Sudah hampir seharian ini Laila mendekam di kamarnya. Dan sekarang pagi telah tiba membuat Laila mau tak mau harus pergi bekerja. Sesungguhnya ia sudah tidak punya tenaga untuk pergi bekerja. Namun karena sudah satu kali bolos membuatnya takut terkena sanksi. Dengan begitu, mau tidak mau ya harus dipaksakan. Walau tau bahwa hari ini adalah ulang tahun pernikahan Laila dan Bara, sebisa mungkin Laila akan berusaha menerimanya dengan ikhlas. Menerima kenyataan bahwa mereka tidak lagi bersama. Ah! Bukan hanya hati yang ikut lelah, pikirannya pun sangat-sangat lelah! "Huffft!" Laila membuang nafas dalam-dalam saat ia beranjak dari kasurnya. "Tidak apa Laila! Kamu pasti kuat!" ucapnya menguatkan diri. "Sudahlah! Toh semua akan berjalan sesuai takdirnya bukan?" ucapnya lagi yang kemudian mengambil handuk. Beringsut pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan badan yang terasa lengket. Satu jam kemudian... Laila telah siap-siap dengan pakaian kerjanya. Sekarang hanya tinggal memakai b
"Mas kecewa sama kamu La ... Mas benar-benar kecewa..." Lirih. Bara berucap lirih dengan tatapan sendu. Hal yang membuat Laila langsung terdiam. Menatap Bara dengan tubuh yang terasa lemas. "Mas ke sini hanya untuk meminta maaf pada kamu Laila. Mas ingin memperbaiki hubungan kita! Yang kamu lihat kemarin pun bukan sepenuhnya kebenaran! Tapi, kebenarannya adalah Silvy! Wanita itu yang ternyata sudah membuat foto itu seakan kamu sendiri yang ada di dalamnya!" Bara bergerak mundur. Ia menatap Laila dengan pancaran tidak percaya. "Mas hanya ingin memperbaiki semuanya Laila ... hanya itu!"Laila memalingkan wajahnya dari tatapan Bara saat satu butir air matanya jatuh begitu saja.Mata Laila terpejam dengan tangisan yang mulai luruh. "Mas memang salah Laila ... mas salah! Tapi Mas ingin memperbaiki semuanya. Hanya itu ... tapi kamu, bahkan tidak memberi Mas kesempatan untuk berbicara ... ""Mas ... benar-benar kecewa sama kamu La ..." Bara berhenti dari gerakannya. Tatapannya masih menat
Mata Laila sudah terbelalak saja, sedang Asyam malah senyum-senyum sendiri. Disatukan seperti ini jelas membuat jantung Asyam berdetak dua kali lebih cepat. "Bu? Ma--maaf, tapi ... " Laila melepaskan pelukannya lebih dahulu. Terasa tidak nyaman karena berdekatan dengan jarak menempel pada Asyam. "Maaf, Laila bukan istrinya Asyam!" ujar Laila membuat Bu Rahayu nampak heran. "Lho?" tanyanya. Pasalnya keduanya itu memang seperti pasangan suami-istri yang romantis. Cocok lagi. "Bukan, Bu. Saya masih lajang..." Asyam berujar membuat lirikan Laila menoleh padanya. Asyam menggaruk tengkuknya saat ditatap sedemikian lekat oleh Laila, jelas hal yang membuatnya jadi salah tingkah. "Oalaahhh, tak kira kalian itu suami-istri, ternyata bukan toh..." Bu Rahayu terkikik kecil, sedang Laila hanya mampu tersenyum. Asyam? Dia hanya merasakan canggung saja."Terus? Anak Ibu?" tanya Bu Rahayu membuat pandangan Laila dan Asyam saling bertukar. "Eum, gimana kalau kita bicara di tempat lain saja Bu? K
"Entah siapa yang salah. Tapi, Mas Bara selalu berpikir bahwa memang Ibunya tidak pernah perduli padanya. Dengan begitu, dia siap melawan kasus ini sampai ke hukum. Mas Bara akan siap berdalih apapun agar bisa menjadikan Sharu sebagai anak angkatnya ... Bu?" Laila menggenggam tangan yang nampak sudah keriputan ini. "Mungkin ini salah, tapi ... kesalahan ini bukan sepenuhnya salah Mas Bara, kan? Dia hanya ingin menjadikan Sharu sebagai anak angkatnya. Dia sangat menginginkan hal itu, sampai-sampai memintaku untuk membantunya ke jalur hukum. Hanya saja aku menolak permintaannya itu saat mengetahui siapa Ibu asli dari Sharu. Dan saat itu ... hubungan kami mulai melenggang. Beberapa masalah bahkan datang silih berganti. Laila tidak tahu apa yang harus Laila lakukan tapi ... jika menurut Ibu ini salah maka---""Enggak Laila, suami kamu enggak salah." Bu Rahayu langsung menyela. "Dan apa yang dia lakukan pun, itu tidak salah ..." Bu Rahayu menghela nafas pelan, sedang Laila masih menatap l
