Mahira menarik koper dari kamar. Dia bersusah payah menuruni tangga tanpa bantuan siapa pun.
“Apa kamu mau pergi?” tanya Elvita ketika bertemu dengan Mahira di ujung tangga. Ada senyuman di bibir wanita itu.
“Iya, Ma. Aku akan segera bercerai dengan Elvis,” jawab Mahira tersenyum.
“Bagus sekali. Akhirnya kamu tidak akan mengganggu kehidupan putraku lagi. Benar-benar merusak pemandangan. Bayaran kamu di rumah ini sangat mahal. Elvis harus menanggung biaya adik dan ibu kamu juga,” tegas Elvita.
“Ya, Ma. Terima kasih. Saya harap Elvis akan bahagia dan menikah sah dengan kekasihnya. Saya pamit.” Mahira mengulurkan tangan kepada Elvis.
“Tentu saja dia akan bahagia bersama Sasa. Berbeda dengan kamu. Elvis sangat menderita, tersiksa dan tertekan.” Elvita menepis tangan Mahira.
“Pergilah! Jangan pernah kembali lagi ke rumah ini.” Elvita mendorong tubuh Mahira hingga jatuh ke lantai.
“Mama tolong bantu Elvis mengurus perceraian karena berkas pernikahan kami dipegang dia.” Mahira tersenyum. Dia masih duduk di lantai. Wanita itu sudah terbiasa dengan penghinaan dan perlakukan kasar yang diberikan oleh mama mertuanya.
“Tentu saja. Elvis akan segera menceraikan kamu. Dia menikahi kamu itu hanya karena kasian dan bentuk tanggung jawab. Putraku adalah pria yang baik.” Elvita tersenyum.
Elvita senang karena Mahira dan Elvis akan segera bercerai. Wanita itu tidak mau menantunya hanya seorang ibu rumah tangga. Hanya menjadi beban keluarga saja. Itu membuatnya malu. Dia tidak tahu latar belakang pendidikan dan pekerjaan Mahira yang seorang dokter bedah dan ahli akupuntur. Menantu yang pernah hidup, kuliah dan belajar serta bekerja di luar negeri. Istri Elvis itu bahkan memiliki gaji yang tinggi.
“Wanita miskin dengan pakaian lusuh tidak pantas berada di sisi Elvis,” tegas Elvita.
“Ya.” Mahira beranjak dari lantai. Wanita itu tentu saja terlihat sederhana dan tidak menarik. Dia hanya dituntut menjadi pelayan di rumah suaminya. Tidak ada kesempatan untuk merawat diri.
“Terima kasih untuk dua tahun ini, pemisi.” Mahira melangkah kaki dengan pasti. Dia menarik koper dengan senyuman. Menahan air mata yang ingin jatuh karena sesak dan sakit di dada.
Elvis telah berada di perusahaannya. Pria itu sibuk dengan banyak pekerjaan. Dia adalah pembisnis terkenal. Tidak ada yang tahu pernikahannnya dengan Mahira. Kecelakaan yang telah merenggut nyawa Biyanka pun diredam dengan baiknya.
“Elvis.” Sasa tergesa-gesa masuk ke dalam ruang kerja.
“Kenapa terlambat?” tanya Elvis melihat sekilas pada Sasa.
“Maaf, Sayang. Aku semalam sakit kepala karena mabuk sehingga kesulitan bangun. Bagaimana dengan konsisi kamu? Apa masih pusing?” tanya Sasa.
“Pusing?” Elvis mengingat secangkir obat pereda mabuk yang ada di kamarnya. Dia tidak tahu siapa yang membuatkannya dan pria itu meminum tanpa bertanya.
“Iya. Kamu tetap bisa bangun dengan tubuh segar.” Sasa tersenyum. Dia meraba pundak lebar Elvis. Wanita itu selalu mengenakan pakaian seksi dan tampil cantik.
“Apa kepala kamu tidak pusing?” Sasa memijat kepala Elvis dari belakang.
“Tidak.” Elvis segera berdiri. Pria itu tidak sadar telah menolak sentuhan Sasa.
“Bagaimana aku bisa tertidur di café?” tanya Elvis.
