Langkah kaki Imelda berhenti di meja yang berisi para sahabatnya tapi hati Imelda masih saja gundah.
Pasalnya jangkauan matanya menangkap kemesraan Kaivan dengan ZhafiraKeduanya sedang suap-suapan makanan tampak bahagia, dengan sering juga Kaivan melabuhkan kecupan di pipi atau kepala Zhafira.Tangan Kaivan yang kokoh tidak pernah meninggalkan tubuh Zhafira, merengkuh, mengait bahkan memeluk tubuh ramping itu.Imelda bagaikan melihat dirinya dan Kaivan di masa lalu.Penyesalan yang bersarang dalam hatinya kini kian besar mendera Imelda tapi tak berlangsung lama karena beberapa pria datang menghampiri mejanya dan Imelda beserta para sahabat perempuan yang lain mulai terlibat obrolan seru.Imelda berusaha mengalihkan atensi kepada salah satu pria tampan yang mencoba mendekatinya.Tanpa Imelda ketahui jika diam-diam Kaivan tersenyum miring melihat kedekatan Imelda dengan pria tersebut.***Selesai sarapan pagi yang sedikit kesiangan—Zhafira keluar dari hotel menggunakan taxi yang dipesan oleh pihak hotel. Taxi melaju ke arah Sukajadi menuju sebuah Mall terbesar di kota Bandung, tempat janji Zhafira bertemu dengan mamanya. Driver taxi menurunkan Zhafira di loby depan. Matanya memindai ke sekeliling dan ia mendapati sebuah tangan melambai padanya. Zhafira tersenyum tatkala melihat senyum di bibir Dewi, wanita yang telah melahirkannya itu tampak bahagia. Cukup lama dari terakhir mereka bertemu di pesta pernikahan, Zhafira baru sekarang bertemu lagi dengan Dewi. “Fir, Mama kangen!” kata Dewi seraya memeluk Zhafira. “Fira juga kangen, Ma.” Zhafira sedikit canggung karena sesungguhnya mereka tidak sedekat ini. Tapi semenjak ia menikah dengan Kaivan—mamanya jadi perhatian sering menghubunginya terlebih dahulu. Keduanya melangkah bersama saling bergandengan tangan memas
“Mas ....” Zhafira yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu memanggil Kaivan dengan suara lembut mendayu membuat yang dipanggil mendongak dari layar komputer di ruang perpustakaan. “Sebentar sayang, sedikit lagi selesai.” Kaivan menyahut tanpa mengalihkan tatapan matanya dari layar pipih yang menampilkan banyak angka dan huruf. Entah apa yang suaminya kerjakan, apakah tidak cukup waktu delapan jam di kantor hingga pekerjaan itu harus ia bawa pulang juga. Andaikan bisa, Zhafira pasti akan dengan senang hati membantu. “Oke,” balas Zhafira enggan mengganggu mungkin besok suaminya tidak sibuk, sebaiknya ia bicara besok saja kepada Kaivan. Zhafira kembali ke kamar, bersiap untuk tidur. Beberapa lama menunggu Kaivan hingga akhirnya tertidur sebelum Kaivan bergabung bersamanya. Dan ketika membuka mata di pagi hari, ia tidak melihat Kaivan di atas ranjang. Kapan suaminya tidur dan kapan pria itu terbangu
Zhafira selalu dibuat takjub dengan kelakuan suaminya, itu kenapa ia bisa dengan mudah jatuh cinta kepada Kaivan. Contohnya sekarang, ketika Kaivan menemani Zhafira triple date bersama Bella dan Nova juga kekasih mereka—Kaivan tidak menunjukan siapa dirinya. Pria itu mau menggunakan mobil biasa, bukan sedan mewah keluaran Eropa maupun mobil sport koleksinya yang terparkir di garasi. Tapi Kaivan menggunakan mobil sedan yang banyak dimiliki oleh kalangan menengah ke atas. Kaivan juga tampak antusias dengan triple date ini, karena akan membuatnya lebih mengenal sahabat Zhafira. Mereka berdua sudah berada di Mall, langsung menuju bioskop—tempat Zhafira dan kedua temannya sepakat untuk berkumpul. “Fira!” seru Bella sambil melambaikan tangan karena tadi sempat melihat Zhafira celingukan mencari mereka. Zhafira dan Kaivan langsung menghampiri Bella dan kekasihnya yang ternyata di sana sudah ada Nova bersama
Kaivan tersenyum ketika istrinya merangkak naik ke atas tempat tidur menggunakan baju tidur tipis transparan dengan model kemeja putih over size yang panjangnya hanya sampai pertengahan paha dan dua kancing teratas terbuka menampilkan satu pundak Zhafira. Kaivan yang duduk bersandar pada headboard menarik tangan Zhafira, menuntun istrinya agar mendekat dan duduk di atas pangkuan. Zhafira menurut, langsung duduk di atas pangkuan Kaivan—menghadap pria itu dengan kedua tangan melingkar di leher. “Makasih ya Mas, udah mau jalan-jalan sama temen-temen Fira,” ucap Zhafira lembut. “Enggak gratis loh, Yang ... Mas minta imbalan,” bisik Kaivan sensual. Zhafira menggigit bibir bagian bawah sambil menunduk menyembunyikan ekspresi was-was. Ia sudah bisa membaca apa yang ada di dalam benak Kaivan. Kaivan mengecup pundak Zhafira yang terbuka kemudian menatap matanya setelah tadi menarik dagu lancip Zhafira agar me
