Share

Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!
Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!
Author: Dee

Bab 1

Author: Dee
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Suara pintu yang membentur tembok menimbulkan getar. Laila yang baru terlelap beberapa menit langsung terperanjat. Ia melihat jam di dinding, jarumnya masih menunjukkan pukul 22.15. Laila langsung bangkit dan menuju ke luar saat namanya dipanggil beberapa kali.

“Laila!” pekik laki-laki itu.

Laila berjalan tergopoh-gopoh ke sumber suara. Ia mencium bau menyengat dari tubuh laki-laki itu, “Mas, kamu mabuk”

Laki-laki yang masih berdiri sempoyongan di depan meja makan itu mendorong tubuh Laila hingga membentur sudut lemari. Wanita itu sedikit meringis saat bahunya terbentur lemari.

 “Aku lapar, siapkan makanan!” titah Bimo, suami Laila.

Laila masih bergeming di tempatnya.

“Hei! Kamu denger gak, sih, aku bilang siapkan makan! Aku lapar!” teriak Bimo.

“Tidak ada lauk dan nasi, Mas,” jawab Laila.

Bimo menendang kursi yang ada di hadapannya, “Kamu gak tinggali aku nasi dan lauk?”

Laki-laki yang dipengaruhi alkohol itu mendekati Laila dan mencengkeram wajah istrinya dengan kasar.

“Kamu mau aku kelaparan? Sudah berani kamu sama aku sekarang, ya!” Bimo melirik ke arah dapur yang masih sedikit berantakan, “kamu habis buat makanan, ‘kan? Cepat siapkan untuk aku!” titah Bimo dengan tatapan tajam.

“Gak ada!” benta Laila sambil sedikit meringis karena menahan sakit oleh cengkeraman sang suami.

“Cepat keluarkan makanan yang kau sembunyikan!” Bimo mendorong tubuh Laila hingga terjatuh ke lantai.

“Gak ada makanan! Kamu lupa atau pura-pura lupa? Pagi tadi sebelum pergi bekerja, aku minta uang untuk beli beras, tapi kamu bilang tidak ada dan kamu akan berusaha mencari uang untuk makan hari ini. Nyatanya, kamu pulang dalam keadaan mabuk dan marah-marah,” sungut Laila.

“Istri kurang ajar!” Bimo menjambak Laila hingga kepalanya mendongak, “aku ini mencari uang di luar sana!”

“Dengan cara berjudi?!” bentak Laila. “Aku tidak sudi makan dari hasil uang harammu!”

Bimo yang dipengaruhi oleh minuman keras itu langsung kalap mendengar ucapan Laila. Ia menendang dan menampar istrinya.

“Dasar istri si*lan, pantas saja tadi aku kalah. Kamu mendoakan hal jelek kepadaku, harusnya kamu doakan aku agar menang judi dan bisa memberimu uang!” ujar Bimo.

Wanita itu meringis menahankan sakit akibat tendangan dan tamparan Bimo. Tanpa sadar air matanya jatuh, ia merasakan perih di sudut bibir. Ada sedikit cairan kental berwarna merah keluar dari sudut bibirnya.

Bimo berjalan sempoyongan ke arah dapur, membuka lemari makan dan kulkas untuk mencari kue yang dibuat Laila. Semua piring dan peralatan dapur ia lempar ke sembarang arah. Hingga ia menemukan makanan yang dicarinya.

Laila bangkit dan mendekati Bimo, “Mas, jangan! Itu untuk aku jualan besok,” ujar Laila merebut donat yang berada di tangan sang suami.

“Jangan pelit sama suami sendiri!” Bimo mendorong Laila dan memakan donat tersebut.

Laila menarik lengan Bimo, lagi-lagi laki-laki itu mendorong sang istri kemudian menendangnya. Tidak tinggal diam, Laila mengambil baskom yang berserakan di lantai lalu melemparnya ke arah Bimo. Baskom itu tepat mengenai kepala laki-laki pemabuk itu.

Bimo menatap sengit ke arah Laila. Wajahnya merah padam karena emosi yang semakin memuncak. Cepat ia menarik Laila dan menyeretnya. Beberapa kali tamparan dan tendangan mendarat di wajah dan tubuh Laila. Wanita itu memberontak dengan berusaha menendang benda berharga suaminya. Dengan beringas, Laila membalas kekerasan yang dilakukan oleh Bimo kepadanya.

Bimo menjerit saat benda berharganya ditendang oleh Laila. “Wanita si*lan!” umpat Bimo sambil memegang area intimnya.

