Nanda memperhatikan Ibunya yang sedang mengemudi.Hari ini mereka berangkat bersama . Semalam juga Nanda tidur di kamar Ibunya.
"Aku mau belajar nyetir lagi sampai pro kalau bisa." ucap Nanda melihat ke arah depan yang ramai lancar kendaraan.
"Nanti mama temenin, atau diajarin Rafa lagi ?"
"Mama aja, ntar aku dibilang modus lagi kalau sama dia."
"Emang iya kan ?" Ledek mama.
"Kan aku lagi cuekin dia."
"Gimana reaksinya?"
"B aja."
"Ngga ada chat sama sekali?"
Nanda menggeleng.
"Mungkin aku bukan orang penting di hidupnya."
Mobil berhenti di depan kantor tempat Nanda bekerja.
"Nanti sore pulang sendiri,kan? Mama ada urusan lagi, sampai sore baru selesai sepertinya."
Nanda mengangguk kemudian mencium tangan Ibunya.
***
Desi menghampiri Nanda yang masih belum keluar dari kubikelnya padahal jam istirahat sudah hampir habis.
"Nih, gue bawain batagor, baik kan gue?"
"Tengkyu, paling cantik paling imut ,udah tuh ya , pegang hidung Lu, terbang ngga tanggung jawab."
"Lebay. Kenapa sih, Lu? muka ditekuk mulu, pasti gara gara Si Rafatar KW ."
Nanda melihat sekeliling, dia tidak ingin ada orang lain mendengar , takut jadi bahan gibah.
"Lu temen gue kan? "
Desi mengangguk.
"Bisa jaga rahasia,kan ?"
Desi mengangguk lagi.
"Emm, nyokap gue mau cerai sama bokap."
Desi menutup mulutnya.Antara kaget dan bingung mau komentar apa.
"Terus?" akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulutnya.
"Bokap punya istri lagi ternyata, udah punya anak lagi malah."
"Hah, beneran ? Sejak kapan?"
"Mungkin sejak gue masuk kuliah, anak anak nya umur 6 tahunan."
"Banyak?"
"Kembar, cowok semua."
"Lu punya adik dong, masih bocil lagi, Eh."
Desi memukul mulutnya yang tidak paham situasi.
"Nyokap Lu pasti sedih banget ."
"Tapi gue ngga lihat dia nangis , aneh aja gitu."
"Karena udah lima tahun lebih, mungkin mama Lo udah nerima.ngga tahu pas awal awal terbongkar. Pasti kacau , meledak kaya bom."
"Tapi, baru kemarin mama ke pengadilan agama."
"Udah ngga kuat kali, siapa juga yang mau."
Nanda diam, memikirkan banyak hal.
"Mungkin pas awal ketahuan, mereka main rahasia dari Lu, takut broken home, maybe."Desi menyampaikan pendapatnya.
Nanda menatap Desi.Bisa bijak juga ternyata, biasanya gesrek. Desi memang paling ajaib.
"Lu sendiri, ngapain aja kemarin kemarin, sampai tidak bisa merasakan kejanggalan dalam rumah sendiri?" ucap Desi telak.
"Gue,gue...?" Nanda bingung.
"Sibuk mengemis cinta si Rafatar KW, dasar bego emang."
Nanda melihat Desi berlalu meninggalkannya.
Di antara ucapan Desi tadi, tak ada satupun yang membuatnya tersinggung dan sakit hati. Karena semuanya itu benar.Di lubuk hatinya yang paling dalam, dia ingin seseorang untuk menyuruhnya berhenti mengejar cinta Rafa.
***
Nanda sedang duduk di halte menunggu bis. Desi dan Arpan baru saja berlalu berboncengan motor.
"Ayo naik, pake helm." Motor hitam itu berhenti tepat di depan Nanda.
Nanda tetap duduk.Tidak mengambil helm yang disodorkan.
"Kenapa? lagi nunggu orang?"
"Kenapa jemput?" Nanda balik bertanya.
" Karena kita satu arah, Lu masih tetangga gue, kan ?"
Nanda tersenyum.
Perempuan itu berdiri dan naik ke atas boncengan motor Yamaha hitam milik Rafa.
"Tetangga doang nih, bukan pacar?"
"Jangan mulai."
Nanda memegang pundak Rafa, seperti biasa.
" Kalau aku punya pacar, boleh?" Nanda ingin melihat reaksi Rafa.
"Terserah , siapa gue emang?"
"Iya deh, ntar aku cari pacar, yang lebih segalanya dari kamu." Nanda bermaksud memanasi.
"Emang ada?."