“Ada yang bisa kami bantu, Pak? Mohon maaf ... Bella sedang ada appoitment dengan nasabah ... tapi sepertinya tidak lama lagi akan kembali.” Xander memutus tatapan dengan Zhafira, dari pendar matanya terlihat banyak kekecewaan padahal tadi senyum pria itu terlihat bahagia bertemu Zhafira. “Kenapa Bu Fira meminta Bu Bella yang mengelola dana saya? Kita telah melewati obrolan panjang mengenai produk yang Bu Fira tawarkan, saya bersedia menempatkan dana saya karena Bu Fira ... sekarang saya kecewa.” Xander mengatakannya dengan nada rendah tapi penuh penekanan. Zhafira menggigit bibir bagian bawah dan kerutan halus mulai muncul di antara alis. Kentara sekali jika Zhafira sedang gugup dan merasa bersalah. “Saya minta maaf, Pak ...,” ucap Zhafira tanpa bisa menjelaskan alasannya karena tau hal itu tidak profesional. “Apa karena suami Bu Fira? Apakah pak Kaivan melarang Bu Fira berhubungan dengan saya?” teb
Zhafira mengerjapkan mata, menyesuaikan netra dari cahaya sinar matahari yang menerobos melalui celah tirai. “Apa? Sinar matahari?” batin Zhafira terkejut sekaligus bingung. Zhafira menegakan tubuh, langsung menoleh ke arah jendela. Benar, itu sinar matahari. Kepalanya kembali menoleh ke arah sebaliknya di mana jam dinding tergantung di sana dan mendapati waktu telah menunjukan pukul delapan pagi. Zhafira belum pernah seterlambat ini bangun di hari senin. Pasti karena semalaman Kaivan menggempurnya tanpa ampun. Pasalnya selama weekend kemarin, Kaivan jarang ada di rumah, pria itu ikut kakeknya main golf bersama klien. Tapi Zhafira diberi kebebasan untuk hang out bersama Bella dan Nova jadi Zhafira tidak kesepian. “Mas, bangun! Kita udah kesiangan, alarm enggak bunyi ya?!” Zhafira berseru setelah mengguncang tubuh Kaivan lantas menyingkap selimut hendak turun dari atas ranjang.
Usai makan siang, Kaivan membawa Zhafira jalan-jalan mengelilingi tempat-tempat indah yang terkenal dan wajib dikunjungi oleh pelancong setiap kali datang ke Paris apalagi pasangan yang saling mencintai seperti Kaivan dan Zhafira. Mulai dari museum, monumen hingga berakhir di menara Eifel yang terkenal. Banyak foto mereka abadikan dan Kaivan langsung posting di media sosialnya dengan caption ‘A baby-making vacation’ disetiap foto mesra bersama Zhafira yang diunggahnya. Lalu Kaivan mengambil foto Zhafira secara candit ketika sang istri menoleh ke samping sambil tersenyum menatap takjub menara Eifel. Surai Zhafira tertiup angin, senyumnya tulus penuh syukur dan sorot matanya teduh. Kaivan langsung mengunggahnya di sosial media dengan menuliskan caption ‘Malaikat cantikku ... ibu dari anak-anakku.’ Hati perempuan mana yang tidak ‘meleyot’ apalagi si pelaku adalah seorang Taipan tampan seperti Kaivan. Zh
“Jadi kamu, alasan Imelda meninggalkanku?” Kaivan bertanya dengan nada suara yang ia buat setenang mungkin meski hatinya sedang meradang. Bukan karena belum move on dari Imelda tapi karena gosip miring tentang Imelda dan Marco yang beredar di antara para teman semasa kuliahnya ternyata benar. Marco adalah sahabat Kaivan ketika menempuh pendidikan perkuliahan di Amerika, pria itu adalah anak dari salah satu Mafia berpengaruh di Italy. Para sahabatnya yang lain pernah memberi tau Kaivan jika Marco dan Imelda mengkhianatinya tapi Kaivan tidak percaya dan membantah keras karena saat itu Imelda juga menyanggah gosip tersebut. Namun, sekarang Kaivan percaya dan benar-benar merasa dipecundangi. “Maaf, aku tidak bisa mengendalikannya ... aku ....” Marco tidak mampu melanjutkan, kalimatnya tertahan di tenggorokan. “Jadi, benar kata teman-teman kita? Kamu dan Imelda mengkhianatiku sudah sejak lama?” cecar Kaivan dingin da