Beranda / Romansa / Nikah Yuk! / Ajakan Berkencan

Share

Ajakan Berkencan

Tok ...

Tok ...

Suara pintu yang diketuk mengalihkan perhatian Zhafira dari layar televisi yang dipantenginnya semenjak tadi pagi ia membuka mata.

Seperti biasa, weekend ini akan Zhafira habiskan menonton drama Korea saja.

“Mbak Fira ... Mbak!” panggil suara dari luar sana.

Suara yang begitu familiar di telinga Zhafira, siapa lagi kalau bukan pak Nono security kossannya.

Malas-malasan Zhafira beranjak dari sofa untuk membuka pintu.

“Ada apa, Pak?” Zhafira bertanya dengan tampang malas, gadis itu belum mandi padahal matahari hampir berada di atas kepala.

“Ada yang nyari, Mbak ... di depan.” Pak Nono menunjuk ke arah depan tapi terhalang tembok, percuma juga Zhafira menoleh ke sana.

“Ya udah suruh masuk aja,” kata Zhafira yang berpikir jika tamu yang dimaksud pak Nono adalah Bella atau Nova, sahabatnya.

Mereka terkadang mengunjungi Zhafira tanpa memberitau terlebih dahulu.

Bukannya segera pergi, Pak Nono malah memberikan tatapan skeptis.

“Tapi jangan macem-macem ya, Mbak.” Sang security memperingati.

Zhafira menyengir, ingat kejadian akhir minggu lalu di mana ia, Nova dan Bella membuat gaduh di dalam kamar kossan dengan suara tawa dan jeritan karena saat itu dua tokoh utama dari drama Korea yang mereka tonton sedang beradegan unboxing.

“Enggak, Pak! Janji.” Zhafira mengangkat kedua jarinya.

Pak Nono masih memberikan delikan peringatan tapi tak ayal pergi juga untuk memberi ijin masuk kepada tamu Zhafira.

Zhafira membiarkan pintu kossannya setengah terbuka untuk sang tamu.

Sementara dirinya menuju mini kitchen di kamar kossan yang cukup luas itu untuk mengambil air mineral dari dalam kulkas.

“Fira.” Suara berat seorang laki-laki memanggilnya membuat tubuh Zhafira yang sedang memunggungi pintu menegang dengan mata terbelalak.

Sambil menahan napasnya Zhafira memutar badan secara perlahan dan mendapati Kaivan—di kamar kossannya, sangat tampan dengan pakaian casual.

Tidak kalah mempesona seperti ketika pria itu mengenakan kemeja dan dasi saat mereka bertemu di kantor Kaivan beberapa hari lalu.

Zhafira terbatuk karena tersedak air mineral yang ia minum.

“Minumnya pelan-pelan,” ujar Kaivan seraya memburu Zhafira dan memberikan tepukan pelan di punggung.

Kai meraih gelas yang dipegang Zhafira lantas menekan tombol pada dispenser untuk mengisinya kembali dan mendekatkannya ke bibir Zhafira.

Di tengah-tengah batuk terpaksa Zhafira meminum sedikit air yang diberikan Kai, ajaibnya batuk Zhafira mereda.

“P-pak Kaivan ... ngapain ke sini?” Zhafira akhirnya bisa melontarkan pertanyaan.

“Mau pacaran sama kamu, kata kamu waktu itu kita enggak saling mengenal jadi ... Yuk! Kita pacaran, biar kita bisa saling mengenal sebelum menikah.”

Kaivan mengatakannya begitu santai tanpa beban, senyumnya lebar, wajahnya juga berseri meski begitu nada suaranya terdengar penuh keyakinan.

Zhafira melongo takjub, sang Taipan tampan ini ternyata tidak menyerah.

Ia pikir Kaivan hanya main-main dengan ucapannya beberapa hari lalu.

“By the way, kamu cantik pake piyama teddy bear.”

Detik berikutnya Zhafira berlari ke kamar mandi lalu menutup pintunya rapat-rapat, baru menyadri jika tampilannya sangat mengerikan, belum mandi, muka bantal tanpa makeup karena baru bangun tidur.

“Pak Kaivan, boleh tunggu di luar enggak? Saya mau mandi dulu.”

Zhafira berteriak dari dalam kamar mandi membuat Kaivan terkekeh.

Pria itu bergerak mendekati pintu kamar mandi setelah sebelumnya menyambar satu-satunya handuk yang terdapat di jemuran mini di dekat pantry.

