Tok ...
Tok ...Suara pintu yang diketuk mengalihkan perhatian Zhafira dari layar televisi yang dipantenginnya semenjak tadi pagi ia membuka mata.Seperti biasa, weekend ini akan Zhafira habiskan menonton drama Korea saja.“Mbak Fira ... Mbak!” panggil suara dari luar sana.Suara yang begitu familiar di telinga Zhafira, siapa lagi kalau bukan pak Nono security kossannya.Malas-malasan Zhafira beranjak dari sofa untuk membuka pintu.“Ada apa, Pak?” Zhafira bertanya dengan tampang malas, gadis itu belum mandi padahal matahari hampir berada di atas kepala.“Ada yang nyari, Mbak ... di depan.” Pak Nono menunjuk ke arah depan tapi terhalang tembok, percuma juga Zhafira menoleh ke sana.“Ya udah suruh masuk aja,” kata Zhafira yang berpikir jika tamu yang dimaksud pak Nono adalah Bella atau Nova, sahabatnya.Mereka terkadang mengunjungi Zhafira tanpa memberitau terlebih dahulu.Bukannya segera pergi, Pak Nono malah memberikan tatapan skeptis.“Tapi jangan macem-macem ya, Mbak.” Sang security memperingati.Zhafira menyengir, ingat kejadian akhir minggu lalu di mana ia, Nova dan Bella membuat gaduh di dalam kamar kossan dengan suara tawa dan jeritan karena saat itu dua tokoh utama dari drama Korea yang mereka tonton sedang beradegan unboxing.“Enggak, Pak! Janji.” Zhafira mengangkat kedua jarinya.Pak Nono masih memberikan delikan peringatan tapi tak ayal pergi juga untuk memberi ijin masuk kepada tamu Zhafira.Zhafira membiarkan pintu kossannya setengah terbuka untuk sang tamu.Sementara dirinya menuju mini kitchen di kamar kossan yang cukup luas itu untuk mengambil air mineral dari dalam kulkas.“Fira.” Suara berat seorang laki-laki memanggilnya membuat tubuh Zhafira yang sedang memunggungi pintu menegang dengan mata terbelalak.Sambil menahan napasnya Zhafira memutar badan secara perlahan dan mendapati Kaivan—di kamar kossannya, sangat tampan dengan pakaian casual.Tidak kalah mempesona seperti ketika pria itu mengenakan kemeja dan dasi saat mereka bertemu di kantor Kaivan beberapa hari lalu.Zhafira terbatuk karena tersedak air mineral yang ia minum.“Minumnya pelan-pelan,” ujar Kaivan seraya memburu Zhafira dan memberikan tepukan pelan di punggung.Kai meraih gelas yang dipegang Zhafira lantas menekan tombol pada dispenser untuk mengisinya kembali dan mendekatkannya ke bibir Zhafira.Di tengah-tengah batuk terpaksa Zhafira meminum sedikit air yang diberikan Kai, ajaibnya batuk Zhafira mereda.“P-pak Kaivan ... ngapain ke sini?” Zhafira akhirnya bisa melontarkan pertanyaan.“Mau pacaran sama kamu, kata kamu waktu itu kita enggak saling mengenal jadi ... Yuk! Kita pacaran, biar kita bisa saling mengenal sebelum menikah.”Kaivan mengatakannya begitu santai tanpa beban, senyumnya lebar, wajahnya juga berseri meski begitu nada suaranya terdengar penuh keyakinan.Zhafira melongo takjub, sang Taipan tampan ini ternyata tidak menyerah.Ia pikir Kaivan hanya main-main dengan ucapannya beberapa hari lalu.“By the way, kamu cantik pake piyama teddy bear.”Detik berikutnya Zhafira berlari ke kamar mandi lalu menutup pintunya rapat-rapat, baru menyadri jika tampilannya sangat mengerikan, belum mandi, muka bantal tanpa makeup karena baru bangun tidur.