“Kamu baik-baik aja?” Kaivan bertanya karena ia lihat Zhafira menjadi sangat pendiam semenjak mengantar kedua orang tuanya hingga lobby.
Zhafira menganggukan kepala sambil memaksakan senyum.Tapi Kaivan tau jika ada yang sesuatu yang mengganjal di hati dan benak Zhafira.Kaivan membuka pintu kamar suitenya, seperti di Surabaya—ia juga mencari hotel yang memiliki kamar suite atau Familly room yang memiliki dua kamar agar bisa selalu dekat dengan Zhafira meski pada kenyataannya Zhafira lebih suka mengurung diri di kamar.Mereka bermaksud membawa koper sebelum meninggalkan hotel untuk kembali ke Jakarta yang akan dilakukan melalui perjalanan darat karena sang driver beserta mobil dikabarkan sudah standby di parkiran.“Fir,” panggil Kaivan membuat langkah Zhafira yang hendak masuk ke dalam kamar terhenti.Kaivan mendekat menyusul Zhafira dan ketika Zhafira berbalik ia mendapati Kaivan begitu dekat hingga saat mendongak, hembusan napas Kaivan langsung saja menerpa wajahnya.“Mas, kayanya Fira enggak pantes jadi istri Mas Kai ... Mas Kai cari cewek lain aja ya, Fira takut malu-maluin keluarga Mas Kai.”Meski bibir Zhafira bicara demikian tapi sorot matanya berkata sebaliknya terbukti dari buliran kristal yang terbendung di pelupuk mata.Kaivan menatap Zhafira sendu, kalimat itu begitu menyakitinya.Ia jadi teringat ucapan Imelda ketika memutuskan hubungan mereka di masa lalu.Tapi lain halnya dengan Imelda, sekarang Kaivan mengerti kenapa Zhafira mengatakan hal itu.Kaivan mengangkat tangan untuk mengusap lembut pipi Zhafira dengan ibu jari.“Tapi aku maunya kamu, Fir ... aku enggak akan usaha sampai sejauh ini untuk mewujudkan pernikahan kita kalau hanya setengah hati mencintai kamu, jadi ... jangan ngomong gitu lagi ya.”“Maaf,” kata Zhafira menyesal karena telah egois yang malah menyerah di tengah-tengah perjuangan Kaivan.“Kenapa Mas Kai suka sama Fira?” tanyanya melirih.Zhafira mengalihkan topik pembicaraan.“Kamu cantik, mandiri, kalau ngomong lembut banget, sederhana, polos, kamu istri-able banget dan selebihnya tanya sama cupid kenapa nembakin panah hatinya kamu ke aku.”Zhafira tersedak tawa mendengar ucapan Kaivan, untuk sesaat ia terhibur.“Kalau kamu kenapa suka sama aku?” tanya Kaivan memancing, ingin mengetahui apakah Zhafira sudah benar-benar mencintainya mengingat ia yang memaksakan hubungan ini.“Aku suka sama usaha Mas Kai yang membuktikan kalau Mas Kai serius dan ... aku juga ingin punya keluarga sendiri.”Kini kedua tangan Kaivan membingkai wajah Zhafira.“Kita buat keluarga sendiri ya, aku ingin punya anak banyak kaya ayah sama bunda ... kamu mau, kan?”Zhafira mengangguk cepat, air matanya resmi luruh bukan karena sedih tapi bahagia.Kaivan mengecup kepala Zhafira kemudian menempelkan kening mereka.“Fir, boleh peluk kamu?” bisik Kaivan serak di depan wajah Zhafira.“Boleh, Mas.” Zhafira menjawab cepat sama seraknya karena entah kenapa dari dalam dirinya merasakan dorongan untuk memeluk Kaivan.Tanpa menunggu waktu berlalu, Kaivan langsung memeluk Zhafira begitu erat seakan menjelaskan jika ia tidak ingin kehilangan gadis itu untuk selamanya.Zhafira membalas pelukan Kaivan, tangannya melingkar di pinggang pria itu dan wajahnya terbenam di dada Kaivan yang bidang.Meski begitu, Zhafira masih ragu.Bukan tentang perasaan Kaivan lagi tapi karena takut dirinya membuat malu keluarga Gunadhya.***“Lo sadar enggak, Fir ... kalau lo itu kaya Cinderela,” celetuk Bella di sela-sela makan malam mereka.Hari ini Kaivan lembur sehingga Zhafira bisa berkumpul sepulang kerja bersama dua sahabatnya sambil makan malam.