"Mbak Nanda ada tamu,nunggu di lobby, cowok , ganteng." ucap Nia, office girl .
"Siapa ya?"
"Saya lupa nanya, suruh nelpon ngga diangkat katanya."
"Hah."Nanda teringat panggilan dari nomor asing beberapa saat yang lalu.Tidak dia jawab.
"Terima kasih, Teh ."
"Sama sama, pacarnya ya?." Nia kepo.
Nanda menggeleng.
"Bukan"
Desi yang mendengar dari balik kubikelnya menjadi penasaran.
"Siapa sih? Rafa?" tanyanya.
Nanda mengangkat bahu.Entahlah, sudah berhari hari Rafa tidak kelihatan, sejak pemakaman ibunya.
"Samperin!, gue temenin." Desi sudah berdiri memegang bahu Nanda.
***
Pintu lift terbuka, nampak seorang pria memakai stelan jas berwarna biru tua sedang duduk di kursi khusus untuk tamu sambil memegang ponsel.
Karena tidak ada orang lain lagi yang duduk di sana, Nanda menghampiri pria yang menurut Nia adalah tamunya.
"Cari saya ,Mas?."
Pria itu mendongak kemudian berd
Rafa menekan tombol hijau di layar ponsel. Satu panggilan dari seseorang yang waktu itu Ia tinggalkan di sebuah kamar hotel. "Apa kabar ?"suara dari si penelpon. "Baik.kamu sendiri ?"jawab Rafa. "Aku sekarang udah di Semarang, di rumah Eyang. Dia nanyain kamu." "Salam buat Eyang." Hening... Rafa melihat layar ponsel, panggilan masih tersambung. "Aku sudah ngomong sama keluargaku.Awalnya mereka marah.bikin malu keluarga katanya.Udah tunangan tapi putus.ngga jadi nikah.kalau kamu gimana ?." "Sama." "Ibu kamu marah ?" tanya Amara. "Iya." "Tolong bilang sama beliau, aku minta maaf." "Untuk ?." "Menolak menikah tahun ini." Hening lagi... "Rafa, terima kasih sudah pernah jadi bagian hidup saya. Oh ya, saya berangkat ke Belanda bareng sama Ananta." "Adik kamu?."tanya Rafa. "Iya, dia ambil profesi
"Kenapa ngga sekarang aja sih?, besok siapa yang mau bantuin bawa barang ke sana?"tanya Desi sambil melihat ke arah tumpukan dus di belakangnya."Sesuai weton."ucap Arpan asal bunyi."Besok saya bisa, free, tidak ada sidang." ujar Davi sambil melihat ke arah ponselnya."Sekarang aja, mumpung masih sore." Rafa berdiri sambil melihat ke arah jam dinding, jam 5 .Kalau besok dia sibuk sekali, ada sesi foto prewedd pasangan pengantin di daerah Ancol."Tuh, kan. gue pengen jadi orang pertama yang menginjakkan kaki di sana.ayo!." Desi berdiri kemudian menarik tangan Nanda."Langsung aja nih?." Arpan celingukan melihat ke arah dua pria lain di tempat itu."Ya udah, angkutin aja ke mobil.nih kuncinya." Rafa melempar kunci mobil Nanda yang sejak tadi pagi tergeletak di atas meja tamu kepada Arpan.Nanda hanya pasrah melihat semua barang barangnya sudah berpindah ke dalam mobil miliknya dan mobil Davi.Padahal dia berencana pindah hari Se
"Sekarang? ,Do you have someone?" tanya Davi. " No, i don't" jawab Nanda. Rafa menatap Nanda dengan ekspresi yang sulit diartikan kemudian berdiri dan mengambil kunci motor. "Kemana Lo, pulang? " tanya Arpan. Rafa hanya mengangguk. Davi juga berdiri dan mengambil kunci mobil. "Bareng gue, tadi ke sini pake motor Nanda, kan?. " Davi mengajak Rafa ikut bersamanya dan meninggalkan motor di sana. Desi berdehem. Dia mulai mengerti, arah dan tujuan setiap perkataan Davi. "Gue juga pulang kalo gitu, udah jam sebelas, ayo sayang! "ucap Desi kepada Arpan yang masih duduk. " Hati hati, Nan. Di sini mungkin ada setan."Arpan bermaksud menakuti Nanda yang akan ditinggal sendirian. Davi dan Rafa yang sudah akan mencapai pintu kembali berbalik badan, keduanya menatap Nanda. "ELU setannya!, pada pulang sana ,makasih udah bantuin." Rafa yang kelu