“Aku tidak tahu. Aku pulang duluan. Maafkan aku yang meninggalkan kamu,” jawab Sasa.
“Hm. Baiklah. Periksa jadwalku hari ini.” Elvis segera duduk. Pria itu terlihat jelas menolak sentuhan Sasa.
“Elvis, kapan kamu akan menceraikan Mahira?” tanya Sasa mengejutkan Elvis.“Aku rasa dua tahun cukup untuk kamu bertanggung jawab. Pernikahan kalian pun tidak ada yang tahu. Semua orang mengira kamu masih lajang.” Sasa menatap Elvis yang terdiam dan tampak berpikir.
“Kita sudah bersama sejak kecil. Aku bahkan rela menjadi sekretaris kamu agar terus bisa berada di sisi kamu, Elvis,” tegas Sasa yang sudah tidak tahan lagi melihat wanita lain yang tidur di kasur Elvis.
“Mahira tidak punya tempat tinggal. Dia juga tidak memiliki pekerjaan. Bagaimana dia akan hidup di negara yang keras ini?” Elvis kembali sibuk dengan berkas yang ada di atas mejanya.
“Kamu punya banyak uang. Belikan saja dia rumah di ujung kota atau di desa. Dia bisa bekerja apa pun. Aku dengar juga Mahira seorang dokter dan masih punya ijin praktik,” ucap Sasa menghentikan tangan Elvis yang sedang memberikan tanda tangan pada berkas.
“Mahira masih bisa menjadi dokter ketika dia sudah sembuh dari traumanya. Wanita itu sedang terapi dengan biaya dari rumah sakit langsung,” jelas Sasa.
“Siapa yang membiayai Mahira?” tanya Elvis yang tidak tahu apa pun tentang Mahira.“Aku tidak tahu siapa orangnya, tetapi Mahira diperlakukan khusus di rumah sakit itu,” jawab Sasa.
“Pantas saja uang yang aku berikan tidak berkurang untuk pengobatan. Ternyata dia mendapatkan pelayanan gratis dari pihak rumah sakit.” Elvir terlihat sedang berpikir.
“Siapa sebenarnya kamu, Mahira?” tanya Elvis di dalam hati.
“Sasa. Kembalilah ke ruangan kamu,” ucap Elvis.
“Baiklah.” Sasa keluar dari ruangan Elvis.
“Aku harus menyelidiki tentang latar belakang Mahira. Kenapa selama ini aku tidak peduli?” Elvis mengambil ponsel dan menghubungi asisten pribadinya.
“Halo, Rino. Kamu dimana?” tanya Elvis.
“Aku di dapur. Sedang menyeduhkan kopi. Apa ada sesuatu, Bos?” tanya Rino.
“Masuk ruanganku sekarang!” perintah Elvis dan langsung memutuskan panggilan.
“Ada apa dengan Bos?” Rino segera menghirup kopi hangat dengan perlahan dan membawa ke ruangan Elvis.
“Aku belum juga minum kopi.” Rino meletakkan kopi di atas meja.
“Kunci pintu,” ucap Elvis.
“Oh.” Rino segera mengunci pintu dengan rapat.
“Cari informasi tentang Mahira!” perintah Elvis.
“Apa?” Rino menatap bingung pada Elvis.
“Apa perintahku belum jelas?” Elvis melotot pada Rino.
“Bos. Anda sudah menikah dua tahun dan baru mau mencari informasi tentang Ibu Mahira. Untuk apa?” tanya Rino.
“Apa aku perlu memberi alasan?” Elvis melepar buku ke wajah Rino dan dengan cepat pria itu menghindar.
“Baik. Aku akan kerjakan.” Rino duduk di kusi yang ada di sudut ruangan Elvis. Pria itu mulai bekerja dengan computer dan ponsel. Dia mencari semua informani tentang Mahira dan itu tidak mudah karena istri dari Elvis pernah tinggal di luar negeri.
“Bos. Istri Anda ini pernah tinggal di luar negeri. Dari mulai kuliah hingga kerja,” ucap Rino.
