Kalian tebak, berapa ya kira-kira isi amplop dari Rayna? Hayoo...😀😅
Bab 79Perempuan tua itu segera membuka amplop. Dia terkejut setelah berhasil menarik lima lembar uang berwarna merah dari dalam amplop tersebut."Cuma segini?!" Widya mengacungkan lembaran uang itu ke hadapan Selvi."Emang cuma segini, Ma?" tanya Selvi. Dia pun juga merasa heran. Masa iya, Rayna yang katanya punya cowok seorang bos besar Al-Fatih Mart, tetapi hanya menyumbangkan lima ratus ribu rupiah saat menghadiri resepsi pernikahan mantan suaminya?"Ada apa, Ma?" tanya Ziyad menoleh kepada sepasang ibu dan anak itu.Widya memperlihatkan lima lembar uang berwarna merah itu. "Nih, lihat mantan istrimu! Cuma ngasih amplop sebesar lima ratus ribu. Kere banget dia! Katanya punya cowok bos besar, sekali ngamplop cuma kasih lima ratus ribu!""Lah, apa salahnya, Ma?" Ghina ikut-ikutan bicara."Bukan seperti itu, Ghina. Mama hanya heran, dikit banget dia ngasih amplop? Tetapi emang bener sih, dari dulu Rayna memang pelit!""Pelit?" Gina menatap Widya dan Selvi bergantian. "Maksud Mama, apa
Bab 80"Ziyad!" protes Ghina saat lelaki itu mengunci pintu kamarnya.Namun lelaki itu tidak peduli. Setelah mengunci pintu kamar, dia melangkah dan duduk di tepi pembaringan."Sini, Ghina," ujarnya sembari menepuk kasur di sampingnya."Asal kamu tahu, itulah sifat asli Mama dan sekarang kamu sudah tahu, kan?" Ziyad menepuk pundak Ghina dengan lembut."Tapi uang itu adalah hak kita, Ziyad. Akan kita gunakan sebagai modal buat kita hidup berumah tangga." Ghina berdecak kesal."Aku tahu, tapi tolong maafkan Mama ya," ucap jihad merendah."Tapi ini nggak benar. Kamu harus tegas sama Mama. Aku nggak suka ya punya ibu mertua serakah seperti itu!" umpat Ghina."Aku akan berusaha berbicara dengan Mama. Tapi aku tidak berjanji beliau mau mengembalikan uang itu kepada kita. Untuk sementara, simpanlah dulu uang ini." Ziyad menyerahkan uang 15 juta itu ke tangan istri barunya."Tapi kita sudah mengeluarkan uang ratusan juta untuk biaya pernikahan ini dan yang lebih memalukan, uang 100 juta yang
Bab 81Setelah mengamati bahan-bahan yang tersedia di dalam kulkas, Ghina memutuskan untuk membuat nasi goreng dan omelet ayam. Ghina mencincang daging ayam fillet sedikit kasar kemudian mencampurnya dengan kocokan telur yang sudah diberi bumbu, lalu mendadarnya. Sementara itu ia menumis bawang putih di wajan yang cukup besar, memasukkan potongan sawi, mengaduknya hingga sedikit layu, lalu menumpahkan nasi putih ke dalam wajan.Hanya butuh waktu 15 menit buat Ghina untuk memasak. Semua hidangan telah tersaji di meja makan. Sebenarnya Ghina cukup mahir memasak. Namun karena kesibukannya sehari-hari, ia lebih suka membeli makanan jadi. Kecuali jika Ziyad menginap di rumahnya, barulah ia memasak.Aslinya Ghina adalah gadis yang baik, hanya saja ia tersesat jalan. Ambisi yang menyelimuti dirinya demi pencapaian tinggi di dalam karirnya dengan menumbalkan kehormatannya sebagai seorang wanita."Wah, enak banget sepertinya nih. Ternyata kamu pintar masak ya, Ghin?" tegur Widya saat mengendu