Nanda tidak menjawab.Dia juga tidak tahu.Apakah ada Lelaki yang akan lebih menarik hatinya selain Rafa Yudistira?."
Nanda membuka pintu rumah yang ternyata tidak dikunci. Sepi,seperti rumah kosong tidak berpenghuni.Tidak lama,terdengar suara tangisan,dari kamar utama.Ibunya berbaring di tempat tidur, menghadap ke tembok, punggungnya bergetar.Untuk beberapa saat,Nanda hanya berdiri di balik pintu sambil memegang handle.Dia tidak tahu harus bagaimana bersikap.Hatinya merasa sakit, melihat perempuan yang melahirkan dirinya begitu terluka atas perbuatan lelaki yang dipanggil PAPA di rumah ini."Ma !, Nanda pulang,laper banget, pengen makan." kalimat itu yang keluar dari mulut Nanda.Tidak langsung ada sahutan, mungkin Ibunya sibuk menghapus air mata dulu."Sudah mama siapin, tadi beli sop buntut, kesukaan kamu."Perempuan itu tersenyum, menghampiri Nanda kemudian membenahi rambut anaknya yang sedikit semrawut."Naik ojol? rambut sampe acak acakan.""Dibonceng Rafa, ngebut." jawab Nanda jujur."Siapa yang nyamperin duluan?" tan
Sudah jam dua belas malam.Nanda masih belum bisa tidur.Begitu banyak yang dipikirkan.Isi kepalanya penuh dengan pemikiran mengenai masalah yang sedang dialaminya saat ini.Mengenai perceraian orangtuanya, kenyataan bahwa sekarang ia memiliki dua orang adik, papa yang sudah punya keluarga baru, masalah rumah yang ditempati akan segera dijual.Satu lagi, soal Rafa, setelah begitu banyak waktu yang terbuang.Kenapa lelaki itu baru mengatakan kalau ia sudah punya tunangan?.Nanda ingin teriak, memaki lelaki itu. Rafa bukan pemberi harapan palsu.Dari awal cuma kalimat "Lu tetangga gue, jadi bla bla bla."Tidak ada kalimat romantis atau skinship yang menjurus pernyataan suka atau cinta dari Rafa kepada dirinya."Jadi yang salah siapa?" pikir Nanda, terus mengurai kalimat itu di kepalanya.Dirinya yang tidak tahu malu dan kelewat bego? atau Rafa yang menyembunyikan status pribadinya selama hamp
Apa yang paling berharga dalam hidup?.Akan ada banyak jawaban untuk pertanyaan itu.Bagi Nanda, untuk saat ini, Ibu nya adalah yang paling berharga. Dia takut jika suatu saat Ibunya pergi meninggalkan dia tanpa kata dan kalimat perpisahan.Nanda mengambil kamera yang tersimpan rapi di lemari.Sekian lama benda itu tidak digunakan.Sekarang, Ia ingin mengabadikan setiap momen kebersamaan dengan ibunya."Mau ikut komunitas fotografi lagi ?" tanya Ibu sambil duduk di tempat tidur." Ngga, mau buat iseng aja." jawab Nanda."Katanya mau belajar nyetir lagi? ayo,sekalian hunting foto.""Mama bawa kamera juga?""Pake hape aja."*** Rafa menutup pagar rumah. Seorang wanita cantik berdiri di samping motor hitamnya.Di saat bersamaan, Nanda dan mamanya berada di carport hendak naik ke mobil.Tiba tiba mama memanggil Rafa, tentu saja Nanda kaget bukan kepalang." Mau pergi juga,
Nanda memegang tangan Ibunya.Dia tidak menyangka perempuan yang selalu terlihat sehat dan banyak tersenyum itu ternyata menyimpan rahasia tentang sakitnya seorang diri. Tidak menjalani operasi ataupun kemoterapi.Hanya meminum obat dan vitamin saja. Itu yang tadi dikatakan dokter. "Kapan mama mulai sakit?"tanya batin Nanda. "Sebelum papa mempunyai wanita lain atau sesudah itu Ma?" "Kenapa main rahasia sama aku?padahal mama tahu segala hal tentang duniaku."batin Nanda dipenuhi pertanyaan. Tidak ada jawaban. Meskipun Nanda mengatakan itu dengan mulutnya, tidak akan ada jawaban. Ibunya belum membuka mata sama sekali dari sejak dibawa dari rumah tadi. Nanda mengusap pipi ibunya.kemudian dia berdiri menuju ke luar ruangan setelah pamit sebentar kepada seorang perawat di sana. *** Nanda berjalan hingga ujung lorong dan menemukan tangga untuk naik ke lantai atas.Perempuan itu kemudian duduk di undakan k
