“Fiiiir, kok lama?” panggil Kaivan dari atas ranjang.
Pria itu hanya memakai celana boxer saja menunggu Zhafira yang sedang mengganti pakaiannya dengan Lingery.Akhirnya, setelah Kaivan membujuk selama beberapa hari—Zhafira mau juga menggunakan salah satu Lingery hadiah pernikahan mereka.“Bentar Mas, Fira malu.” Terdengar balasan dari dalam walk in closet.Kaivan tersenyum simpul, istrinya benar-benar polos.Dari segi wajah, body dan sifat—Zhafira merupakan paket lengkap yang termasuk kriteria yang diinginkan banyak pria.Bagi Kaivan, tidak ada kekurangan dalam diri Zhafira dan ia tidak pernah menyesali keputusannya menikahi Zhafira hanya dalam waktu singkat.Semakin hari, Kaivan semakin mencintai Zhafira.“Yang, ayo donk ... cuma ada Mas doank, masa malu.” Kaivan membujuk lagi.Setelah itu terdengar suara langkah kaki perlahan keluar dari walk in closet.ZhafiraSesuai janji, Kaivan menjemput Zhafira tepat waktu di kantor. Mereka makan malam di rumah karena Zhafira selalu mengatakan makanan rumah lebih sehat, Kaivan setuju dan selain itu kalau di rumah bisa bermesraan dengan Zhafira. Keduanya sudah melupakan kejadian tadi siang, Zhafira berusaha mengerti amarah Kaivan meski sebetulnya banyak pertanyaan di benak Zhafira yang membutuhkan penjelasan pria itu. Zhafira masih heran kenapa Kaivan melarang keras dirinya berhubungan dengan Xander padahal jelas-jelas Kaivan mengetahui bahwa Xander adalah nasabah pegangannya. Kaivan juga tidak ingin membahas hal itu lagi karena membenci Xander yang selalu unggul dibanding dirinya dalam bisnis. Kaivan tidak ingin orang terdekatnya berhubungan dengan pria blasteran Amerika itu. “Tangan kamu kenapa Fir?” Kaivan terkejut melihat pergelangan tangan Zhafira yang membiru. Pria itu menegakan punggung dari sandarannya pada head
Kaivan lupa jika Richard berteman juga dengan Imelda jadi sang mantan kekasih tentunya ada dalam pesta ulang tahun sahabat yang dihadirinya bersama Zhafira. “Kai,” panggil Gerry, pria itu telah duduk di sebuah meja bersama Aarash dan Rachel. Kaivan yang menggandeng Zhafira pun balas melambaikan tangan dan barulah Zhafira sadari jika ia sedang berada di circle kaum jetset. Sebagai customer service priority Zhafira tidak asing dengan para tamu yang hadir dalam pesta tersebut. Mereka adalah orang-orang yang uangnya ‘tidak berseri’ tapi masalahnya sekarang Zhafira menjadi bagian dari mereka karena menikahi Kaivan. Jiwa insecure Zhafira kembali terusik. Namun, genggaman tangan Kaivan yang hangat mengalihkan sejenak rasa gugup Zhafira—menguatkan kaki Zhafira untuk terus melangkah bersanding dengan pria itu. Kaivan menjabat tangan lalu memeluk Aarash yang merupakankakak kandung dari Arshavina-kakak iparnya
Langkah kaki Imelda berhenti di meja yang berisi para sahabatnya tapi hati Imelda masih saja gundah. Pasalnya jangkauan matanya menangkap kemesraan Kaivan dengan Zhafira Keduanya sedang suap-suapan makanan tampak bahagia, dengan sering juga Kaivan melabuhkan kecupan di pipi atau kepala Zhafira. Tangan Kaivan yang kokoh tidak pernah meninggalkan tubuh Zhafira, merengkuh, mengait bahkan memeluk tubuh ramping itu. Imelda bagaikan melihat dirinya dan Kaivan di masa lalu. Penyesalan yang bersarang dalam hatinya kini kian besar mendera Imelda tapi tak berlangsung lama karena beberapa pria datang menghampiri mejanya dan Imelda beserta para sahabat perempuan yang lain mulai terlibat obrolan seru. Imelda berusaha mengalihkan atensi kepada salah satu pria tampan yang mencoba mendekatinya. Tanpa Imelda ketahui jika diam-diam Kaivan tersenyum miring melihat kedekatan Imelda dengan pria tersebut. ***
Selesai sarapan pagi yang sedikit kesiangan—Zhafira keluar dari hotel menggunakan taxi yang dipesan oleh pihak hotel. Taxi melaju ke arah Sukajadi menuju sebuah Mall terbesar di kota Bandung, tempat janji Zhafira bertemu dengan mamanya. Driver taxi menurunkan Zhafira di loby depan. Matanya memindai ke sekeliling dan ia mendapati sebuah tangan melambai padanya. Zhafira tersenyum tatkala melihat senyum di bibir Dewi, wanita yang telah melahirkannya itu tampak bahagia. Cukup lama dari terakhir mereka bertemu di pesta pernikahan, Zhafira baru sekarang bertemu lagi dengan Dewi. “Fir, Mama kangen!” kata Dewi seraya memeluk Zhafira. “Fira juga kangen, Ma.” Zhafira sedikit canggung karena sesungguhnya mereka tidak sedekat ini. Tapi semenjak ia menikah dengan Kaivan—mamanya jadi perhatian sering menghubunginya terlebih dahulu. Keduanya melangkah bersama saling bergandengan tangan memas
