Nanda membuka pintu rumah yang ternyata tidak dikunci. Sepi,seperti rumah kosong tidak berpenghuni.Tidak lama,terdengar suara tangisan,dari kamar utama.Ibunya berbaring di tempat tidur, menghadap ke tembok, punggungnya bergetar.
Untuk beberapa saat,Nanda hanya berdiri di balik pintu sambil memegang handle.Dia tidak tahu harus bagaimana bersikap.Hatinya merasa sakit, melihat perempuan yang melahirkan dirinya begitu terluka atas perbuatan lelaki yang dipanggil PAPA di rumah ini.
"Ma !, Nanda pulang,laper banget, pengen makan." kalimat itu yang keluar dari mulut Nanda.
Tidak langsung ada sahutan, mungkin Ibunya sibuk menghapus air mata dulu.
"Sudah mama siapin, tadi beli sop buntut, kesukaan kamu."
Perempuan itu tersenyum, menghampiri Nanda kemudian membenahi rambut anaknya yang sedikit semrawut.
"Naik ojol? rambut sampe acak acakan."
"Dibonceng Rafa, ngebut." jawab Nanda jujur.
"Siapa yang nyamperin duluan?" tanya Mama penasaran.
"Bukan aku, tiba tiba aja gitu dia muncul.katanya punya janji.Tau ah, nyebelin."
Nanda mengambil piring yang disiapkan ibunya.
"Tadi mama ke mana? urusannya sudah beres?" sambil makan,Nanda tetap mengajak ibunya mengobrol.
"Mama abis ketemu Ibu tiri kamu, Dia meminta harta gono gini papa, salah satunya menjual rumah ini, uangnya di bagi dua."
Seketika rasa lapar Nanda hilang, ia menatap Ibunya.Entah, untuk alasan apa?.Laki laki brengsek itu menikah lagi dan menyakiti perempuan yang sudah mendampinginya lebih dari 27 tahun.
"Terus, mama setuju ?"
"Mama sudah ada pengacara, dia yang akan mengurus semuanya."
"Aku pengen bantu mama, tapi tidak tahu caranya."
"Cukup ada di samping mama, itu sudah lebih dari segalanya."
Nanda mengusap kasar pipinya, dia tidak ingin menangis di depan perempuan yang saat ini sedang membutuhkan banyak dukungan dan senyum darinya.
***
"Papa pasti buru buru, santai aja , masih siang ini." Nanda menatap Lelaki paruh baya yang duduk tegak di hadapannya.
"Mau bicara apa ?"
"Ngga, cuma kangen aja pengen ngobrol sama papa, kayak dulu."
"Kamu lagi ada masalah ? gimana kerjaan?"tanya Ayahnya.
"Kerjaan aman ,Pa. Aku cuma mau nanya.Kapan Papa pulang ke rumah?" Nanda memperhatikan raut muka ayahnya yang berubah.
"Mama kamu belum ngomong?"
"Soal apa? soal harta gono gini?"
Suasana sekitar mereka berdua terasa lebih tegang.Nanda sedikit takut dengan tatapan ayahnya.
"Kenapa ngomong itu sekarang?" tanya ayahnya.
"Kapan lagi? Istri baru papa yang duluan bahas harta, ngajak mama ketemu, minta bagian rumah kita, suruh jual buru buru.apa namanya perempuan seperti itu kalau bukan gila harta."
"Jaga bicara kamu!"
"Kenapa? papa mau belain dia? Aku ngga takut. Aku bukan mama yang mau aja dibikin bego sama papa."
"Jangan lancang."
"Aku benci , seakan kami berdua tidak pernah ada di hidup papa. Kenangan saat kita bertiga sebagai keluarga pasti sudah papa hapus dari memori otak, iya kan?" Nanda mulai menitikan air mata.
"Sekarang, apa mau kamu, Nak?."
" Jangan sakiti mama lagi, itu saja."
Lelaki itu terdiam, menatap anak perempuan yang dulu menjadi satu satunya sumber kebahagian dan harapannya.
