“Kamu pucat, Yang … tadi enggak sarapan sih,” tegur Kaivan, tangannya terulur mengusap keringat di pelipis Zhafira setelah mengangkat helm proyek di kepala istrinya.
Mereka sedang berada di salah satu proyek untuk keperluan pengecekan dan koordinasi karena perhari ini pengerjaan resmi di mulai.Zhafira memaksakan sebuah senyum untuk menunjukkan ia baik-baik saja.“Tadi Fira belum lapar, tapi Fira bawa bekal kok Mas di mobil.”Zhafira berdusta, padahal tadi ia muntah-muntah di kamar mandi sehingga terlambat ikut sarapan di meja makan.Dan sebenarnya bukan tidak lapar tapi Zhafira merasakan mual dan begah pada perutnya.Ia sadar selama beberapa hari terakhir terlambat makan sehingga bisa dipastikan asam lambungnya pasti kambuh.Zhafira tidak ingin Kaivan mengetahui hal tersebut.“Ga, bawain bekal di mobil untuk ibu …,” titah Kaivan pada sekertaris Zhafira.“Baik Pak,” sahut pria“Arumi Kamaniya Gunadhya.” Suara sang Papa yang pelan namun terdengar tegas membuat Arumi-bocah berumur lima tahun itu menegang. Arumi sedang bermain di halaman belakang, ia masuk ke dalam rumah untuk mengambil air minum karena udara hari ini sangat panas. Tapi malah bertemu papanya yang baru saja pulang kerja. Dan kenapa sang Papa tampannya memanggil namanya dengan tegas, sudah dipastikan karena telah melihat hasil ujian semester ini. Arumi membalikkan badan, matanya menatap takut-takut sang papa lantas mengumpulkan keberaniannya untuk memberikan senyum sejuta pesona. “Enggak mempan, sayang.” Meski keluar kata ‘sayang’ tapi ekspresi wajah Kaivan terlihat datar. “Duduk sini samping Papa.” Kaivan menepuk Spaces kosong di sofa yang ia duduki. Arumi duduk di samping papanya dengan gerakan lemah gemulai bak seorang princess. Bahkan sempat merapihkan rok belakangnya agar tidak kusu
“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” Seorang wanita dari balik meja resepsionis bertanya. “Selamat siang Bu, saya Zhafira dari Bank BUMN mau bertemu dengan pak Kaivan Gunadhya,” sahut Zhafira menjawab. “Apakah sudah membuat janji sebelumnya?” Wanita itu bertanya lagi. “Sudah,” balas Zhafira disertai senyum. “Silahkan tunggu di sofa sana, nanti akan saya panggil.” Wanita itu menengadahkan tangan ke arah sofa set yang berada di tengah-tengah loby mempersilahkan Zhafira duduk sementara ia akan berkoordinasi dengan sekertaris Bosnya. “Baik, terimakasih.” Zhafira tersenyum kemudian membalikan badan menarik langkah menuju sofa yang dimaksud wanita resepsionis. Semestinya yang datang ke anak perusahaan AG Group ini adalah Branch Manager Priority-nya. Tapi beliau tertahan meeting dengan nasabah prioritas lain sehingga menghubungi Zhafira untuk mewakili karena kadung sudah membuat janji. Zhafira mengedarkan pandangan ke sekeliling loby yang memiliki interior futuristik modern. C
Tok ...Tok ...Suara pintu yang diketuk mengalihkan perhatian Zhafira dari layar televisi yang dipantenginnya semenjak tadi pagi ia membuka mata.Seperti biasa, weekend ini akan Zhafira habiskan menonton drama Korea saja.“Mbak Fira ... Mbak!” panggil suara dari luar sana.Suara yang begitu familiar di telinga Zhafira, siapa lagi kalau bukan pak Nono security kossannya.Malas-malasan Zhafira beranjak dari sofa untuk membuka pintu.“Ada apa, Pak?” Zhafira bertanya dengan tampang malas, gadis itu belum mandi padahal matahari hampir berada di atas kepala.“Ada yang nyari, Mbak ... di depan.” Pak Nono menunjuk ke arah depan tapi terhalang tembok, percuma juga Zhafira menoleh ke sana.“Ya udah suruh masuk aja,” kata Zhafira yang berpikir jika tamu yang dimaksud pak Nono adalah Bella atau Nova, sahabatnya.Mereka terkadang mengunjungi Zhafira tanpa memberitau terlebih dahulu.Bukannya segera pergi, Pak Nono malah memberikan tatapan skeptis.