“Mas ....” Zhafira yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu memanggil Kaivan dengan suara lembut mendayu membuat yang dipanggil mendongak dari layar komputer di ruang perpustakaan. “Sebentar sayang, sedikit lagi selesai.” Kaivan menyahut tanpa mengalihkan tatapan matanya dari layar pipih yang menampilkan banyak angka dan huruf. Entah apa yang suaminya kerjakan, apakah tidak cukup waktu delapan jam di kantor hingga pekerjaan itu harus ia bawa pulang juga. Andaikan bisa, Zhafira pasti akan dengan senang hati membantu. “Oke,” balas Zhafira enggan mengganggu mungkin besok suaminya tidak sibuk, sebaiknya ia bicara besok saja kepada Kaivan. Zhafira kembali ke kamar, bersiap untuk tidur. Beberapa lama menunggu Kaivan hingga akhirnya tertidur sebelum Kaivan bergabung bersamanya. Dan ketika membuka mata di pagi hari, ia tidak melihat Kaivan di atas ranjang. Kapan suaminya tidur dan kapan pria itu terbangu
Zhafira selalu dibuat takjub dengan kelakuan suaminya, itu kenapa ia bisa dengan mudah jatuh cinta kepada Kaivan. Contohnya sekarang, ketika Kaivan menemani Zhafira triple date bersama Bella dan Nova juga kekasih mereka—Kaivan tidak menunjukan siapa dirinya. Pria itu mau menggunakan mobil biasa, bukan sedan mewah keluaran Eropa maupun mobil sport koleksinya yang terparkir di garasi. Tapi Kaivan menggunakan mobil sedan yang banyak dimiliki oleh kalangan menengah ke atas. Kaivan juga tampak antusias dengan triple date ini, karena akan membuatnya lebih mengenal sahabat Zhafira. Mereka berdua sudah berada di Mall, langsung menuju bioskop—tempat Zhafira dan kedua temannya sepakat untuk berkumpul. “Fira!” seru Bella sambil melambaikan tangan karena tadi sempat melihat Zhafira celingukan mencari mereka. Zhafira dan Kaivan langsung menghampiri Bella dan kekasihnya yang ternyata di sana sudah ada Nova bersama
Kaivan tersenyum ketika istrinya merangkak naik ke atas tempat tidur menggunakan baju tidur tipis transparan dengan model kemeja putih over size yang panjangnya hanya sampai pertengahan paha dan dua kancing teratas terbuka menampilkan satu pundak Zhafira. Kaivan yang duduk bersandar pada headboard menarik tangan Zhafira, menuntun istrinya agar mendekat dan duduk di atas pangkuan. Zhafira menurut, langsung duduk di atas pangkuan Kaivan—menghadap pria itu dengan kedua tangan melingkar di leher. “Makasih ya Mas, udah mau jalan-jalan sama temen-temen Fira,” ucap Zhafira lembut. “Enggak gratis loh, Yang ... Mas minta imbalan,” bisik Kaivan sensual. Zhafira menggigit bibir bagian bawah sambil menunduk menyembunyikan ekspresi was-was. Ia sudah bisa membaca apa yang ada di dalam benak Kaivan. Kaivan mengecup pundak Zhafira yang terbuka kemudian menatap matanya setelah tadi menarik dagu lancip Zhafira agar me
“Ada yang bisa kami bantu, Pak? Mohon maaf ... Bella sedang ada appoitment dengan nasabah ... tapi sepertinya tidak lama lagi akan kembali.” Xander memutus tatapan dengan Zhafira, dari pendar matanya terlihat banyak kekecewaan padahal tadi senyum pria itu terlihat bahagia bertemu Zhafira. “Kenapa Bu Fira meminta Bu Bella yang mengelola dana saya? Kita telah melewati obrolan panjang mengenai produk yang Bu Fira tawarkan, saya bersedia menempatkan dana saya karena Bu Fira ... sekarang saya kecewa.” Xander mengatakannya dengan nada rendah tapi penuh penekanan. Zhafira menggigit bibir bagian bawah dan kerutan halus mulai muncul di antara alis. Kentara sekali jika Zhafira sedang gugup dan merasa bersalah. “Saya minta maaf, Pak ...,” ucap Zhafira tanpa bisa menjelaskan alasannya karena tau hal itu tidak profesional. “Apa karena suami Bu Fira? Apakah pak Kaivan melarang Bu Fira berhubungan dengan saya?” teb