"Bunda? Bunda? Kita ke danau ayo! Kata Ayah, di dekat ini ada danau yang indahhh sekali..."Di meja makan Laila yang tengah menghidangkan makanan terhenti saat Sharu mengatakan hal tersebut. Danau? Seketika tatapan Laila jatuh pada Arya yang membalas tatapannya. Dia tersenyum, tidak dengan Laila yang hanya terdiam dalam tatapan itu, yang kemudian melanjutkan kembali hidangannya dengan menyimpan makanan tersebut di depan Arya dan Sharu. "Danau yang mana? Kan ada dua?" tanya Laila sembari melirik Arya. Bibirnya mengulas senyum sangat tipis. "Nah Ayah, di mana? Danau yang mana?" Sharu ikut bertanya, membuat Arya menatap keduanya silih berganti. "Mana Ayah tahu, Ayah kan bukan asli dari kota ini." Arya sibuk memasukan makanan ke mulutnya. "Ah iya! Rumah Bunda besarrrr sekali. Tidak seperti Ayah yang kecil," ucap Sharu membuat Arya mendelik. "Kecil-kecil juga rumah Ayah banyak kenangannya, Sharu! Seperti Kak Zidna? Kamu mau lupain dia?""Mas?" sergah Laila memotong ucapan Sharu yang
"Yeayyy, kita pergi ke danau..." seru Sharu dengan antusias.Setelah mendapatkan izin untuk Laila cuti hari ini, mereka bertiga bermain menuju danau yang sempat Sharu inginkan. "Sharu, jangan lari-lari, sayang?!""Mas! Lihat ih Sharu lari-lari, bukannya hentiin dia.""Udahlah sayang... dia itu udah besar. Yang harus dijaga itu, ya kamu."Laila melotot. Terkejut pula. "Gak kebalik?"Arya terkekeh. "Enggak." Dengan posesif pria itu menarik pinggang Laila agar tetap berada di sampingnya. "Tapi kan...""Mau jatuh ke danau ini?" Pertanyaan Arya sontak membuat Laila menggeleng cepat. "Gak mau! Nanti Laila drop lagi.""Ya, makannya tetep di sini, di samping Mas."Laila tersenyum, membalas pelukan dengan melingkarkan tangannya di pinggang Arya. Kini danau itu tidak seperti dulu. Jika dulu nampak sepi sekarang banyak pengunjung yang bermain di pinggir danau ini. Jika dulu yang naik perahu hanya satu, dua. Sekarang sepuluh bahkan lima belas perahu terapung memenuhi danau ini. Bahkan Sharu
Laila menatap terlebih dahulu Arya yang masih setia menatap fokus Sharu. "Aku akan membawa Mas Arya kembali. Tapi Kak Rani jangan keluar sebelum Laila pergi lebih dahulu, ya?"Rania mengangguk. "Baik. Jangan sampai Arya menaruh curiga sama kamu."Dengan kepala mengangguk Laila beringsut pergi menuju Arya. "Mas? Maaf ya, pasti nunggu lama?" Laila menyengir kuda. Dia menepuk setelah menghampiri Arya. Arya menolehkan kepalanya. "Tidak juga kok. Lagi pula, fokus Mas sedari tadi cuman ke Sharu."Laila tersenyum kikuk, tatapannya sesekali mengarah pada Rania yang membalas tatapannya."Mas, kita pindah yu? Laila bosan di sini..." rengek Laila bergelayut manja pada sang empu. Membuat Arya tersenyum geli melihatnya. "Maunya ke mana?""Ke mana aja. Asal enggak di sini doang. Laila bosan.""Liatin aja Mas. Gak bakal bosan, tau!" Arya terkekeh membuat Laila mendengkus. "Mas udah manis, Laila takut diabetes!"Arya kembali terkekeh. "Cium dulu, boleh?" Tanpa merasa malu Arya sedikit mencondong
"Mas, katakan? Mas sebenarnya udah ingat, kan?" Pertanyaan berulang dari Laila membuat Arya membuka suara. "Kalaupun iya, kenapa?" tanya Arya tersenyum. "Laila ingin yang pasti, Mas! Kamu udah ingat, kan?""Heum, anggap saja begitu," jawab Arya dengan memalingkan wajahnya. Laila berdecak kesal. "Mas? Laila beneran nanya ih!""Emang Mas bohong? Kan kamu bertanya, ya Mas jawab gitu."Laila menggeleng, "Bukan gitu juga responnya Mas!""Terus gimana? Apa Mas harus terkejut? Atau mungkin jungkir balik? Gendong kamu? Atau harus berekspresi gimana sih?"Laila membuang nafas kasar. Ucapan Arya malah nampak tengah mempermainkannya. Padahal ia ingin tahu. Karena selama ini perasaannya selalu punya firasat bahwa Arya sebenarnya sudah ingat. "Laila beneran serius Mas... kamu udah ingat, kan?" Kini Laila bertanya tanpa emosi, membuat Arya lagi-lagi hanya menghela nafas pelan."Anggap saja begitu Laila...""Jawaban kamu selalu enggak meyakinkan, Mas."Arya bungkam. Tidak mengerti juga apa yang