Bab 82"Kakak....! Kakak berani menamparku?""Karena kamu sudah keterlaluan, Selvi. Kakak tidak pernah mengajarimu mengambil barang milik orang lain tanpa izin!" hardik Ziyad kepada adiknya."Mbak Ghina itu bukan orang lain. Dia kakak iparku!" sanggah Selvi."Jika barang itu bukan milikmu, berarti itu milik orang lain, walaupun itu adalah kakak iparmu sendiri. Selvi, Kakak tidak mau tahu ya, segera kembalikan tas dan perhiasan kalung itu!" perintah Ziyad. Wajah Ziyad yang berubah sangar seketika membuat Selvi tertunduk. Akhirnya dengan berat hati dia menyerahkan tas dan box cantik berisi perhiasan kalung itu kembali kepada Ghina, padahal sebelumnya dia sudah berhasil merebut lagi dua benda itu dari tangan Ghina. Sayangnya Ziyad keburu datang."Ada apa ini ribut-ribut?" Suara Widya seketika menggema. Perempuan tua itu merasa sangat terganggu mendengar keributan yang terjadi di kamar putrinya."Selvi mengambil barang Ghina tanpa izin, Ma," lapor Ziyad."Tapi Mbak Ghina begitu banyak me
bab 83Nyonya Amyta mengeluarkan sebuah box cantik dari dalam tas dan menyerahkannya kepada Rayna. "Ini hadiah dari Mom. Mohon di terima ya, Sayang. Mohon maaf, Mommy dan Daddy tidak membawa hantaran selayaknya keluarga yang datang melamar....""Kenapa harus repot seperti ini sih, Mom? Kedatangan Mommy dan Daddy sudah lebih dari cukup," lirih Rayna. Wajahnya memerah malu-malu."Benar, Kak. Antaran itu hanya adat dan kebiasaan saja. Di tiadakan pun tidak jadi masalah," timpal Nafisa. Dia tahu persis, isi box yang kini berpindah ke tangan putrinya harganya pasti jauh lebih mahal daripada segala macam hantaran yang biasa dibawa orang, keluarga pihak laki-laki saat akan melamar seorang perempuan."Tak apa. Ini hanya tanda mata dari Mommy. Terima kasih karena sudah mau menerima anak Mommy.""Aku yang harusnya berterima kasih karena kak Elvan dan kak Amy mau menerima Rayna apa adanya." "Kita saling menerima dan memberi," tukas tuan Elvan menengahi."Ravin, mana hadiah untuk calon istrimu?
Bab 84 "Pinjam uang? Apa aku tidak salah dengar? Ada apa ini, Ziyad?" Saking teramat kaget, Ravin sampai terlonjak dari kursinya. "Maaf, sebenarnya aku malu, tetapi aku tidak memiliki cara lain. Aku hanya mengingat kamu," ujar Ziyad lirih. Terlihat di wajahnya seperti tengah menyimpan beban berat. "Ceritakan kepadaku, kenapa kamu ingin pinjam uang? Kamu baru saja menikah. Pekerjaanmu dan istrimu juga cukup mapan. Kenapa kamu sampai kekurangan uang?" Lelaki itu mengangkat wajahnya sekilas, kemudian kembali tertunduk demi menyeruput jus alpukat yang tersaji di hadapannya. Disaat yang bersamaan, seorang pelayan restoran datang membawakan makanaan pesanan mereka. "Aku harus segera melunasi hutang resepsi pernikahanku dengan Ghina tempo hari," papar Ziyad. Lelaki itu menatap tajam lawan bicaranya. "Jangan lupakan, aku telah memberikanmu modal 100 juta untuk menikahi Ghina. Lalu kenyataannya uangmu masih kurang? Ada apa ini, Ziyad? Kalau hari ini aku meminjami kamu uang, berarti aku
Bab 85Ravin mengutak-atik ponsel Ziyad sebentar, kemudian meletakkan benda pipih itu di atas meja tepat di tengah-tengah mereka. "Ziyad, kamu di mana?!" Suara wanita tua terdengar jelas dari ponsel Ziyad. Lelaki itu sudah membuka mulut, tetapi sebelum sempat bersuara, tangan Ravin bergerak lebih cepat, membekap mulut Ziyad, sehingga lelaki itu urung bersuara. "Ziyad, kamu di mana?" Perempuan tua itu kembali mengulang pertanyaan. "Kamu sudah berhasil, kan, meminjam uang dari lelaki itu? Ingat Ziyad, Ravin itu mencintai Rayna dan kamu bisa memanfaatkan dia untuk melunasi semua hutang-hutang resepsi pernikahanmu kemarin. Kamu tidak perlu mengambil uang Mama!" Suara perempuan tua itu terdengar begitu lantang. Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut ibunya, Ziyad langsung salah tingkah, terlihat dari ekspresi wajahnya yang kebingungan. Berbeda halnya dengan Ravin. Dia tampak sangat santai, sementara perempuan tua itu terus nyocos di telepon, tanpa peduli Ziyad menanggapi ucapanny
