Zhafira selalu dibuat takjub dengan kelakuan suaminya, itu kenapa ia bisa dengan mudah jatuh cinta kepada Kaivan.
Contohnya sekarang, ketika Kaivan menemani Zhafira triple date bersama Bella dan Nova juga kekasih mereka—Kaivan tidak menunjukan siapa dirinya.Pria itu mau menggunakan mobil biasa, bukan sedan mewah keluaran Eropa maupun mobil sport koleksinya yang terparkir di garasi.Tapi Kaivan menggunakan mobil sedan yang banyak dimiliki oleh kalangan menengah ke atas.Kaivan juga tampak antusias dengan triple date ini, karena akan membuatnya lebih mengenal sahabat Zhafira.Mereka berdua sudah berada di Mall, langsung menuju bioskop—tempat Zhafira dan kedua temannya sepakat untuk berkumpul.“Fira!” seru Bella sambil melambaikan tangan karena tadi sempat melihat Zhafira celingukan mencari mereka.Zhafira dan Kaivan langsung menghampiri Bella dan kekasihnya yang ternyata di sana sudah ada Nova bersamaKaivan tersenyum ketika istrinya merangkak naik ke atas tempat tidur menggunakan baju tidur tipis transparan dengan model kemeja putih over size yang panjangnya hanya sampai pertengahan paha dan dua kancing teratas terbuka menampilkan satu pundak Zhafira. Kaivan yang duduk bersandar pada headboard menarik tangan Zhafira, menuntun istrinya agar mendekat dan duduk di atas pangkuan. Zhafira menurut, langsung duduk di atas pangkuan Kaivan—menghadap pria itu dengan kedua tangan melingkar di leher. “Makasih ya Mas, udah mau jalan-jalan sama temen-temen Fira,” ucap Zhafira lembut. “Enggak gratis loh, Yang ... Mas minta imbalan,” bisik Kaivan sensual. Zhafira menggigit bibir bagian bawah sambil menunduk menyembunyikan ekspresi was-was. Ia sudah bisa membaca apa yang ada di dalam benak Kaivan. Kaivan mengecup pundak Zhafira yang terbuka kemudian menatap matanya setelah tadi menarik dagu lancip Zhafira agar me
“Ada yang bisa kami bantu, Pak? Mohon maaf ... Bella sedang ada appoitment dengan nasabah ... tapi sepertinya tidak lama lagi akan kembali.” Xander memutus tatapan dengan Zhafira, dari pendar matanya terlihat banyak kekecewaan padahal tadi senyum pria itu terlihat bahagia bertemu Zhafira. “Kenapa Bu Fira meminta Bu Bella yang mengelola dana saya? Kita telah melewati obrolan panjang mengenai produk yang Bu Fira tawarkan, saya bersedia menempatkan dana saya karena Bu Fira ... sekarang saya kecewa.” Xander mengatakannya dengan nada rendah tapi penuh penekanan. Zhafira menggigit bibir bagian bawah dan kerutan halus mulai muncul di antara alis. Kentara sekali jika Zhafira sedang gugup dan merasa bersalah. “Saya minta maaf, Pak ...,” ucap Zhafira tanpa bisa menjelaskan alasannya karena tau hal itu tidak profesional. “Apa karena suami Bu Fira? Apakah pak Kaivan melarang Bu Fira berhubungan dengan saya?” teb
Zhafira mengerjapkan mata, menyesuaikan netra dari cahaya sinar matahari yang menerobos melalui celah tirai. “Apa? Sinar matahari?” batin Zhafira terkejut sekaligus bingung. Zhafira menegakan tubuh, langsung menoleh ke arah jendela. Benar, itu sinar matahari. Kepalanya kembali menoleh ke arah sebaliknya di mana jam dinding tergantung di sana dan mendapati waktu telah menunjukan pukul delapan pagi. Zhafira belum pernah seterlambat ini bangun di hari senin. Pasti karena semalaman Kaivan menggempurnya tanpa ampun. Pasalnya selama weekend kemarin, Kaivan jarang ada di rumah, pria itu ikut kakeknya main golf bersama klien. Tapi Zhafira diberi kebebasan untuk hang out bersama Bella dan Nova jadi Zhafira tidak kesepian. “Mas, bangun! Kita udah kesiangan, alarm enggak bunyi ya?!” Zhafira berseru setelah mengguncang tubuh Kaivan lantas menyingkap selimut hendak turun dari atas ranjang.