Laila tersenyum samar saat ia melihat wajah tenang Arya yang sudah terpejam tidur. Matanya nampak begitu tenang nan kalem, membuat satu kecupan hinggap menyentuh kening Arya. "Maaf..." Lirih, ucap Laila amat lirih. Berusaha mungkin Laila tahan agar air matanya tidak jatuh, namun semua sia-sia. Tangis itu kembali luruh saat tersadar kembali akan kesalahan dirinya. Memikirkan bagaimana jika Arya tahu? Apa Arya akan membencinya? Kecewa? Atau mungkin pria itu tidak akan memaafkan dirinya? Tapi, ia istrinya kan? Suaminya sangat mencintainya kan? Suaminya ini akan memaafkannya kan? Walau belum pasti akan ingatan Arya yang memang sudah pulih atau belum. Laila yakin pasti Arya akan memaafkannya. Ya! Ia yakin, suaminya ini pasti akan memaafkannya. Laila tersenyum tipis, mengusap pipinya yang basah. "Sayang..."Suara parau Arya terdengar, membuat Laila refleks semakin mengusap pipinya. "Iya Mas?""Pengen peluk kamu."Laila terkekeh. Segera menyingkap selimut dan menelusuk masuk diantara ce
Masih tidak menyangka akan sosok di sampingnya ini. Arya ... dia sebenarnya Bara yang berpura-pura hilang ingatan? Yang sedari awal hingga saat ini dia itu memang Bara? Baranya Laila... Laila tersenyum samar saat bangun tidur langsung disuguhi pemandangan indah di sampingnya. Kerutan yang nampak semakin penuh kharisma itu membuat Laila ingin berlama-lama memandangnya seperti ini. Apalagi melihat bibir tipis Bara yang elok amat seksi di mata Laila. Yang mana ingin sekali ia cicipi berkali-kali. Hidung mancung sang empu membuat Laila tertawa, membayangkan bagaimana jika ia berubah menjadi sangat kecil dan berseluncur main di hidung mancung tersebut? Pasti seru. Haha. Laila terkikik kecil, menyentuh kening Bara dengan jari telunjuknya dan berseluncur ke bawah, dari mulai kening, hidung dan berhenti di bibir pria itu. "Nambah tua bukannya nambah kerutan, ini malah nambah ganteng." Tawa renyah Laila terdengar merdu, namun tidak untuk Bara yang masih setia memejamkan matanya. Mencium l
"Laila sayang...? Kamu di mana?" Bara berseru mencari Laila. Ada sebuah kejutan yang harus ia berikan pada dia. Ah, hingga ia melupakan satu hal. Bahwa seminggu ini sudah terlewat, yang mana Sharu akan dikembalikan pada sang Ibu--Rania. Sebenarnya Bara tidak pernah mau memberikan Sharu kepada orang lain termasuk Ibunya sendiri, karena jelas Bara sudah sangat-sangat mencintai Sharu sebagai putri angkatnya. Tidak ada yang bisa menggantikan cinta seorang Ayah untuk sang putri sekalipun hanya Ayah angkat, karena memang dialah yang membesarkan Sharu dari sejak dia masih bayi. Dirinyalah yang berjuang dan berkorban. Maka untuk itu sebisa mungkin Bara akan melakukan hal agar Sharu ada ditangannya, termasuk jika harus melawan hukum sekalipun. Ya! Sebisa mungkin Bara akan membawa Sharu ke dalam kasus hukum, yang mana ia akan memberitahukan bagaimana sosok seorang Ibu tega membuang anaknya sendiri! Dan malah ingin mengambilnya saat ia sudah beranjak dewasa. "Laila?" Sedari tadi Bara berser
"Rindu Sharu, La... kamu rindu enggak?" tanya Bara dengan mode manja. Kini keduanya tengah nonton tv dengan Bara yang mengdungselkan kepalanya diantara perut Laila. Kepalanya terbaring di pangkuan Laila. Sedang Laila mengusap pelan surai rambut Bara. Dia hanya terdiam, enggan menjawab pertanyaan Bara. Bukan enggan hanya saja ia sudah bosan karena sejak kepulangan Sharu kemarin pria itu terus-menerus memelas ingin Sharu. Membuat Laila jengkel sendiri. "La? Sharu bilang mau hidup sama kita kan?" tanya Bara kembali. "Kapan kita akan membawa masalah ini ke pihak hukum? Aku enggak mau Sharu nanti malah ingin hidup dengan Rania! Kalau nanti Sharu sayang Rania? Gimana?""Ya udah kalau dia sayang sama Rania. Dia ibunya, kan?" jawab Laila malas. Mode ketusnya keluar karena bosan mendengar ocehan Sharu. Sharu, Sharu, Sharu! Apa Bara pernah sekali saja berpikir akan masalah istrinya sendiri? Yang mana sedang di ujung tanduk? Bara mana tau kalau jabatan istrinya sebagai seorang pengacara se