Apa yang paling berharga dalam hidup?.Akan ada banyak jawaban untuk pertanyaan itu.Bagi Nanda, untuk saat ini, Ibu nya adalah yang paling berharga. Dia takut jika suatu saat Ibunya pergi meninggalkan dia tanpa kata dan kalimat perpisahan.
Nanda mengambil kamera yang tersimpan rapi di lemari.Sekian lama benda itu tidak digunakan.Sekarang, Ia ingin mengabadikan setiap momen kebersamaan dengan ibunya.
"Mau ikut komunitas fotografi lagi ?" tanya Ibu sambil duduk di tempat tidur.
" Ngga, mau buat iseng aja." jawab Nanda.
"Katanya mau belajar nyetir lagi? ayo,sekalian hunting foto."
"Mama bawa kamera juga?"
"Pake hape aja."
***
Rafa menutup pagar rumah. Seorang wanita cantik berdiri di samping motor hitamnya.
Di saat bersamaan, Nanda dan mamanya berada di carport hendak naik ke mobil.
Tiba tiba mama memanggil Rafa, tentu saja Nanda kaget bukan kepalang.
" Mau pergi juga, Raf ?."
"Iya, Bu."
Bukan Rafa yang menjawab tapi perempuan di sampingnya.Dia menghampiri mama, mengajak cipika cipiki.
"Saya Amara, calon istrinya Rafa."perempuan itu mengenalkan diri.
"Saya Ratih, itu anak saya Nanda."
Nanda hanya tersenyum.Dia tetap di posisi semula, tidak beranjak sama sekali.
"Saya duluan ya Bu, mau pulang, masih jetlag." amara berpamitan dengan sopan.
"Dari mana?" Mama jadi kepo.
"Saya baru pulang dari Belanda."
" Oh, silakan kalau gitu, ngobrolnya kapan kapan lagi aja."balas mama Ratih sambil tersenyum sungkan.
Amara naik ke boncengan motor Rafa dan memakai helm yang biasa di pakai Nanda.motor melesat meninggalkan Nanda yang merasa kehilangan perhatian dari pengendara motor itu. ternyata butuh waktu lebih lama untuk move on.
"Ibu kenapa nanya nanya?" Nanda cemberut.
"Emang kamu mau nanya sendiri, itu tadi mama mewakili kamu."
"Lain kali jangan."
***
"Apa Lu bilang? sudah punya tunangan? Jadi selama ini ngapain?." pertanyaan beruntun keluar dari mulut Desi.
" Ngga ngapa ngapain." jawab Nanda.
"Maksud gue, si Rafa baru ngomong statusnya sekarang dan dia biarin Lu mondar mandir, bolak balik, jungkir balik nyari perhatian dia.keterlaluan emang tuh demit." Desi terlihat emosi.
"Lo sering ketemu dia,kan?" tanya Nanda
" Sering lah, emang kenapa?."
" Ganteng, kan?"
Desi mengangguk.
" Udah itu aja."ucap nanda
"Maksud?."desi tidak faham.
"Gue yang bego, itu saja."
"Gimana sih, ngga ngerti gue."
"Ya, Lo pikir aja, mana ada cowok seganteng dia, masih jomblo hari gini.gue aja yang memaksakan diri." Nanda realistis.
"Oh, iya juga.terus sekarang gimana?."
" Gue mau fokus satu hal."
Nanda terdiam sebentar hingga membuat Desi penasaran.
"Apaan?"
"Ngga mau mikirin cinta cintaan." jawab nanda
"Emang bisa ?." Desi tidak percaya.
" Pasti bisa." Nanda meyakinkan dirinya sendiri.
***
Rafa menyalakan tv, mencari saluran yang biasa ditonton seseorang yang sudah tiga malam ini tidak datang.
Sambil merebahkan diri di sofa, ia mengingat ucapan Nanda untuk terakhir kali, di tempat itu.
"Aku berhenti"
Rafa menghela nafas.
