Mertua vs menantu akan segera di mulai. Semoga kalian semua suka ya.. Terima kasih sudah menjadi pembaca setia cerita ini. Alhamdulillah hari ini view tembus di angka 20,5 k 😍🥰
Bab 80"Ziyad!" protes Ghina saat lelaki itu mengunci pintu kamarnya.Namun lelaki itu tidak peduli. Setelah mengunci pintu kamar, dia melangkah dan duduk di tepi pembaringan."Sini, Ghina," ujarnya sembari menepuk kasur di sampingnya."Asal kamu tahu, itulah sifat asli Mama dan sekarang kamu sudah tahu, kan?" Ziyad menepuk pundak Ghina dengan lembut."Tapi uang itu adalah hak kita, Ziyad. Akan kita gunakan sebagai modal buat kita hidup berumah tangga." Ghina berdecak kesal."Aku tahu, tapi tolong maafkan Mama ya," ucap jihad merendah."Tapi ini nggak benar. Kamu harus tegas sama Mama. Aku nggak suka ya punya ibu mertua serakah seperti itu!" umpat Ghina."Aku akan berusaha berbicara dengan Mama. Tapi aku tidak berjanji beliau mau mengembalikan uang itu kepada kita. Untuk sementara, simpanlah dulu uang ini." Ziyad menyerahkan uang 15 juta itu ke tangan istri barunya."Tapi kita sudah mengeluarkan uang ratusan juta untuk biaya pernikahan ini dan yang lebih memalukan, uang 100 juta yang
Bab 81Setelah mengamati bahan-bahan yang tersedia di dalam kulkas, Ghina memutuskan untuk membuat nasi goreng dan omelet ayam. Ghina mencincang daging ayam fillet sedikit kasar kemudian mencampurnya dengan kocokan telur yang sudah diberi bumbu, lalu mendadarnya. Sementara itu ia menumis bawang putih di wajan yang cukup besar, memasukkan potongan sawi, mengaduknya hingga sedikit layu, lalu menumpahkan nasi putih ke dalam wajan.Hanya butuh waktu 15 menit buat Ghina untuk memasak. Semua hidangan telah tersaji di meja makan. Sebenarnya Ghina cukup mahir memasak. Namun karena kesibukannya sehari-hari, ia lebih suka membeli makanan jadi. Kecuali jika Ziyad menginap di rumahnya, barulah ia memasak.Aslinya Ghina adalah gadis yang baik, hanya saja ia tersesat jalan. Ambisi yang menyelimuti dirinya demi pencapaian tinggi di dalam karirnya dengan menumbalkan kehormatannya sebagai seorang wanita."Wah, enak banget sepertinya nih. Ternyata kamu pintar masak ya, Ghin?" tegur Widya saat mengendu
Bab 82"Kakak....! Kakak berani menamparku?""Karena kamu sudah keterlaluan, Selvi. Kakak tidak pernah mengajarimu mengambil barang milik orang lain tanpa izin!" hardik Ziyad kepada adiknya."Mbak Ghina itu bukan orang lain. Dia kakak iparku!" sanggah Selvi."Jika barang itu bukan milikmu, berarti itu milik orang lain, walaupun itu adalah kakak iparmu sendiri. Selvi, Kakak tidak mau tahu ya, segera kembalikan tas dan perhiasan kalung itu!" perintah Ziyad. Wajah Ziyad yang berubah sangar seketika membuat Selvi tertunduk. Akhirnya dengan berat hati dia menyerahkan tas dan box cantik berisi perhiasan kalung itu kembali kepada Ghina, padahal sebelumnya dia sudah berhasil merebut lagi dua benda itu dari tangan Ghina. Sayangnya Ziyad keburu datang."Ada apa ini ribut-ribut?" Suara Widya seketika menggema. Perempuan tua itu merasa sangat terganggu mendengar keributan yang terjadi di kamar putrinya."Selvi mengambil barang Ghina tanpa izin, Ma," lapor Ziyad."Tapi Mbak Ghina begitu banyak me
bab 83Nyonya Amyta mengeluarkan sebuah box cantik dari dalam tas dan menyerahkannya kepada Rayna. "Ini hadiah dari Mom. Mohon di terima ya, Sayang. Mohon maaf, Mommy dan Daddy tidak membawa hantaran selayaknya keluarga yang datang melamar....""Kenapa harus repot seperti ini sih, Mom? Kedatangan Mommy dan Daddy sudah lebih dari cukup," lirih Rayna. Wajahnya memerah malu-malu."Benar, Kak. Antaran itu hanya adat dan kebiasaan saja. Di tiadakan pun tidak jadi masalah," timpal Nafisa. Dia tahu persis, isi box yang kini berpindah ke tangan putrinya harganya pasti jauh lebih mahal daripada segala macam hantaran yang biasa dibawa orang, keluarga pihak laki-laki saat akan melamar seorang perempuan."Tak apa. Ini hanya tanda mata dari Mommy. Terima kasih karena sudah mau menerima anak Mommy.""Aku yang harusnya berterima kasih karena kak Elvan dan kak Amy mau menerima Rayna apa adanya." "Kita saling menerima dan memberi," tukas tuan Elvan menengahi."Ravin, mana hadiah untuk calon istrimu?
