Bab 88"Saya terima nikahnya Rayna Anindya Edelweis binti Abdullah Mufti almarhum dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Ravin mengucapkan kalimat itu dengan lancar hanya dengan satu tarikan nafas. Tangannya menggenggam erat paman Hamzah yang menjadi wali nikah Rayna."Sah!" Dua orang ustadz yang menjadi saksi pernikahan pagi ini berseru secara bersamaan."Alhamdulillah..." Lelaki setengah baya itu lantas membaca doa pernikahan dan setelah selesai ia menepuk lelaki yang sekarang sudah sah menjadi suami keponakannya itu.Kebahagiaan menyelimuti sepasang pengantin. Ravin dan Rayna begitu menikmati harinya. Silih berganti tamu-tamu berdatangan. Senyum tak pernah lepas dari bibir tuan Elvan dan nyonya Amyta saat kolega dan rekan bisnis mereka menyalami serta mengucapkan selamat atas pernikahan putranya.Nafisa pun tak kalah bahagia. Dia merasa ini adalah yang terbaik, walaupun telinganya mendengar kasak kusuk dari para kerabat tentang putrinya yang menikah dua kali dalam jangka waktu y
Bab 89 "Seperti yang kamu lihat, Bella. Kamu bisa, kan membaca tulisan di depan gedung hotel ini?" ujar tuan Elvan santai. Posisi mereka kini tengah berhadap-hadapan. Tuan Elvan dengan Adam yang berdiri di belakang agak jauh, sementara Bella yang berdiri angkuh di hadapan mantan mertuanya. "Tetapi kenapa dia menikah, Daddy? Aku tahu, Ravin itu hanya mencintaiku dan ia menceraikanku karena marah. Hanya itu. Bukan karena ia membenciku." Nada suara perempuan itu teramat kecewa. "Kalian sudah lama bercerai dan hati itu bisa saja berubah, Bella," tukas tuan Elvan. Dia sudah hapal dengan sifat keras kepala perempuan ini. "Tidak! Ravin hanya mencintaiku, Daddy. Perempuan itu pasti hanya sekedar pelampiasannya. Aku harus segera menemui Ravin dan membatalkan pernikahan ini." "Batal?!" Lelaki tua itu tertawa sinis. "Punya kekuatan apa kamu membatalkan pernikahan ini? Sejak beberapa jam yang lalu, Rayna sudah sah menjadi istri Ravin!" "Aku akan membuat mereka bercerai, Daddy. Ravin itu h
Bab 90"Bisa menyentuhmu seperti ini bagaikan sebuah mimpi tapi nyata." Lelaki itu tersenyum sehangat mentari. Dia berdiri dan duduk di samping istrinya. Sebelah tangannya memeluk pinggang ramping perempuan itu.Ada desir aneh yang menjalari sekujur tubuh Rayna saat Ravin mengangkat sedikit tubuhnya, membuatnya masuk ke dalam pangkuan lelaki itu."Kamu tahu sendiri, kan bagaimana selama ini aku mati-matian menahan diri untuk tidak menyentuhmu? Kamu masih ingat dengan perjanjian kita?" Ravin mengingatkan.Dia memposisikan tubuh Rayna dengan posisi menyamping, seperti memangku seorang bayi. Lelaki itu menatap lekat bidadarinya, menikmati manik-manik mata Rayna seperti mutiara yang berkilauan. Dia mendekatkan wajahnya. Nafasnya memburu, seketika membuat tubuh Rayna bergetar hebat. Bibirnya gemetar mengecup kening itu begitu lama. Perempuan itu balas tersenyum. "Aku ingat, Ravin. Sekarang sentuhlah aku sepuas hatimu.""Tentu. Aku pasti akan membuatmu tidak bisa berjalan esok pagi," ujarn
