Bab 82"Kakak....! Kakak berani menamparku?""Karena kamu sudah keterlaluan, Selvi. Kakak tidak pernah mengajarimu mengambil barang milik orang lain tanpa izin!" hardik Ziyad kepada adiknya."Mbak Ghina itu bukan orang lain. Dia kakak iparku!" sanggah Selvi."Jika barang itu bukan milikmu, berarti itu milik orang lain, walaupun itu adalah kakak iparmu sendiri. Selvi, Kakak tidak mau tahu ya, segera kembalikan tas dan perhiasan kalung itu!" perintah Ziyad. Wajah Ziyad yang berubah sangar seketika membuat Selvi tertunduk. Akhirnya dengan berat hati dia menyerahkan tas dan box cantik berisi perhiasan kalung itu kembali kepada Ghina, padahal sebelumnya dia sudah berhasil merebut lagi dua benda itu dari tangan Ghina. Sayangnya Ziyad keburu datang."Ada apa ini ribut-ribut?" Suara Widya seketika menggema. Perempuan tua itu merasa sangat terganggu mendengar keributan yang terjadi di kamar putrinya."Selvi mengambil barang Ghina tanpa izin, Ma," lapor Ziyad."Tapi Mbak Ghina begitu banyak me
bab 83Nyonya Amyta mengeluarkan sebuah box cantik dari dalam tas dan menyerahkannya kepada Rayna. "Ini hadiah dari Mom. Mohon di terima ya, Sayang. Mohon maaf, Mommy dan Daddy tidak membawa hantaran selayaknya keluarga yang datang melamar....""Kenapa harus repot seperti ini sih, Mom? Kedatangan Mommy dan Daddy sudah lebih dari cukup," lirih Rayna. Wajahnya memerah malu-malu."Benar, Kak. Antaran itu hanya adat dan kebiasaan saja. Di tiadakan pun tidak jadi masalah," timpal Nafisa. Dia tahu persis, isi box yang kini berpindah ke tangan putrinya harganya pasti jauh lebih mahal daripada segala macam hantaran yang biasa dibawa orang, keluarga pihak laki-laki saat akan melamar seorang perempuan."Tak apa. Ini hanya tanda mata dari Mommy. Terima kasih karena sudah mau menerima anak Mommy.""Aku yang harusnya berterima kasih karena kak Elvan dan kak Amy mau menerima Rayna apa adanya." "Kita saling menerima dan memberi," tukas tuan Elvan menengahi."Ravin, mana hadiah untuk calon istrimu?
Bab 84 "Pinjam uang? Apa aku tidak salah dengar? Ada apa ini, Ziyad?" Saking teramat kaget, Ravin sampai terlonjak dari kursinya. "Maaf, sebenarnya aku malu, tetapi aku tidak memiliki cara lain. Aku hanya mengingat kamu," ujar Ziyad lirih. Terlihat di wajahnya seperti tengah menyimpan beban berat. "Ceritakan kepadaku, kenapa kamu ingin pinjam uang? Kamu baru saja menikah. Pekerjaanmu dan istrimu juga cukup mapan. Kenapa kamu sampai kekurangan uang?" Lelaki itu mengangkat wajahnya sekilas, kemudian kembali tertunduk demi menyeruput jus alpukat yang tersaji di hadapannya. Disaat yang bersamaan, seorang pelayan restoran datang membawakan makanaan pesanan mereka. "Aku harus segera melunasi hutang resepsi pernikahanku dengan Ghina tempo hari," papar Ziyad. Lelaki itu menatap tajam lawan bicaranya. "Jangan lupakan, aku telah memberikanmu modal 100 juta untuk menikahi Ghina. Lalu kenyataannya uangmu masih kurang? Ada apa ini, Ziyad? Kalau hari ini aku meminjami kamu uang, berarti aku
Bab 85Ravin mengutak-atik ponsel Ziyad sebentar, kemudian meletakkan benda pipih itu di atas meja tepat di tengah-tengah mereka. "Ziyad, kamu di mana?!" Suara wanita tua terdengar jelas dari ponsel Ziyad. Lelaki itu sudah membuka mulut, tetapi sebelum sempat bersuara, tangan Ravin bergerak lebih cepat, membekap mulut Ziyad, sehingga lelaki itu urung bersuara. "Ziyad, kamu di mana?" Perempuan tua itu kembali mengulang pertanyaan. "Kamu sudah berhasil, kan, meminjam uang dari lelaki itu? Ingat Ziyad, Ravin itu mencintai Rayna dan kamu bisa memanfaatkan dia untuk melunasi semua hutang-hutang resepsi pernikahanmu kemarin. Kamu tidak perlu mengambil uang Mama!" Suara perempuan tua itu terdengar begitu lantang. Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut ibunya, Ziyad langsung salah tingkah, terlihat dari ekspresi wajahnya yang kebingungan. Berbeda halnya dengan Ravin. Dia tampak sangat santai, sementara perempuan tua itu terus nyocos di telepon, tanpa peduli Ziyad menanggapi ucapanny