Usai makan siang, Kaivan membawa Zhafira jalan-jalan mengelilingi tempat-tempat indah yang terkenal dan wajib dikunjungi oleh pelancong setiap kali datang ke Paris apalagi pasangan yang saling mencintai seperti Kaivan dan Zhafira. Mulai dari museum, monumen hingga berakhir di menara Eifel yang terkenal. Banyak foto mereka abadikan dan Kaivan langsung posting di media sosialnya dengan caption ‘A baby-making vacation’ disetiap foto mesra bersama Zhafira yang diunggahnya. Lalu Kaivan mengambil foto Zhafira secara candit ketika sang istri menoleh ke samping sambil tersenyum menatap takjub menara Eifel. Surai Zhafira tertiup angin, senyumnya tulus penuh syukur dan sorot matanya teduh. Kaivan langsung mengunggahnya di sosial media dengan menuliskan caption ‘Malaikat cantikku ... ibu dari anak-anakku.’ Hati perempuan mana yang tidak ‘meleyot’ apalagi si pelaku adalah seorang Taipan tampan seperti Kaivan. Zh
“Jadi kamu, alasan Imelda meninggalkanku?” Kaivan bertanya dengan nada suara yang ia buat setenang mungkin meski hatinya sedang meradang. Bukan karena belum move on dari Imelda tapi karena gosip miring tentang Imelda dan Marco yang beredar di antara para teman semasa kuliahnya ternyata benar. Marco adalah sahabat Kaivan ketika menempuh pendidikan perkuliahan di Amerika, pria itu adalah anak dari salah satu Mafia berpengaruh di Italy. Para sahabatnya yang lain pernah memberi tau Kaivan jika Marco dan Imelda mengkhianatinya tapi Kaivan tidak percaya dan membantah keras karena saat itu Imelda juga menyanggah gosip tersebut. Namun, sekarang Kaivan percaya dan benar-benar merasa dipecundangi. “Maaf, aku tidak bisa mengendalikannya ... aku ....” Marco tidak mampu melanjutkan, kalimatnya tertahan di tenggorokan. “Jadi, benar kata teman-teman kita? Kamu dan Imelda mengkhianatiku sudah sejak lama?” cecar Kaivan dingin da
Zhafira masih dilanda gundah dan insecure berlebihan pasalnya mantan tunangan suaminya begitu cantik, blasteran dan anak pengusaha sukses di Belanda. Bahkan kini Imelda memegang perusahaan Daddy-nya di Indonesia. Sementara dirinya hanya seorang karyawan Bank biasa. Mungkin Imelda berpikir bahwa Kaivan mendapatkan istri yang levelnya jauh di bawah Imelda. Zhafira menggelengkan kepala dan gesekan kepala Zhafira di dada bidang Kaivan yang polos menyadarkan pria itu dari menikmati hormon Endorfin setelah pelepasan tadi. “Kenapa Yang?” Kaivan bertanya. “Enggak,” jawab Zhafira berdusta. “Cerita donk, apa yang kamu rasain? Ungkapin Yang, jangan dipendem ... kalau kamu mau mukul aku juga boleh.” Kaivan berkata demikian agar ronde dua nanti Zhafira melakukannya dengan sepenuh hati. Tapi Zhafira sedang tidak mood menyahut, hatinya masih dongkol. “Yang, matahari boleh bersina