“Aku tidak mendapatkan informasi di luar negeri. Sepertinya, kita harus mengirim seseorang ke sana,” lanjut Rino,
“Lakukan apa pun untuk mendapatkan semua tentang Mahira dan juga Biyan.” Elvis terlihat kesal.
“Apa dia sangat istimewa sehingga mendapatkan pelayanan gratis dari rumah sakit paling popular di negara ini? Apa karena dia istriku?” Elvis beranjak dari kursi dan mendekati Rino.
“Cari informasi tentang Mahira di rumah sakit Seloma,” tegas Elvis.“Hah! Okay.” Rino mengangkat jari jempolnya. Pria itu sangat cekatan dalam bekerja. Dia tidak pernah mengecewakan Elvis.
“Kenapa dia tidak minta bantuan Sasa dalam mencari infromasi ini dan harus merepotkanku juga.” Rino melirik Elvis yang tampak melamun.
Elvita menaiki tangga menuju kamar Elvis. Dia bertemu dengan Relia. Putrinya yang baru akan berangkat ke kampus.“Mama mau kemana?” tanya Relia.“Mama mau masuk ke kamar kakak kamu. Ayo bantu Mama.” Elvita menarik tangan Relia masuk ke dalam kamar Elvis yang tidak dikunci.“Mama, Kakak tidak suka orang lain masuk ke kamarnya. Apalagi kita sentuh barang-barang Kak Elvis.” Relia melihat Elvita yang sudah membuka laci meja yang ada di samping tempat tidur.“Kita bukan orang lain. Aku mamanya dan kamu adalah adik kandung Elvis,” tegas Elvita.“Mama mau cari apa?” tanya Relia memperhatikan mamanya.“Buku nikah dan kartu keluarga Elvis,” jawab Elvita.“Untuk apa, Ma?” Relia bisa menebak apa yang direncanakan mamanya.“Elvis dan Mahira akan bercerai. Kakak kamu pasti tidak akan sempat mengurus perceraian. Jadi, biar Mama yang bantu mempercepat perceraian mereka.” Elvita terlihat sibuk mencari buku nikah dan berkas penting yang dibutuhkan untuk proses perceraian.“Apa?” Relia terkejut.“Apa K
Elvis benar-benar fokus bekerja. Dia melihat ponsel pribadi yang tidak berdering sama sekali. Tidak ada pesan dan panggilan masuk yang biasa dilakukan Mahira untuk mengingatkan pria itu makan siang.“Apa dia masih marah? Tetapi kenapa mengobati luka kepalaku? Wanita ini benar-benar keras kepala?” Elvis baru saja akan menghubungi Mahira, tetapi batal karena Sasa masuk ke dalam ruangannya. “Sayang, ayo kita makan siang di kantin Perusahaan. Aku sudah lapar.” Sasa tersenyum. Dia berjalan mendekati kursi Elvis. Wanita itu tidak tahu ada Rino di sudut ruangan. Asisten pribadi sekaligus sopir dari Elvis. “Sayang.” Sasa duduk di pangkuan Elvis. Jari-jari yang indah dan terawat menyentuh pipi dan dagu pria itu.“Aku menginginkan bibir kamu, Elvis. Kapan aku bisa menciumnya lagi setelah semalam?” Sasa menatap Elvis. Wanita itu benar-benar tergoda dengan ketampanan dan tubuh seksi pria di depannya.“Bos, aku selesai,” ucap Rino.“Ah!” Sasa segera turun dari pangkuan Rino. Dia terkejut dengan
Elvis bersiap untuk pulang. Pria itu berjalan keluar dari ruang kerja bersama dengan Rino. Kantor sudah sepi karena para karyawan sudah lebih dulu meninggalkan meja kerja mereka.“Kak Elvis.” Sasa tersenyum menyambut Elvis yang baru keluar dari ruang kerja.“Sasa. Kamu belum pulang.” Elvis menoleh pada Rino.“Tante Elvita menghubungiku dan mengajak makan malam bersama.” Sasa menggandeng tangan Elvis.“Aku siapkan mobil.” Rino meninggalkan Evis bersama dengan Sasa. Pria itu benar-benar tidak suka melihat kedua orang yang tidak memiliki hubungan apa pun itu.“Mama tidak memberitahuku,” ucap Elvis melihat Rino yang sudah masuk ke dalam lift.“Tahan lift!” perintah Elvis pada Rino dan pria itu menurut.“Ayo.” Elvis menarik tangan Sasa masuk ke dalam lift bersama dengan Rino.“Apa Mahira akan cemburu jika Sasa ikut denganku? Aku belum bertanya tentang video tadi malam pada wanita ini.” Elvis melihat pada Sasa dan wanita itu tersenyum. Dia tidak ingin menyinggung teman masa kecilnya karena