bab 91 Malam ini terasa singkat bagi dua insan yang tengah dimabuk asmara. Keringat mengucur dari tubuh mereka, terlihat berkilat-kilat di terpa cahaya lampu kamar yang temaram. Ravin menuntaskan semua kerinduannya malam ini, keinginan yang tertunda sejak ia kembali menemukan Rayna. Keinginan yang ditahannya, meskipun Bram selalu menggoda, memanas-manasinya untuk melakukan hal serupa seperti yang kini ia lakukan terhadap Rayna. Tidak. Ravin bukan lelaki murahan yang mengobral kejantanan kepada seorang wanita yang bukan haknya. Ini pertama kali ia menyentuh Rayna kembali setelah waktu itu. Cukup sekali ia melakukan kesalahan. Itupun ia lakukan saat dalam kondisi yang benar-benar kalut dan terpuruk. Sebuah kesalahan yang sangat ia sesali, walaupun kini diam-diam disyukurinya. Mungkin memang itu cara Tuhan untuk mempertemukannya dengan Rayna dan membuka mata hatinya akan kedok istrinya yang dulu, Bella. Dari hasil investigasi, Ravin mengetahui jika apa yang ia lihat di hotel malam itu
Bab 92"Hati manusia itu bisa berubah, Bella. Apalagi saat sudah tersakiti. Nyatanya Ravin sudah melupakanmu dan bisa mencintai perempuan lain yang sekarang menjadi istrinya!" Tuan Elvan angkat bicara. Dia melirik menantu barunya yang masih berada di dalam pelukan istrinya."Tapi tidak mungkin secepat ini, Daddy!" bantah Bella."Lima tahun kamu pikir itu waktu yang cepat?!" sergah lelaki itu benar-benar jengkel. Ravin memijat kepalanya."Aku tahu kamu hanya mencintaiku, Vin dan perempuan ini pasti hanya sekedar pelarianmu. Kembalilah padaku," pinta Bella. Dia tak peduli dengan tatapan tuan Elvan yang serasa ingin menelannya bulat-bulat."Kamu memintaku kembali setelah apa yang kamu lakukan kepadaku? Jangan pikir aku tidak tahu bahwa apa yang kulihat saat itu bukan yang pertama kali. Kamu ingin bilang bahwa kamu dijebak, kan? Seperti pengakuanmu waktu itu?" Ravin menyeringai sinis. Tentu saja dia lebih mempercayai laporan anak buahnya sendiri!"Aku dijebak oleh teman-temanku," tegas Be
Bab 93Untuk melampiaskan rasa kesalnya akibat perlakuan Ravin dan keluarganya barusan, Bella mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia tak peduli dengan sekelilingnya. Beberapa mobil membunyikan klakson, memberi peringatan. Namun Bella tetap tancap gas, seolah hanya dia sendirian yang ada di jalanan itu.Sebuah truk tiba-tiba saja datang dari arah berlawanan, melaju dengan kecepatan tinggi pula. Bella yang tengah berada di lajur yang tidak seharusnya tak bisa membanting setir ke arah kiri. Dia sangat terkejut saat mobil truk tersebut akhirnya menabrak mobilnya. Kecelakaan tak bisa dihindarkan. Bella hanya bisa berteriak, lalu tak sadarkan diri, menyisakan orang-orang yang berteriak histeris dan segera menghambur ke jalan tempat kejadian perkara."Di mana aku?" Perempuan berumur 33 tahun itu mengerjapkan mata. Bella berusaha menggerakkan tubuhnya, tapi terasa sangat sakit, bahkan kaki kanannya tak bisa digerakkan. Akhirnya dengan menggunakan tangan lemahnya, Bella memencet bel
Bab 94"Kenalkan, ini putraku. Namanya Arsen," ujar Bella sembari berusaha menggapai wajah mungil Arsen dengan tangannya yang masih lemah.Anak laki-laki kecil itu terpaku menatap sepasang laki-laki dan perempuan dewasa di hadapannya."Om dan Tante ini siapa?" tanya Arsen. Mulut mungilnya yang bergerak-gerak terasa begitu menggemaskan di mata Ravin."Arsen Sayang, ini adalah Daddy Ravin dan Mommy Rayna," beritahu Bella seraya mengusap pipi putranya dengan penuh kasih sayang."Daddy? Apakah ini daddyku? Jadi benar, aku punya Daddy, Mom?" Pertanyaan beruntun meluncur begitu saja dari mulut Arsen."Tentu saja. Setiap anak yang lahir ke dunia ini pasti memiliki Daddy dan Mommy," jawab Bella."Benarkah? Daddy.....""Bella, ini anak kamu?" tanya Ravin terbata-bata. Matanya menatap lekat bocah kecil yang tiba-tiba saja merentangkan tangan dan memeluknya sangat erat."Betul. Tepatnya kurang lebih 4,5 tahun yang lalu saat hakim ketok palu terakhir dan aku pindah ke Kanada, saat itu aku tengah