Dunia Fantasi Ancol menjadi pilihan Kaivan membawa Zhafira pacaran.Benarkan, Kaivan bukan pria nakal yang mungkin akan membawa kekasihnya ke tempat sepi atau bioskop agar bisa mencuri cium.Tapi Kaivan malah membawa Zhafira ke tempat ramai.“Ayo,” ajak Kaivan ketika Zhafira malah mematung sambil menengadah memandang rel roller coaster.Zhafira menggelengkan kepala membayangkan dirinya menaiki wahana extrem tersebut.“Enggak deh, Mas ... Istana Boneka aja yuk!”Zhafira sudah membalikan badan namun tertahan oleh Kaivan yang menggenggam tangannya.Zhafira menurunkan pandangan dan menatap jemarinya yang dilingkupi jemari Kaivan.“Boleh pegang tangan kamu? Kita udah resmi pacaran, kan?” Dua pertanyaan yang secara langsung terlontar dari bibir Kaivan membuat Zhafira mendongak demi bisa menatap wajah pria yang baru ia sadari telah resmi menjadi kekasihnya.“I-iya ... boleh,” jawab Zhafira dengan debaran jantung menggila.Usai mendapat persetujuan, K
Seriusan lo pacaran sama salah satu cowok Gunadhya?” Nova begitu antusias bertanya kepada sahabatnya yang tengah menjadi bahan gosip karena seorang Taipan tampan Negri ini memposting fotonya bersama Zhafira dengan caption ‘My Boo’.Zhafira mengembuskan napasnya, bersandar punggung pada kursi di meja pantry.Sudah Zhafira duga jika berita tersebut akan cepat tersebar karena terpaksa ia memposting ulang story Kaivan untuk menghargai pria itu.Keduanya sedang meracik kopi untuk menambah semangat memulai hari.“Harusnya kemarin itu kamu aja yang ketemu pak Kaivan di kantornya.” Bukannya senang, Zhafira malah tampak terbebani.Siapa yang tidak jika ia masih belum yakin juga dengan niat Kaivan yang ingin menjadikannya seorang istri.Zhafira tidak ingin berujung sakit hati.“Kalau gue yang datang ketemu pak Kaivan, nanti jodoh kalian tersesat.” Nova berkelakar.“Morning galz ....” Bella masuk dengan raut wajah ceria seperti biasa.“Kalian liat enggak ken
Tepat pukul empat sore ketika jam kerja telah selesai, pintu depan kantor Zhafira dibuka lebar oleh dua orang security di kiri dan kanannya.Seisi kantor geger karena Kaivan datang bersama beberapa orang pria.Yang satu membawa satu buket bunga, yang satunya lagi sedang menabur kelopak bunga mawar di sekeling tempat Kaivan berdiri.Dan ada satu pria membawa kamera film sepertinya mereka akan melakukan syuting.Pak Wisnu keluar dari ruangannya, bibir pria itu tersenyum melihat Kaivan karena Kaivan sudah meminta ijin kepada beliau.Sedangkan para karyawan yang lain tampak melongo bingung termasuk Bella dan Nova.Saat itu Zhafira sedang berada di pantry untuk membuat kopi.“Bu Fira, sebaiknya Bu Fira ke Banking Hall sekarang,” kata pak Wawan-sang OB.“Ada apa memang, Pak? Ada nasabah yang marah-marah lagi?” tebak Zhafira asal seraya mengaduk kopinya.“Bukan ... duh, itu ... aduh, Bu ... mending Ibu liat sendiri.” Pak Waw
Hari jum’at sore Kaivan dan Zhafira bertolak ke Surabaya, mereka menggunakan pesawat komersil dan tiba di Bandara tepat waktu. “Fir, kita langsung ke hotel ya ... ayah sama bunda udah sampe di hotel, nanti kamu mandi dulu trus kita makan malam bareng mereka sekaligus aku kenalin kamu sama mereka.” Kaivan membacakan jadwal acara mereka malam ini dan mendengar ayah bunda disebut membuat Zhafira gugup. “Kalau mereka enggak suka Fira gimana, Mas?” Zhafira bertanya pelan seiring langkahnya terseok menyamakan langkah Kaivan. “Mereka suka sama kamu, kok ... buktinya mereka enggak menolak waktu aku minta waktu mereka datang ke Surabaya untuk meminta restu papa kamu.” Kaivan meraih tangan Zhafira kemudian menggenggamnya erat. “Jangan over thinking lagi ya, sejauh ini jalan kita mulus ... tinggal kita lalui aja,” ujar Kaivan menenangkan. Meski sebenarnya hati Zhafira masih saja gundah, banyak yang Zhafira cema
Narendra dan Aura sudah menikahkan empat anaknya, jadi mereka sudah terbiasa memperlakukan besannya dengan baik. Seperti saat ini, walau semestinya papa dari Zhafira yang menjamu calon menantu dan calon besan tapi malah Narendra dan Aura yang memfasilitasi pertemuan tersebut. Bagi mereka tidak masalah siapa yang harus menjamu, yang terpenting adalah anaknya bisa hidup bahagia dengan gadis yang dicintai. Sebuah resto mewah di hotel tersebut menjadi pilihan Aura bertemu calon besan. Herry-papanya Zhafira datang tepat waktu bersama istri dan kedua anaknya yang masih kecil-kecil. Narendra dan Aura menyambut kedatangan calon besan dengan sangat ramah dan tangan terbuka. “Saya Narendra dan ini istri saya Aura,” kata Narendra memperkenalkan diri lebih dulu. “Saya Herry dan ini Arum istri saya lalu dua anak saya Zivanya dan Zahra.” Gantian Herry memperkenalkan diri. Keduanya saling berjabat tanga