Sekarang, anak perempuan itu sudah semakin dewasa.
"Aku sudah selesai bicara."ucap Nanda sambil berdiri.
"Hati hati, jaga diri baik baik."Nanda mendengar ayahnya mengatakan itu,pelan hingga nyaris tak terdengar.
***
Nanda kembali duduk di ruang tv milik Rafa setelah beberapa hari absen karena ingin dicari dan dirindukan.
Rafa sedang mengotak atik kamera.sangat fokus.suara tv yang kembali menampilkan drama Korea tidak terlalu mengganggu konsentrasi.
"Apa alasan seorang suami menikah lagi?" tanya Nanda tiba tiba.
Rafa diam tak menjawab.
"Kalau saling mencintai, kenapa saling menyakiti?" Nanda bertanya lagi.
Rafa tidak bereaksi.
"Ayahku laki laki brengsek, kamu tahu ngga?"
"Ayahmu kenapa?" Rafa baru menjawab tanpa menoleh, tetap fokus ke kamera.
"Selingkuh, punya keluarga baru."
"Serius?"
"Mama udah minta cerai."
Rafa menghela nafas, dia tidak ingin mencampuri urusan keluarga orang lain.jadi, mending diam.
"Kamu, tipe lelaki setia ?" Nanda menatap Rafa.
"Mungkin." Jawab lelaki itu.
"Kita menikah saja, bagaimana ?" Nanda rupanya lupa membawa rasa malu saat berangkat tadi.bisa bisanya.
"Jangan sembarangan bicara."
"Aku percaya kamu cowok setia, tidak seperti ayahku."
"Carilah laki laki yang menyayangimu, itu lebih baik."
"Kenapa bukan kamu saja ?." Nanda memberi tatapan memohon.
"Cari pria lain !." Rafa tampak emosi.
Nanda tersenyum, pipinya mulai basah dengan air mata.
"Kamu sudah punya pacar kan? , makanya tidak mau sama aku."
"Tunangan." jawab Rafa pada akhirnya.
Nanda menatap lelaki itu lebih dalam.
Hatinya sakit.
Tapi satu hal dia pahami sekarang.
"Terima kasih sudah mau jujur." ucap Nanda kemudian.
Perempuan itu menghembuskan nafas lega.
"Kemarin kemarin aku selalu kebingungan mengurus hatiku sendiri.mulai detik ini aku mengerti. Semuanya sudah selesai. Aku berhenti."
Rafa hendak mengatakan sesuatu tapi Nanda kembali bicara.
"Mulai besok, tidak perlu jemput lagi."
Nanda berjalan melewati Rafa.
Lelaki itu melempar kamera ke arah sofa yang tadi digunakan Nanda untuk duduk.
Rafa hendak mengejar Nanda tapi seperti kata perempuan tadi.
"Kamu, type cowok setia kan?."
Jadi, jangan macam macam.
Rafa mendengar suara itu berasal dari pikirannya.
Dia ingin setia, kepada seseorang yang ada di benua lain untuk melanjutkan studi.
LDR itu tidak mudah, berat sekali.