Bab 95Baru saja Ravin dan Rayna menginjakkan kaki di teras rumah, Tuan Elvan dan nyonya Amyta sudah berdiri menyambut kedatangan mereka tepat di depan pintu."Loh, ini siapa, Ravin?" tegur perempuan setengah baya itu melihat seorang anak laki-laki yang berada di gendongan putranya. Sementara Rayna membawa sebuah tas besar di tangannya.Arsen yang sudah terbangun tampak memperhatikan dua orang yang menyambut kehadiran mereka."Daddy." Arsen berontak. Ravin segera membungkuk menurunkan Arsen dari gendongannya."Daddy, Mommy, ini Arsen, anak Bella.""Anak Bella?" Kedua orang itu sangat terkejut. "Sebaiknya kalian masuk dulu. Kita bicarakan di dalam," ajak tuan Elvan yang dengan cepat bisa menguasai dirinya. Mereka berjalan beriringan menuju ruang tamu.Arsen terkagum-kagum dengan keindahan ruang yang baru seumur hidup dimasukinya. Selama ini dia tinggal bersama mommy Bella. Apartemen tempat tinggal mereka tidaklah semewah ini. Meskipun mommynya masih bisa menggaji seorang pengasuh unt
Bab 139 "Jodoh itu ibarat cerminan diri. Di detik ini aku baru sadar, aku memang tidak pantas untukmu. Kamu memang pantas untuk bersanding dengan Ravin," gumam Ziyad. Matanya tak lepas dari layar ponsel yang menayangkan adegan demi adegan kegiatan Rayna bersama Al-Fatih Mart Foundation. Perempuan muda itu nampak begitu tulus menyalami para orang tua di salah satu panti jompo yang ia kunjungi. Meskipun tak pernah ada lagi kontak dengan Rayna, tetapi lelaki itu senantiasa mengikuti perkembangan Rayna melalui akun media sosial Al-Fatih Mart yang ia follow. Ya, hanya itu jalan satu-satunya untuk mengetahui perkembangan dari perempuan yang bahkan sampai kini masih tetap dia cintai. Semua akses sudah tertutup. Rayna sudah menikah dengan Ravin, bahkan kini memiliki anak, Akalanka Mirza Zahair Narendra. Tak ada gunanya ia terus berharap. Mencintai dalam diam. Itu yang ia lakukan sekarang. Ziyad tersenyum kecut. Biarlah semua orang menganggapnya bodoh. Tapi hanya itu yang tersisa dari sosok
Bab 138 "Selamat, Tuan. Anaknya laki-laki, sehat, tak kurang suatu apapun dan ganteng seperti daddynya," canda dokter Viona. Dia sendiri yang menyerahkan langsung bayi mungil di dalam bedongan itu kepada Ravin. "Terima kasih, Dok." Ini jelas sebuah keajaiban bagi Ravin. Bisa menggendong bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri merupakan mimpinya sejak lama dan kini menjadi kenyataan. Ravin melangkah menghampiri sang istri yang terbaring lemah di ranjang. Wanita itu mengulas senyum termanis. "Ini putra kita, Sayang," ujarnya sembari duduk di kursi dekat ranjang. Matanya menatap wajah mungil itu lekat-lekat. "Tentu saja. Terima kasih sudah menyambut kehadirannya." "Apa yang kau katakan, Sayang?!" Refleks tangannya terulur menutup mulut Rayna. "Kehadirannya sudah lama kutunggu dan hari ini aku sangat bahagia karena sekarang aku memiliki seorang pewaris. Pewaris Al-Fatih Mart yang sekarang tumbuh dan berkembang semakin besar, melebarkan sayap sampai ke negeri tetangga," ujarnya
