Bab 92"Hati manusia itu bisa berubah, Bella. Apalagi saat sudah tersakiti. Nyatanya Ravin sudah melupakanmu dan bisa mencintai perempuan lain yang sekarang menjadi istrinya!" Tuan Elvan angkat bicara. Dia melirik menantu barunya yang masih berada di dalam pelukan istrinya."Tapi tidak mungkin secepat ini, Daddy!" bantah Bella."Lima tahun kamu pikir itu waktu yang cepat?!" sergah lelaki itu benar-benar jengkel. Ravin memijat kepalanya."Aku tahu kamu hanya mencintaiku, Vin dan perempuan ini pasti hanya sekedar pelarianmu. Kembalilah padaku," pinta Bella. Dia tak peduli dengan tatapan tuan Elvan yang serasa ingin menelannya bulat-bulat."Kamu memintaku kembali setelah apa yang kamu lakukan kepadaku? Jangan pikir aku tidak tahu bahwa apa yang kulihat saat itu bukan yang pertama kali. Kamu ingin bilang bahwa kamu dijebak, kan? Seperti pengakuanmu waktu itu?" Ravin menyeringai sinis. Tentu saja dia lebih mempercayai laporan anak buahnya sendiri!"Aku dijebak oleh teman-temanku," tegas Be
Bab 93Untuk melampiaskan rasa kesalnya akibat perlakuan Ravin dan keluarganya barusan, Bella mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia tak peduli dengan sekelilingnya. Beberapa mobil membunyikan klakson, memberi peringatan. Namun Bella tetap tancap gas, seolah hanya dia sendirian yang ada di jalanan itu.Sebuah truk tiba-tiba saja datang dari arah berlawanan, melaju dengan kecepatan tinggi pula. Bella yang tengah berada di lajur yang tidak seharusnya tak bisa membanting setir ke arah kiri. Dia sangat terkejut saat mobil truk tersebut akhirnya menabrak mobilnya. Kecelakaan tak bisa dihindarkan. Bella hanya bisa berteriak, lalu tak sadarkan diri, menyisakan orang-orang yang berteriak histeris dan segera menghambur ke jalan tempat kejadian perkara."Di mana aku?" Perempuan berumur 33 tahun itu mengerjapkan mata. Bella berusaha menggerakkan tubuhnya, tapi terasa sangat sakit, bahkan kaki kanannya tak bisa digerakkan. Akhirnya dengan menggunakan tangan lemahnya, Bella memencet bel
Bab 94"Kenalkan, ini putraku. Namanya Arsen," ujar Bella sembari berusaha menggapai wajah mungil Arsen dengan tangannya yang masih lemah.Anak laki-laki kecil itu terpaku menatap sepasang laki-laki dan perempuan dewasa di hadapannya."Om dan Tante ini siapa?" tanya Arsen. Mulut mungilnya yang bergerak-gerak terasa begitu menggemaskan di mata Ravin."Arsen Sayang, ini adalah Daddy Ravin dan Mommy Rayna," beritahu Bella seraya mengusap pipi putranya dengan penuh kasih sayang."Daddy? Apakah ini daddyku? Jadi benar, aku punya Daddy, Mom?" Pertanyaan beruntun meluncur begitu saja dari mulut Arsen."Tentu saja. Setiap anak yang lahir ke dunia ini pasti memiliki Daddy dan Mommy," jawab Bella."Benarkah? Daddy.....""Bella, ini anak kamu?" tanya Ravin terbata-bata. Matanya menatap lekat bocah kecil yang tiba-tiba saja merentangkan tangan dan memeluknya sangat erat."Betul. Tepatnya kurang lebih 4,5 tahun yang lalu saat hakim ketok palu terakhir dan aku pindah ke Kanada, saat itu aku tengah
Bab 95Baru saja Ravin dan Rayna menginjakkan kaki di teras rumah, Tuan Elvan dan nyonya Amyta sudah berdiri menyambut kedatangan mereka tepat di depan pintu."Loh, ini siapa, Ravin?" tegur perempuan setengah baya itu melihat seorang anak laki-laki yang berada di gendongan putranya. Sementara Rayna membawa sebuah tas besar di tangannya.Arsen yang sudah terbangun tampak memperhatikan dua orang yang menyambut kehadiran mereka."Daddy." Arsen berontak. Ravin segera membungkuk menurunkan Arsen dari gendongannya."Daddy, Mommy, ini Arsen, anak Bella.""Anak Bella?" Kedua orang itu sangat terkejut. "Sebaiknya kalian masuk dulu. Kita bicarakan di dalam," ajak tuan Elvan yang dengan cepat bisa menguasai dirinya. Mereka berjalan beriringan menuju ruang tamu.Arsen terkagum-kagum dengan keindahan ruang yang baru seumur hidup dimasukinya. Selama ini dia tinggal bersama mommy Bella. Apartemen tempat tinggal mereka tidaklah semewah ini. Meskipun mommynya masih bisa menggaji seorang pengasuh unt