“Cinderela mah ditinggal mati papanya trus dia tinggal sama mama tiri, kalau si Fira ‘kan mamanya ada ...,” pungkas Nova menyanggah.“Ya anggap aja mamanya kaya mama tiri, mama apaan yang ngira si Fira hamil duluan udah gitu ngomongnya di depan calon mertua si Fira ....”Bella jadi emosi setelah mendengar curhatan Zhafira tentang pertemuan dua keluarga weekend kemarin.Selain itu, ia juga mengetahui betul bagaimana jahatnya mama dari Zhafira.Bella dan Nova sudah lama menjadi tempat berkeluh kesah Zhafira.Dua sahabatnya itu bisa menilai dari cerita Zhafira maupun dari bagaimana kedua orang tua itu memperlakukan Zhafira.Bertahun-tahun kedua orang tua Zhafira tidak pernah mengunjungi Zhafira di Jakarta.Harus Zhafira yang datang ke Surabaya atau Bandung menjenguk orang tuanya.Ada satu cerita yang paling menyedihkan, Zhafira pernah mendapat pelecehan dari Jo-suami mamanya.Memang belum terlalu jauh, hanya menyentuh dan mencium pipinya secara paksa tapi ketika Zhafira melaporkannya kepada Dewi—sang mama malah menampar dan mengusir Zhafira.Dan itu salah satu alasan kenapa Zhafira mengambil pekerjaan pertama yang datang padanya. Menjadi pegawai Bank.Kembali pada obrolan serius ketiga gadis yang sedang nongkrong di caffe—Zhafira hanya bisa mengembuskan napas dan menyandarkan punggung menanggapi perdebatan dua sahabatnya.“Kayanya aku enggak pantes jadi istrinya Mas Kai ... aku takut malu-maluin keluarganya Mas Kai.”Zhafira mengungkapkan kekhawatirannya yang sarat akan rasa tidak percaya diri.“Kata lo tadi tanggapan kedua orang tua pak Kaivan biasa aja malah bundanya support banget ... kalau pak Kaivannya enggak usah dibahas lah ya dia ngebet banget sama lo ... kalau kata gue sih bener ucapan bundanya pak Kaivan, jangan overthinking ... lagian yang akan masuk ke dalam keluarga mereka itu elo bukan kedua orang tua elo ....” Nova sang bijaksana memberikan pendapat.“Apalagi orang tua lo juga enggak pernah ada selama ini, ya anggap aja setelah nikah nanti seperti itu,” timpal Bella kemudian.Meski Zhafira jarang bertemu dengan kedua orang tuanya tapi mereka tidak pernah meminta sepeser pun uang hasil kerja keras Zhafira.Zhafira tau, itu mereka lakukan agar tidak membebaninya dengan materi.Tapi mereka bersikap seakan tugas mereka di dunia sudah selesai setelah Zhafira bekerja dan melepaskan Zhafira sendiri.“Tapi keluarga Mas Kai bukan hanya ada kedua orang tuanya aja ... ada kakak dan adik juga ipar-iparnya trus keluarga lain dari pihak ayah bunda beserta kakek nenek ... aku takut jadi bahan gosip keluarganya nanti.” Zhafira melirih dengan raut sendu.“Jangan buruk sangka dulu, siapa tau mereka juga baik kaya ayah bunda pak Kaivan.”Bella yang biasanya kompor kali ini berusaha meredam kegundahan Zhafira.“Kalau pun ada dari pihak keluarganya yang seperti itu—kayanya pak Kaivan enggak akan biarin mereka sampai nyakitin elo deh, Fir ...,” imbuh Nova memberi semangat.Zhafira termenung beberapa saat tapi kemudian otaknya mencetuskan ide gila.“Bel, kamu ‘kan paling hebat kalau stalk orang, coba cari ipar-iparnya Mas Kai datang dari keluarga seperti apa?” Zhafira tampak penuh harap.“Elo berharap ada yang senasib sama elo gitu?” tebak Bella yang jemari dan matanya mulai sibuk dengan ponsel.“Ya seenggaknya ada yang dari kalangan biasa kaya aku.”Zhafira menyengir, gara-gara sikap kedua orang tuanya—ia jadi insecure.Nova hanya menggelengkan kepala samar, tapi tak ayal ia pun tidak melarang tindakan dua sahabatnya.Tidak lama Bella berhasil menemukan beberapa fakta tentang keluarga Kaivan.