"Sekarang? ,Do you have someone?" tanya Davi.
" No, i don't" jawab Nanda.
Rafa menatap Nanda dengan ekspresi yang sulit diartikan kemudian berdiri dan mengambil kunci motor.
"Kemana Lo, pulang? " tanya Arpan.
Rafa hanya mengangguk.
Davi juga berdiri dan mengambil kunci mobil.
"Bareng gue, tadi ke sini pake motor Nanda, kan?. " Davi mengajak Rafa ikut bersamanya dan meninggalkan motor di sana.
Desi berdehem. Dia mulai mengerti, arah dan tujuan setiap perkataan Davi.
"Gue juga pulang kalo gitu, udah jam sebelas, ayo sayang! "ucap Desi kepada Arpan yang masih duduk.
" Hati hati, Nan. Di sini mungkin ada setan."Arpan bermaksud menakuti Nanda yang akan ditinggal sendirian.
Davi dan Rafa yang sudah akan mencapai pintu kembali berbalik badan, keduanya menatap Nanda.
"ELU setannya!, pada pulang sana ,makasih udah bantuin."
Rafa yang kelu
Nanda melihat dari arah spion mobil. Motor hitam Rafa mengikutinya dari belakang, sejak mereka keluar dari area kantor Davi.Ketika tiba di parkiran apartemen miliknya, Rafa dan motornya tidak kelihatan lagi.Nanda menghembuskan nafas lega.Untuk sementara perempuan itu terdiam di dalam mobil. Menormalkan detak jantungnya setelah kejadian di studio musik tadi ditambah sosok Rafa yang beberapa saat lalu ada di belakang seolah mengantar dia pulang dan memastikannya selamat sampai apartemen."Ya Tuhan!" seru Nanda saat dia baru saja keluar dan mendapati Rafa berdiri di belakang mobil.Rafa kembali tersenyum seperti tadi .Lelaki itu kemudian mendekati Nanda."Kaget?" tanyanya."Tentu saja, Lo tiba tiba muncul, mirip penampakan" Jawab Nanda.Rafa menghela nafas gusar."Ngga konsisten banget.kadang manggil Kakak, kadang Kamu, sekarang malah jadi LO.""Serah gue dong, ya.""Berarti terserah gue
Rafa mendekat ke arah tiga orang tersebut.Nanda, Davi dan anak perempuan berambut ikal yang sedang memakan es krim. Mereka yang sedang duduk di kursi besi menatap ke arah Rafa yang tinggi menjulang. "Udah beres?" tanya Nanda "Iya"jawab Rafa singkat. "Om siapa?" tanya anak perempuan itu kepada Rafa. "Temen papa, ayo kenalan." Davi yang menjawab. Rafa mengulurkan tangan kanan dan segera disambut oleh anak tersebut yang kemudian turun dari kursi. "Namaku Alisa, anaknya papa Davi, nama Om siapa?" "Rafa." "Om Rafa tinggi sekali, sama Papa tinggian siapa?" "Ngga tahu." Rafa mengusap kepala Alisa. Davi beranjak kemudian berdiri di samping Rafa. "Coba lihat sendiri." Davi berbicara kepada putrinya. "Lebih tinggi Om Rafa."jawab Alisa setelah mengamati kedua pria dewasa di depannya. Suara dering ponsel terdengar. Milik Davi. Sebuah
Seharian ini Rafa melalui hari dengan mood yang anjlok setelah kedatangan ayahnya di pagi tadi.Apa katanya? Meninggalkan dunia fotografi?.Kalau bermain gitar memang sudah sejak dulu Ia menyerah. Tapi hidup tanpa memegang kamera, HAMPA. Umur sudah hampir tiga puluh masih dianggap seperti bocah kemarin sore.Rafa benci kenyataan bahwa dia anak sulung, padahal ada Raga yang walaupun anak kedua, sudah memperlihatkan dedikasinya untuk nama baik keluarga dan perusahaan. Dari sekian perintah ayahnya tadi pagi.Hanya masalah mencari perempuan sebagai calon istri yang menurutnya masuk akal.Apalagi perempuan itu sudah ada di depan mata dan mungkin saja dia adalah jodoh yang dipilih Tuhan untuknya. Rafa menghubungi nomor perempuan itu. ingin bertemu.Supaya hari ini tidak terlalu buruk. Ada bahagia bahagianya. "Lagi ngapain?." Rafa langsung bertanya saat telpon tersambung. "Baru pulang, mau mandi." "Gue ke situ, ya?."