Bab 86Ravin menggelengkan kepala. "Ah, tidak ada apa-apa. Aku hanya asal bicara." Lelaki itu segera bangkit dari tempat duduknya menyusul Ziyad yang lebih dulu melangkah menuju kasir.Setelah menyelesaikan pembayaran, kedua lelaki itu segera meninggalkan restoran. Ravin kembali ke kantor pusat Al-Fatih Mart, sementara Ziyad menuju ke kantor Bank tempat dia bekerja.Sepanjang perjalanan, lelaki itu berkali-kali menggelengkan kepala. Hampir saja dia keceplosan. Sebenarnya dia sangat ingin memberitahu dan meminta maaf kepada lelaki itu, jikalau dialah orang yang menyentuh Rayna pertama kali, tapi rasanya tidak tega.Lagi pula ia tidak mau membuat masalah lagi dengan Ziyad. Lelaki itu pasti akan semakin terpukul. Lebih baik Ziyad tidak tahu sama sekali ketimbang pada akhirnya mereka harus kembali bertengkar.Biarlah semua rahasia ini cukup dia, Rayna dan kedua keluarga inti itu saja yang tahu. Selebihnya adalah Tuhan. Ravin pun tidak hendak menyelidiki siapa dalang yang membuat Rayna me
Bab 139 "Jodoh itu ibarat cerminan diri. Di detik ini aku baru sadar, aku memang tidak pantas untukmu. Kamu memang pantas untuk bersanding dengan Ravin," gumam Ziyad. Matanya tak lepas dari layar ponsel yang menayangkan adegan demi adegan kegiatan Rayna bersama Al-Fatih Mart Foundation. Perempuan muda itu nampak begitu tulus menyalami para orang tua di salah satu panti jompo yang ia kunjungi. Meskipun tak pernah ada lagi kontak dengan Rayna, tetapi lelaki itu senantiasa mengikuti perkembangan Rayna melalui akun media sosial Al-Fatih Mart yang ia follow. Ya, hanya itu jalan satu-satunya untuk mengetahui perkembangan dari perempuan yang bahkan sampai kini masih tetap dia cintai. Semua akses sudah tertutup. Rayna sudah menikah dengan Ravin, bahkan kini memiliki anak, Akalanka Mirza Zahair Narendra. Tak ada gunanya ia terus berharap. Mencintai dalam diam. Itu yang ia lakukan sekarang. Ziyad tersenyum kecut. Biarlah semua orang menganggapnya bodoh. Tapi hanya itu yang tersisa dari sosok
Bab 138 "Selamat, Tuan. Anaknya laki-laki, sehat, tak kurang suatu apapun dan ganteng seperti daddynya," canda dokter Viona. Dia sendiri yang menyerahkan langsung bayi mungil di dalam bedongan itu kepada Ravin. "Terima kasih, Dok." Ini jelas sebuah keajaiban bagi Ravin. Bisa menggendong bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri merupakan mimpinya sejak lama dan kini menjadi kenyataan. Ravin melangkah menghampiri sang istri yang terbaring lemah di ranjang. Wanita itu mengulas senyum termanis. "Ini putra kita, Sayang," ujarnya sembari duduk di kursi dekat ranjang. Matanya menatap wajah mungil itu lekat-lekat. "Tentu saja. Terima kasih sudah menyambut kehadirannya." "Apa yang kau katakan, Sayang?!" Refleks tangannya terulur menutup mulut Rayna. "Kehadirannya sudah lama kutunggu dan hari ini aku sangat bahagia karena sekarang aku memiliki seorang pewaris. Pewaris Al-Fatih Mart yang sekarang tumbuh dan berkembang semakin besar, melebarkan sayap sampai ke negeri tetangga," ujarnya