Bab 137 "Bukan, Sayang. Lagi pula aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memantau mereka. Dean dan Roy akan ditarik sebagai pengawal pribadiku, menggantikan Adam dan Damian yang telah resmi menjadi pengawal pribadimu mulai hari ini." "Kenapa bisa begitu?" Rayna tersentak. "Karena kita sudah punya kehidupan masing-masing. Ada banyak hal yang lebih penting untuk kita perhatikan, Sayang. Jadi mulai hari ini stop! Ziyad dan keluarganya kita keluarkan dari tema pembicaraan kita sehari-hari. Are you oke?" tegas Ravin. Tangannya terulur menangkup wajah perempuan itu, mendongakkannya, lalu mendekatkan wajahnya sendiri, mengecup bibir ranum itu dengan lembut. Rayna menggeliat. Tubuhnya menghangat seketika. "Berjanjilah untuk move on dari cinta dan suami pertamamu itu, Sayang. Seperti aku juga yang move on dari istri pertamaku," lirih lelaki itu. Rayna menatap pemilik wajah dengan rahang yang tegas itu dalam-dalam. Ada kesungguhan dan ketulusan di sana. Ravin benar. Setelah selesai soal kem
Bab 136Perempuan muda itu menoleh. "Kak Rayna!" Suaranya bergetar.Rayna menubruk gadis itu, memeluknya dengan erat, meskipun beberapa detik kemudian menyadari saat mereka berpelukan, ada yang mengganjal. Bukan cuma perutnya, tetapi juga perut Selvi."Selvi, kamu sedang hamil?" Tanpa sadar tangan perempuan itu mengusap perut besar milik Selvi.Gadis itu mengangguk. "Seperti yang Kakak lihat," sahutnya getir"Kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu terasa begitu konyol. Otaknya berusaha keras mengingat-ingat. Dia dan Ravin memang memantau Ziyad dan Selvi, meskipun tentu tidak bisa 100%. Sampai sejauh ini suaminya tidak pernah menceritakan soal Selvi. Setiap kali ditanya, Ravin selalu bilang Selvi dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi nyatanya....Laila berinisiatif untuk membawa Selvi, Rayna dan Vania masuk ke rumahnya yang bersebelahan dengan bangunan itu."Ini anak Angga?" Rayna kembali mengusap perut besar Selvi dengan lembut saat mereka sudah duduk di sofa."Iya, Kak." Butir-butir beni
Bab 135"Terima kasih, Sayang. Kamu adalah istriku dan ratuku. Kamu tidak perlu merubah apapun dari dirimu. Semua yang ada pada dirimu sudah sempurna. Aku juga tidak menuntutmu terlibat penuh dalam kegiatan di perusahaan, kalau memang kamu tidak menginginkannya. Cukuplah kamu mendampingiku, setia padaku, karena aku benci dengan yang namanya penghianatan." Ravin menghela nafas berat.Antara Bella dan Rayna sungguh berbeda dan Ravin menerima Rayna mutlak apa adanya. Dia hanya menginginkan kesetiaan, setelah apa yang Bella torehkan kepadanya. Buat apa memiliki istri cantik, cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi punya kebiasaan memelihara pria pemuas hasrat? Ini sangat menjijikan!Keduanya menikmati waktu beberapa saat di taman sebelum akhirnya bangkit. Ravin memeluk pinggang istrinya posesif. Namun baru beberapa langkah keduanya mengayunkan kaki, mendadak ponsel Ravin berdering"Panggilan video dari Axel," cicit Rayna. Sepasang suami istri itu berpandangan."Angkat saja, Hubby. Siapa tahu
Bab 134 "Istrimu?!" Perempuan yang hanya mengenakan dress di atas lutut tanpa lengan itu mengibaskan rambutnya. "Apakah aku tidak salah dengar? Apakah ini benar-benar istrimu?" Dia menunjuk Rayna dengan ekspresi keheranan. Matanya tak lepas mengamati penampilan Rayna yang mengenakan gamis dengan jilbab yang menutupi kepala sampai tonjolan di dadanya. Memang, pakaian yang dikenakan oleh Rayna berharga cukup mahal dan model kekinian. Namun di mata Chintya, gaya berpakaian Rayna seperti orang udik, kampungan! "Lho, memangnya kenapa, Chintya?" Ravin menatap Chintya dengan pandangan tak suka. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya heran dengan seleramu. Kamu terlihat sangat berubah, Ravin. Aku pikir setelah kamu menceraikan Bella, kamu akan mencari wanita yang jauh lebih baik dari mantan istrimu itu." Chintya mencoba menutupi keterkejutannya dengan tertawa kecil. "Dan Rayna adalah wanita yang jauh lebih baik dari Bella," ujar Ravin sinis. Sekalian saja dia menumpahkan isi hatinya, mampung bert