“Pak Kaivan, boleh tunggu di luar enggak? Saya mau mandi dulu.”Zhafira berteriak dari dalam kamar mandi membuat Kaivan terkekeh.Pria itu bergerak mendekati pintu kamar mandi setelah sebelumnya menyambar satu-satunya handuk yang terdapat di jemuran mini di dekat pantry.“Oke, saya tunggu di luar ... dandan yang cantik ya, kita jalan-jalan ... oh ya, handuknya aku gantung di knop pintu,” balas Kaivan di depan pintu kamar mandi.Pria itu begitu pengertian.“I-iya ....” Zhafira menjawab terbata dengan sangat pelan tapi suara gemanya masih terdengar oleh Kaivan.Kaivan tersenyum simpul lantas memutar badan dan menarik langkah keluar kamar namun langkahnya terhenti di tengah-tengah kamar saat melihat banyak poster memenuhi dinding meja kerja Zhafira.Poster-poster tersebut adalah foto dari boyband Korea yang tengah digandrungi oleh anak muda di seluruh Negri.Ada juga poster dari aktor-aktor tampan Korea.“Berarti aku tipe kamu ya, Fir.” Kaivan bergumam, merasa bangga karena banyak yang mengatakan jika dirinya mirip aktor Korea.Pria itu lantas keluar dari kamar Zhafira untuk menunggunya.Di dalam kamar mandi, Zhafira bergegas menuntaskan urusannya agar Kaivan tidak terlalu lama menunggu.Zhafira membuka pintu kamar mandi perlahan lalu mengintip ke dalam kamar, khawatir Kaivan masih berada di kamarnya tapi nyatanya kamar itu sepi tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.Setelah memastikan situasi aman, Zhafira keluar lalu mengunci pintu kamar.Ia mulai memilih pakaian terbaik yang ia punya untuk nge-date bersama Kaivan hari ini.Sengaja Zhafira juga berdandan cantik sesuai permintaan Kaivan.Kenapa Zhafira jadi mengikuti ucapan Kaivan?Apakah ia mulai menaruh hati kepada Kaivan?Zhafira tertawa sumbang sambil menatap cermin. “Enggak mungkin ... jangan sampai kamu jatuh cinta sama dia, nanti kamu kecewa, Fira.”Zhafira bermonolog.“Trus kenapa kamu pake baju bagus dan dandan cantik, secara enggak langsung kamu menerima ajakan pacaran dari pak Kaivan.” Hati kecil Zhafira mengomentari.“Trus kalau aku nolak dan pak Kaivan kecewa dan menarik semua dananya gimana? Kamu mau tanggung jawab!”Zhafira berkata sambil menunjuk pantulan dirinya di dalam cermin.Ya, hanya itu alasan Zhafira mau mengikuti keinginan Kaivan untuk saat ini.Urusan menikah ia akan membujuk pria itu agar menggunakan akal sehatnya.Zhafira keluar dari kamar kossan dan langsung mendapati Kaivan berdiri sendirian menunggunya.Lagi-lagi netra Kaivan lancang, menatap takjub Zhafira dengan senyum penuh kekaguman.Padahal Zhafira hanya menggunakan celana jeans dengan blouse putih yang senada dengan kemeja Kaivan, tas etnik dan sendal.Kesan santai tapi rapih melekat pada outfit of the day Zhafira hari ini.“Kenapa Pak Kaivan enggak nunggu di ruang tunggu?” Zhafira jadi tidak enak hati.“Ruang tunggu ada di bagian kanan gedung dan parkiran ada dibagian kiri gedung ini, aku takut kamu jalan capek nyariin aku ... jadi, aku nunggu di sini aja yang keliatan sama kamu pas keluar kamar.”Zhafira mengerjap, debaran jantungnya kembali terasa tidak biasa.Alasan Kaivan membuat hati Zhafira meleleh selain pria itu telah mengganti sapaan untuk dirinya sendiri menjadi lebih santai.