Bab 86Ravin menggelengkan kepala. "Ah, tidak ada apa-apa. Aku hanya asal bicara." Lelaki itu segera bangkit dari tempat duduknya menyusul Ziyad yang lebih dulu melangkah menuju kasir.Setelah menyelesaikan pembayaran, kedua lelaki itu segera meninggalkan restoran. Ravin kembali ke kantor pusat Al-Fatih Mart, sementara Ziyad menuju ke kantor Bank tempat dia bekerja.Sepanjang perjalanan, lelaki itu berkali-kali menggelengkan kepala. Hampir saja dia keceplosan. Sebenarnya dia sangat ingin memberitahu dan meminta maaf kepada lelaki itu, jikalau dialah orang yang menyentuh Rayna pertama kali, tapi rasanya tidak tega.Lagi pula ia tidak mau membuat masalah lagi dengan Ziyad. Lelaki itu pasti akan semakin terpukul. Lebih baik Ziyad tidak tahu sama sekali ketimbang pada akhirnya mereka harus kembali bertengkar.Biarlah semua rahasia ini cukup dia, Rayna dan kedua keluarga inti itu saja yang tahu. Selebihnya adalah Tuhan. Ravin pun tidak hendak menyelidiki siapa dalang yang membuat Rayna me
Bab 87"Kamu berani mengancam Mama?" hardik Widya tak percaya."Aku tidak mengancam, tetapi itu kenyataan. Dalam waktu satu kali 24 jam Mama tidak menyerahkan uang itu kepadaku, maka Adam dan Damian akan datang dan mengambil paksa uang itu. Sama aja, kan? Mama juga tidak dapat apa-apa," seringai Ziyad."Benar-benar anak durhaka kamu ya! Mama pikir kamu mau menurut apa kata Mama, pinjam uang kepada lelaki itu, tetapi kenyataannya kamu malah memalukan Mama. Kamu kan yang bilang kalau Mama menyuruhmu meminjam uang kepada Ravin?""Kalau kenyataannya iya, kenapa?" tantang Ziyad. Saking kesalnya, lelaki itu sampai berkacak pinggang. Dia maju selangkah demi selangkah mendekati ibunya."Selama ini kurang apa aku sama Mama? Aku mengucapkan terima kasih karena Mama sudah melahirkan, mendidik, membesarkan aku sampai dewasa. Tetapi anak itu bukan investasi, Ma. Anak itu adalah titipan dari Allah dan apa yang Mama perbuat adalah bentuk kewajiban Mama sebagai orang tua. Anak memang harus membalas b
Bab 88"Saya terima nikahnya Rayna Anindya Edelweis binti Abdullah Mufti almarhum dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Ravin mengucapkan kalimat itu dengan lancar hanya dengan satu tarikan nafas. Tangannya menggenggam erat paman Hamzah yang menjadi wali nikah Rayna."Sah!" Dua orang ustadz yang menjadi saksi pernikahan pagi ini berseru secara bersamaan."Alhamdulillah..." Lelaki setengah baya itu lantas membaca doa pernikahan dan setelah selesai ia menepuk lelaki yang sekarang sudah sah menjadi suami keponakannya itu.Kebahagiaan menyelimuti sepasang pengantin. Ravin dan Rayna begitu menikmati harinya. Silih berganti tamu-tamu berdatangan. Senyum tak pernah lepas dari bibir tuan Elvan dan nyonya Amyta saat kolega dan rekan bisnis mereka menyalami serta mengucapkan selamat atas pernikahan putranya.Nafisa pun tak kalah bahagia. Dia merasa ini adalah yang terbaik, walaupun telinganya mendengar kasak kusuk dari para kerabat tentang putrinya yang menikah dua kali dalam jangka waktu y
Bab 89 "Seperti yang kamu lihat, Bella. Kamu bisa, kan membaca tulisan di depan gedung hotel ini?" ujar tuan Elvan santai. Posisi mereka kini tengah berhadap-hadapan. Tuan Elvan dengan Adam yang berdiri di belakang agak jauh, sementara Bella yang berdiri angkuh di hadapan mantan mertuanya. "Tetapi kenapa dia menikah, Daddy? Aku tahu, Ravin itu hanya mencintaiku dan ia menceraikanku karena marah. Hanya itu. Bukan karena ia membenciku." Nada suara perempuan itu teramat kecewa. "Kalian sudah lama bercerai dan hati itu bisa saja berubah, Bella," tukas tuan Elvan. Dia sudah hapal dengan sifat keras kepala perempuan ini. "Tidak! Ravin hanya mencintaiku, Daddy. Perempuan itu pasti hanya sekedar pelampiasannya. Aku harus segera menemui Ravin dan membatalkan pernikahan ini." "Batal?!" Lelaki tua itu tertawa sinis. "Punya kekuatan apa kamu membatalkan pernikahan ini? Sejak beberapa jam yang lalu, Rayna sudah sah menjadi istri Ravin!" "Aku akan membuat mereka bercerai, Daddy. Ravin itu h