Nanda melihat dari arah spion mobil. Motor hitam Rafa mengikutinya dari belakang, sejak mereka keluar dari area kantor Davi.Ketika tiba di parkiran apartemen miliknya, Rafa dan motornya tidak kelihatan lagi.Nanda menghembuskan nafas lega.Untuk sementara perempuan itu terdiam di dalam mobil. Menormalkan detak jantungnya setelah kejadian di studio musik tadi ditambah sosok Rafa yang beberapa saat lalu ada di belakang seolah mengantar dia pulang dan memastikannya selamat sampai apartemen."Ya Tuhan!" seru Nanda saat dia baru saja keluar dan mendapati Rafa berdiri di belakang mobil.Rafa kembali tersenyum seperti tadi .Lelaki itu kemudian mendekati Nanda."Kaget?" tanyanya."Tentu saja, Lo tiba tiba muncul, mirip penampakan" Jawab Nanda.Rafa menghela nafas gusar."Ngga konsisten banget.kadang manggil Kakak, kadang Kamu, sekarang malah jadi LO.""Serah gue dong, ya.""Berarti terserah gue
Rafa mendekat ke arah tiga orang tersebut.Nanda, Davi dan anak perempuan berambut ikal yang sedang memakan es krim. Mereka yang sedang duduk di kursi besi menatap ke arah Rafa yang tinggi menjulang. "Udah beres?" tanya Nanda "Iya"jawab Rafa singkat. "Om siapa?" tanya anak perempuan itu kepada Rafa. "Temen papa, ayo kenalan." Davi yang menjawab. Rafa mengulurkan tangan kanan dan segera disambut oleh anak tersebut yang kemudian turun dari kursi. "Namaku Alisa, anaknya papa Davi, nama Om siapa?" "Rafa." "Om Rafa tinggi sekali, sama Papa tinggian siapa?" "Ngga tahu." Rafa mengusap kepala Alisa. Davi beranjak kemudian berdiri di samping Rafa. "Coba lihat sendiri." Davi berbicara kepada putrinya. "Lebih tinggi Om Rafa."jawab Alisa setelah mengamati kedua pria dewasa di depannya. Suara dering ponsel terdengar. Milik Davi. Sebuah
Seharian ini Rafa melalui hari dengan mood yang anjlok setelah kedatangan ayahnya di pagi tadi.Apa katanya? Meninggalkan dunia fotografi?.Kalau bermain gitar memang sudah sejak dulu Ia menyerah. Tapi hidup tanpa memegang kamera, HAMPA. Umur sudah hampir tiga puluh masih dianggap seperti bocah kemarin sore.Rafa benci kenyataan bahwa dia anak sulung, padahal ada Raga yang walaupun anak kedua, sudah memperlihatkan dedikasinya untuk nama baik keluarga dan perusahaan. Dari sekian perintah ayahnya tadi pagi.Hanya masalah mencari perempuan sebagai calon istri yang menurutnya masuk akal.Apalagi perempuan itu sudah ada di depan mata dan mungkin saja dia adalah jodoh yang dipilih Tuhan untuknya. Rafa menghubungi nomor perempuan itu. ingin bertemu.Supaya hari ini tidak terlalu buruk. Ada bahagia bahagianya. "Lagi ngapain?." Rafa langsung bertanya saat telpon tersambung. "Baru pulang, mau mandi." "Gue ke situ, ya?."