Bab 133"Oh, ya? Benarkah?" Sepasang mata indah itu berbinar-binar menatap tudung saji yang teramat besar menutupi seluruh hidangan di atas meja makan."Benar sekali, Nyonya. Hari ini saya memasak makanan yang merupakan kekayaan kuliner kami orang Melayu." Chef Ehsan melambaikan tangan kepada dua orang wanita berseragam pelayan yang berdiri di sudut ruangan. Mereka bergegas menghampiri, lalu membuka tudung saji."Inilah nasi lemak khas Malaysia," ujar chef Ehsan bangga."Wow...! Ini sangat keren. Terima kasih, Chef. Kamu memang juru masak yang hebat!" puji Rayna."Terima kasih atas pujian Nyonya. Itu memang sudah tugas saya sebagai chef pribadi keluarga Narendra, sekaligus senior chef di sebuah restoran masakan khas Melayu yang dimiliki oleh keluarga Narendra," sahut chef Ehsan sopan."Keluargamu juga memiliki restoran di sini, Hubby?" Perempuan itu sangat terkejut. Dia menoleh kepada sang suami."Kurang lebihnya seperti itu, Sayang. Daddy Elvan memang menjadi investor terbesar di sal
Bab 132Dari sebuah bandara kecil yang intensitas penerbangannya tidak terlalu padat, Ravin dan Rayna bertolak ke Kuala lumpur. Rayna yang baru pertama kali menaiki pesawat pribadi terkagum-kagum dengan interior yang dimiliki oleh pesawat pribadi keluarga Narendra. Sungguh sangat mewah. Seumur hidupnya ia tidak pernah menyaksikan ada pesawat yang di dalamnya didesain mirip sebuah rumah."Ini adalah milikmu juga. Kamu bebas menggunakan pesawat ini kemanapun kamu akan bepergian. Kapten Ivan akan senang hati mengantarmu. Beliau adalah seorang pilot dengan jam terbang yang sangat tinggi." Ravin seolah bisa membaca keminderan dari diri wanita itu."Memangnya aku mau kemana?" Rayna tertawa kecil. "Ini adalah pertama kali aku pergi ke luar negeri dan itu pun bersamamu Hubby....""Kasihan," goda Ravin mencubit hidung bangir istrinya. Mereka tengah berbaring di pembaringan. Ravin memeluk Rayna sembari mengelus perut wanita itu. Terasa olehnya permukaannya yang tak lagi rata. Untuk sesaat hat
Bab 131 Tangan Selvi terulur mengelus pipi tirus perempuan tua itu. Tak ada rasa hangat sedikitpun dari wajah yang disentuhnya. Tak ada kehidupan. Wajah itu dingin dan beku. Selvi menjerit keras. Tubuhnya seketika lemas tiada berdaya. Namun sebelum tubuh itu terkapar di lantai ruangan, sepasang tangan besar menangkap Selvi, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Mama sudah tiada." Ziyad berulang kali membisikkan kata-kata itu ke telinga Selvi, meskipun matanya memanas menahan tangisnya. Bagaimanapun ibunya adalah surganya. Ziyad menggendong Selvi keluar dari ruangan itu. Dia membiarkan jenazah ibunya langsung diurus oleh para petugas di rumah sakit. Di ibukota ini ia tidak memiliki siapapun, kecuali bude Darsinah. Fokusnya sekarang adalah menenangkan Selvi yang mengalami shock berat. Saudara ibunya itu datang ke rumah sakit ini bersama keluarganya satu jam kemudian, saat jenazah ibunya sudah siap untuk di shalatkan. Mereka memutuskan untuk menyalatkan jenazah Widya di mushala de