Sudah jam dua belas malam.Nanda masih belum bisa tidur.Begitu banyak yang dipikirkan.Isi kepalanya penuh dengan pemikiran mengenai masalah yang sedang dialaminya saat ini.Mengenai perceraian orangtuanya, kenyataan bahwa sekarang ia memiliki dua orang adik, papa yang sudah punya keluarga baru, masalah rumah yang ditempati akan segera dijual.Satu lagi, soal Rafa, setelah begitu banyak waktu yang terbuang.Kenapa lelaki itu baru mengatakan kalau ia sudah punya tunangan?.Nanda ingin teriak, memaki lelaki itu. Rafa bukan pemberi harapan palsu.Dari awal cuma kalimat "Lu tetangga gue, jadi bla bla bla."Tidak ada kalimat romantis atau skinship yang menjurus pernyataan suka atau cinta dari Rafa kepada dirinya."Jadi yang salah siapa?" pikir Nanda, terus mengurai kalimat itu di kepalanya.Dirinya yang tidak tahu malu dan kelewat bego? atau Rafa yang menyembunyikan status pribadinya selama hamp
Apa yang paling berharga dalam hidup?.Akan ada banyak jawaban untuk pertanyaan itu.Bagi Nanda, untuk saat ini, Ibu nya adalah yang paling berharga. Dia takut jika suatu saat Ibunya pergi meninggalkan dia tanpa kata dan kalimat perpisahan.Nanda mengambil kamera yang tersimpan rapi di lemari.Sekian lama benda itu tidak digunakan.Sekarang, Ia ingin mengabadikan setiap momen kebersamaan dengan ibunya."Mau ikut komunitas fotografi lagi ?" tanya Ibu sambil duduk di tempat tidur." Ngga, mau buat iseng aja." jawab Nanda."Katanya mau belajar nyetir lagi? ayo,sekalian hunting foto.""Mama bawa kamera juga?""Pake hape aja."*** Rafa menutup pagar rumah. Seorang wanita cantik berdiri di samping motor hitamnya.Di saat bersamaan, Nanda dan mamanya berada di carport hendak naik ke mobil.Tiba tiba mama memanggil Rafa, tentu saja Nanda kaget bukan kepalang." Mau pergi juga,
Nanda memegang tangan Ibunya.Dia tidak menyangka perempuan yang selalu terlihat sehat dan banyak tersenyum itu ternyata menyimpan rahasia tentang sakitnya seorang diri. Tidak menjalani operasi ataupun kemoterapi.Hanya meminum obat dan vitamin saja. Itu yang tadi dikatakan dokter. "Kapan mama mulai sakit?"tanya batin Nanda. "Sebelum papa mempunyai wanita lain atau sesudah itu Ma?" "Kenapa main rahasia sama aku?padahal mama tahu segala hal tentang duniaku."batin Nanda dipenuhi pertanyaan. Tidak ada jawaban. Meskipun Nanda mengatakan itu dengan mulutnya, tidak akan ada jawaban. Ibunya belum membuka mata sama sekali dari sejak dibawa dari rumah tadi. Nanda mengusap pipi ibunya.kemudian dia berdiri menuju ke luar ruangan setelah pamit sebentar kepada seorang perawat di sana. *** Nanda berjalan hingga ujung lorong dan menemukan tangga untuk naik ke lantai atas.Perempuan itu kemudian duduk di undakan k
Cantik, smart, public speaking yang mumpuni, terkenal di kalangan akademisi, itulah penggambaran untuk sosok perempuan yang sedang menjadi pembicara di dalam aula fakultas pertanian sebuah Universitas Negeri di Bogor.Amaranita, nama perempuan itu.Dia menempuh pendidikan S2 agriculture,setelah menerima beasiswa dari pemerintah Belanda.Rafa menghampiri Amara .Acara sudah selesai tiga puluh menit yang lalu."Bagaimana penampilan aku tadi?" tanya Amara kepada Rafa yang langsung berdiri di samping gadis itu."Good job." Rafa mengusap bahu perempuan yang sudah tiga tahun lebih menjadi kekasihnya.Amara tersenyum."Langsung ke tempat acara yang lain? atau istirahat dulu?" tanya Rafa."Ke hotel dulu, aku mau ganti baju.abis itu makan terus ke tempat seminar .""Ngga cape ?" tanya Rafa, mengingat kekasihnya itu hanya beristirahat satu hari sejak kedatangannya minggu lalu."Mumpung lagi di sini, minggu depan aku harus bali