***“Pak Kaivan tau dari mana alamat kossan saya?”Zhafira bertanya setelah keduanya berada di dalam mobil, hanya untuk menguar canggung karena beberapa saat hanya hening yang terjadi di antara mereka.Disertai senyum, sambil mengemudi—Kaivan menoleh sekilas.“Dari pak Wisnu, aku bersedia menempatkan dana di produk yang kamu tawarkan kemarin dengan syarat beliau memberikan alamat kamu.”Mendengar hal itu membuat bibir Zhafira mengerucut.“Dasar Branch Manager lucknut, masa CS-nya dikorbanin,” batin Zhafira mengerutu.“Jangan marah sama pak Wisnu, aku enggak jahat kok ... cuma mau nikahin kamu, bahagiain kamu.”Lagi, Kaivan mengutarakan niatnya.Pak Wisnu juga mempromosikan Kaivan habis-habisan, dan yang Zhafira dengar—dari keempat saudaranya, hanya Kaivan yang terkenal paling ramah juga memiliki kepribadian yang baik.Kaivan jarang mengunjungi club malam kecuali jika ada acara ulang tahun temannya.Tapi ramah dan baik saja tidak cukup untuk membuat Zhafira percaya bila Kaivan bersungguh-sungguh dengan perasaannya.Kali ini Zhafira resmi memusatkan perhatiannya kepada Kaivan dengan cara menyerongkan sedikit posisi duduk menghadap pria itu.“Pak, jujur Fir—““Panggil Mas aja ... aku belum bapak-bapak.” Kaivan menyela.Apalagi ini?Ya mana mungkin Zhafira memanggil nasabah prioritasnya dengan sebutan ‘Mas’.“Tapi, Pak ... Pak Kai—““Fira, tolong hargai permintaan aku.” Kaivan mengatakannya dengan penekanan.Zhafira tidak ingin membuat Kaivan kesal tapi ia juga tidak tau caranya bagaimana membuat pria itu berhenti berkata ingin menikahinya.“Oke ... Mas ...,” kata Zhafira yang malah menyandarkan punggung tidak jadi melanjutkan kalimatnya tadi.Suara Kaivan yang penuh penekanan membuat Zhafira tersadar jika Kaivan berada di Kasta yang jauh di atasnya dan Zhafira harus mengikuti keinginan Kaivan jika masih ingin memiliki bonus besar tahun ini.Baru Kaivan—nasabah prioritas pegangan Zhafira yang keras kepala dan tukang maksa sehingga Zhafira tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti keinginan pria itu.Nasabah yang lain, meski sama juga pernah menggodanya tapi mereka mengerti jika Zhafira memberikan batasan.“Kamu mau ngomong apa tadi?” Kaivan bertanya, penasaran dengan apa yang ingin disampaikan Zhafira barusan sebelum ia menyela.Zhafira menggelengkan kepala lemah. “Enggak jadi,” katanya kemudian.Kaivan jadi merasa bersalah, mungkin karena selama ini ia telah bersikap mendominasi sehingga Zhafira lelah.“Fir, aku tuh serius sama ucapan aku waktu itu dan sekarang bisa enggak kamu buka hati kamu dan biarkan aku membuktikannya?”Jalan di depan sana mulai macet, Kaivan menginjak pedal remnya untuk menghentikan laju kendaraan.Pria itu menoleh dengan sedikit menyerongkan tubuhnya agar bisa menatap wajah Zhafira.“Kamu punya pacar ya?” Kaivan bertanya padahal belum sempat Zhafira menanggapi pernyataannya barusan.“Enggak, Pak ... eh, Mas ... bukan gitu tapi rasanya aneh, kita baru ketemu trus masa Mas Kaivan langsung ngajakin nikah.” Untuk kesekian kalinya pemikiran itu Zhafira utarakan.“Ini kita lagi pacaran ‘kan, Fir ... kamu bisa cari tau tentang saya mulai dari sekarang ... jadi, jangan cemberut ya ....”“Pacaran? Memangnya kapan Mas Kaivan nembak Fira?”Kaivan mengulum senyum, seenggaknya Zhafira sudah mengubah panggilan untuk dirinya sendiri menjadi lebih santai.