Mobil Pajero hitam yang ditumpangi Nanda melaju kencang di jalan bebas hambatan menuju daerah Bogor. Di samping perempuan itu tampak Davi yang duduk dengan kepala bersandar ke belakang jok mobil. Masih hangover sepertinya.Di depan, seorang pria berpakaian serba hitam tampak fokus mengemudikan mobil.Nanda menarik nafas lalu menghembuskannya dengan perlahan. Untuk mengurangi rasa takut dan tegang yang melandanya.Davi memaksa dirinya ikut ke suatu tempat. Menemui seseorang yang katanya sangat penting dan juga karena orang tersebut sedang sakit.Nanda yang ketakutan, awalnya menolak tapi Davi meyakinkan dirinya bahwa orang tersebut juga sangat ingin bertemu dengannya.Selama puluhan tahun menunggu, untuk bertemu. 'Siapa?'. Nanda penasaran setengah mati.Mobil berhenti di sebuah bangunan semacam vila di daerah Puncak. Nanda melihat Davi masih memejamkan mata.Supir membuka pintu untuk keduanya.Nanda sudah berdiri di depan
Kesempatan tidak pernah datang dua kali.Kata siapa?.Rafa tidak percaya kalimat tersebut.Karena untuk urusan Nanda, Tuhan sudah memberikannya banyak kesempatan.Lagi dan Lagi. Saat SMA dulu, Rafa disibukkan dengan Nanda yang selalu bertandang ke kelasnya.Dengan berbagai alasan.Minta diajarin main gitar, memberi bekal makan siang, ngajak pulang bareng.Padahal saat itu Rafa sudah ada pacar, Nanda tidak peduli.Orang di sekitar mereka menjuluki perempuan itu si Muka tembok. Di masa kuliah, Nanda menyusul Rafa untuk berkuliah di Universitas yang sama, hanya Fakultas yang berbeda.Perempuan itu ikut kegiatan kampus yang sama yaitu Fotografi. Rafa tidak pernah mempermasalahkan Nanda yang terus mengikutinya.Karena menurut Dia, menyukai lawan jenis adalah hak segala manusia. Hingga kesempatan datang lagi saat Ia membeli sebuah rumah sebagai tempat berteduh dan Nanda tinggal tepat di sebelah rumah tersebut. Sekarang, Kesempatan itu
Desi dan Nanda memperhatikan Rafa yang baru saja melempar bola bowling ke arah pin pin. Bola itu menggelinding lurus dan STRIKE. Semua pinnya terjatuh. Rafa berseru puas, tubuhnya berbalik dan menatap Nanda sekilas, sebelum duduk menggantikan Arpan yang berdiri menuju keranjang bola."Ehem, si Rafa girang banget deh, kapan jadiannya?" tanya Desi kepada Nanda yang sedang melihat ke sekeliling Bowling center di daerah Ancol tersebut."Semalam" jawab Nanda singkat."Akhirnya, ngga jomblo lagi temen gue.oh ya, main di sini kalian yang traktir, kan? Pajak jadian.""Iya, tenang aja. Rafa yang bayar. Gue ogah."Desi bertepuk tangan, melihat Arpan berhasil menjatuhkan semua pin juga."Lo sendiri, seneng ngga jadi cewek dia?"tanya Desi lagi." Kelihatannya?"Nanda malah balik bertanya."Lemes banget, gapapa kali, gue support Lo berdua jadian, waktu itu kan Dia ada tunangan, makanya gue benci."Desi meng
"Mobil siapa? merah begitu" tanya Nanda sesaat setelah turun dari boncengan motor."Raga"jawab Rafa singkat.Nanda mencoba mengingat sosok bernama Raga.Yang terlintas adalah seorang anak lelaki yang dulu pernah satu tempat kursus piano dengannya, saat Sekolah Dasar dulu.Anak lelaki yang ternyata adalah adiknya Rafa." Raga Wi?."Rafa terkekeh mendengarnya, nama panggilan adiknya di dunia pergaulan.Di atas teras nampak satu sosok berdiri memakai kemeja abu abu yang yang bagian lengannya digulung sampai siku dan celana panjang hitam.khas orang kantoran.Berbeda dengan Rafa yang memakai jeans hitam, kaos hitam dan jaket. outfit keseharian."Waah, abis kencan sepertinya."ucap Raga menatap keduanya."Ngapain kemari? "tanya Rafa sambil membuka pintu rumah.Raga tidak menjawab, dia fokus memperhatikan perempuan berambut panjang yang digandeng Kakaknya." Apa kabar, N
Raga dan mobilnya sudah berlalu.Hari sudah mulai gelap, sekitar jam enam sore.Rafa mengingat perempuan yang sedang menunggu di lantai atas. Nanda tampak memainkan ponsel saat Rafa membuka pintu kamar. Wajah perempuan itu terlihat kesal. "Ayo, mau pulang sekarang? atau nginep?" tanya Rafa cengengesan. "Kenapa tadi aku dikurung?,"protes Nanda. Rafa menghela nafas. " Tadi urusan keluarga, penting."jawabnya. "Ooh, aku kirain kamu malu." "Malu kenapa? " "Malu pacaran sama aku, cewek mendang mending, ngga ada bagus bagusnya. daripada jomlo, kan. Lumayan daripada gabut." ucap Nanda bertubi tubi. "Lo kenapa, sih? " "Coba kamu ada di posisi aku.Begitu ketemu keluarga tapi aku suruh kamu diam seperti tahanan gini. Ngga boleh keluar. apa yang kamu pikirin? " "Masalahnya, yang datang tadi itu Raga." "Aku juga tahu yang tadi itu Dia.teman les pianoku dul