"Mbak Nanda ada tamu,nunggu di lobby, cowok , ganteng." ucap Nia, office girl ."Siapa ya?""Saya lupa nanya, suruh nelpon ngga diangkat katanya.""Hah."Nanda teringat panggilan dari nomor asing beberapa saat yang lalu.Tidak dia jawab."Terima kasih, Teh .""Sama sama, pacarnya ya?." Nia kepo.Nanda menggeleng."Bukan"Desi yang mendengar dari balik kubikelnya menjadi penasaran."Siapa sih? Rafa?" tanyanya.Nanda mengangkat bahu.Entahlah, sudah berhari hari Rafa tidak kelihatan, sejak pemakaman ibunya."Samperin!, gue temenin." Desi sudah berdiri memegang bahu Nanda.***Pintu lift terbuka, nampak seorang pria memakai stelan jas berwarna biru tua sedang duduk di kursi khusus untuk tamu sambil memegang ponsel.Karena tidak ada orang lain lagi yang duduk di sana, Nanda menghampiri pria yang menurut Nia adalah tamunya."Cari saya ,Mas?."Pria itu mendongak kemudian berd
Rafa menekan tombol hijau di layar ponsel. Satu panggilan dari seseorang yang waktu itu Ia tinggalkan di sebuah kamar hotel. "Apa kabar ?"suara dari si penelpon. "Baik.kamu sendiri ?"jawab Rafa. "Aku sekarang udah di Semarang, di rumah Eyang. Dia nanyain kamu." "Salam buat Eyang." Hening... Rafa melihat layar ponsel, panggilan masih tersambung. "Aku sudah ngomong sama keluargaku.Awalnya mereka marah.bikin malu keluarga katanya.Udah tunangan tapi putus.ngga jadi nikah.kalau kamu gimana ?." "Sama." "Ibu kamu marah ?" tanya Amara. "Iya." "Tolong bilang sama beliau, aku minta maaf." "Untuk ?." "Menolak menikah tahun ini." Hening lagi... "Rafa, terima kasih sudah pernah jadi bagian hidup saya. Oh ya, saya berangkat ke Belanda bareng sama Ananta." "Adik kamu?."tanya Rafa. "Iya, dia ambil profesi
"Kenapa ngga sekarang aja sih?, besok siapa yang mau bantuin bawa barang ke sana?"tanya Desi sambil melihat ke arah tumpukan dus di belakangnya."Sesuai weton."ucap Arpan asal bunyi."Besok saya bisa, free, tidak ada sidang." ujar Davi sambil melihat ke arah ponselnya."Sekarang aja, mumpung masih sore." Rafa berdiri sambil melihat ke arah jam dinding, jam 5 .Kalau besok dia sibuk sekali, ada sesi foto prewedd pasangan pengantin di daerah Ancol."Tuh, kan. gue pengen jadi orang pertama yang menginjakkan kaki di sana.ayo!." Desi berdiri kemudian menarik tangan Nanda."Langsung aja nih?." Arpan celingukan melihat ke arah dua pria lain di tempat itu."Ya udah, angkutin aja ke mobil.nih kuncinya." Rafa melempar kunci mobil Nanda yang sejak tadi pagi tergeletak di atas meja tamu kepada Arpan.Nanda hanya pasrah melihat semua barang barangnya sudah berpindah ke dalam mobil miliknya dan mobil Davi.Padahal dia berencana pindah hari Se
"Sekarang? ,Do you have someone?" tanya Davi. " No, i don't" jawab Nanda. Rafa menatap Nanda dengan ekspresi yang sulit diartikan kemudian berdiri dan mengambil kunci motor. "Kemana Lo, pulang? " tanya Arpan. Rafa hanya mengangguk. Davi juga berdiri dan mengambil kunci mobil. "Bareng gue, tadi ke sini pake motor Nanda, kan?. " Davi mengajak Rafa ikut bersamanya dan meninggalkan motor di sana. Desi berdehem. Dia mulai mengerti, arah dan tujuan setiap perkataan Davi. "Gue juga pulang kalo gitu, udah jam sebelas, ayo sayang! "ucap Desi kepada Arpan yang masih duduk. " Hati hati, Nan. Di sini mungkin ada setan."Arpan bermaksud menakuti Nanda yang akan ditinggal sendirian. Davi dan Rafa yang sudah akan mencapai pintu kembali berbalik badan, keduanya menatap Nanda. "ELU setannya!, pada pulang sana ,makasih udah bantuin." Rafa yang kelu