Bab 96"Antara percaya dan tidak percaya sih, Mom. Aku rasa sangat penting melakukan tes DNA ulang. Jika nanti hasilnya berbeda, berarti benar kata Daddy, itu adalah trik murahan dari Bella." Lelaki itu mengembangkan senyumnya."Syukurlah," ujar tuan Elvan seraya menepuk bahu putranya. "Kamu sudah melakukan hal yang benar.""Tapi bagaimana dengan Arsen? Anak itu sudah menganggap kamu sebagai daddynya," sela nyonya Amyta. "Nanti kita pikir lagi bagaimana baiknya," ujar tuan Elvan menenangkan istrinya. Rayna dan Arsen akhirnya kembali ke dalam rumah sesaat setelah Bram masuk ke mobilnya dan meninggalkan rumah itu. Ravin melambaikan tangan, membuat bocah kecil itu berlari kecil menghampirinya."Bagaimana, Arsen? Apakah senang bermain dengan Mommy Rayna?" tanya Ravin."Senang sekali, Daddy. Mommy Rayna sangat pandai menangkap bola. Arsen kalah terus," cerita Arsen. Anak laki-laki itu merangkak naik ke pangkuan Ravin."Oh, ya?" Tuan Elvan terkekeh. Dia mencubit pipi bocah kecil itu denga
Bab 97Rayna berusaha untuk duduk kembali meskipun kepalanya masih sedikit pusing."Benar, Rayna. Aku sangat butuh uang sekarang.""Buat apa, Ziyad? Kemarin kamu mau minjam uang kepada Ravin untuk melunasi biaya pernikahanmu. Sekarang apalagi?" Rayna berusaha menekan emosinya. Baru saja ia mendapat masalah di dalam rumah tangganya, sekarang mantan suaminya kembali berulah."Ghina terseret masalah di kantor. Dia dituduh menggelapkan dana nasabah....""Ghina korupsi?" potong Rayna."Sebenarnya bukan Ghina, tetapi salah seorang yang berkuasa di kantor pusat. Dia yang selama ini mensupport Ghina sejak ia menjadi kepala cabang di kantorku," jelas Ziyad."Berarti Ghina cuma dijadikan tumbal?" selidik Rayna. Dia memijat pelipisnya."Kurang lebih begitulah, tetapi orang itu tidak tersentuh oleh hukum. Di mata hukum, Ghina lah yang korupsi, pelaku penggelapan dana nasabah. Ah, sudahlah, Rayna. Kamu ada uang nggak?" desak Ziyad di seberang telepon."Aku tidak punya uang banyak, Ziyad. Kamu butu
Bab 98"Aku tidak menyangka semua akan menjadi seperti ini. Semuanya hancur." Ghina menggapai tisu di meja nakas mengelap wajahnya yang basah."Kita tidak bisa berharap kepada siapapun, termasuk keluarga sendiri." Susah payah Ziyad menelan ludahnya. Dia menghirup nafas sebanyak-banyaknya demi melonggarkan dadanya."Kenapa keluarga kita justru menjauh setelah kita mengalami musibah seperti ini?" ucap Ghina sendu.Ziyad memiringkan tubuh, memeluk istrinya erat-erat. "Itulah kenapa kita tidak boleh berharap kepada keluarga sendiri, karena kebanyakan orang akan mendekat di saat kita tengah berjaya dan akan menghindar disaat kita sedang susah. Kamu mau, kan, memulai semuanya dari nol lagi sama aku?"Ghina mengangguk lemah. "Aku tidak punya pilihan. Orang tuaku saja mengabaikanku setelah mengetahui aku dipecat. Mereka tidak mau terima dengan kenyataan ini, terlebih saat mengetahui bagaimana cara aku meraih jabatan kepala kantor cabang waktu itu. Mereka cuma bisa menyalahkan."Di benaknya te
Bab 99Ghina duduk begitu saja di lantai tanpa alas. Dia memijat pinggangnya yang terasa pegal, demikian juga kakinya. Perutnya semakin membuncit. Mungkin beberapa bulan lagi dia akan melahirkan. Sepasang matanya sendu menatap perutnya. Tak pernah sedikitpun terlintas di benaknya, harus menyambut kelahiran bayi pertamanya dengan kehidupan yang seperti ini. Setetes air bening jatuh membasahi pipinya yang tirus. Dia tak berani terisak, takut lelaki itu mendengar. Ghina sudah cukup beruntung memiliki seorang Ziyad, walaupun di awal lelaki itu menikahinya lantaran terpaksa, karena harus bertanggung jawab terhadap bayi yang berada dalam kandungannya.Mereka tidak membawa barang apapun dari rumah, karena rumah dan segala isinya disita, demikian juga dengan barang-barang branded, perhiasan dan kendaraan. Semuanya tak ada lagi yang tersisa, kecuali baju-baju murahan yang kini mereka bawa dan sekarang tengah dikeluarkan oleh Ziyad. Ziyad menaruhnya di lemari pakaian. Satu-satunya perabotan y