“Jadi pak Kaivan itu anak keempat ... Kakak pertama dan keduanya kembar, Kama-kakak pertamanya menikah dengan seorang anak pengusaha sukses juga dari klan Marthadidjaya dan Kaila-kakak kedua pak Kaivan menikah dengan pria dari klan Alterio ....” Bella menjeda.“Waaaaa ...,” gumam Nova dan Zhafira secara bersamaan, sebagai customer service priority Banking tentu mereka mengenal nama belakang tersebut.Nama-nama yang menguasai bisnis di Indonesia, mereka sama-sama Konglomerat seperti Gunadhya.“Lalu, Arkana-kakak ketiga pak Kaivan menikah dengan seorang dokter-anak dari pengusaha juga dan Kejora adik bungsu pak Kaivan menikahi pengusaha IT terbesar di Jerman,” sambung Bella kemudian.“Dah lah ... aku nyemplung aja ke laut,” celetuk Zhafira semakin insecure.Bella dan Nova tergelak, bukan menertawakan nasib Zhafira tapi baru kali ini melihat Zhafira putus asa.Pasalnya, seorang anak Presiden saja yang kebetulan pengusaha berhasil Zhafira lobi untuk menempatkan dananya di Bank tempat mereka bekerja.Padahal saat itu perjuangannya berat karena harus melewati beberapa pengawalan dan pemeriksaan ketat.Tapi seorang Zhafira berhasil membuat atasan mereka naik pangkat karena hal itu.“Jangan sedih, Fir ... tapi pak Kaivan enggak bohong waktu bilang neneknya seorang pegawai Bank ... lo tau, dulu Neneknya pak Kaivan yang bernama Shareena bekerja di Bank legacy yang sekarang bergabung menjadi Bank tempat kita kerja ... dulu beliau adalah customer service di kantor cabang.” Bella memberitau kembali informasi yang didapatnya dari internet.“Coba cari tau asal usul Neneknya pak Kaivan,” kata Zhafira lagi yang penasaran dengan asal-usul keluarga calon suaminya.“Ibu Shareena itu asli orang Bandung, Bapaknya mantan kepala sekolah SMA Negri terbaik di Bandung dan ibunya adalah ibu rumah tangga yang pintar membuat kue ... mereka ti—““Udah cukup Bel, fix ... cuma aku yang mecahin rekor dalam sejarah keluarga Gunadhya menjadi satu-satunya menantu yang berasal dari keluarga broken home.”Sekarang raut wajah Zhafira semakin muram.“Tuh ‘kan, elo cari masalah sih pake cari tau segala,” gerutu Nova menyalahkan.“Udahlah ... buang prasangka buruk lo, pede aja ... bukan lo juga yang naksir duluan trus ngebet pengen menikahin pak Kaivan tapi sebaliknya, pak Kaivan yang maksa lo,” sambung Nova mengingatkan awal mula terciptanya hubungan Zhafira dengan sang nasabah prioritas.“Iya ... yaa,” ucap Zhafira, ia baru ingat.Zhafira sempat lupa tadi karena telah jatuh hati kepada Kaivan.Ya, Zhafira resmi memberikan hatinya kepada Kaivan dan ia berharap banyak dari pernikahannya dengan pria itu.***Hari ini Kaivan membawa Zhafira ke sebuah restoran mewah sepulang kerja.Zhafira masih menggunakan seragam kerjanya berupa stelan blazer dan rambut dicepol ke belakang.Kaivan hanya memberitau Zhafira jika mereka akan makan malam sampai Kaivan yang sedang menggandeng Zhafira melambaikan tangan ke arah dalam restoran.Zhafira sontak menoleh ke samping kemudian mengikuti arah pandang Kaivan hingga matanya menangkap kumpulan orang-orang yang duduk pada salah satu meja.“Mas ... itu—“ Zhafira terlalu syok hingga tidak mampu melanjutkan kalimatnya.Di meja itu duduk seorang pria berpengaruh dalam bidang bisnis di Indonesia, Zhafira tau betul siapa beliau.Kallandra Arion Gunadhya, kakek dari Kaivan ini sering wara-wari profile-nya di majalah Bisnis Nasional maupun Internasional tapi baru sekarang Zhafira berhadapan langsung dengan beliau.Sorot matanya begitu dalam membuat Zhafira nyaris tenggelam, kharismanya membuat siapapun akan tunduk dan menghormati beliau.Di samping Kallandra, duduk seorang wanita yang sisa-sisa kecantikannya masih terukir di wajahnya meski sudah berusia senja.Siapa lagi kalau bukan istri dari Kallandra yang bernama Shareena Azmi Zaina beliau memberikan senyum hangat kepada Zhafira.Ada dua pria muda lain dan dua wanita yang Zhafira duga adalah kakak dan ipar Kaivan.