“Oke.” Kaivan berdekhem. “Zhafira Malaika, mau ya jadi pacar aku ... please ... please ... please.”Kaivan sampai mengerutkan wajah dan menyimpan kedua tangan di depan dada seperti anak kecil ketika meminta Zhafira menjadi kekasihnya membuat Zhafira tertawa pelan.Mana bisa Zhafira melakukan penolakan, kapan lagi bisa pacaran dengan pria tampan mirip aktor Korea nan kaya raya.Zhafira akhirnya mengangguk, memberi kesempatan kepada Kaivan untuk membuktikan keseriusannya tapi tidak serta merta membuat Zhafira dengan mudah membuka hati.Kaivan harus berusaha keras meyakinkan Zhafira.Dunia Fantasi Ancol menjadi pilihan Kaivan membawa Zhafira pacaran.Benarkan, Kaivan bukan pria nakal yang mungkin akan membawa kekasihnya ke tempat sepi atau bioskop agar bisa mencuri cium.Tapi Kaivan malah membawa Zhafira ke tempat ramai.“Ayo,” ajak Kaivan ketika Zhafira malah mematung sambil menengadah memandang rel roller coaster.Zhafira menggelengkan kepala membayangkan dirinya menaiki wahana extrem tersebut.“Enggak deh, Mas ... Istana Boneka aja yuk!”Zhafira sudah membalikan badan namun tertahan oleh Kaivan yang menggenggam tangannya.Zhafira menurunkan pandangan dan menatap jemarinya yang dilingkupi jemari Kaivan.“Boleh pegang tangan kamu? Kita udah resmi pacaran, kan?” Dua pertanyaan yang secara langsung terlontar dari bibir Kaivan membuat Zhafira mendongak demi bisa menatap wajah pria yang baru ia sadari telah resmi menjadi kekasihnya.“I-iya ... boleh,” jawab Zhafira dengan debaran jantung menggila.Usai mendapat persetujuan, K
Seriusan lo pacaran sama salah satu cowok Gunadhya?” Nova begitu antusias bertanya kepada sahabatnya yang tengah menjadi bahan gosip karena seorang Taipan tampan Negri ini memposting fotonya bersama Zhafira dengan caption ‘My Boo’.Zhafira mengembuskan napasnya, bersandar punggung pada kursi di meja pantry.Sudah Zhafira duga jika berita tersebut akan cepat tersebar karena terpaksa ia memposting ulang story Kaivan untuk menghargai pria itu.Keduanya sedang meracik kopi untuk menambah semangat memulai hari.“Harusnya kemarin itu kamu aja yang ketemu pak Kaivan di kantornya.” Bukannya senang, Zhafira malah tampak terbebani.Siapa yang tidak jika ia masih belum yakin juga dengan niat Kaivan yang ingin menjadikannya seorang istri.Zhafira tidak ingin berujung sakit hati.“Kalau gue yang datang ketemu pak Kaivan, nanti jodoh kalian tersesat.” Nova berkelakar.“Morning galz ....” Bella masuk dengan raut wajah ceria seperti biasa.“Kalian liat enggak ken
Tepat pukul empat sore ketika jam kerja telah selesai, pintu depan kantor Zhafira dibuka lebar oleh dua orang security di kiri dan kanannya.Seisi kantor geger karena Kaivan datang bersama beberapa orang pria.Yang satu membawa satu buket bunga, yang satunya lagi sedang menabur kelopak bunga mawar di sekeling tempat Kaivan berdiri.Dan ada satu pria membawa kamera film sepertinya mereka akan melakukan syuting.Pak Wisnu keluar dari ruangannya, bibir pria itu tersenyum melihat Kaivan karena Kaivan sudah meminta ijin kepada beliau.Sedangkan para karyawan yang lain tampak melongo bingung termasuk Bella dan Nova.Saat itu Zhafira sedang berada di pantry untuk membuat kopi.“Bu Fira, sebaiknya Bu Fira ke Banking Hall sekarang,” kata pak Wawan-sang OB.“Ada apa memang, Pak? Ada nasabah yang marah-marah lagi?” tebak Zhafira asal seraya mengaduk kopinya.“Bukan ... duh, itu ... aduh, Bu ... mending Ibu liat sendiri.” Pak Waw