“Oke, saya tunggu di luar ... dandan yang cantik ya, kita jalan-jalan ... oh ya, handuknya aku gantung di knop pintu,” balas Kaivan di depan pintu kamar mandi.

Pria itu begitu pengertian.

“I-iya ....” Zhafira menjawab terbata dengan sangat pelan tapi suara gemanya masih terdengar oleh Kaivan.

Kaivan tersenyum simpul lantas memutar badan dan menarik langkah keluar kamar namun langkahnya terhenti di tengah-tengah kamar saat melihat banyak poster memenuhi dinding meja kerja Zhafira.

Poster-poster tersebut adalah foto dari boyband Korea yang tengah digandrungi oleh anak muda di seluruh Negri.

Ada juga poster dari aktor-aktor tampan Korea.

“Berarti aku tipe kamu ya, Fir.” Kaivan bergumam, merasa bangga karena banyak yang mengatakan jika dirinya mirip aktor Korea.

Pria itu lantas keluar dari kamar Zhafira untuk menunggunya.

Di dalam kamar mandi, Zhafira bergegas menuntaskan urusannya agar Kaivan tidak terlalu lama menunggu.

Zhafira membuka pintu kamar mandi perlahan lalu mengintip ke dalam kamar, khawatir Kaivan masih berada di kamarnya tapi nyatanya kamar itu sepi tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.

Setelah memastikan situasi aman, Zhafira keluar lalu mengunci pintu kamar.

Ia mulai memilih pakaian terbaik yang ia punya untuk nge-date bersama Kaivan hari ini.

Sengaja Zhafira juga berdandan cantik sesuai permintaan Kaivan.

Kenapa Zhafira jadi mengikuti ucapan Kaivan?

Apakah ia mulai menaruh hati kepada Kaivan?

Zhafira tertawa sumbang sambil menatap cermin. “Enggak mungkin ... jangan sampai kamu jatuh cinta sama dia, nanti kamu kecewa, Fira.”

Zhafira bermonolog.

“Trus kenapa kamu pake baju bagus dan dandan cantik, secara enggak langsung kamu menerima ajakan pacaran dari pak Kaivan.” Hati kecil Zhafira mengomentari.

“Trus kalau aku nolak dan pak Kaivan kecewa dan menarik semua dananya gimana? Kamu mau tanggung jawab!”

Zhafira berkata sambil menunjuk pantulan dirinya di dalam cermin.

Ya, hanya itu alasan Zhafira mau mengikuti keinginan Kaivan untuk saat ini.

Urusan menikah ia akan membujuk pria itu agar menggunakan akal sehatnya.

Zhafira keluar dari kamar kossan dan langsung mendapati Kaivan berdiri sendirian menunggunya.

Lagi-lagi netra Kaivan lancang, menatap takjub Zhafira dengan senyum penuh kekaguman.

Padahal Zhafira hanya menggunakan celana jeans dengan blouse putih yang senada dengan kemeja Kaivan, tas etnik dan sendal.

Kesan santai tapi rapih melekat pada outfit of the day Zhafira hari ini.

“Kenapa Pak Kaivan enggak nunggu di ruang tunggu?” Zhafira jadi tidak enak hati.

“Ruang tunggu ada di bagian kanan gedung dan parkiran ada dibagian kiri gedung ini, aku takut kamu jalan capek nyariin aku ... jadi, aku nunggu di sini aja yang keliatan sama kamu pas keluar kamar.”

Zhafira mengerjap, debaran jantungnya kembali terasa tidak biasa.

Alasan Kaivan membuat hati Zhafira meleleh selain pria itu telah mengganti sapaan untuk dirinya sendiri menjadi lebih santai.

***

“Pak Kaivan tau dari mana alamat kossan saya?”

Zhafira bertanya setelah keduanya berada di dalam mobil, hanya untuk menguar canggung karena beberapa saat hanya hening yang terjadi di antara mereka.

Disertai senyum, sambil mengemudi—Kaivan menoleh sekilas.

“Dari pak Wisnu, aku bersedia menempatkan dana di produk yang kamu tawarkan kemarin dengan syarat beliau memberikan alamat kamu.”

Mendengar hal itu membuat bibir Zhafira mengerucut.

“Dasar Branch Manager lucknut, masa CS-nya dikorbanin,” batin Zhafira mengerutu.