Cantik, smart, public speaking yang mumpuni, terkenal di kalangan akademisi, itulah penggambaran untuk sosok perempuan yang sedang menjadi pembicara di dalam aula fakultas pertanian sebuah Universitas Negeri di Bogor.Amaranita, nama perempuan itu.Dia menempuh pendidikan S2 agriculture,setelah menerima beasiswa dari pemerintah Belanda.Rafa menghampiri Amara .Acara sudah selesai tiga puluh menit yang lalu."Bagaimana penampilan aku tadi?" tanya Amara kepada Rafa yang langsung berdiri di samping gadis itu."Good job." Rafa mengusap bahu perempuan yang sudah tiga tahun lebih menjadi kekasihnya.Amara tersenyum."Langsung ke tempat acara yang lain? atau istirahat dulu?" tanya Rafa."Ke hotel dulu, aku mau ganti baju.abis itu makan terus ke tempat seminar .""Ngga cape ?" tanya Rafa, mengingat kekasihnya itu hanya beristirahat satu hari sejak kedatangannya minggu lalu."Mumpung lagi di sini, minggu depan aku harus bali
"Mbak Nanda ada tamu,nunggu di lobby, cowok , ganteng." ucap Nia, office girl ."Siapa ya?""Saya lupa nanya, suruh nelpon ngga diangkat katanya.""Hah."Nanda teringat panggilan dari nomor asing beberapa saat yang lalu.Tidak dia jawab."Terima kasih, Teh .""Sama sama, pacarnya ya?." Nia kepo.Nanda menggeleng."Bukan"Desi yang mendengar dari balik kubikelnya menjadi penasaran."Siapa sih? Rafa?" tanyanya.Nanda mengangkat bahu.Entahlah, sudah berhari hari Rafa tidak kelihatan, sejak pemakaman ibunya."Samperin!, gue temenin." Desi sudah berdiri memegang bahu Nanda.***Pintu lift terbuka, nampak seorang pria memakai stelan jas berwarna biru tua sedang duduk di kursi khusus untuk tamu sambil memegang ponsel.Karena tidak ada orang lain lagi yang duduk di sana, Nanda menghampiri pria yang menurut Nia adalah tamunya."Cari saya ,Mas?."Pria itu mendongak kemudian berd
Rafa menekan tombol hijau di layar ponsel. Satu panggilan dari seseorang yang waktu itu Ia tinggalkan di sebuah kamar hotel. "Apa kabar ?"suara dari si penelpon. "Baik.kamu sendiri ?"jawab Rafa. "Aku sekarang udah di Semarang, di rumah Eyang. Dia nanyain kamu." "Salam buat Eyang." Hening... Rafa melihat layar ponsel, panggilan masih tersambung. "Aku sudah ngomong sama keluargaku.Awalnya mereka marah.bikin malu keluarga katanya.Udah tunangan tapi putus.ngga jadi nikah.kalau kamu gimana ?." "Sama." "Ibu kamu marah ?" tanya Amara. "Iya." "Tolong bilang sama beliau, aku minta maaf." "Untuk ?." "Menolak menikah tahun ini." Hening lagi... "Rafa, terima kasih sudah pernah jadi bagian hidup saya. Oh ya, saya berangkat ke Belanda bareng sama Ananta." "Adik kamu?."tanya Rafa. "Iya, dia ambil profesi
"Kenapa ngga sekarang aja sih?, besok siapa yang mau bantuin bawa barang ke sana?"tanya Desi sambil melihat ke arah tumpukan dus di belakangnya."Sesuai weton."ucap Arpan asal bunyi."Besok saya bisa, free, tidak ada sidang." ujar Davi sambil melihat ke arah ponselnya."Sekarang aja, mumpung masih sore." Rafa berdiri sambil melihat ke arah jam dinding, jam 5 .Kalau besok dia sibuk sekali, ada sesi foto prewedd pasangan pengantin di daerah Ancol."Tuh, kan. gue pengen jadi orang pertama yang menginjakkan kaki di sana.ayo!." Desi berdiri kemudian menarik tangan Nanda."Langsung aja nih?." Arpan celingukan melihat ke arah dua pria lain di tempat itu."Ya udah, angkutin aja ke mobil.nih kuncinya." Rafa melempar kunci mobil Nanda yang sejak tadi pagi tergeletak di atas meja tamu kepada Arpan.Nanda hanya pasrah melihat semua barang barangnya sudah berpindah ke dalam mobil miliknya dan mobil Davi.Padahal dia berencana pindah hari Se