Mahira duduk di tepi kasur. Dia masih menunggu kepulangan suaminya. Pernikahan terpaksa yang terjadi karena rasa tanggung jawab Elvis yang telah menyebabkan kematian dari kekasih Mahira di hari pernikahan.“Kenapa belum pulang? Padahal sudah pukul dua belas malam. Aku sangat khawatir. Haruskan aku menghubungi Elvis?” Mahira menatap layar ponsel yang begitu sepi. Tidak ada panggilan dan pesan sama sekali dari suaminya.“Hm. Kak Biyan. Maafkan aku yang sudah menerima Elvis di dalam hatiku. Dia sangat baik. Walaupun kadang bersikap dingin. Elvis yang menanggung biaya kehidupanku dan mama serta kuliah Manisa.” Mahira berbicara dengan foto Biyan yang masih ada di layar ponselnya.“Aku tidak bisa melakukan operasi lagi karena trauma melihat dirimu yang terluka di hari pernikahan kita,” ucap Mahira melihat kedua tangannya yang putih. Wanita itu sudah lama tidak berkerja sebagai seorang dokter bedah. Dia diberikan cuti untuk pemulihan diri.“Aku berusaha menjadi istri yang baik untuk Elvis.
Elvis sangat meradang ketika nama Biyan terus terdengar dari mulut Mahira. Pria itu juga tahu bahwa istrinya masih sering melihat foto calon suami yang telah meninggal sehingga dia berpikir bahwa wanita itu tidak pernah mencintainya dan bahkan benci padanya.“Dengar, Mahira. Selama pernikahan kita. Aku sudah mengeluarkan banyak uang. Tubuh seksimu saja tidak mampu membayarnya.” Elvisl tersenyum tipis. Pria itu meraba leher Mahira hingga ke dada wanita itu.“Jangan pernah menyentuhku!” teriak Mahira. Dia berusaha mendorong tubuh Elvis. Pria itu menyerang leher istrinya dengan mencium dan menjilati.“Aku jijik dengan pria yang sudah bekas wanita lain. Lepaskan aku!” Mahira berusaha melepaskan diri dari Elvis yang sedang marah. Pria itu pun masih dipengaruhi minuman.“Bukankah kamu sudah bersetubuh dengan calon suami kamu itu,” ucap Elvis.“Plak!” Sebuah tamparan mendarat di pipi Elvis.“Hah!” Elvis melotot pada Mahira. Wanita itu adalah orang pertama yang berhasil menampar pipinya.“Aku
Mahira masuk ke kamar mandi. Dia membersihkan diri karena pakaiannya terkena kuah sup. Wanita itu mandi untuk kedua kalinya.“Hm.” Elvis membuka mata perlahan dan melihat Mahira yang keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk sebatas paha.“Dia memang seksi.” Elvis memperhatikan Mahira yang berjalan menuju lemari pakaian. Wanita itu tidak tahu bahwa suaminya sudah bangun sehingga dengan santainya dia berganti pakaian di depan Elvis yang tidak pernah melihat tubuhnya.“Pasti dia pikir aku masih tidur.” Elvis melihat Mahira yang sudah mengenakan celana sebatas lutut dan kaos putih lengan pendek. Wanita itu benar-benar tidak berdandan sama sekali. Dia hanya memberikan perlindungan dan perawatan kulit saja.“Ahhh!” Mahira mengambil kota obat dari lemari yang cukup tersembunyi.“Apa dia akan mengobati ku lagi? Aku tidak tahu dia punya dua kotak obat.” Elvis tidak mengalihkan pandangan dari Mahira. Dia belum tahu bahwa wanita itu terluka.Mahira membuka pintu balkon dan menutupn