekarang katakan, apa perkataan barusan memang benar?" Laila tidak memberontak hanya saja ia menatap tajam Bara. Ia menunggu jawaban yang sebenarnya."Katakan bahwa semua yang kau ucapkan adalah tidak benar kan, Mas? Kenapa diam, hah? Jawab Mas!" Laila berteriak."Mas, jawab! ""Ya, Laila! Semuanya memang benar! Memang benar kalau Mas ingin membuatmu jatuh cinta tapi untuk ma
"Sayang...?" Suara Bara menggelegar saat ia baru pulang dari kampusnya. Ia menyimpan terlebih dahulu almamater dan juga tasnya. Ah, hari ini ia pergi sendiri karena Laila memang tidak ada jadwal belajar, soalnya mau ujian akhir, jadi acara mengajar pun otomatis membuat pembelajaran tidak efektip."Sayang... ""Iya,Mas? Laila lagi d idapur." Suara teriakan itu membuat Bara dengan segera pergi kedapur. Benar saja, sang istri tercinta tengah berkutik dengan bawang-bawang di tangannya.Grep!Laila tersentak saat ia mendapati tubuhnya dipeluk dari belakang."Capek?" tanyanya membuat Bara mengangguk."Hari ini banyak banget tugasnya, padahal di sisi lain kita akan ujian akhir," ucap Bara. Kepalanya ia simpan di sisi bahu sang istri dengan dagu yang sebagai tumpuannya."Makannya, jangan sering pergi ke luar kota lah. Jadinya kan begini. Harus ngejar yang ketinggalan." Bara hanya berdehem sebagai jawaban. Ia memejamkan matanya merasakan kenyamanan yang amat ia sukai ini. Memeluk sang istri.
Untuk beberapa kali Bara menghela nafas gusar. Dari tadi pagi hingga malam ini Laila tidak membuka pintu kamarnya, dia mengurung tanpa mau membalas setiap pertanyaannya. Bara mengerang frustasi, pusing memikirkan sesuatu agar istrinya tidak merajuk.Bagaimana ia akan menjelaskan bahwa semuanya ... hanya demi kebaikan istrinya? Bagaimana pun ia juga berpikir jauh ke depan sebelum memutuskan hal ini.Bara mencoba sekali lagi untuk menghadap pintu kamar yang sedari tadi tertutup, dia mengetuknya.“Sayang ... bukain ya? Please, kita makan dulu?”Tidak ada jawaban.“Mas akan lakukan apapun, tapi please, buka dulu, yang...”Tidak ada sahutan.“Sayang ... nanti kamu sakit bagaimana? Please, Mas enggak mau kamu kenapa-napa, bukain ya?”Bara menyerah. Istrinya masih enggan untuk membuka pintu. Menyesal ia tadi tidak membawa kunci cadangan. Kunci cadangan menyatu dengan kunci mobilnya, dan tentu ada di dalam sana.“Maafkan, Mas. Laila ... kau boleh marah semau kamu. Tapi jangan marah sama makan
"Laila?"Tok tok tokBara mengetuk pintu kamar Laila dengan gerakan sedikit keras membuat pintu terbuka sedikit. Kening Bara berkedut, ia kira pintu tengah dikunci ternyata tidak. Kesempatan baru membuat Bara dengan segera masuk ke dalam kamarnya. "Laila? " Bara mengedarkan pandangannya, tapi tatapannya langsung terkunci pada sebuah kertas yang berada di atas ranjang. Dengan sigap Bara merampas nya dan mulai membaca isi surat tersebut. [Laila pergi Mas. Tolong jangan mencari Laila untuk dua minggu ini.]Hanya tulisan itu membuat Bara meremas kertas dengan emosi. "Laila ... kenapa kau menyiksa Mas seperti ini, hah?! Kenapa Laila?! " Karena emosi pula Bara melempar semua barang yang berada di atas nakas. Tidak perduli pada barang yang kini sudah pecah berhamburan di lantai. "Mas ingin memperbaiki semuanya Laila, tapi kau ... kau malah pergi tanpa mau mengerti alasan Mas melakukan ini. Laila, kenapa kau melakukan ini? " Bara terjatuh dengan tangan yang meremas seprai tepi ranjang.
Setelah kepergian Bara, Rea dan Reno, seseorang di belakang sana tersenyum amat lebar. Ia tersenyum penuh kemenangan. Seseorang itu bersandar pada sisi mobilnya, bersedekap dada sambil menatap tajam kepergian Bara di depan sana. Bukan satu orang tapi dua.“Bukankah hari ini kita harus merayakannya? Eum ... rasanya tidak seru bukan?” Seseorang itu tersenyum miring, sedangkan yang lain masih menatap kepergian Bara yang sudah hilang dalam pandangan. Dia menatap dengan tajam. “Seharusnya hal ini ia rasakan dari dulu ... tapi tidak apa, sebentar lagi dia akan mati. Hahahah, siapa yang akan bertahan dari penyakit Leukimia yang sudah berada di ujung tanduk?” Seseorang itu terus berucap, sedangkan yang lain masih mendengarkan. “Bagaimama menurutmu ...? Kak? Apa kita langsung membunuhnya saja? Heum... terkadang aku kasihan jika dia terus hidup hanya menanggung penderitaan. Alangkah baiknya kita jika menghilangkan penderitaan itu dengan membunuhnya? Hahaha, bahkan istrinya saja meninggalkann