Derrtttt DerrrtttSuara dering ponsel yang begitu nyaring membuat mata yang terpejam itu harus tergerak sudah. Dengan segera ia mengambil ponsel dengan mata yang masih mengantuk. "Laila?! Ini saya, ayok bangun!" Suara yang begitu familiar membuat Laila langsung membuka matanya. Hah! Bahkan mendengar suara nyaringnya saja sudah cukup membuatnya terbangun. Dia menatap ponselnya lebih dahulu. Bu Rahayu. Pantas saja. Namun yang jadi masalahnya... Ini masih jam 02.00!! "Laila cepat bangun! Ayo, saya nungguin kamu di luar nih ... " ucapnya dengan menggebu-gebu. Laila memijit pelipisnya frustasi. Biasanya ia bangun jam 4, itupun karena pekerjaan yang akhir-akhir ini selalu menumpuk. Namun sekarang, belum saja ia tidur 7 jam, tapi malah sudah terbangun. Ah iya. Lagipula semalam ia menunggu pesan dari Bara. Berharap lelaki itu membalas pesannya. Namun tidak, lelaki itu bahkan tidak aktif. Pesan yang ia kirim masih centang satu abu-abu. "Laila ... ? Aduh, ayo dong ... kita olahraga! Sa
Laila tersenyum dalam menerima buket bunga tersebut. Hal yang jelas membuat Asyam tersenyum lebar. Sorak tepuk tangan menggema di dalam ruangan tersebut. Saling bersiul bahkan ada yang mengatakan cie-cie di dalamnya. Nampak heboh, ricuh! Laila terdiam, dia masih setia tersenyum ke arah Asyam. "Berdiri, Syam. Jangan seperti itu!" ujar Laila membuat Asyam dengan segera beranjak berdiri. "Terima kasih, Zahra. Aku---aku benar-benar tidak menyangka kau akan menerima hal ini?" tanya Asyam dengan wajah yang amat kentara bahagia. Laila hanya tersenyum simpul. Memeluk buket bunga tersebut dengan tatapan binar. Beberapa jam kemudian. Saat semuanya membaik seperti biasa. Laila yang tengah berjalan menuju ruangannya dengan sesama rekan yang ada di sampingnya tersenyum saat di depannya Asyam tengah berjalan. "Syam?" panggil Laila tiba-tiba. Hal yang jelas membuat Asyam berhenti saat itu juga. "Ekhem, aku pergi duluan..." Wanita di sebelah Laila tiba-tiba menyenggol bahunya. Membuat Laila t
Laila menggerutu dalam hatinya. Karena mimpi buruk itu membuat Laila semakin melajukan mobilnya di atas rata-rata. Sedang Bu Rahayu yang berada di sebelahnya hanya bisa komat-kamit berdoa agar bisa selamat. Jantungnya semakin berdebar saja. "Aduh, Laila ... pelan-pelan, jantung saya rasanya mau copot nih!"Laila menghela nafas, sedikit memelankan lajunya. "Maaf ya Bu. Habisnya Laila benar-benar telat ini."Bu Rahayu mengerti. Tapi, salah siapa juga coba bangunnya kesiangan? Kan jadinya harus dikejar waktu. "Lagian kamu habis ngapain sampe telat bangun? Untung saya tadi yang udah bangunin kamu, kalau enggak. Pasti bakal lebih dimarahin kan?"Laila benar-benar mengutuk dirinya. Lagipula salah Bu Rahayu juga yang sudah membuatnya seperti ini. Jika saja tadi tidurnya tidak terganggu, mungkin mimpi menyeramkan itu tidak akan terjadi. Dan tentu dirinya tidak akan telat begini. "Iya deh Bu. Laila minta maaf." Pada akhirnya hanya itu yang keluar dari mulut Laila. Sampai beberapa menit ke
Kini waktu istirahat tiba. Laila merasa tidak bersemangat untuk pergi ke kantin. Mengingat akan mimpi buruk itu membuatnya takut bertemu dengan Asyam. Walau jelas Asyam tidak bersalah padanya namun tetap saja, ia takut bertemu Asyam untuk saat ini. Tok Tok Tok! Nah. Seperti halnya dalam mimpi. Suara itupun terdengar dalam telinga Laila. "Masuk!"Pintu terbuka, menampilkan seseorang yang persis seperti di dalam mimpi. "Permisi Bu! Waktunya istirahat, Ibu ditunggu juga sama rekan-rekan yang lain!""Eh tunggu!" ucap Laila menghentikan OB tersebut. Pria itu menoleh dengan kening mengenyit."Bapak bisa enggak bisa antarkan saya makanan langsung ke sini? Kebetulan saya enggak bisa ke sana karena tugas masih menumpuk.""Oh bisa, Bu. Sebentar, saya ambilkan dulu," ucapnya kemudian beringsut pergi. Sedang Laila tersenyum senang, setidaknya hal-hal yang mungkin akan terjadi tidak akan terjadi hari ini.**Akhirnya, akhirnya sesi pulang tiba juga. Hal yang sangat dinantikan oleh Laila. Ya!