Nanda bukan hanya tidak pernah datang lagi, perempuan itu juga memblokir nomor nya.kekanakan sekali.
Televisi menayangkan adegan romantis sepasang kekasih.mereka berciuman bibir. Rafa teringat Nanda. Jika ada adegan seperti itu, Nanda berteriak histeris,entah apa maksudnya.
Lelaki itu kemudian beranjak ke lantai atas menuju kamar, ingin tidur karena ngantuk.meninggalkan tv tetap menyala ,merasakan kehadiran Nanda melalui dialog bahasa Korea yang terdengar sampai atas.
***
Nanda mendengar bunyi seperti gelas jatuh kemudian ada suara ibunya memanggil.Setengah loncat perempuan itu bangkit dari tempat tidur, menuju arah suara.
"Mamaa,mama jatuh, ayo bangun !"nanda berusaha mengangkat tubuh ibunya.
" Ke rumah sakit" ucap ibunya,sebelum terkulai di pelukan nanda.
Nanda membawa tubuh ibunya dan membaringkan di atas sofa ruang tamu kemudian berlari ke kamar mengambil tas ibunya.
Ketika berada di depan pintu mobil,ia menangis.Nanda berlari menuju rumah Rafa di sebelah.
Pintu pagar dan rumah Rafa tidak dikunci, Nanda langsung melesat ke lantai dua, menggedor pintu kamar.
" Bangun !, buka pintunya!, antar mamaku ke rumah sakit."
Tidak perlu menunggu lama, pintu langsung terbuka.
" Kenapa?"
" Mama pingsan, ayo buruan !" Nanda menarik tangan Rafa dalam kepanikan.
Rafa menyambar celana jeans dan jaketnya.
" Temenin mama kamu , aku pake ini dulu sebentar."
Nanda berlari, kembali menuju rumahnya.
***
"Kanker serviks stadium 4B" jawab Nanda saat Rafa bertanya apa penyakit Mama Ratih.
" Berarti sudah lama."
Nanda mengangguk mengiyakan.
Sekarang mama Ratih berada di ruangan observasi.
" Mama kamu sudah pernah operasi atau kemoterapi?" tanya Rafa kemudian.
Nanda menggeleng, Ia sungguh tidak tahu.
"Ibuku sakit kanker payudara, semua pengobatan sudah dijalani, sekarang dia sehat." ucap Rafa sambil memegang pundak Nanda.
Nanda terdiam.Dia merasa seperti anak durhaka, tidak tahu kesusahan ibunya sendiri.
"Aku.." Rafa tidak jadi berkata, dia menyadari sesuatu.
Nanda mengerutkan dahi.
"Gue temenin Lu, sampai Bu Ratih sadar, jangan khawatir." ucap Rafa selanjutnya.