“Kau pikir, aku akan terus diam? Sudah cukup selama ini aku menderita karena kelakuanmu!” Lail bangkit dan meninggalkan Bimo yang tengah kesakitan.

Wanita berkulit kuning langsat dengan lesung pipi itu kembali ke kamar. Ia mengunci pintu dan merebahkan diri di sebelah putri kecilnya yang tertidur lelap. Air matanya membanjiri pipi saat ia memandang malaikat kecil itu. Hampir 6 tahun berumah tangga, Bimo selalu kasar dan juga gemar minum-minuman keras. Ia hanya bisa menangis, hatinya perih mengetahui sifat buruk sang suami. Tidak jarang Laila jadi sasarannya setiap kali sang suami kalah berjudi.

"Tunggu saja jika sudah waktunya aku menampakkan siapa diriku, Mas! Jangankan menendang dan memaki, menyentuhku pun kau tak akan berani!" Laila bermonolog sembari menatap penuh kebencian foto pernikahannya dengan Bimo yang terpajang di kamar.

Di foto itu ia begitu cantik dengan senyum semringah, berharap hidupnya akan cerah bersama lelaki pilihannya. Namun, nyatanya ia salah. Bibit penyesalan mulai tumbuh setelah enam bulan pernikahan, kala sifat asli Bimo tak mampu lagi disembunyikan.

Sebenarnya sangat memungkinkan untuk Laila pergi dan kembali pada lelaki yang jelas mampu memuliakannya, tetapi ia ingin memberikan efek jera yang cantik kepada Bimo dan keluarganya.

Air matanya semakin deras saat teringat kejadian pagi itu. Ia ingat betul bagaimana sikap manis Bimo saat hendak pergi bekerja. Ia mengira laki-laki itu sudah berubah dan benar-benar mau bertanggung jawab.

***

"Mas, beras habis.” Laila berdiri di ambang pintu. Wanita berambut panjang itu menatap suaminya yang sedang mengikat tali sepatu.

Bimo membalas tatapan istrinya dengan sendu, “Sabar, ya, Sayang. Hari ini Mas usahakan dapat uang.”

“Aku lelah, Mas!” Laila bersuara lirih karena menahan sesak di dada.

“Aku janji ini yang terakhir, Dik, besok aku akan berusaha lagi,” janji Bimo kepada Laila.

“Aku bosan, Mas! Selalu itu yang kau janjikan, nyatanya? Aku harus berjuang sendiri!” Suara Laila melengking.

Bimo beranjak mencoba memeluk Laila, tetapi ia memberontak. Laki-laki itu menghela napas, ditinggalkannya sang istri yang masih berdiri di ambang pintu, Bimo berangkat ke balai desa, tempat ia mencari nafkah.

Laila bergeming melepas kepergian suaminya. Ia hanya bisa berdoa agar ucapan suaminya kali ini terkabul.

***

Ternyata doa Laila belum terkabul. Ia harus merasakan lagi sakitnya pukulan dari Bimo. Hal ini bukan kali pertama ia diperlakukan kasar oleh sang suami. Lima bulan pasca pernikahan, sifat asli Bimo mulai tampak.

Laki-laki berhidung bangir itu mulai malas bekerja. Ia merasa tidak perlu capek-capek mencari uang karena sang ayah yang merupakan salah satu anggota dewan. Ia tinggal menyebutkan nominal uang, sudah pasti sang ayah akan segera memberinya.

Laila yang masih polos dan terlalu bucin tidak mempermasalahkannya. Ia juga saat itu tidak merasa kekurangan karena memiliki penghasilan dari gajinya sebagai staf keuangan di salah satu perusahaan swasta. Selama satu tahun Laila menopang kehidupan rumah tangganya, selama itu pula sang suami hanya ongkang-ongkang kaki dan bekerja sesuai keinginannya saja.

Pintu kamar digedor paksa oleh Bimo. Laila yang tengah melamun terlonjak kaget. Anaknya yang berada di sisi kanan pun terkejut karena gedoran pintu yang dilakukan oleh Bimo. Gadis kecil itu menangis, dengan sigap Laila menenangkan putrinya. Namun, gedoran itu semakin kuat.

“Laila .... buka pintunya!” teriak Bimo dari luar. “Istri durhaka! Cepat buka pintu, jangan membangkang, kalau tidak aku patahkan kakimu!”

“Tidak! Aku tidak akan membiarkan kau masuk!” teriak Laila.