Bab 137 "Bukan, Sayang. Lagi pula aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memantau mereka. Dean dan Roy akan ditarik sebagai pengawal pribadiku, menggantikan Adam dan Damian yang telah resmi menjadi pengawal pribadimu mulai hari ini." "Kenapa bisa begitu?" Rayna tersentak. "Karena kita sudah punya kehidupan masing-masing. Ada banyak hal yang lebih penting untuk kita perhatikan, Sayang. Jadi mulai hari ini stop! Ziyad dan keluarganya kita keluarkan dari tema pembicaraan kita sehari-hari. Are you oke?" tegas Ravin. Tangannya terulur menangkup wajah perempuan itu, mendongakkannya, lalu mendekatkan wajahnya sendiri, mengecup bibir ranum itu dengan lembut. Rayna menggeliat. Tubuhnya menghangat seketika. "Berjanjilah untuk move on dari cinta dan suami pertamamu itu, Sayang. Seperti aku juga yang move on dari istri pertamaku," lirih lelaki itu. Rayna menatap pemilik wajah dengan rahang yang tegas itu dalam-dalam. Ada kesungguhan dan ketulusan di sana. Ravin benar. Setelah selesai soal kem
Bab 136Perempuan muda itu menoleh. "Kak Rayna!" Suaranya bergetar.Rayna menubruk gadis itu, memeluknya dengan erat, meskipun beberapa detik kemudian menyadari saat mereka berpelukan, ada yang mengganjal. Bukan cuma perutnya, tetapi juga perut Selvi."Selvi, kamu sedang hamil?" Tanpa sadar tangan perempuan itu mengusap perut besar milik Selvi.Gadis itu mengangguk. "Seperti yang Kakak lihat," sahutnya getir"Kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu terasa begitu konyol. Otaknya berusaha keras mengingat-ingat. Dia dan Ravin memang memantau Ziyad dan Selvi, meskipun tentu tidak bisa 100%. Sampai sejauh ini suaminya tidak pernah menceritakan soal Selvi. Setiap kali ditanya, Ravin selalu bilang Selvi dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi nyatanya....Laila berinisiatif untuk membawa Selvi, Rayna dan Vania masuk ke rumahnya yang bersebelahan dengan bangunan itu."Ini anak Angga?" Rayna kembali mengusap perut besar Selvi dengan lembut saat mereka sudah duduk di sofa."Iya, Kak." Butir-butir beni
Bab 135"Terima kasih, Sayang. Kamu adalah istriku dan ratuku. Kamu tidak perlu merubah apapun dari dirimu. Semua yang ada pada dirimu sudah sempurna. Aku juga tidak menuntutmu terlibat penuh dalam kegiatan di perusahaan, kalau memang kamu tidak menginginkannya. Cukuplah kamu mendampingiku, setia padaku, karena aku benci dengan yang namanya penghianatan." Ravin menghela nafas berat.Antara Bella dan Rayna sungguh berbeda dan Ravin menerima Rayna mutlak apa adanya. Dia hanya menginginkan kesetiaan, setelah apa yang Bella torehkan kepadanya. Buat apa memiliki istri cantik, cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi punya kebiasaan memelihara pria pemuas hasrat? Ini sangat menjijikan!Keduanya menikmati waktu beberapa saat di taman sebelum akhirnya bangkit. Ravin memeluk pinggang istrinya posesif. Namun baru beberapa langkah keduanya mengayunkan kaki, mendadak ponsel Ravin berdering"Panggilan video dari Axel," cicit Rayna. Sepasang suami istri itu berpandangan."Angkat saja, Hubby. Siapa tahu
Bab 134 "Istrimu?!" Perempuan yang hanya mengenakan dress di atas lutut tanpa lengan itu mengibaskan rambutnya. "Apakah aku tidak salah dengar? Apakah ini benar-benar istrimu?" Dia menunjuk Rayna dengan ekspresi keheranan. Matanya tak lepas mengamati penampilan Rayna yang mengenakan gamis dengan jilbab yang menutupi kepala sampai tonjolan di dadanya. Memang, pakaian yang dikenakan oleh Rayna berharga cukup mahal dan model kekinian. Namun di mata Chintya, gaya berpakaian Rayna seperti orang udik, kampungan! "Lho, memangnya kenapa, Chintya?" Ravin menatap Chintya dengan pandangan tak suka. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya heran dengan seleramu. Kamu terlihat sangat berubah, Ravin. Aku pikir setelah kamu menceraikan Bella, kamu akan mencari wanita yang jauh lebih baik dari mantan istrimu itu." Chintya mencoba menutupi keterkejutannya dengan tertawa kecil. "Dan Rayna adalah wanita yang jauh lebih baik dari Bella," ujar Ravin sinis. Sekalian saja dia menumpahkan isi hatinya, mampung bert