Mobil Pajero hitam yang ditumpangi Nanda melaju kencang di jalan bebas hambatan menuju daerah Bogor. Di samping perempuan itu tampak Davi yang duduk dengan kepala bersandar ke belakang jok mobil. Masih hangover sepertinya.Di depan, seorang pria berpakaian serba hitam tampak fokus mengemudikan mobil.Nanda menarik nafas lalu menghembuskannya dengan perlahan. Untuk mengurangi rasa takut dan tegang yang melandanya.Davi memaksa dirinya ikut ke suatu tempat. Menemui seseorang yang katanya sangat penting dan juga karena orang tersebut sedang sakit.Nanda yang ketakutan, awalnya menolak tapi Davi meyakinkan dirinya bahwa orang tersebut juga sangat ingin bertemu dengannya.Selama puluhan tahun menunggu, untuk bertemu. 'Siapa?'. Nanda penasaran setengah mati.Mobil berhenti di sebuah bangunan semacam vila di daerah Puncak. Nanda melihat Davi masih memejamkan mata.Supir membuka pintu untuk keduanya.Nanda sudah berdiri di depan
Kesempatan tidak pernah datang dua kali.Kata siapa?.Rafa tidak percaya kalimat tersebut.Karena untuk urusan Nanda, Tuhan sudah memberikannya banyak kesempatan.Lagi dan Lagi. Saat SMA dulu, Rafa disibukkan dengan Nanda yang selalu bertandang ke kelasnya.Dengan berbagai alasan.Minta diajarin main gitar, memberi bekal makan siang, ngajak pulang bareng.Padahal saat itu Rafa sudah ada pacar, Nanda tidak peduli.Orang di sekitar mereka menjuluki perempuan itu si Muka tembok. Di masa kuliah, Nanda menyusul Rafa untuk berkuliah di Universitas yang sama, hanya Fakultas yang berbeda.Perempuan itu ikut kegiatan kampus yang sama yaitu Fotografi. Rafa tidak pernah mempermasalahkan Nanda yang terus mengikutinya.Karena menurut Dia, menyukai lawan jenis adalah hak segala manusia. Hingga kesempatan datang lagi saat Ia membeli sebuah rumah sebagai tempat berteduh dan Nanda tinggal tepat di sebelah rumah tersebut. Sekarang, Kesempatan itu
Nanda membayar sejumlah uang kepada kasir Rumah Sakit untuk keperluan Papa Hendra. Walaupun memakai asuransi kesehatan, ada beberapa alat dan obat yang harus dibeli secara mandiri. Sekarang Hendra ada di ruang Hemodialisa ditemani Irawaty yang kebetulan sedang istirahat. Perempuan itu bekerja di rumah sakit tersebut sebagai perawat di Poli penyakit dalam. Rafa yang tadi menemani mertuanya tampak duduk di antara Alva dan Alvi.Hari ini Lelaki itu sengaja meliburkan diri dan meminta Farhan menggantikan tugasnya di lokasi pemotretan. Nanda berjalan menuju ruang Hemodialisa, melewati ketiga lelaki yang tampak asik melihat ponsel yang menampilkan sebuah game petualangan. Terdengar suara Papa di telinga Nanda yang sedang memberikan alat dan obat tadi kepada perawat jaga di ruangan itu. "Pulang dari sini, Papa ingin berkumpul bersama di rumah, telp
"Jadi untuk cover, Kamu sudah polling ke pembaca di aplikasi? Yang mana pilihan mereka?, " tanya Larasati.Nanda mengangguk sambil menujukkan pilihan pertama dari gambar cover yang seminggu lalu dikirim pihak editor dan desain grafis.Kedua orang itu juga tampak berada di sana mengikuti meeting hari ini. Mba Tia sebagai editor dan Mas langit yang membuat desain cover untuk novel pertama Nanda."Oh ya, katanya udah open PO juga?, " Larasati kembali bertanya"Sudah, kemarin hari terakhir, "jawab Nanda." Dapet berapa?. "Nanda membuka buku catatan yang berisi daftar pembaca yang mengikuti PO novel miliknya."Ada 186 orang yang sudah transfer. "jawab Nanda."Kamu ngurus sendiri?, " tanya Mba TiaNanda mengangguk."Hebat" Kata Mba Tia kemudian."Sarjana