“Imelda pacaran sama Marco,” celetuk Kaivan dengan wajah murung. Gerry tertawa pelan menanggapi, pria itu merapihkan berkas-berkas yang telah Kaivan tanda-tangani. Menghirup napas dalam untuk mulai bicara. “Jangan bilang kalau lo pernah memperingati gue dulu,” sela Kaivan membuat mulut Gerry yang sudah menganga terkatup kembali. “Kita pernah bahas ini dan lo enggak percaya waktu itu.” “Dia di Indonesia dan Marco sama kita di Amerika, trus kapan mereka ketemuannya? Ya jelas lah gue enggak percaya.” “Apapun bisa mereka lakukan, Kai ... mereka memiliki akses, fasilitas dan duit ... jarak bukan masalah.” Gerry lantas pergi setelah berkata demikian, enggan membahas Imelda lagi agar Kaivan juga tidak memikirkan perempuan itu lagi. Pasalnya ketika Kaivan terpuruk—dirinya yang sibuk menghandle pekerjaan kantor. Selain itu Kaivan telah memiliki Zhafira, tidak semestinya masih memikirka
“Imelda pacaran sama Marco,” celetuk Kaivan dengan wajah murung. Gerry tertawa pelan menanggapi, pria itu merapihkan berkas-berkas yang telah Kaivan tanda-tangani. Menghirup napas dalam untuk mulai bicara. “Jangan bilang kalau lo pernah memperingati gue dulu,” sela Kaivan membuat mulut Gerry yang sudah menganga terkatup kembali. “Kita pernah bahas ini dan lo enggak percaya waktu itu.” “Dia di Indonesia dan Marco sama kita di Amerika, trus kapan mereka ketemuannya? Ya jelas lah gue enggak percaya.” “Apapun bisa mereka lakukan, Kai ... mereka memiliki akses, fasilitas dan duit ... jarak bukan masalah.” Gerry lantas pergi setelah berkata demikian, enggan membahas Imelda lagi agar Kaivan juga tidak memikirkan perempuan itu lagi. Pasalnya ketika Kaivan terpuruk—dirinya yang sibuk menghandle pekerjaan kantor. Selain itu Kaivan telah memiliki Zhafira, tidak semestinya masih memikirka
“Arumi Kamaniya Gunadhya.” Suara sang Papa yang pelan namun terdengar tegas membuat Arumi-bocah berumur lima tahun itu menegang. Arumi sedang bermain di halaman belakang, ia masuk ke dalam rumah untuk mengambil air minum karena udara hari ini sangat panas. Tapi malah bertemu papanya yang baru saja pulang kerja. Dan kenapa sang Papa tampannya memanggil namanya dengan tegas, sudah dipastikan karena telah melihat hasil ujian semester ini. Arumi membalikkan badan, matanya menatap takut-takut sang papa lantas mengumpulkan keberaniannya untuk memberikan senyum sejuta pesona. “Enggak mempan, sayang.” Meski keluar kata ‘sayang’ tapi ekspresi wajah Kaivan terlihat datar. “Duduk sini samping Papa.” Kaivan menepuk Spaces kosong di sofa yang ia duduki. Arumi duduk di samping papanya dengan gerakan lemah gemulai bak seorang princess. Bahkan sempat merapihkan rok belakangnya agar tidak kusu
“Kamu pucat, Yang … tadi enggak sarapan sih,” tegur Kaivan, tangannya terulur mengusap keringat di pelipis Zhafira setelah mengangkat helm proyek di kepala istrinya. Mereka sedang berada di salah satu proyek untuk keperluan pengecekan dan koordinasi karena perhari ini pengerjaan resmi di mulai. Zhafira memaksakan sebuah senyum untuk menunjukkan ia baik-baik saja. “Tadi Fira belum lapar, tapi Fira bawa bekal kok Mas di mobil.” Zhafira berdusta, padahal tadi ia muntah-muntah di kamar mandi sehingga terlambat ikut sarapan di meja makan. Dan sebenarnya bukan tidak lapar tapi Zhafira merasakan mual dan begah pada perutnya. Ia sadar selama beberapa hari terakhir terlambat makan sehingga bisa dipastikan asam lambungnya pasti kambuh. Zhafira tidak ingin Kaivan mengetahui hal tersebut. “Ga, bawain bekal di mobil untuk ibu …,” titah Kaivan pada sekertaris Zhafira. “Baik Pak,” sahut pria