Nanda memegang tangan Ibunya.Dia tidak menyangka perempuan yang selalu terlihat sehat dan banyak tersenyum itu ternyata menyimpan rahasia tentang sakitnya seorang diri. Tidak menjalani operasi ataupun kemoterapi.Hanya meminum obat dan vitamin saja. Itu yang tadi dikatakan dokter. "Kapan mama mulai sakit?"tanya batin Nanda. "Sebelum papa mempunyai wanita lain atau sesudah itu Ma?" "Kenapa main rahasia sama aku?padahal mama tahu segala hal tentang duniaku."batin Nanda dipenuhi pertanyaan. Tidak ada jawaban. Meskipun Nanda mengatakan itu dengan mulutnya, tidak akan ada jawaban. Ibunya belum membuka mata sama sekali dari sejak dibawa dari rumah tadi. Nanda mengusap pipi ibunya.kemudian dia berdiri menuju ke luar ruangan setelah pamit sebentar kepada seorang perawat di sana. *** Nanda berjalan hingga ujung lorong dan menemukan tangga untuk naik ke lantai atas.Perempuan itu kemudian duduk di undakan k
Cantik, smart, public speaking yang mumpuni, terkenal di kalangan akademisi, itulah penggambaran untuk sosok perempuan yang sedang menjadi pembicara di dalam aula fakultas pertanian sebuah Universitas Negeri di Bogor.Amaranita, nama perempuan itu.Dia menempuh pendidikan S2 agriculture,setelah menerima beasiswa dari pemerintah Belanda.Rafa menghampiri Amara .Acara sudah selesai tiga puluh menit yang lalu."Bagaimana penampilan aku tadi?" tanya Amara kepada Rafa yang langsung berdiri di samping gadis itu."Good job." Rafa mengusap bahu perempuan yang sudah tiga tahun lebih menjadi kekasihnya.Amara tersenyum."Langsung ke tempat acara yang lain? atau istirahat dulu?" tanya Rafa."Ke hotel dulu, aku mau ganti baju.abis itu makan terus ke tempat seminar .""Ngga cape ?" tanya Rafa, mengingat kekasihnya itu hanya beristirahat satu hari sejak kedatangannya minggu lalu."Mumpung lagi di sini, minggu depan aku harus bali
"Mbak Nanda ada tamu,nunggu di lobby, cowok , ganteng." ucap Nia, office girl ."Siapa ya?""Saya lupa nanya, suruh nelpon ngga diangkat katanya.""Hah."Nanda teringat panggilan dari nomor asing beberapa saat yang lalu.Tidak dia jawab."Terima kasih, Teh .""Sama sama, pacarnya ya?." Nia kepo.Nanda menggeleng."Bukan"Desi yang mendengar dari balik kubikelnya menjadi penasaran."Siapa sih? Rafa?" tanyanya.Nanda mengangkat bahu.Entahlah, sudah berhari hari Rafa tidak kelihatan, sejak pemakaman ibunya."Samperin!, gue temenin." Desi sudah berdiri memegang bahu Nanda.***Pintu lift terbuka, nampak seorang pria memakai stelan jas berwarna biru tua sedang duduk di kursi khusus untuk tamu sambil memegang ponsel.Karena tidak ada orang lain lagi yang duduk di sana, Nanda menghampiri pria yang menurut Nia adalah tamunya."Cari saya ,Mas?."Pria itu mendongak kemudian berd
Rafa menekan tombol hijau di layar ponsel. Satu panggilan dari seseorang yang waktu itu Ia tinggalkan di sebuah kamar hotel. "Apa kabar ?"suara dari si penelpon. "Baik.kamu sendiri ?"jawab Rafa. "Aku sekarang udah di Semarang, di rumah Eyang. Dia nanyain kamu." "Salam buat Eyang." Hening... Rafa melihat layar ponsel, panggilan masih tersambung. "Aku sudah ngomong sama keluargaku.Awalnya mereka marah.bikin malu keluarga katanya.Udah tunangan tapi putus.ngga jadi nikah.kalau kamu gimana ?." "Sama." "Ibu kamu marah ?" tanya Amara. "Iya." "Tolong bilang sama beliau, aku minta maaf." "Untuk ?." "Menolak menikah tahun ini." Hening lagi... "Rafa, terima kasih sudah pernah jadi bagian hidup saya. Oh ya, saya berangkat ke Belanda bareng sama Ananta." "Adik kamu?."tanya Rafa. "Iya, dia ambil profesi