Hari jum’at sore Kaivan dan Zhafira bertolak ke Surabaya, mereka menggunakan pesawat komersil dan tiba di Bandara tepat waktu. “Fir, kita langsung ke hotel ya ... ayah sama bunda udah sampe di hotel, nanti kamu mandi dulu trus kita makan malam bareng mereka sekaligus aku kenalin kamu sama mereka.” Kaivan membacakan jadwal acara mereka malam ini dan mendengar ayah bunda disebut membuat Zhafira gugup. “Kalau mereka enggak suka Fira gimana, Mas?” Zhafira bertanya pelan seiring langkahnya terseok menyamakan langkah Kaivan. “Mereka suka sama kamu, kok ... buktinya mereka enggak menolak waktu aku minta waktu mereka datang ke Surabaya untuk meminta restu papa kamu.” Kaivan meraih tangan Zhafira kemudian menggenggamnya erat. “Jangan over thinking lagi ya, sejauh ini jalan kita mulus ... tinggal kita lalui aja,” ujar Kaivan menenangkan. Meski sebenarnya hati Zhafira masih saja gundah, banyak yang Zhafira cema
Narendra dan Aura sudah menikahkan empat anaknya, jadi mereka sudah terbiasa memperlakukan besannya dengan baik. Seperti saat ini, walau semestinya papa dari Zhafira yang menjamu calon menantu dan calon besan tapi malah Narendra dan Aura yang memfasilitasi pertemuan tersebut. Bagi mereka tidak masalah siapa yang harus menjamu, yang terpenting adalah anaknya bisa hidup bahagia dengan gadis yang dicintai. Sebuah resto mewah di hotel tersebut menjadi pilihan Aura bertemu calon besan. Herry-papanya Zhafira datang tepat waktu bersama istri dan kedua anaknya yang masih kecil-kecil. Narendra dan Aura menyambut kedatangan calon besan dengan sangat ramah dan tangan terbuka. “Saya Narendra dan ini istri saya Aura,” kata Narendra memperkenalkan diri lebih dulu. “Saya Herry dan ini Arum istri saya lalu dua anak saya Zivanya dan Zahra.” Gantian Herry memperkenalkan diri. Keduanya saling berjabat tanga
“Kamu baik-baik aja?” Kaivan bertanya karena ia lihat Zhafira menjadi sangat pendiam semenjak mengantar kedua orang tuanya hingga lobby.Zhafira menganggukan kepala sambil memaksakan senyum.Tapi Kaivan tau jika ada yang sesuatu yang mengganjal di hati dan benak Zhafira.Kaivan membuka pintu kamar suitenya, seperti di Surabaya—ia juga mencari hotel yang memiliki kamar suite atau Familly room yang memiliki dua kamar agar bisa selalu dekat dengan Zhafira meski pada kenyataannya Zhafira lebih suka mengurung diri di kamar.Mereka bermaksud membawa koper sebelum meninggalkan hotel untuk kembali ke Jakarta yang akan dilakukan melalui perjalanan darat karena sang driver beserta mobil dikabarkan sudah standby di parkiran.“Fir,” panggil Kaivan membuat langkah Zhafira yang hendak masuk ke dalam kamar terhenti.Kaivan mendekat menyusul Zhafira dan ketika Zhafira berbalik ia mendapati Kaivan begitu dekat hingga saat mendongak, hembusan napas Kaivan l