Hari ini adalah hari terakhir Rafa berada di ruang kerja Bendahara Keuangan di Perusahaan milik Radian.Semua berkas pengunduran diri dan segala macamnya sudah dikirim pihak HR. Azka menyimpan benda itu di meja bossnya."Bagaimana reaksi pihak manajemen mengenai laporan keuangan yang kita kirim kemarin, " tanya Rafa kepada asistennya itu."Beragam, untuk lebih jelas, kita lihat respon mereka di rapat nanti siang, Pak.""Sepertinya Aku tidak harus hadir, Papa sebentar lagi datang, Kamu dampingi Dia.""Bapak mau ke mana? Saya pikir laporan itu hasil kerja keras Bapak selama tiga bulan bekerja di sini, Anda harus dapat penghargaan karena bisa membereskan tata cara pengelolaan keuangan yang semrawut."Rafa terkekeh mendengar Azka berbicara seperti itu, menurutnya terlalu berlebihan."Raga tidak mungkin membiarkan perusahaan ini menjadi bangkrut,
Malam itu Nanda sedang menonton drama Korea, di ruang tengah, berbaring di sofa baru. Sebuah panggilan video terlihat di ponsel, dari Desi.Nanda menekan tombol hijau."Lagi ngapain pengantin baru?, " tanya Nanda secepat kilat, dia tidak mau keduluan.Desi pasti mau pamer."Honeymoon doooong, nih lihat." Desi memutar kamera handphone, terlihat suasana Jalan Malioboro, sedikit ramai."Udah berapa hari di Jogja?." Nanda bertanya tanpa menyadari Rafa menghampiri dan langsung menindih tubuh istrinya yang telungkup dengan mata fokus menatap hape. Desi yang teriak"HEI, mau ngapain tuh, Laki Lo?. "Rafa yang terkejut, segera bangkit dan berpindah ke sofa yang lain. Dia melempar bantal sofa ke arah istrinya."Wah, KDRT nih, " teriak Desi lagi."Tau, kebiasaan, dibiarin ngelunjak. " Nanda merapikan rambut yang berantakan karena ulah Rafa."Lusa gue pulang, cape udah dua minggu keliling Jawa. " De
"Maaf." Nanda menatap wajah Rafa yang sedang memakan nasi goreng yang dibeli saat perjalanan pulang."Makan dulu. " Rafa menunjuk mie goreng milik istrinya yang tersisa setengah.Lelaki itu kemudian menukar kedua makanan tersebut. Dia berusaha menghabiskan mie yang masih banyak dan istrinya memakan nasi goreng yang sisa sedikit.Rafa mengambil ponsel, ada pesan balasan dari papa yang mengabarkan bahwa Lelaki itu sudah ada di rumah begitu juga dengan asisten rumah tangga dan petugas keamanan yang tadi tidak kelihatan satu pun batang hidungnya."Kamu masih marah?, " tanya Nanda lagi."Siapa yang marah?." Rafa membereskan bungkus makanan dan melemparnya ke arah tempat sampah. Nanda mengikuti arah lemparan. Tepat sasaran."Jadi galak, aku takut, " ucap Nanda pelan."Kamu ngga nurut, jangan buka pintu, apalagi tamu lelaki. ""Iya, maaf. ""Ngomong apa Dia?.""Kita baikkan, jangan musuhan, gi