“Kek ... Nek ... kenalin, ini Zhafira.” Kaivan berujar membuat Zhafira refleks mengulurkan tangan meraih tangan Shareena yang paling dekat lalu mengecup bagian punggungnya.Zhafira lantas berpindah memutar meja untuk tiba di dekat Kallandra dan meraih punggung tangan beliau yang lantas ia kecup.“Dan Zhafira, kenalin ... yang duduk di ujung sana Kama-kakak pertama aku dan Arshavina istrinya ....”Zhafira bersalaman dengan mereka berdua sambil menyebut namanya.“Dan ini Arkana-kakak ketiga aku sama Zara-istrinya.”Setelah diperkenalkan Kaivan, Zhafira melakukan hal yang sama kepada Arkana dan Zara.Akhirnya Zhafira bertemu dengan anggota keluarga Kaivan, bukan hanya dari apa yang dikatakan mesin pencari pintar di Internet saja.Tapi dalam kondisi Zhafira tidak siap karena hanya memakai seragam kerja, untuk pertama kali dalam hubungan mereka—Zhafira ingin sekali menggigit pipi Kaivan karena kesal.“Kakek minta maaf ya Fira, baru bisa ketemu kamu sekarang ... kemarin Kakek sibuk ngurusin perusahaan di Macau,” ujar Kallandra dengan suara beratnya setelah Zhafira duduk.“Enggak apa-apa, Kek ... Fira yang minta maaf, dateng ke sini masih pake seragam kerja ... Mas Kai enggak bilang apa-apa, tau gitu Fira pulang dulu ganti baju.” Zhafira tampak menyesal.“Dulu ... seragam kaya gitu kebanggaan Nenek lho,” celetuk Shareena.“Iya, Mas Kai pernah cerita ... jaman Legacy ya Nek?”Shareena menganggukan kepala. “Yang sekarang bergabung jadi satu dengan Bank-Bank lain membentuk Bank tempat kamu bekerja,” sambung beliau yang mendapat anggukan dari Zhafira.“Jadi Kai mengulang masa lalu Kakek sama Nenek donk,” celetuk Arshavina si menantu paling bawel.Kallandra tersenyum sambil menatap istrinya dan Zhafira bergantian.“Kalian mirip,” ujar Kallandra masih dengan sisa senyum di bibir.Kallandra jadi mengingat masa lalunya bersama sang istri di mana dulu juga dirinya adalah nasabah prioritas Shareena sebelum akhirnya jatuh cinta dan menikahinya.“Itu kenapa Kai jatuh cinta sama Fira, ternyata selera kita sama ya Kek,” kelakar Kaivan yang menghasilkan tawa anggota keluarganya.Dalam acara makan malam perkenalan dengan keluarga Kaivan—Zhafira diterima begitu baik.Mereka tidak membahas keluarga Zhafira, meski banyak pertanyaan yang dilontarkan untuk mengetahui siapa Zhafira.Sama seperti ketika bertemu dengan orang tua Kaivan—Kakek dan Nenek juga kakak-kakak Kaivan mengungkap aib-aib Kaivan.Kaivan menjadi objek penderita malam itu tapi lagi-lagi semua yang dilakukan Kaivan di masa lalu yang katanya merupakan aibnya tidak satu pun membuat Zhafira ilfeel.Semua masih dalam batas wajar dan normal malah ada beberapa sifat Kaivan yang diceritakan keluarganya berhasil membuat Zhafira kagum.Zhafira menatap Kaivan sambil tersenyum, ragu yang sempat menyelinap ke dalam hatinya perlahan memudar.Keluarga Kaivan benar-benar menerimanya dengan baik meski mereka sudah mengetahui asal-usul Zhafira.Zhafira benar-benar mantap menikah dengan Jazziel Kaivan Gunadhya, nasabah prioritas yang baru beberapa minggu dikenalnya.Hampir setiap hari Zhafira dijemput Kaivan dari kantor.Seperti malam ini, Kaivan mengatakan hendak membawa Zhafira makan malam tapi bukan disebuah resto melainkan di rumah kakek dan nenek dari pihak bundanya.Monica-sang nenek dan Edward-kakek dari pihak Bundanya meminta Kaivan membawa Zhafira untuk makan malam di rumah mereka.