Suasana kantor Kaivan tampak kondusif di jam setelah makan siang. Anggukan seorang satpam yang ada di loby depan menyambut kedatangannya setelah bertemu klien sejak pagi tadi. “Istri saya masih di atas?” Kaivan bertanya pada salah seorang sekuriti yang berada di dalam gedung. “Masih, Pak ... ibu dia atas sama Rey.” Pria itu menjawab sambil setengah berlari lebih dulu untuk menekan tombol lift. Kaivan mengangguk samar kepada security sebelum masuk ke dalam lift diikuti sekretaris cantiknya bernama Irma. “Nanti malam ada acara sosial bersama pak Wali Kota, Pak.” Irma memberitau sambil membaca iPad di tangannya. “Belikan satu gaun untuk istri saya, saya lupa kasih tahu kalau hari ini ada pesta.” “Baik, Pak!” Ting … Detik berikutnya setelah lift berdenting, Kaivan dan Irma keluar dari lift. Seorang pria muda tampan dan bertubuh atletis seperti K
Setelah resign, Zhafira tidak memiliki kegiatan selain menggambar sketsa. Setiap hari ia menghabiskan waktunya di perpustakaan menggambar banyak bangunan menunggu Kaivan pulang kerja yang saat itu sedang asyik dengan kedekatan bersama Imelda sehingga pulang selalu larut malam. Ternyata apa yang ia kerjakan itu tidak sia-sia. Zhafira mengirim semua karyanya pada Architecture Design Competition yang diadakan oleh Ikatan Arsitek Indonesia dan juga Lomba design gedung dan jembatan yang diadakan pemerintah. Dan hasil Karya Zhafira selalu menjadi pemenangnya. Seperti malam ini, Zhafira diundang oleh Gubernur Jawa Barat untuk menerima penghargaan dan hadiah atas kemenangannya dalam mendesain ulang bangunan yang tidak berfungsi dengan baik atau bahkan terbengkalai di Kota Bandung menjadi bangunan dengan fungsi baru yang nyaman, aman, berkelanjutan, dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan kota itu sendiri.
Suara tangis Rey yang membahana membuat Kaivan dan Zhafira terjaga dari tidur yang lelap di dini hari. Kaivan menegakan tubuhnya lebih dulu, menurunkan kedua kakinya lalu beranjak menghampiri box bayi Rey. “Tunggu aja di sana, Yang … aku bawa Rey ke sana.” Zhafira menaikkan kakinya kembali, menumpuk bantal untuk membuatnya nyaman bersandar ketika menyusui. Sementara itu Kaivan mengecek popok Rey. “Alexa, play You Are My Sunshine,” perintah Kai pada smart speaker yang berada di atas nakas. Lagu You Are My Sunshine mengalun dengan volume rendah dan tangis Rey perlahan berhenti. Kaivan jadi bisa dengan mudah mengganti popok Rey yang sudah penuh. Zhafira memperhatikan Kaivan dari atas ranjang, suaminya begitu mahir mengganti popok dengan lebih dulu membersihkan bagian bawah tubuh Rey. Tidak sia-sia Kaivan resign, karena selain memiliki banyak waktu untuk bersama Zhafira—ia juga me
Bayi laki-laki gempal yang diberi nama Reynand Arkananta Gunadhya itu hanya selisih satu bulan lahir ke dunia dengan anak keempat pasangan Arkana dan Zara. Bahkan Zara sudah bisa menghadiri peresmian resort kemarin. Zhafira jadi semangat untuk cepat pulih karena ada rumah baru mereka yang menanti di Bandung. “Eeeh, sudah cantik cucu Nenek.” Nenek Shareena memuji Zhafira yang sudah mandi dan cantik sepagi ini. Nenek Shareena bersama grandma Monica masuk ke ruangan rawat Zhafira. “Nenek … Grandma.” Zhafira balas menyapa dengan senyumnya yang khas. Zhafira duduk bersandar di ranjang yang bagian kepalanya dibuat tegak. Wajah Zhafira berseri-seri, segar dan cantik. “Kemarin Grandma pulang duluan anterin nenek kamu ini yang masuk angin … pakai acara kerokan lah kita sampe rumah.” Grandma Monica misuh-misuh karena gara-gara itu ia tidak bisa langsung bertemu cicitnya. “Terus sekarang
