Sudah jam dua belas malam.Nanda masih belum bisa tidur.Begitu banyak yang dipikirkan.Isi kepalanya penuh dengan pemikiran mengenai masalah yang sedang dialaminya saat ini.
Mengenai perceraian orangtuanya, kenyataan bahwa sekarang ia memiliki dua orang adik, papa yang sudah punya keluarga baru, masalah rumah yang ditempati akan segera dijual.
Satu lagi, soal Rafa, setelah begitu banyak waktu yang terbuang.Kenapa lelaki itu baru mengatakan kalau ia sudah punya tunangan?.
Nanda ingin teriak, memaki lelaki itu.
Rafa bukan pemberi harapan palsu.Dari awal cuma kalimat "Lu tetangga gue, jadi bla bla bla."
Tidak ada kalimat romantis atau skinship yang menjurus pernyataan suka atau cinta dari Rafa kepada dirinya.
"Jadi yang salah siapa?" pikir Nanda, terus mengurai kalimat itu di kepalanya.
Dirinya yang tidak tahu malu dan kelewat bego? atau Rafa yang menyembunyikan status pribadinya selama hampir setahun tinggal di samping rumah Nanda?
Nanda mengacak rambutnya, kembali rasa marah menghampirinya.
" Kenapa belum tidur, sayang?" ucap Ibunya di samping.rupanya dia terbangun dan melihat gerak gerik putri kesayangannya.
" Aku berisik ya, mah, maaf."
"Mikirin Rafa lagi ?." tebak ibunya.
"Udah ngga ."
"Kenapa bisa?"
" Ya bisa lah, sekarang aku sudah berhenti, ngga mau deketin dia lagi."
" Bener? takutnya kaya yang udah udah, meleleh lagi."goda ibunya.
" Lilin kali , kena api meleleh."
"Es batu kalo gitu."
" Mencair, awalnya dingin ngga mau, lama lama jadi suka." nanda mengartikan perumpamaan yang disebut ibunya.
"Kenapa ngga mau lagi sama Rafa?."Nanda melihat ke arah ibunya yang menanyakan itu.
"Aku ngga mau disebut pelakor."
Hening.
"Sudah punya istri rupanya?" tanya ibunya kemudian.
"Tunangan" jawab Nanda pelan.
" Siapa? ngga pernah lihat bawa perempuan,jangan jangan dia bohong."
Nanda menggerakkan bahu.
"Alien kali, tinggal di planet Pluto."
Ibunya mengerutkan dahi.
Nanda tersenyum.
Keduanya lalu tertawa.
" Berarti yang di sana juga alien dong?." tanya ibunya.
Nanda mengerti.
"Iya sama, tapi dulunya vampir, yang hisap darah orang."
Ibu dan anak itu kembali tertawa, sejenak melupakan kesakitan yang disebabkan orang yang sangat mereka cintai.
***
Nanda menonton sebuah judul drama Korea di ponsel.sekarang jam 9 pagi.
Hari Minggu ini,dia sedang tidak ingin ke mana mana, tidak jogging atau pergi sarapan di luar.
Hanya ingin menonton drama Korea, itu saja.Di kamarnya seharian.
Ibunya pergi ke tempat salah seorang kerabat yang melahirkan.Nanda tidak mau ikut.Suka baper soalnya.Pasti nanti ada pertanyaan.Kamu kapan BLA BLA BLA ?
Nanda mendengar suara mobil berhenti.kemudian ramai orang berbicara.
Dia melihat dari arah balkon kamar.
Di depan rumah Rafa, beberapa orang turun dari mobil.Salah satunya seorang perempuan cantik yang langsung menghambur ke pelukan Rafa.
Nanda berbalik, tidak ingin melihat lagi, bikin sakit hati dan emosi.
***
Nanda pergi ke kamar ibunya.Hendak mengambil charger ponsel.Tapi benda itu tidak ketemu.Dia mencari , membuka laci laci lemari kecil di samping tempat tidur.Tempat biasa ibunya menyimpan benda semacam jam tangan, ponsel dan charger, kunci mobil dan kunci motor.
Di laci paling bawah, Nanda menemukan beberapa surat dengan amplop panjang.Beberapa amplop tertulis nama sebuah rumah sakit.
Dengan terburu buru, Nanda membuka salah satunya.Di sana tertulis penjelasan bahwa seseorang yang bernama Ratih Anggraeni mengidap penyakit kanker rahim.
Nanda tidak mengerti tulisan tulisan lain dalam lembar hasil tes dan keterangan dari dokter.Dia hanya faham bahwa ibunya ternyata sakit.Penyakit kanker.
Nanda terduduk, bersandar di tepian tempat tidur.
"Aku minta maaf, Ma.aku tidak tahu." Nanda bicara sendiri.
Benar kata Desi, Ngapain aja dia selama ini? masa tidak tahu kejanggalan yang ada di rumah ini.