“Ya ampun, ada bidadari Mi ... itu bidadari ‘kan Mi!” Edward berseru saat melihat seorang gadis cantik masuk ke dalam rumahnya digandeng oleh Kaivan.Bibir Monica mencebik disertai delikan tajam membunuh.“Grandpa ... Grandma, kenalin ... ini Fira, calon istri Kai.”Untuk yang kedua kalinya Zhafira merasa kesal karena Kai tidak mengatakan apapun tentang acara makan malam bersama keluarga.Zhafira tidak memiliki waktu mempersiapkan dirinya bertemu mereka.Ingin memprotes pun percuma karena ia dan Kaivan sudah berada di sini.“Ini sih seleraku,” celetuk Edward mengikuti slogan seb
Pagi ini Zhafira tidur dengan nyenyak setelah tadi malam berkumpul dengan para ipar dan kerabat suaminya. Mereka membuat bridal shower untuk Zhafira dan dari sana Zhafira yakin jika keluarga suaminya memang baik dan menerimanya dengan terbuka meski ia bukan dari keluarga Konglomerat seperti mereka. Kaivan juga sudah berjuang sejauh ini, rasanya tidak adil jika Zhafira menyerah hanya khawatir dengan prasangka maupun judge yang mungkin diberikan salah satu keluarga Kaivan. Zhafira menatap dirinya di cermin, pakaian adat berbahan brukat telah membalut tubuhnya dengan sempurna ditambah mahkota ciri khas tanah kelahirannya bertengger di kepala begitu mewah dengan butiran batu kristal. Rangkaian bunga melati tersampir di pundaknya menjadi ciri khas pengantin adat Sunda. Bibir Zhafira tersenyum tipis, puas dengan maha karya MUA dari tim wedding organizer. Kaivan memang tidak main-main ketika mengatakan ingin menikah se
Narendra dan Aura sudah lima kali menikahkan anak mereka dan setiap pernikahan pasti selalu tersimpan cerita. Aura menggenggam tangan suaminya. “Tugas kita selesai, Yah.” Narendra menoleh kemudian sedikit membungkuk untuk mengecup kening sang istri yang di matanya selalu cantik tidak pernah menua. “Iya ... semoga anak-anak kita bahagia seperti yang kita rasakan.” Aura mengangguk mengaminkan kemudian mengembalikan tatapan pada Kaivan dan Zhafira yang tengah berbahagia. “Makasih sayang,” ucap Kaivan setelah menurunkan Zhafira. Rasa syukur tidak berhenti hatinya bisikan untuk sang pencipta karena telah dipertemukan dengan Zhafira. Tuhan mengirim Zhafira untuknya, gadis cantik-sederhana-polos dan lugu yang belum terjamah pria manapun. *** Zhafira sudah berganti pakaian dengan gaun pengantin rancangan desiner ternama dunia. Ia diperkenalkan dengan kakak perempuan dan ad
“Maaf ya Mas.” Zhafira melirih dalam pelukan suaminya ketika mereka berada di dalam lift. “Maaf untuk apa?” Kaivan bertanya. Wajah pria itu menunduk agar bisa menatap wajah sang istri yang kini terbenam di dadanya. “Mama sama papa ...,” kata Zhafira mirip sebuah bisikan yang terdengar pilu. “Enggak apa-apa, mereka enggak berbuat aneh kok ... seperti membakar ballroom atau bergulat di pelaminan.” Zhafira tertawa mendengar kelakar Kaivan, pria itu memang pandai mengubah mood-nya. Akhirnya mereka tiba di depan kamar pengantin, sesaat Zhafira tercenung menatap pintunya.Baru tersadar ada kewajiban yang harus dipenuhi setelah resmi menyandang status istri Kaivan. “Fir, kalau kamu belum siap malam ini ... enggak apa-apa, aku enggak akan maksa ... kita punya waktu seumur hidup untuk malam pertama,” ujar Kaivan yang mengerti dengan kekhawatiran yang tercetak di wajah cantik istrinya. Ia tau
