Bab 84 "Pinjam uang? Apa aku tidak salah dengar? Ada apa ini, Ziyad?" Saking teramat kaget, Ravin sampai terlonjak dari kursinya. "Maaf, sebenarnya aku malu, tetapi aku tidak memiliki cara lain. Aku hanya mengingat kamu," ujar Ziyad lirih. Terlihat di wajahnya seperti tengah menyimpan beban berat. "Ceritakan kepadaku, kenapa kamu ingin pinjam uang? Kamu baru saja menikah. Pekerjaanmu dan istrimu juga cukup mapan. Kenapa kamu sampai kekurangan uang?" Lelaki itu mengangkat wajahnya sekilas, kemudian kembali tertunduk demi menyeruput jus alpukat yang tersaji di hadapannya. Disaat yang bersamaan, seorang pelayan restoran datang membawakan makanaan pesanan mereka. "Aku harus segera melunasi hutang resepsi pernikahanku dengan Ghina tempo hari," papar Ziyad. Lelaki itu menatap tajam lawan bicaranya. "Jangan lupakan, aku telah memberikanmu modal 100 juta untuk menikahi Ghina. Lalu kenyataannya uangmu masih kurang? Ada apa ini, Ziyad? Kalau hari ini aku meminjami kamu uang, berarti aku
Bab 85Ravin mengutak-atik ponsel Ziyad sebentar, kemudian meletakkan benda pipih itu di atas meja tepat di tengah-tengah mereka. "Ziyad, kamu di mana?!" Suara wanita tua terdengar jelas dari ponsel Ziyad. Lelaki itu sudah membuka mulut, tetapi sebelum sempat bersuara, tangan Ravin bergerak lebih cepat, membekap mulut Ziyad, sehingga lelaki itu urung bersuara. "Ziyad, kamu di mana?" Perempuan tua itu kembali mengulang pertanyaan. "Kamu sudah berhasil, kan, meminjam uang dari lelaki itu? Ingat Ziyad, Ravin itu mencintai Rayna dan kamu bisa memanfaatkan dia untuk melunasi semua hutang-hutang resepsi pernikahanmu kemarin. Kamu tidak perlu mengambil uang Mama!" Suara perempuan tua itu terdengar begitu lantang. Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut ibunya, Ziyad langsung salah tingkah, terlihat dari ekspresi wajahnya yang kebingungan. Berbeda halnya dengan Ravin. Dia tampak sangat santai, sementara perempuan tua itu terus nyocos di telepon, tanpa peduli Ziyad menanggapi ucapanny
Bab 86Ravin menggelengkan kepala. "Ah, tidak ada apa-apa. Aku hanya asal bicara." Lelaki itu segera bangkit dari tempat duduknya menyusul Ziyad yang lebih dulu melangkah menuju kasir.Setelah menyelesaikan pembayaran, kedua lelaki itu segera meninggalkan restoran. Ravin kembali ke kantor pusat Al-Fatih Mart, sementara Ziyad menuju ke kantor Bank tempat dia bekerja.Sepanjang perjalanan, lelaki itu berkali-kali menggelengkan kepala. Hampir saja dia keceplosan. Sebenarnya dia sangat ingin memberitahu dan meminta maaf kepada lelaki itu, jikalau dialah orang yang menyentuh Rayna pertama kali, tapi rasanya tidak tega.Lagi pula ia tidak mau membuat masalah lagi dengan Ziyad. Lelaki itu pasti akan semakin terpukul. Lebih baik Ziyad tidak tahu sama sekali ketimbang pada akhirnya mereka harus kembali bertengkar.Biarlah semua rahasia ini cukup dia, Rayna dan kedua keluarga inti itu saja yang tahu. Selebihnya adalah Tuhan. Ravin pun tidak hendak menyelidiki siapa dalang yang membuat Rayna me
Bab 87"Kamu berani mengancam Mama?" hardik Widya tak percaya."Aku tidak mengancam, tetapi itu kenyataan. Dalam waktu satu kali 24 jam Mama tidak menyerahkan uang itu kepadaku, maka Adam dan Damian akan datang dan mengambil paksa uang itu. Sama aja, kan? Mama juga tidak dapat apa-apa," seringai Ziyad."Benar-benar anak durhaka kamu ya! Mama pikir kamu mau menurut apa kata Mama, pinjam uang kepada lelaki itu, tetapi kenyataannya kamu malah memalukan Mama. Kamu kan yang bilang kalau Mama menyuruhmu meminjam uang kepada Ravin?""Kalau kenyataannya iya, kenapa?" tantang Ziyad. Saking kesalnya, lelaki itu sampai berkacak pinggang. Dia maju selangkah demi selangkah mendekati ibunya."Selama ini kurang apa aku sama Mama? Aku mengucapkan terima kasih karena Mama sudah melahirkan, mendidik, membesarkan aku sampai dewasa. Tetapi anak itu bukan investasi, Ma. Anak itu adalah titipan dari Allah dan apa yang Mama perbuat adalah bentuk kewajiban Mama sebagai orang tua. Anak memang harus membalas b