Zhafira memejamkan matanya tatkala rasa mulas dan nyeri di bagian pinggang menghantam begitu dahsyat. Genggaman tangan Zhafira di tangan Kaivan yang duduk di samping sambil mengusap perutnya pun mengerat kuat. Keduanya sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kebetulan heli milik kakek Kallandra yang beberapa bulan terakhir ini terparkir di halaman belakang Villa merupakan heli jenis KA 62 yang mampu menampung hingga sepuluh orang sehingga grandpa Edward, grandma Monica juga nenek Shareena bisa ikut menemani Zhafira yang akan melakukan persalinan.Sementara kakek Kallandra dan keluarga yang lain akan menyusul setelah acara peresmian resort selesai. Di antara rasa sakit yang sedang Zhafira alami selama ini, terselip lega dan puas karena dengan mengepalai proyek pembangunan resort tersebut—ia bisa membuktikan siapa dirinya kepada dunia. Zhafira bukan hanya Zhafira yang berasal dari keluarga broken home dan manta
Zhafira merasakan tubuhnya tidak nyaman, perutnya mulas tapi setiap kali duduk di atas closet—mulas itu lenyap entah ke mana. Sayangnya Zhafira tidak memiliki waktu untuk mengkhawatirkannya karena besok adalah peresmian resort dan hari ini segala sesuatunya harus sudah siap seratus persen. Jam sembilan malam Zhafira masih sibuk menata venue padahal sudah ada Event Organizer tapi Zhafira tidak percaya begitu saja dan tetap mengecek setiap detailnya satu persatu. Kakinya yang bengkak terasa kebas, belum lagi rasa mulas semakin sering mendera meski hilang timbul. “Yang, kita pulang sekarang … udah malem.” Nada suara dan sorot mata yang tegas milik Kaivan tidak bisa Zhafira tawar lagi, ia harus menurut. Selama ini Kaivan selalu mengalah, berusaha mengerti keinginannya jadi tidak semestinya Zhafira membantah apalagi ini demi kebaikan dirinya dan si janin. “Iya Mas, Fira pamit sama EO-nya dulu.”
Beberapa hari terakhir Kaivan selalu terbangun tengah malam terusik oleh pergerakan Zhafira yang gelisah dalam tidurnya. Perut Zhafira sudah sangat besar, dokter mengatakan jika sebentar lagi akan melahirkan tapi Zhafira masih bertahan tinggal di Puncak hingga peresmian resort. Begitulah permintaan Zhafira pada Kaivan yang tidak bisa Kaivan tolak. “Yang,” panggil Kaivan menegakan sedikit tubuhnya mengecek keadaan sang istri. “Begah, Mas … Fira juga engap banget, keluh Zhafira dengan mata berkaca-kaca. Semenjak hamil Zhafira memang mudah mengeluarkan air mata membuat Kaivan kalang kabut berusaha agar air mata Zhafira berhenti mengalir. “Coba bobonya sambil duduk, nanti aku benerin posisi tidur kamu kalau kamu udah terlelap.” Kaivan mencoba mencari solusi dengan terlebih dahulu ia menegakan tubuhnya bersandar pada headboard agar Zhafira bisa bersandar di dadanya. Zhafira menurut, dengan ban