“Jangan marah sama pak Wisnu, aku enggak jahat kok ... cuma mau nikahin kamu, bahagiain kamu.”

Lagi, Kaivan mengutarakan niatnya.

Pak Wisnu juga mempromosikan Kaivan habis-habisan, dan yang Zhafira dengar—dari keempat saudaranya, hanya Kaivan yang terkenal paling ramah juga memiliki kepribadian yang baik.

Kaivan jarang mengunjungi club malam kecuali jika ada acara ulang tahun temannya.

Tapi ramah dan baik saja tidak cukup untuk membuat Zhafira percaya bila Kaivan bersungguh-sungguh dengan perasaannya.

Kali ini Zhafira resmi memusatkan perhatiannya kepada Kaivan dengan cara menyerongkan sedikit posisi duduk menghadap pria itu.

“Pak, jujur Fir—“

“Panggil Mas aja ... aku belum bapak-bapak.” Kaivan menyela.

Apalagi ini?

Ya mana mungkin Zhafira memanggil nasabah prioritasnya dengan sebutan ‘Mas’.

“Tapi, Pak ... Pak Kai—“

“Fira, tolong hargai permintaan aku.” Kaivan mengatakannya dengan penekanan.

Zhafira tidak ingin membuat Kaivan kesal tapi ia juga tidak tau caranya bagaimana membuat pria itu berhenti berkata ingin menikahinya.

“Oke ... Mas ...,” kata Zhafira yang malah menyandarkan punggung tidak jadi melanjutkan kalimatnya tadi.

Suara Kaivan yang penuh penekanan membuat Zhafira tersadar jika Kaivan berada di Kasta yang jauh di atasnya dan Zhafira harus mengikuti keinginan Kaivan jika masih ingin memiliki bonus besar tahun ini.

Baru Kaivan—nasabah prioritas pegangan Zhafira yang keras kepala dan tukang maksa sehingga Zhafira tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti keinginan pria itu.

Nasabah yang lain, meski sama juga pernah menggodanya tapi mereka mengerti jika Zhafira memberikan batasan.

“Kamu mau ngomong apa tadi?” Kaivan bertanya, penasaran dengan apa yang ingin disampaikan Zhafira barusan sebelum ia menyela.

Zhafira menggelengkan kepala lemah. “Enggak jadi,” katanya kemudian.

Kaivan jadi merasa bersalah, mungkin karena selama ini ia telah bersikap mendominasi sehingga Zhafira lelah.

“Fir, aku tuh serius sama ucapan aku waktu itu dan sekarang bisa enggak kamu buka hati kamu dan biarkan aku membuktikannya?”

Jalan di depan sana mulai macet, Kaivan menginjak pedal remnya untuk menghentikan laju kendaraan.

Pria itu menoleh dengan sedikit menyerongkan tubuhnya agar bisa menatap wajah Zhafira.

“Kamu punya pacar ya?” Kaivan bertanya padahal belum sempat Zhafira menanggapi pernyataannya barusan.

“Enggak, Pak ... eh, Mas ... bukan gitu tapi rasanya aneh, kita baru ketemu trus masa Mas Kaivan langsung ngajakin nikah.” Untuk kesekian kalinya pemikiran itu Zhafira utarakan.

“Ini kita lagi pacaran ‘kan, Fir ... kamu bisa cari tau tentang saya mulai dari sekarang ... jadi, jangan cemberut ya ....”

“Pacaran? Memangnya kapan Mas Kaivan nembak Fira?”

Kaivan mengulum senyum, seenggaknya Zhafira sudah mengubah panggilan untuk dirinya sendiri menjadi lebih santai.

“Oke.” Kaivan berdekhem. “Zhafira Malaika, mau ya jadi pacar aku ... please ... please ... please.”

Kaivan sampai mengerutkan wajah dan menyimpan kedua tangan di depan dada seperti anak kecil ketika meminta Zhafira menjadi kekasihnya membuat Zhafira tertawa pelan.

Mana bisa Zhafira melakukan penolakan, kapan lagi bisa pacaran dengan pria tampan mirip aktor Korea nan kaya raya.

Zhafira akhirnya mengangguk, memberi kesempatan kepada Kaivan untuk membuktikan keseriusannya tapi tidak serta merta membuat Zhafira dengan mudah membuka hati.

Kaivan harus berusaha keras meyakinkan Zhafira.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status