Bimo semakin kuat mengedor pintu, ia juga menendangnya berkali-kali agar Laila mau membuka pintu kamar. Hampir 10 menit, pintu akhirnya terbuka secara paksa.

Laila memeluk tubuh putrinya sambil menangis. Ia melihat sebuah gunting yang terletak di meja tidak jauh dari tempat tidur. Terpikir olehnya meraih gunting itu untuk membela diri. Kemungkinan buruk bisa saja terjadi jika berhadapan dengan orang mabuk.

Related chapters

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 2

    “Dasar wanita kurang aja!” Bimo menjambak rambut Laila dengan beringas. Tatapannya seperti pedang yang siap menghunus lawan. “Sudah berani melawan kau sekarang, ya!” ujar Bimo.Kepala Laila mendongak akibat jambakan suaminya. Anak yang tadi dalam pelukannya, menangis kencang melihat pertikaian keduanya. Gunting yang tadi ia lihat, sudah ia sembunyikan di balik bantal yang berada disampingnya. Laila merogoh bawah bantal, mengambil benda tajam itu. Saat laki-laki dihadapannya hendak memukul, Laila mengayunkan gunting itu ke arah tangannya.Bimo menejerit, lengannya tergores. “Dasar jal*ang!” umpat Bimo.Laila berlari keluar kamar menuju dapur. Di sana terdapat ruangan kosong yang digunakan untuk menyimpan barang tidak terpakai dan pakaian kering setelah di jemur. Laila masuk ke sana dan mengunci dari dalam. Ruangan itu gelap, hanya ada penerangan dari cela fentilasi. Ia bersembunyi di balik lemari plastik dekat jendela. Ia juga mendekap mulut sang putri agar suara tangis bocah itu tid

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 3

    Sampai di depan bangunan sederhana itu, Laila masuk dan menuju kamar. Tidak memedulikan sang mertua yang masih berada di belakangnya. Tiba di kamar, ia melihat Bimo terbaring di tempat tidur dengan santai sambil bermain ponsel. Laila kaget melihat kepala laki-laki itu diperban, tetapi ia tidak peduli. Wanita yang mengenakan dress sebatas lutut itu membuka lemari pakaian dan menuju kamar mandi. Bimo melirik sekilas ke arah Laila, lalu berkata, “Punya nyali juga kamu pulang ke rumah ini?!” Laila hanya diam tidak menanggapi ucapan suaminya. “Untung tidak aku bakar rumah ini,” ujar Bimo santai. Laila menghentikan langkahnya dan menatap Bimo dengan tajam. “Kamu tidak ada hak atas rumah ini, Mas!” jawab Laila sengit. “Kata siapa? Kau istriku, jadi aku berhak atas rumah ini juga!” Bimo bangun dari tempat tidur dan duduk di tepinya, “jangan macam-macam kepadaku. Ingat, kau masih istri sahku!” lanjut Bimo. “Sebentar lagi akan menjadi mantan!” ucap Laila sambil menekankan kata mantan.

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 4

    Di dapur, Laila menuangkan air ke dalam gelas yang berada di hadapannya. Ia meneguk air tersebut hingga tandas. Wanita dengan mata bulat itu menghela napas, menyenderkan tubuh pada kulkas. Ia menatap lurus dengan pandangan kosong. Hatinya bergemuruh, marah, sedih, kesal jadi satu. Tuhan sedang bermain-main dengan kehidupanku. Aku tidak boleh lemah, aku harus bangkit dan menunjukkan kepada Mas Bimo dan keluarganya bahwa mereka tidak bisa semena-mena padaku. Aku bukan budak yang harus memenuhi hasrat dan kebutuhannya. Aku wanita biasa yang juga butuh kasih sayang dan perhatian. Batin Laila. Tanpa sadar air mata mengalir di pipi mulus Laila. Ia menghapus air mata dan kembali menghela napas. Laila beranjak dari tempatnya menuju kamar Naya. Jam telah menunjukkan pukul 22.00, perlahan Laila membuka pintu kamar. Di sana, sang putri sudah tertidur pulas sambil memeluk boneka beruang. Laila duduk perlahan di samping Naya, dibelainya rambut gadis kecil itu. Derai air mata semakin mengalir der