Bab 88"Saya terima nikahnya Rayna Anindya Edelweis binti Abdullah Mufti almarhum dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Ravin mengucapkan kalimat itu dengan lancar hanya dengan satu tarikan nafas. Tangannya menggenggam erat paman Hamzah yang menjadi wali nikah Rayna."Sah!" Dua orang ustadz yang menjadi saksi pernikahan pagi ini berseru secara bersamaan."Alhamdulillah..." Lelaki setengah baya itu lantas membaca doa pernikahan dan setelah selesai ia menepuk lelaki yang sekarang sudah sah menjadi suami keponakannya itu.Kebahagiaan menyelimuti sepasang pengantin. Ravin dan Rayna begitu menikmati harinya. Silih berganti tamu-tamu berdatangan. Senyum tak pernah lepas dari bibir tuan Elvan dan nyonya Amyta saat kolega dan rekan bisnis mereka menyalami serta mengucapkan selamat atas pernikahan putranya.Nafisa pun tak kalah bahagia. Dia merasa ini adalah yang terbaik, walaupun telinganya mendengar kasak kusuk dari para kerabat tentang putrinya yang menikah dua kali dalam jangka waktu y
Bab 89 "Seperti yang kamu lihat, Bella. Kamu bisa, kan membaca tulisan di depan gedung hotel ini?" ujar tuan Elvan santai. Posisi mereka kini tengah berhadap-hadapan. Tuan Elvan dengan Adam yang berdiri di belakang agak jauh, sementara Bella yang berdiri angkuh di hadapan mantan mertuanya. "Tetapi kenapa dia menikah, Daddy? Aku tahu, Ravin itu hanya mencintaiku dan ia menceraikanku karena marah. Hanya itu. Bukan karena ia membenciku." Nada suara perempuan itu teramat kecewa. "Kalian sudah lama bercerai dan hati itu bisa saja berubah, Bella," tukas tuan Elvan. Dia sudah hapal dengan sifat keras kepala perempuan ini. "Tidak! Ravin hanya mencintaiku, Daddy. Perempuan itu pasti hanya sekedar pelampiasannya. Aku harus segera menemui Ravin dan membatalkan pernikahan ini." "Batal?!" Lelaki tua itu tertawa sinis. "Punya kekuatan apa kamu membatalkan pernikahan ini? Sejak beberapa jam yang lalu, Rayna sudah sah menjadi istri Ravin!" "Aku akan membuat mereka bercerai, Daddy. Ravin itu h
Bab 90"Bisa menyentuhmu seperti ini bagaikan sebuah mimpi tapi nyata." Lelaki itu tersenyum sehangat mentari. Dia berdiri dan duduk di samping istrinya. Sebelah tangannya memeluk pinggang ramping perempuan itu.Ada desir aneh yang menjalari sekujur tubuh Rayna saat Ravin mengangkat sedikit tubuhnya, membuatnya masuk ke dalam pangkuan lelaki itu."Kamu tahu sendiri, kan bagaimana selama ini aku mati-matian menahan diri untuk tidak menyentuhmu? Kamu masih ingat dengan perjanjian kita?" Ravin mengingatkan.Dia memposisikan tubuh Rayna dengan posisi menyamping, seperti memangku seorang bayi. Lelaki itu menatap lekat bidadarinya, menikmati manik-manik mata Rayna seperti mutiara yang berkilauan. Dia mendekatkan wajahnya. Nafasnya memburu, seketika membuat tubuh Rayna bergetar hebat. Bibirnya gemetar mengecup kening itu begitu lama. Perempuan itu balas tersenyum. "Aku ingat, Ravin. Sekarang sentuhlah aku sepuas hatimu.""Tentu. Aku pasti akan membuatmu tidak bisa berjalan esok pagi," ujarn
bab 91 Malam ini terasa singkat bagi dua insan yang tengah dimabuk asmara. Keringat mengucur dari tubuh mereka, terlihat berkilat-kilat di terpa cahaya lampu kamar yang temaram. Ravin menuntaskan semua kerinduannya malam ini, keinginan yang tertunda sejak ia kembali menemukan Rayna. Keinginan yang ditahannya, meskipun Bram selalu menggoda, memanas-manasinya untuk melakukan hal serupa seperti yang kini ia lakukan terhadap Rayna. Tidak. Ravin bukan lelaki murahan yang mengobral kejantanan kepada seorang wanita yang bukan haknya. Ini pertama kali ia menyentuh Rayna kembali setelah waktu itu. Cukup sekali ia melakukan kesalahan. Itupun ia lakukan saat dalam kondisi yang benar-benar kalut dan terpuruk. Sebuah kesalahan yang sangat ia sesali, walaupun kini diam-diam disyukurinya. Mungkin memang itu cara Tuhan untuk mempertemukannya dengan Rayna dan membuka mata hatinya akan kedok istrinya yang dulu, Bella. Dari hasil investigasi, Ravin mengetahui jika apa yang ia lihat di hotel malam itu