Hampir setiap hari Zhafira dijemput Kaivan dari kantor.Seperti malam ini, Kaivan mengatakan hendak membawa Zhafira makan malam tapi bukan disebuah resto melainkan di rumah kakek dan nenek dari pihak bundanya.Monica-sang nenek dan Edward-kakek dari pihak Bundanya meminta Kaivan membawa Zhafira untuk makan malam di rumah mereka.“Ya ampun, ada bidadari Mi ... itu bidadari ‘kan Mi!” Edward berseru saat melihat seorang gadis cantik masuk ke dalam rumahnya digandeng oleh Kaivan.Bibir Monica mencebik disertai delikan tajam membunuh.“Grandpa ... Grandma, kenalin ... ini Fira, calon istri Kai.”Untuk yang kedua kalinya Zhafira merasa kesal karena Kai tidak mengatakan apapun tentang acara makan malam bersama keluarga.Zhafira tidak memiliki waktu mempersiapkan dirinya bertemu mereka.Ingin memprotes pun percuma karena ia dan Kaivan sudah berada di sini.“Ini sih seleraku,” celetuk Edward mengikuti slogan seb
Pagi ini Zhafira tidur dengan nyenyak setelah tadi malam berkumpul dengan para ipar dan kerabat suaminya. Mereka membuat bridal shower untuk Zhafira dan dari sana Zhafira yakin jika keluarga suaminya memang baik dan menerimanya dengan terbuka meski ia bukan dari keluarga Konglomerat seperti mereka. Kaivan juga sudah berjuang sejauh ini, rasanya tidak adil jika Zhafira menyerah hanya khawatir dengan prasangka maupun judge yang mungkin diberikan salah satu keluarga Kaivan. Zhafira menatap dirinya di cermin, pakaian adat berbahan brukat telah membalut tubuhnya dengan sempurna ditambah mahkota ciri khas tanah kelahirannya bertengger di kepala begitu mewah dengan butiran batu kristal. Rangkaian bunga melati tersampir di pundaknya menjadi ciri khas pengantin adat Sunda. Bibir Zhafira tersenyum tipis, puas dengan maha karya MUA dari tim wedding organizer. Kaivan memang tidak main-main ketika mengatakan ingin menikah se
“Arumi Kamaniya Gunadhya.” Suara sang Papa yang pelan namun terdengar tegas membuat Arumi-bocah berumur lima tahun itu menegang. Arumi sedang bermain di halaman belakang, ia masuk ke dalam rumah untuk mengambil air minum karena udara hari ini sangat panas. Tapi malah bertemu papanya yang baru saja pulang kerja. Dan kenapa sang Papa tampannya memanggil namanya dengan tegas, sudah dipastikan karena telah melihat hasil ujian semester ini. Arumi membalikkan badan, matanya menatap takut-takut sang papa lantas mengumpulkan keberaniannya untuk memberikan senyum sejuta pesona. “Enggak mempan, sayang.” Meski keluar kata ‘sayang’ tapi ekspresi wajah Kaivan terlihat datar. “Duduk sini samping Papa.” Kaivan menepuk Spaces kosong di sofa yang ia duduki. Arumi duduk di samping papanya dengan gerakan lemah gemulai bak seorang princess. Bahkan sempat merapihkan rok belakangnya agar tidak kusu
“Kamu pucat, Yang … tadi enggak sarapan sih,” tegur Kaivan, tangannya terulur mengusap keringat di pelipis Zhafira setelah mengangkat helm proyek di kepala istrinya. Mereka sedang berada di salah satu proyek untuk keperluan pengecekan dan koordinasi karena perhari ini pengerjaan resmi di mulai. Zhafira memaksakan sebuah senyum untuk menunjukkan ia baik-baik saja. “Tadi Fira belum lapar, tapi Fira bawa bekal kok Mas di mobil.” Zhafira berdusta, padahal tadi ia muntah-muntah di kamar mandi sehingga terlambat ikut sarapan di meja makan. Dan sebenarnya bukan tidak lapar tapi Zhafira merasakan mual dan begah pada perutnya. Ia sadar selama beberapa hari terakhir terlambat makan sehingga bisa dipastikan asam lambungnya pasti kambuh. Zhafira tidak ingin Kaivan mengetahui hal tersebut. “Ga, bawain bekal di mobil untuk ibu …,” titah Kaivan pada sekertaris Zhafira. “Baik Pak,” sahut pria