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 5

    Ratna keluar dengan muka ditekuk. “Bisa-bisanya mereka bergibah di depanku,” gerutu Ratna sambil menuruni anak tangga yang berada di teras rumah mewah tersebut. Wanita yang mengenakan sepatu berhak 5 centi itu berjalan sambil mengentakkan kakinya, tanpa ia sadar anak tangga yang ia lalui terdapat kulit pisang dan mengakibatkan ia terpeleset hingga terduduk. Ratna menggeram, melihat kiri dan kanan, malu jika sampai teman-temannya melihat, bergegas ia masuk ke mobil yang sejak tadi menunggunya. Tanpa disadari Ratna, beberapa temanya mengintip dari jendela dan tertawa melihat ia terjatuh. Bimo yang menunggu di mobil terkekeh melihat ibunya jatuh. Ia langsung pura-pura memainkan ponsel saat Ratna membuka pintu dan membantingnya dengan keras. Bimo tersentak. “Kenapa Mama terlihat kesal?” tanya Bimo. “Mama gak mau Laila berjualan di stasiun lagi. Mulai besok dia gak boleh lagi berada di sana. Mama malu!” oceh Ratna. “Ada apa, Ma?” “Istri kamu itu bikin Mama malu, semua teman Mama tahu

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 6

    “Cepat keluar!” Seorang pria berbadan kekar memukul kaca mobil, “jangan kabur kamu! Cepat bayar hutangmu, enak aja abis ngutang gak mau bayar!”Bimo keluar dengan pasrah, hari ini sudah ada beberapa orang yang datang menagih hutang, tidak menutup kemungkinan kalau besok akan ada orang yang datang lagi. Bimo harus mencari cara agar terlepas dari kejaran para preman itu. Namun saat ini ia berada di posisi sulit, meminta kepada orang tuanya sama saja dengan bu*nuh diri. Kedua orang tua Bimo, terutama Ratna, tidak akan percaya jika sang anak terlilit banyak hutang, terlebih selama ini Bimo dikenal anak yang santun dan pekerja keras. Mustahil bagi mereka jika Bimo jatuh dalam lembah hitam.“Bang, kasih saya waktu satu minggu, pasti saya lunasi hutangnya,” pinta Bimo.“Halah, dari kemarin juga janjinya satu minggu , ini sudah satu bulan. Cepat bayar atau aku sita mobil ini!”“Jangan, Bang. Saya janji kali ini benar-benar akan saya lunasi.”Laila yang masih merutuki dan mengumpat perbuatan

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 7

    Sebelum Ratna berbuat kasar, Laila langsung berdiri dan berlari menuju kamar Naya sambil menjulurkan lidah ke arah mertuanya. Dari balik pintu, ia tertawa geli melihat ekspresi Ratna yang kesal karena diledeknya. “Ini baru awal, Ma. Aku bukan Laila yang dulu, yang hanya diam saja saat kau hina.” Laila bermonolog. “Bunda, kenapa?” tanya Naya melihat sang bunda tertawa sendiri. Laila hanya menggeleng lalu berjalan mendekati Naya, duduk di sebelah sang putri yang sedang mewarnai. Di luar, Ratna mengumpat perbuatan menantunya itu. Mendengar teriakan Ratna, Bimo yang tengah tertidur di kamarnya, keluar sambil berjalan malas. “Ada apa, sih, berisik sekali!” bentaknya. Wanita yang dari tadi berdiri di depan meja makan, menoleh ke sumber suara. Mendapati anak laki-lakinya keluar kamar. Ia berjalan mendekat dan menjewer telinga Bimo. Menumpahkan kekesalan atas tindakan Laila kepada Bimo. Laki-laki dengan celana pendek itu menjerit. Matanya terbelalak menyadari bahwa sang ibu y

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 8

    Andara berlari menuju Bimo yang sedang menikmati makan malam. Ia menarik kera baju lalu mem*mukul wajah Bimo. Laki-laki yang merupakan kakak iparnya itu terkejut dan tersungkur dari kursi meja makan. “Apa-apaan kamu!” bentak Bimo sambil berdiri. Cairan merah kental keluar dari sudut bibirnya. Laila memeluk Naya yang duduk di kursi seberang Bimo. Ia membenamkan wajah anaknya dalam pelukan, tidak ingin sang putri melihat pamannya baku hantam dengan sang ayah. Bergegas Laila mengajak gadis kecil itu ke kamar dan memerintahkan agar Naya tidak keluar. Gadis itu mengangguk. “Laki-laki benalu!’ umpat Andara. “Ada apa ini?” tanya Laila bingung. “Suami tercinta Mbak ini sudah menggadaikan rumah, Mbak!” tutur Andara dengan lantang. Wanita yang berdiri di antara adik dan suaminya itu terkejut. Kedua telap tangannya menutup mulut lalu menatap ke arah sang suami. Ia menggelakkan kepala tidak percaya kalau Bimo tega berbuat seperti itu. “Sudah aku katakan jangan kembali pada benalu in