Tentang awal mula papanya memiliki keluarga lagi, mama yang menyimpan hal itu hingga berujung perceraian.Sekarang, kenyataan bahwa Ibunya sakit juga, dia tidak tahu.
Apa yang membuatnya sibuk?
Rafa ?
Mengejar cinta lelaki itu dari sejak masuk SMA kemudian saat kuliah juga, ikut kegiatan yang sama yaitu fotografi.
Andai saja lelaki itu tidak datang lagi setahun lalu, mengisi rumah kosong di samping rumahnya.
Andai saja dia tahu lelaki itu sudah bertunangan.
Andai saja sejak awal dia tahu kelakuan papanya.
Andai saja dia tahu tentang penyakit mamanya sejak awal.
Mungkin, dia tetap memiliki keluarga yang utuh dan mereka bisa bersama sama mendampingi mama melawan penyakitnya.
Nanda tersenyum mengejek dirinya sendiri.
GUE EMANG BEGO
Apa yang paling berharga dalam hidup?.Akan ada banyak jawaban untuk pertanyaan itu.Bagi Nanda, untuk saat ini, Ibu nya adalah yang paling berharga. Dia takut jika suatu saat Ibunya pergi meninggalkan dia tanpa kata dan kalimat perpisahan.Nanda mengambil kamera yang tersimpan rapi di lemari.Sekian lama benda itu tidak digunakan.Sekarang, Ia ingin mengabadikan setiap momen kebersamaan dengan ibunya."Mau ikut komunitas fotografi lagi ?" tanya Ibu sambil duduk di tempat tidur." Ngga, mau buat iseng aja." jawab Nanda."Katanya mau belajar nyetir lagi? ayo,sekalian hunting foto.""Mama bawa kamera juga?""Pake hape aja."*** Rafa menutup pagar rumah. Seorang wanita cantik berdiri di samping motor hitamnya.Di saat bersamaan, Nanda dan mamanya berada di carport hendak naik ke mobil.Tiba tiba mama memanggil Rafa, tentu saja Nanda kaget bukan kepalang." Mau pergi juga,
Nanda memegang tangan Ibunya.Dia tidak menyangka perempuan yang selalu terlihat sehat dan banyak tersenyum itu ternyata menyimpan rahasia tentang sakitnya seorang diri. Tidak menjalani operasi ataupun kemoterapi.Hanya meminum obat dan vitamin saja. Itu yang tadi dikatakan dokter. "Kapan mama mulai sakit?"tanya batin Nanda. "Sebelum papa mempunyai wanita lain atau sesudah itu Ma?" "Kenapa main rahasia sama aku?padahal mama tahu segala hal tentang duniaku."batin Nanda dipenuhi pertanyaan. Tidak ada jawaban. Meskipun Nanda mengatakan itu dengan mulutnya, tidak akan ada jawaban. Ibunya belum membuka mata sama sekali dari sejak dibawa dari rumah tadi. Nanda mengusap pipi ibunya.kemudian dia berdiri menuju ke luar ruangan setelah pamit sebentar kepada seorang perawat di sana. *** Nanda berjalan hingga ujung lorong dan menemukan tangga untuk naik ke lantai atas.Perempuan itu kemudian duduk di undakan k
Cantik, smart, public speaking yang mumpuni, terkenal di kalangan akademisi, itulah penggambaran untuk sosok perempuan yang sedang menjadi pembicara di dalam aula fakultas pertanian sebuah Universitas Negeri di Bogor.Amaranita, nama perempuan itu.Dia menempuh pendidikan S2 agriculture,setelah menerima beasiswa dari pemerintah Belanda.Rafa menghampiri Amara .Acara sudah selesai tiga puluh menit yang lalu."Bagaimana penampilan aku tadi?" tanya Amara kepada Rafa yang langsung berdiri di samping gadis itu."Good job." Rafa mengusap bahu perempuan yang sudah tiga tahun lebih menjadi kekasihnya.Amara tersenyum."Langsung ke tempat acara yang lain? atau istirahat dulu?" tanya Rafa."Ke hotel dulu, aku mau ganti baju.abis itu makan terus ke tempat seminar .""Ngga cape ?" tanya Rafa, mengingat kekasihnya itu hanya beristirahat satu hari sejak kedatangannya minggu lalu."Mumpung lagi di sini, minggu depan aku harus bali
"Mbak Nanda ada tamu,nunggu di lobby, cowok , ganteng." ucap Nia, office girl ."Siapa ya?""Saya lupa nanya, suruh nelpon ngga diangkat katanya.""Hah."Nanda teringat panggilan dari nomor asing beberapa saat yang lalu.Tidak dia jawab."Terima kasih, Teh .""Sama sama, pacarnya ya?." Nia kepo.Nanda menggeleng."Bukan"Desi yang mendengar dari balik kubikelnya menjadi penasaran."Siapa sih? Rafa?" tanyanya.Nanda mengangkat bahu.Entahlah, sudah berhari hari Rafa tidak kelihatan, sejak pemakaman ibunya."Samperin!, gue temenin." Desi sudah berdiri memegang bahu Nanda.***Pintu lift terbuka, nampak seorang pria memakai stelan jas berwarna biru tua sedang duduk di kursi khusus untuk tamu sambil memegang ponsel.Karena tidak ada orang lain lagi yang duduk di sana, Nanda menghampiri pria yang menurut Nia adalah tamunya."Cari saya ,Mas?."Pria itu mendongak kemudian berd