Suasana kantor Kaivan tampak kondusif di jam setelah makan siang. Anggukan seorang satpam yang ada di loby depan menyambut kedatangannya setelah bertemu klien sejak pagi tadi. “Istri saya masih di atas?” Kaivan bertanya pada salah seorang sekuriti yang berada di dalam gedung. “Masih, Pak ... ibu dia atas sama Rey.” Pria itu menjawab sambil setengah berlari lebih dulu untuk menekan tombol lift. Kaivan mengangguk samar kepada security sebelum masuk ke dalam lift diikuti sekretaris cantiknya bernama Irma. “Nanti malam ada acara sosial bersama pak Wali Kota, Pak.” Irma memberitau sambil membaca iPad di tangannya. “Belikan satu gaun untuk istri saya, saya lupa kasih tahu kalau hari ini ada pesta.” “Baik, Pak!” Ting … Detik berikutnya setelah lift berdenting, Kaivan dan Irma keluar dari lift. Seorang pria muda tampan dan bertubuh atletis seperti K
Setelah resign, Zhafira tidak memiliki kegiatan selain menggambar sketsa. Setiap hari ia menghabiskan waktunya di perpustakaan menggambar banyak bangunan menunggu Kaivan pulang kerja yang saat itu sedang asyik dengan kedekatan bersama Imelda sehingga pulang selalu larut malam. Ternyata apa yang ia kerjakan itu tidak sia-sia. Zhafira mengirim semua karyanya pada Architecture Design Competition yang diadakan oleh Ikatan Arsitek Indonesia dan juga Lomba design gedung dan jembatan yang diadakan pemerintah. Dan hasil Karya Zhafira selalu menjadi pemenangnya. Seperti malam ini, Zhafira diundang oleh Gubernur Jawa Barat untuk menerima penghargaan dan hadiah atas kemenangannya dalam mendesain ulang bangunan yang tidak berfungsi dengan baik atau bahkan terbengkalai di Kota Bandung menjadi bangunan dengan fungsi baru yang nyaman, aman, berkelanjutan, dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan kota itu sendiri.
Suara tangis Rey yang membahana membuat Kaivan dan Zhafira terjaga dari tidur yang lelap di dini hari. Kaivan menegakan tubuhnya lebih dulu, menurunkan kedua kakinya lalu beranjak menghampiri box bayi Rey. “Tunggu aja di sana, Yang … aku bawa Rey ke sana.” Zhafira menaikkan kakinya kembali, menumpuk bantal untuk membuatnya nyaman bersandar ketika menyusui. Sementara itu Kaivan mengecek popok Rey. “Alexa, play You Are My Sunshine,” perintah Kai pada smart speaker yang berada di atas nakas. Lagu You Are My Sunshine mengalun dengan volume rendah dan tangis Rey perlahan berhenti. Kaivan jadi bisa dengan mudah mengganti popok Rey yang sudah penuh. Zhafira memperhatikan Kaivan dari atas ranjang, suaminya begitu mahir mengganti popok dengan lebih dulu membersihkan bagian bawah tubuh Rey. Tidak sia-sia Kaivan resign, karena selain memiliki banyak waktu untuk bersama Zhafira—ia juga me