Zhafira melenguh pelan di sela ciuman membuat Kaivan semakin rakus memagut bibirnya, membelit lidah Zhafira hingga Zhafira kewalahan tapi berusaha belajar dan mengimbangi kemampuan Kaivan. Tangan Kaivan kembali merayap di naik ke perut Zhafira, memberikan sentuhan lembut seringan bulai kemudian meremat pelan bagian lekukan di pinggang Zhafira. Kaivan melanjutkan sentuhannya sampai menemukan bagian menyebul di balik kain berenda. “Aaah ....” Zhafira mendesah dalam pagutan ketika Kaivan memberikan rematan lembut di dada. Tidak ada penolakan dari Zhafira yang memang sedang dilingkupi sebuah perasaan asing yang menyenangkan. Zhafira terdiam ketika telapak tangan Kaivan mulai menyusuri punggungnya. Ia hanya bisa berpegangan dengan melingkarkan tangan di sekeliling pundak Kaivan. Kaivan mulai merasakan Zhafira bisa menanggapi ciumannya dengan baik, sang istri ternyata belajar dengan cepat. Seti
Setelah menikah, Kaivan membawa Zhafira ke rumah orang tuanya. Hal itu disambut baik kedua orang tua Kaivan yang sekarang berdomisili di Vietnam dan hanya sesekali pulang ke Jakarta. Sebetulnya Kaivan memiliki beberapa properti yang disewakan tapi Kaivan malas pindah, ia nyaman tinggal di rumah tempat ia tumbuh dan besar apalagi rumah orang tuanya memiliki fasilitas yang lengkap dengan pelayan, koki juga driver. Dua tangan kokoh yang memeluk pinggangnya membuat Zhafira terkesiap disusul hembusan napas hangat menerpa leher. Cup. Sebuah kecupan mendarat di sana. “Lagi apa?” tanya si pelaku kemudian. Alasan Zhafira tidak meronta adalah karena tau siapa lagi yang akan berbuat seperti itu kepadanya jika bukan sang suami tercinta. Sebetulnya Zhafira malu karena di dapur ini bukan hanya mereka berdua tapi ada pak Haris-sang kepala asisten rumah tangga dan beberapa asisten rumah tangga. Tadi Zhaf
“Besok Mas mau keluar kota, Ayang mau ikut?” Kaivan yang barus aja menaiki ranjang bertanya basa-basi. Zhafira tertawa pelan, menyimpan ponselnya ke atas nakas. “Besok Fira kerja ... Mas Kai berapa hari di luar kota?” Zhafira memutar sedikit tubuhnya agar menghadap Kaivan sempurna. “Tiga hari, tapi Mas usahain pulang secepatnya kalau udah selesai.” Zhafira mengangguk tapi kemudian raut wajahnya berubah, Zhafira malah melamun. Ia teringat perkataan pak Wisnu siang ini. “Yang,” panggil Kaivan. “Jangan sedih, kalau Ayang pengen ikut nanti Mas bilang sama pak Wisnu ... pasti diijinin,” kata Kaivan seraya mengangkat dagu Zhafira dengan kedua jemarinya untuk mempertemukan mata mereka. Semburat merah segera saja menghiasi pipi Zhafira. Zhafira kembali menunduk sambil tersenyum malu, bukan itu yang mengganjal di hatinya tapi ia juga tidak berani mempertanyakan kepada Kaiva
“Fiiiir, kok lama?” panggil Kaivan dari atas ranjang. Pria itu hanya memakai celana boxer saja menunggu Zhafira yang sedang mengganti pakaiannya dengan Lingery. Akhirnya, setelah Kaivan membujuk selama beberapa hari—Zhafira mau juga menggunakan salah satu Lingery hadiah pernikahan mereka. “Bentar Mas, Fira malu.” Terdengar balasan dari dalam walk in closet. Kaivan tersenyum simpul, istrinya benar-benar polos. Dari segi wajah, body dan sifat—Zhafira merupakan paket lengkap yang termasuk kriteria yang diinginkan banyak pria. Bagi Kaivan, tidak ada kekurangan dalam diri Zhafira dan ia tidak pernah menyesali keputusannya menikahi Zhafira hanya dalam waktu singkat. Semakin hari, Kaivan semakin mencintai Zhafira. “Yang, ayo donk ... cuma ada Mas doank, masa malu.” Kaivan membujuk lagi. Setelah itu terdengar suara langkah kaki perlahan keluar dari walk in closet. Zhafira