Rafa menekan tombol hijau di layar ponsel. Satu panggilan dari seseorang yang waktu itu Ia tinggalkan di sebuah kamar hotel. "Apa kabar ?"suara dari si penelpon. "Baik.kamu sendiri ?"jawab Rafa. "Aku sekarang udah di Semarang, di rumah Eyang. Dia nanyain kamu." "Salam buat Eyang." Hening... Rafa melihat layar ponsel, panggilan masih tersambung. "Aku sudah ngomong sama keluargaku.Awalnya mereka marah.bikin malu keluarga katanya.Udah tunangan tapi putus.ngga jadi nikah.kalau kamu gimana ?." "Sama." "Ibu kamu marah ?" tanya Amara. "Iya." "Tolong bilang sama beliau, aku minta maaf." "Untuk ?." "Menolak menikah tahun ini." Hening lagi... "Rafa, terima kasih sudah pernah jadi bagian hidup saya. Oh ya, saya berangkat ke Belanda bareng sama Ananta." "Adik kamu?."tanya Rafa. "Iya, dia ambil profesi
"Kenapa ngga sekarang aja sih?, besok siapa yang mau bantuin bawa barang ke sana?"tanya Desi sambil melihat ke arah tumpukan dus di belakangnya."Sesuai weton."ucap Arpan asal bunyi."Besok saya bisa, free, tidak ada sidang." ujar Davi sambil melihat ke arah ponselnya."Sekarang aja, mumpung masih sore." Rafa berdiri sambil melihat ke arah jam dinding, jam 5 .Kalau besok dia sibuk sekali, ada sesi foto prewedd pasangan pengantin di daerah Ancol."Tuh, kan. gue pengen jadi orang pertama yang menginjakkan kaki di sana.ayo!." Desi berdiri kemudian menarik tangan Nanda."Langsung aja nih?." Arpan celingukan melihat ke arah dua pria lain di tempat itu."Ya udah, angkutin aja ke mobil.nih kuncinya." Rafa melempar kunci mobil Nanda yang sejak tadi pagi tergeletak di atas meja tamu kepada Arpan.Nanda hanya pasrah melihat semua barang barangnya sudah berpindah ke dalam mobil miliknya dan mobil Davi.Padahal dia berencana pindah hari Se
"Sekarang? ,Do you have someone?" tanya Davi. " No, i don't" jawab Nanda. Rafa menatap Nanda dengan ekspresi yang sulit diartikan kemudian berdiri dan mengambil kunci motor. "Kemana Lo, pulang? " tanya Arpan. Rafa hanya mengangguk. Davi juga berdiri dan mengambil kunci mobil. "Bareng gue, tadi ke sini pake motor Nanda, kan?. " Davi mengajak Rafa ikut bersamanya dan meninggalkan motor di sana. Desi berdehem. Dia mulai mengerti, arah dan tujuan setiap perkataan Davi. "Gue juga pulang kalo gitu, udah jam sebelas, ayo sayang! "ucap Desi kepada Arpan yang masih duduk. " Hati hati, Nan. Di sini mungkin ada setan."Arpan bermaksud menakuti Nanda yang akan ditinggal sendirian. Davi dan Rafa yang sudah akan mencapai pintu kembali berbalik badan, keduanya menatap Nanda. "ELU setannya!, pada pulang sana ,makasih udah bantuin." Rafa yang kelu
Nanda melihat dari arah spion mobil. Motor hitam Rafa mengikutinya dari belakang, sejak mereka keluar dari area kantor Davi.Ketika tiba di parkiran apartemen miliknya, Rafa dan motornya tidak kelihatan lagi.Nanda menghembuskan nafas lega.Untuk sementara perempuan itu terdiam di dalam mobil. Menormalkan detak jantungnya setelah kejadian di studio musik tadi ditambah sosok Rafa yang beberapa saat lalu ada di belakang seolah mengantar dia pulang dan memastikannya selamat sampai apartemen."Ya Tuhan!" seru Nanda saat dia baru saja keluar dan mendapati Rafa berdiri di belakang mobil.Rafa kembali tersenyum seperti tadi .Lelaki itu kemudian mendekati Nanda."Kaget?" tanyanya."Tentu saja, Lo tiba tiba muncul, mirip penampakan" Jawab Nanda.Rafa menghela nafas gusar."Ngga konsisten banget.kadang manggil Kakak, kadang Kamu, sekarang malah jadi LO.""Serah gue dong, ya.""Berarti terserah gue