Rafa yang berada di balik kemudi melihat ada panggilan telpon dari adiknya, Raga. Suasana jalan yang mulai sepi memudahkan lelaki itu untuk segera menepi. Menjawab panggilan itu segera."Maminya Irene meninggal,kita bertemu di rumah, " Kata Raga di detik awal panggilan tersambung."Banyak orang di sana, gue ngga mau mancing keributan. ""Cari sendiri kalau begitu. ""Di mana Lo sembunyikan istri gue, Hah?. ""Temukan sendiri, seperti yang Lo minta,gue tidak akan lagi mengusik Kalian. "Panggilan berhenti.Rafa mencari kontak nama lain. Seseorang yang kemarin berseteru dengan istrinya di gedung resepsi. Panggilan tersambung setelah beberapa saat menunggu. Tiba tiba ada keraguan, Rafa yang kebingungan menutup kembali panggilan dan beralih menelpon adik dari perempuan itu."Kenapa?. " tanya Lelaki bernama Ananta merasa heran mendapat telpon dari teman sekaligus rivalnya tersebut."Lo di Jakarta?.""Iy
Aktivitas pagi di rumah baru, sendirian, karena suami bekerja. Nanda mencuci semua pakaian kotor milik Dia dan Rafa yang menggunung kemudian menjemurnya di lantai atas hingga tampak berderet.Pukul satu siang, setelah memakan mie instan, perempuan itu membuka satu tas ransel milik Rafa.Tadi pagi dia menemukan harta karun di sana. Buku diary miliknya, ternyata lelaki itu membawa benda itu ke mana mana di dalam tas yang selalu Ia bawa saat pemotretan atau pergi ke suatu tempat.Ada beberapa coretan di setiap lembar tulisan atau halaman, termasuk untuk bagian judul. Rafa menutup kata NEVER dengan tulisan ALWAYS.Coretan dan komentar di beberapa halaman berbentuk tulisan tangan yang sedikit berantakan, tidak terlalu bagus, sepertinya disengaja. Biar dibaca dan terkesan lucu.Komentarnya tidak jauh dari KataApaan nih?, Galau terus, Halu pasti, bangun! Jangan mimpi, Nangis lagi, Lucu juga, mending tidur, Kenapa lagi? ,Bet
Amara mengikuti langkah Rafa yang akan mengantarnya sampai ke taksi online yang dipesan Lelaki itu. "Kamu masih lama di sini? , Aku bisa nunggu padahal, pulang sama sama." Perempuan itu mempercepat langkah agar sejalan dengan Rafa yang tampak terburu buru. "Aku sudah ada janji. " Rafa melihat ke arah ponsel, mobil xenia hitam sudah datang , sesuai dengan yang tertera di aplikasi. "Itu mobilnya!," tunjuk lelaki itu. "Oh ya, soal istriku, tolong hargai Dia, Apa yang terjadi dengan hubungan kita di masa lalu, itu kesalahanku. " "Istri?. " "Nanda, aku sudah menikahinya. " Rafa berlalu, kembali masuk ke gedung resepsi, mengabaikan Amara yang masih terkejut dengan apa yang didengarnya. *** Rafa dan istrinya sudah check out dari hotel, dan sesuai keinginan Nanda harusnya mereka akan mulai tinggal di apartemen milik perempuan itu. Tapi ternyata Rafa punya rencana lain, saat mereka berdua ting
Desi dan Arpan sudah sah menjadi sepasang suami istri tadi pagi. Sore ini waktunya resepsi. Rafa yang tugasnya sudah digantikan fotografer lain dari pihak Wedding Organizer terlihat duduk santai sambil makan hidangan khas acara pernikahan. Davi yang datang bersama Mutia dan Alisa menghampiri lelaki itu, ingin berkumpul sebagai keluarga. "Istri Lo mana?."Davi menanyakan keberadaan adiknya. "Dipanggil Desi, tuh ada di Pelaminan. " Rafa menunjuk Nanda yang berdiri di samping kiri Desi. Beberapa orang tamu sedang mengantri untuk bersalaman. "Ooh, kirain tadi siapa yang jadi bridesmaid."ujar Mutia. Rafa melambaikan tangan pada Nanda. Menyuruh perempuan itu turun. Dua orang kakak Arpan akan menggantikan posisinya. Nanda yang sudah ada di bawah, langsung memeluk Alisa. "Tante, katanya udah nikah sama Om?," tanya anak perempuan itu. "Iya, sudah. " "Kok aku ngga dia