"Kenapa ngga sekarang aja sih?, besok siapa yang mau bantuin bawa barang ke sana?"tanya Desi sambil melihat ke arah tumpukan dus di belakangnya."Sesuai weton."ucap Arpan asal bunyi."Besok saya bisa, free, tidak ada sidang." ujar Davi sambil melihat ke arah ponselnya."Sekarang aja, mumpung masih sore." Rafa berdiri sambil melihat ke arah jam dinding, jam 5 .Kalau besok dia sibuk sekali, ada sesi foto prewedd pasangan pengantin di daerah Ancol."Tuh, kan. gue pengen jadi orang pertama yang menginjakkan kaki di sana.ayo!." Desi berdiri kemudian menarik tangan Nanda."Langsung aja nih?." Arpan celingukan melihat ke arah dua pria lain di tempat itu."Ya udah, angkutin aja ke mobil.nih kuncinya." Rafa melempar kunci mobil Nanda yang sejak tadi pagi tergeletak di atas meja tamu kepada Arpan.Nanda hanya pasrah melihat semua barang barangnya sudah berpindah ke dalam mobil miliknya dan mobil Davi.Padahal dia berencana pindah hari Se
"Sekarang? ,Do you have someone?" tanya Davi. " No, i don't" jawab Nanda. Rafa menatap Nanda dengan ekspresi yang sulit diartikan kemudian berdiri dan mengambil kunci motor. "Kemana Lo, pulang? " tanya Arpan. Rafa hanya mengangguk. Davi juga berdiri dan mengambil kunci mobil. "Bareng gue, tadi ke sini pake motor Nanda, kan?. " Davi mengajak Rafa ikut bersamanya dan meninggalkan motor di sana. Desi berdehem. Dia mulai mengerti, arah dan tujuan setiap perkataan Davi. "Gue juga pulang kalo gitu, udah jam sebelas, ayo sayang! "ucap Desi kepada Arpan yang masih duduk. " Hati hati, Nan. Di sini mungkin ada setan."Arpan bermaksud menakuti Nanda yang akan ditinggal sendirian. Davi dan Rafa yang sudah akan mencapai pintu kembali berbalik badan, keduanya menatap Nanda. "ELU setannya!, pada pulang sana ,makasih udah bantuin." Rafa yang kelu
Nanda melihat dari arah spion mobil. Motor hitam Rafa mengikutinya dari belakang, sejak mereka keluar dari area kantor Davi.Ketika tiba di parkiran apartemen miliknya, Rafa dan motornya tidak kelihatan lagi.Nanda menghembuskan nafas lega.Untuk sementara perempuan itu terdiam di dalam mobil. Menormalkan detak jantungnya setelah kejadian di studio musik tadi ditambah sosok Rafa yang beberapa saat lalu ada di belakang seolah mengantar dia pulang dan memastikannya selamat sampai apartemen."Ya Tuhan!" seru Nanda saat dia baru saja keluar dan mendapati Rafa berdiri di belakang mobil.Rafa kembali tersenyum seperti tadi .Lelaki itu kemudian mendekati Nanda."Kaget?" tanyanya."Tentu saja, Lo tiba tiba muncul, mirip penampakan" Jawab Nanda.Rafa menghela nafas gusar."Ngga konsisten banget.kadang manggil Kakak, kadang Kamu, sekarang malah jadi LO.""Serah gue dong, ya.""Berarti terserah gue
Rafa mendekat ke arah tiga orang tersebut.Nanda, Davi dan anak perempuan berambut ikal yang sedang memakan es krim. Mereka yang sedang duduk di kursi besi menatap ke arah Rafa yang tinggi menjulang. "Udah beres?" tanya Nanda "Iya"jawab Rafa singkat. "Om siapa?" tanya anak perempuan itu kepada Rafa. "Temen papa, ayo kenalan." Davi yang menjawab. Rafa mengulurkan tangan kanan dan segera disambut oleh anak tersebut yang kemudian turun dari kursi. "Namaku Alisa, anaknya papa Davi, nama Om siapa?" "Rafa." "Om Rafa tinggi sekali, sama Papa tinggian siapa?" "Ngga tahu." Rafa mengusap kepala Alisa. Davi beranjak kemudian berdiri di samping Rafa. "Coba lihat sendiri." Davi berbicara kepada putrinya. "Lebih tinggi Om Rafa."jawab Alisa setelah mengamati kedua pria dewasa di depannya. Suara dering ponsel terdengar. Milik Davi. Sebuah