Bayi laki-laki gempal yang diberi nama Reynand Arkananta Gunadhya itu hanya selisih satu bulan lahir ke dunia dengan anak keempat pasangan Arkana dan Zara. Bahkan Zara sudah bisa menghadiri peresmian resort kemarin. Zhafira jadi semangat untuk cepat pulih karena ada rumah baru mereka yang menanti di Bandung. “Eeeh, sudah cantik cucu Nenek.” Nenek Shareena memuji Zhafira yang sudah mandi dan cantik sepagi ini. Nenek Shareena bersama grandma Monica masuk ke ruangan rawat Zhafira. “Nenek … Grandma.” Zhafira balas menyapa dengan senyumnya yang khas. Zhafira duduk bersandar di ranjang yang bagian kepalanya dibuat tegak. Wajah Zhafira berseri-seri, segar dan cantik. “Kemarin Grandma pulang duluan anterin nenek kamu ini yang masuk angin … pakai acara kerokan lah kita sampe rumah.” Grandma Monica misuh-misuh karena gara-gara itu ia tidak bisa langsung bertemu cicitnya. “Terus sekarang
Zhafira memejamkan matanya tatkala rasa mulas dan nyeri di bagian pinggang menghantam begitu dahsyat. Genggaman tangan Zhafira di tangan Kaivan yang duduk di samping sambil mengusap perutnya pun mengerat kuat. Keduanya sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kebetulan heli milik kakek Kallandra yang beberapa bulan terakhir ini terparkir di halaman belakang Villa merupakan heli jenis KA 62 yang mampu menampung hingga sepuluh orang sehingga grandpa Edward, grandma Monica juga nenek Shareena bisa ikut menemani Zhafira yang akan melakukan persalinan.Sementara kakek Kallandra dan keluarga yang lain akan menyusul setelah acara peresmian resort selesai. Di antara rasa sakit yang sedang Zhafira alami selama ini, terselip lega dan puas karena dengan mengepalai proyek pembangunan resort tersebut—ia bisa membuktikan siapa dirinya kepada dunia. Zhafira bukan hanya Zhafira yang berasal dari keluarga broken home dan manta
Zhafira merasakan tubuhnya tidak nyaman, perutnya mulas tapi setiap kali duduk di atas closet—mulas itu lenyap entah ke mana. Sayangnya Zhafira tidak memiliki waktu untuk mengkhawatirkannya karena besok adalah peresmian resort dan hari ini segala sesuatunya harus sudah siap seratus persen. Jam sembilan malam Zhafira masih sibuk menata venue padahal sudah ada Event Organizer tapi Zhafira tidak percaya begitu saja dan tetap mengecek setiap detailnya satu persatu. Kakinya yang bengkak terasa kebas, belum lagi rasa mulas semakin sering mendera meski hilang timbul. “Yang, kita pulang sekarang … udah malem.” Nada suara dan sorot mata yang tegas milik Kaivan tidak bisa Zhafira tawar lagi, ia harus menurut. Selama ini Kaivan selalu mengalah, berusaha mengerti keinginannya jadi tidak semestinya Zhafira membantah apalagi ini demi kebaikan dirinya dan si janin. “Iya Mas, Fira pamit sama EO-nya dulu.”
Beberapa hari terakhir Kaivan selalu terbangun tengah malam terusik oleh pergerakan Zhafira yang gelisah dalam tidurnya. Perut Zhafira sudah sangat besar, dokter mengatakan jika sebentar lagi akan melahirkan tapi Zhafira masih bertahan tinggal di Puncak hingga peresmian resort. Begitulah permintaan Zhafira pada Kaivan yang tidak bisa Kaivan tolak. “Yang,” panggil Kaivan menegakan sedikit tubuhnya mengecek keadaan sang istri. “Begah, Mas … Fira juga engap banget, keluh Zhafira dengan mata berkaca-kaca. Semenjak hamil Zhafira memang mudah mengeluarkan air mata membuat Kaivan kalang kabut berusaha agar air mata Zhafira berhenti mengalir. “Coba bobonya sambil duduk, nanti aku benerin posisi tidur kamu kalau kamu udah terlelap.” Kaivan mencoba mencari solusi dengan terlebih dahulu ia menegakan tubuhnya bersandar pada headboard agar Zhafira bisa bersandar di dadanya. Zhafira menurut, dengan ban