“Arumi Kamaniya Gunadhya.” Suara sang Papa yang pelan namun terdengar tegas membuat Arumi-bocah berumur lima tahun itu menegang. Arumi sedang bermain di halaman belakang, ia masuk ke dalam rumah untuk mengambil air minum karena udara hari ini sangat panas. Tapi malah bertemu papanya yang baru saja pulang kerja. Dan kenapa sang Papa tampannya memanggil namanya dengan tegas, sudah dipastikan karena telah melihat hasil ujian semester ini. Arumi membalikkan badan, matanya menatap takut-takut sang papa lantas mengumpulkan keberaniannya untuk memberikan senyum sejuta pesona. “Enggak mempan, sayang.” Meski keluar kata ‘sayang’ tapi ekspresi wajah Kaivan terlihat datar. “Duduk sini samping Papa.” Kaivan menepuk Spaces kosong di sofa yang ia duduki. Arumi duduk di samping papanya dengan gerakan lemah gemulai bak seorang princess. Bahkan sempat merapihkan rok belakangnya agar tidak kusu
“Kamu pucat, Yang … tadi enggak sarapan sih,” tegur Kaivan, tangannya terulur mengusap keringat di pelipis Zhafira setelah mengangkat helm proyek di kepala istrinya. Mereka sedang berada di salah satu proyek untuk keperluan pengecekan dan koordinasi karena perhari ini pengerjaan resmi di mulai. Zhafira memaksakan sebuah senyum untuk menunjukkan ia baik-baik saja. “Tadi Fira belum lapar, tapi Fira bawa bekal kok Mas di mobil.” Zhafira berdusta, padahal tadi ia muntah-muntah di kamar mandi sehingga terlambat ikut sarapan di meja makan. Dan sebenarnya bukan tidak lapar tapi Zhafira merasakan mual dan begah pada perutnya. Ia sadar selama beberapa hari terakhir terlambat makan sehingga bisa dipastikan asam lambungnya pasti kambuh. Zhafira tidak ingin Kaivan mengetahui hal tersebut. “Ga, bawain bekal di mobil untuk ibu …,” titah Kaivan pada sekertaris Zhafira. “Baik Pak,” sahut pria
Suasana kantor Kaivan tampak kondusif di jam setelah makan siang. Anggukan seorang satpam yang ada di loby depan menyambut kedatangannya setelah bertemu klien sejak pagi tadi. “Istri saya masih di atas?” Kaivan bertanya pada salah seorang sekuriti yang berada di dalam gedung. “Masih, Pak ... ibu dia atas sama Rey.” Pria itu menjawab sambil setengah berlari lebih dulu untuk menekan tombol lift. Kaivan mengangguk samar kepada security sebelum masuk ke dalam lift diikuti sekretaris cantiknya bernama Irma. “Nanti malam ada acara sosial bersama pak Wali Kota, Pak.” Irma memberitau sambil membaca iPad di tangannya. “Belikan satu gaun untuk istri saya, saya lupa kasih tahu kalau hari ini ada pesta.” “Baik, Pak!” Ting … Detik berikutnya setelah lift berdenting, Kaivan dan Irma keluar dari lift. Seorang pria muda tampan dan bertubuh atletis seperti K
Setelah resign, Zhafira tidak memiliki kegiatan selain menggambar sketsa. Setiap hari ia menghabiskan waktunya di perpustakaan menggambar banyak bangunan menunggu Kaivan pulang kerja yang saat itu sedang asyik dengan kedekatan bersama Imelda sehingga pulang selalu larut malam. Ternyata apa yang ia kerjakan itu tidak sia-sia. Zhafira mengirim semua karyanya pada Architecture Design Competition yang diadakan oleh Ikatan Arsitek Indonesia dan juga Lomba design gedung dan jembatan yang diadakan pemerintah. Dan hasil Karya Zhafira selalu menjadi pemenangnya. Seperti malam ini, Zhafira diundang oleh Gubernur Jawa Barat untuk menerima penghargaan dan hadiah atas kemenangannya dalam mendesain ulang bangunan yang tidak berfungsi dengan baik atau bahkan terbengkalai di Kota Bandung menjadi bangunan dengan fungsi baru yang nyaman, aman, berkelanjutan, dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan kota itu sendiri.