Bab 84 "Pinjam uang? Apa aku tidak salah dengar? Ada apa ini, Ziyad?" Saking teramat kaget, Ravin sampai terlonjak dari kursinya. "Maaf, sebenarnya aku malu, tetapi aku tidak memiliki cara lain. Aku hanya mengingat kamu," ujar Ziyad lirih. Terlihat di wajahnya seperti tengah menyimpan beban berat. "Ceritakan kepadaku, kenapa kamu ingin pinjam uang? Kamu baru saja menikah. Pekerjaanmu dan istrimu juga cukup mapan. Kenapa kamu sampai kekurangan uang?" Lelaki itu mengangkat wajahnya sekilas, kemudian kembali tertunduk demi menyeruput jus alpukat yang tersaji di hadapannya. Disaat yang bersamaan, seorang pelayan restoran datang membawakan makanaan pesanan mereka. "Aku harus segera melunasi hutang resepsi pernikahanku dengan Ghina tempo hari," papar Ziyad. Lelaki itu menatap tajam lawan bicaranya. "Jangan lupakan, aku telah memberikanmu modal 100 juta untuk menikahi Ghina. Lalu kenyataannya uangmu masih kurang? Ada apa ini, Ziyad? Kalau hari ini aku meminjami kamu uang, berarti aku
Bab 85Ravin mengutak-atik ponsel Ziyad sebentar, kemudian meletakkan benda pipih itu di atas meja tepat di tengah-tengah mereka. "Ziyad, kamu di mana?!" Suara wanita tua terdengar jelas dari ponsel Ziyad. Lelaki itu sudah membuka mulut, tetapi sebelum sempat bersuara, tangan Ravin bergerak lebih cepat, membekap mulut Ziyad, sehingga lelaki itu urung bersuara. "Ziyad, kamu di mana?" Perempuan tua itu kembali mengulang pertanyaan. "Kamu sudah berhasil, kan, meminjam uang dari lelaki itu? Ingat Ziyad, Ravin itu mencintai Rayna dan kamu bisa memanfaatkan dia untuk melunasi semua hutang-hutang resepsi pernikahanmu kemarin. Kamu tidak perlu mengambil uang Mama!" Suara perempuan tua itu terdengar begitu lantang. Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut ibunya, Ziyad langsung salah tingkah, terlihat dari ekspresi wajahnya yang kebingungan. Berbeda halnya dengan Ravin. Dia tampak sangat santai, sementara perempuan tua itu terus nyocos di telepon, tanpa peduli Ziyad menanggapi ucapanny
Bab 86Ravin menggelengkan kepala. "Ah, tidak ada apa-apa. Aku hanya asal bicara." Lelaki itu segera bangkit dari tempat duduknya menyusul Ziyad yang lebih dulu melangkah menuju kasir.Setelah menyelesaikan pembayaran, kedua lelaki itu segera meninggalkan restoran. Ravin kembali ke kantor pusat Al-Fatih Mart, sementara Ziyad menuju ke kantor Bank tempat dia bekerja.Sepanjang perjalanan, lelaki itu berkali-kali menggelengkan kepala. Hampir saja dia keceplosan. Sebenarnya dia sangat ingin memberitahu dan meminta maaf kepada lelaki itu, jikalau dialah orang yang menyentuh Rayna pertama kali, tapi rasanya tidak tega.Lagi pula ia tidak mau membuat masalah lagi dengan Ziyad. Lelaki itu pasti akan semakin terpukul. Lebih baik Ziyad tidak tahu sama sekali ketimbang pada akhirnya mereka harus kembali bertengkar.Biarlah semua rahasia ini cukup dia, Rayna dan kedua keluarga inti itu saja yang tahu. Selebihnya adalah Tuhan. Ravin pun tidak hendak menyelidiki siapa dalang yang membuat Rayna me
Bab 87"Kamu berani mengancam Mama?" hardik Widya tak percaya."Aku tidak mengancam, tetapi itu kenyataan. Dalam waktu satu kali 24 jam Mama tidak menyerahkan uang itu kepadaku, maka Adam dan Damian akan datang dan mengambil paksa uang itu. Sama aja, kan? Mama juga tidak dapat apa-apa," seringai Ziyad."Benar-benar anak durhaka kamu ya! Mama pikir kamu mau menurut apa kata Mama, pinjam uang kepada lelaki itu, tetapi kenyataannya kamu malah memalukan Mama. Kamu kan yang bilang kalau Mama menyuruhmu meminjam uang kepada Ravin?""Kalau kenyataannya iya, kenapa?" tantang Ziyad. Saking kesalnya, lelaki itu sampai berkacak pinggang. Dia maju selangkah demi selangkah mendekati ibunya."Selama ini kurang apa aku sama Mama? Aku mengucapkan terima kasih karena Mama sudah melahirkan, mendidik, membesarkan aku sampai dewasa. Tetapi anak itu bukan investasi, Ma. Anak itu adalah titipan dari Allah dan apa yang Mama perbuat adalah bentuk kewajiban Mama sebagai orang tua. Anak memang harus membalas b