Bab 133"Oh, ya? Benarkah?" Sepasang mata indah itu berbinar-binar menatap tudung saji yang teramat besar menutupi seluruh hidangan di atas meja makan."Benar sekali, Nyonya. Hari ini saya memasak makanan yang merupakan kekayaan kuliner kami orang Melayu." Chef Ehsan melambaikan tangan kepada dua orang wanita berseragam pelayan yang berdiri di sudut ruangan. Mereka bergegas menghampiri, lalu membuka tudung saji."Inilah nasi lemak khas Malaysia," ujar chef Ehsan bangga."Wow...! Ini sangat keren. Terima kasih, Chef. Kamu memang juru masak yang hebat!" puji Rayna."Terima kasih atas pujian Nyonya. Itu memang sudah tugas saya sebagai chef pribadi keluarga Narendra, sekaligus senior chef di sebuah restoran masakan khas Melayu yang dimiliki oleh keluarga Narendra," sahut chef Ehsan sopan."Keluargamu juga memiliki restoran di sini, Hubby?" Perempuan itu sangat terkejut. Dia menoleh kepada sang suami."Kurang lebihnya seperti itu, Sayang. Daddy Elvan memang menjadi investor terbesar di sal
Bab 132Dari sebuah bandara kecil yang intensitas penerbangannya tidak terlalu padat, Ravin dan Rayna bertolak ke Kuala lumpur. Rayna yang baru pertama kali menaiki pesawat pribadi terkagum-kagum dengan interior yang dimiliki oleh pesawat pribadi keluarga Narendra. Sungguh sangat mewah. Seumur hidupnya ia tidak pernah menyaksikan ada pesawat yang di dalamnya didesain mirip sebuah rumah."Ini adalah milikmu juga. Kamu bebas menggunakan pesawat ini kemanapun kamu akan bepergian. Kapten Ivan akan senang hati mengantarmu. Beliau adalah seorang pilot dengan jam terbang yang sangat tinggi." Ravin seolah bisa membaca keminderan dari diri wanita itu."Memangnya aku mau kemana?" Rayna tertawa kecil. "Ini adalah pertama kali aku pergi ke luar negeri dan itu pun bersamamu Hubby....""Kasihan," goda Ravin mencubit hidung bangir istrinya. Mereka tengah berbaring di pembaringan. Ravin memeluk Rayna sembari mengelus perut wanita itu. Terasa olehnya permukaannya yang tak lagi rata. Untuk sesaat hat
Bab 131 Tangan Selvi terulur mengelus pipi tirus perempuan tua itu. Tak ada rasa hangat sedikitpun dari wajah yang disentuhnya. Tak ada kehidupan. Wajah itu dingin dan beku. Selvi menjerit keras. Tubuhnya seketika lemas tiada berdaya. Namun sebelum tubuh itu terkapar di lantai ruangan, sepasang tangan besar menangkap Selvi, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Mama sudah tiada." Ziyad berulang kali membisikkan kata-kata itu ke telinga Selvi, meskipun matanya memanas menahan tangisnya. Bagaimanapun ibunya adalah surganya. Ziyad menggendong Selvi keluar dari ruangan itu. Dia membiarkan jenazah ibunya langsung diurus oleh para petugas di rumah sakit. Di ibukota ini ia tidak memiliki siapapun, kecuali bude Darsinah. Fokusnya sekarang adalah menenangkan Selvi yang mengalami shock berat. Saudara ibunya itu datang ke rumah sakit ini bersama keluarganya satu jam kemudian, saat jenazah ibunya sudah siap untuk di shalatkan. Mereka memutuskan untuk menyalatkan jenazah Widya di mushala de