Suara tangis Rey yang membahana membuat Kaivan dan Zhafira terjaga dari tidur yang lelap di dini hari. Kaivan menegakan tubuhnya lebih dulu, menurunkan kedua kakinya lalu beranjak menghampiri box bayi Rey. “Tunggu aja di sana, Yang … aku bawa Rey ke sana.” Zhafira menaikkan kakinya kembali, menumpuk bantal untuk membuatnya nyaman bersandar ketika menyusui. Sementara itu Kaivan mengecek popok Rey. “Alexa, play You Are My Sunshine,” perintah Kai pada smart speaker yang berada di atas nakas. Lagu You Are My Sunshine mengalun dengan volume rendah dan tangis Rey perlahan berhenti. Kaivan jadi bisa dengan mudah mengganti popok Rey yang sudah penuh. Zhafira memperhatikan Kaivan dari atas ranjang, suaminya begitu mahir mengganti popok dengan lebih dulu membersihkan bagian bawah tubuh Rey. Tidak sia-sia Kaivan resign, karena selain memiliki banyak waktu untuk bersama Zhafira—ia juga me
Bayi laki-laki gempal yang diberi nama Reynand Arkananta Gunadhya itu hanya selisih satu bulan lahir ke dunia dengan anak keempat pasangan Arkana dan Zara. Bahkan Zara sudah bisa menghadiri peresmian resort kemarin. Zhafira jadi semangat untuk cepat pulih karena ada rumah baru mereka yang menanti di Bandung. “Eeeh, sudah cantik cucu Nenek.” Nenek Shareena memuji Zhafira yang sudah mandi dan cantik sepagi ini. Nenek Shareena bersama grandma Monica masuk ke ruangan rawat Zhafira. “Nenek … Grandma.” Zhafira balas menyapa dengan senyumnya yang khas. Zhafira duduk bersandar di ranjang yang bagian kepalanya dibuat tegak. Wajah Zhafira berseri-seri, segar dan cantik. “Kemarin Grandma pulang duluan anterin nenek kamu ini yang masuk angin … pakai acara kerokan lah kita sampe rumah.” Grandma Monica misuh-misuh karena gara-gara itu ia tidak bisa langsung bertemu cicitnya. “Terus sekarang
Zhafira memejamkan matanya tatkala rasa mulas dan nyeri di bagian pinggang menghantam begitu dahsyat. Genggaman tangan Zhafira di tangan Kaivan yang duduk di samping sambil mengusap perutnya pun mengerat kuat. Keduanya sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kebetulan heli milik kakek Kallandra yang beberapa bulan terakhir ini terparkir di halaman belakang Villa merupakan heli jenis KA 62 yang mampu menampung hingga sepuluh orang sehingga grandpa Edward, grandma Monica juga nenek Shareena bisa ikut menemani Zhafira yang akan melakukan persalinan.Sementara kakek Kallandra dan keluarga yang lain akan menyusul setelah acara peresmian resort selesai. Di antara rasa sakit yang sedang Zhafira alami selama ini, terselip lega dan puas karena dengan mengepalai proyek pembangunan resort tersebut—ia bisa membuktikan siapa dirinya kepada dunia. Zhafira bukan hanya Zhafira yang berasal dari keluarga broken home dan manta
Zhafira merasakan tubuhnya tidak nyaman, perutnya mulas tapi setiap kali duduk di atas closet—mulas itu lenyap entah ke mana. Sayangnya Zhafira tidak memiliki waktu untuk mengkhawatirkannya karena besok adalah peresmian resort dan hari ini segala sesuatunya harus sudah siap seratus persen. Jam sembilan malam Zhafira masih sibuk menata venue padahal sudah ada Event Organizer tapi Zhafira tidak percaya begitu saja dan tetap mengecek setiap detailnya satu persatu. Kakinya yang bengkak terasa kebas, belum lagi rasa mulas semakin sering mendera meski hilang timbul. “Yang, kita pulang sekarang … udah malem.” Nada suara dan sorot mata yang tegas milik Kaivan tidak bisa Zhafira tawar lagi, ia harus menurut. Selama ini Kaivan selalu mengalah, berusaha mengerti keinginannya jadi tidak semestinya Zhafira membantah apalagi ini demi kebaikan dirinya dan si janin. “Iya Mas, Fira pamit sama EO-nya dulu.”
Beberapa hari terakhir Kaivan selalu terbangun tengah malam terusik oleh pergerakan Zhafira yang gelisah dalam tidurnya. Perut Zhafira sudah sangat besar, dokter mengatakan jika sebentar lagi akan melahirkan tapi Zhafira masih bertahan tinggal di Puncak hingga peresmian resort. Begitulah permintaan Zhafira pada Kaivan yang tidak bisa Kaivan tolak. “Yang,” panggil Kaivan menegakan sedikit tubuhnya mengecek keadaan sang istri. “Begah, Mas … Fira juga engap banget, keluh Zhafira dengan mata berkaca-kaca. Semenjak hamil Zhafira memang mudah mengeluarkan air mata membuat Kaivan kalang kabut berusaha agar air mata Zhafira berhenti mengalir. “Coba bobonya sambil duduk, nanti aku benerin posisi tidur kamu kalau kamu udah terlelap.” Kaivan mencoba mencari solusi dengan terlebih dahulu ia menegakan tubuhnya bersandar pada headboard agar Zhafira bisa bersandar di dadanya. Zhafira menurut, dengan ban