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 9

    “Bimo!” Ratna berteriak memanggil anaknya yang langsung masuk ke rumah.Laki-laki Itu tidak menghiraukan ibunya, ia terus saja berjalan menuju kamar, tempat yang selalu disinggahi jika berada di rumah orang tuanya. Bimo menghempaskan tubuh di atas kasur king sizenya. Ia menatap kosong langit-langit kamar yang berwarna putih. Pandangannya beralih pada sebuah foto yang menempel tepat di depannya. Di sana tampak seorang wanita cantik mengenakan gaun putih seperti putri di negeri dongeng, dihiasi senyum manis dengan lesung pipi. Di sebelah wanita itu, seorang pria tinggi berhidung mancung dengan mengenakan jas hitam, menatap penuh cinta ke arah wanita tersebut.Itu adalah foto pernikahan Bimo dan Laila. Bimo menyambar vas bunga yang berada di meja samping tempat tidurnya, lalu melempar benda itu ke arah foto tersebut. Suara benturan dan pecahan kaca menggelegar di kamar itu. Ia menjerit, menangis frustrasi, merasakan kesal dan kecewa pada diri sendiri. Andai ia tidak salah langkah dan sel

Latest chapter

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 35

    Ada getaran saat gadis kecil itu memanggil Bimo. Rasa rindu pada sang ayah hanya bisa ia simpan. Meskipun Gio selalu ada dan berusaha menggantikan peran Bimo, perasaan rindu akan kehadiran ayah kandung tetap ada. Naya hanya bisa memandang punggung Bimo dari jauh saat pria itu pergi. Sedangkan wanita yang bersama Bimo, terlihat berlari mengejat sambil melontarkan umpatan kasar kepada Bimo."Sayang, ayo, kita pulang," ajak Laila. Naya hanya diam dan menurut.Sepanjang jalan gadis itu hanya diam, tidak seceriah sebelumnya. Gio menggandeng tangan kecil itu sambil bertanya apa lagi yang ia mau, tetapi Naya hanya menggeleng. Lalu Gio berinisiatif mengajaknya ke istana boneka. Di sana banyak berbagai jenis boneka yang lucu, mulai beruang berukuran kecil sampai yang paling besar. Melihat banyak benda yang disukainya, Naya langsung tersenyum dan berlari menghampiri beberapa boneka, untuk saat itu Gio mampu mengusir kesedihan Naya.Laila hanya mengekor dari belakang. Sama halnya dengan Naya, ia

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 34

    "Ada apa, Mas?" tanya Laila."Gak apa-apa," jawab Gio gelagapan. "Apa yang kamu dengar?" tanya Gio tiba-tiba.Laila mengernyitkan dahi dengan pandangan bingung, "Seperti sesorang sedang menyebut namaku," jawab Laila tidak acuh, kemudian sibuk dengan makananya."Ternyata benar Kak Laila dan Mas Gio." Tiba-tiba Andara berdiri di dekat meja mereka. Keduanya kompak menoleh ke arah Andara."Kalian sedang apa?" tanya Gio melihat Andara bersama Rossa."Kami baru saja mau makan, lalu Rossa melihat Naya. Kami memanggil Kak Laila, tapi sepertinya kakakku ini sedang menikmati kebebasannya sampai tidak mendengar panggilan Rossa," jelas Andara diikuti anggukan Rossa.Gio menghela napas lega. Ia pikir Laila bisa mendengar isi hatinya, ternyata samar-samar wanita dengan balutan dress sage itu mendengar panggilan Rossa. Nyaris saja jantung Gio keluar dari tempatnya. Bagaiman jika Laila punya kekuatan bisa mendengar suara hati, ia akan sangat malu karena ketahuan jika selama ini menyimpan rasa pada wa

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 33

    “Saya ingin mengajak Naya jalan-jalan,” ucap Gio. Di tangannya ada boneka beruang berukuran besar dan sebuah kotak cokelat. Laila mengajak Gio untuk masuk dan menyuruhnya untuk menunggu sebentar.Beberapa menit kemudian Laila keluar bersama Naya. Gadis itu langsung berlari ke pelukan Gio. Melihat boneka beruang dan cokelat yang dibawa pria itu, Naya langsung menghujani Gio dengan kecupan di pipi dan pelukan hangat.“Terima kasih, Om,” imbuh Naya yang direspon senyuman oleh Gio.Laila menatap kemesraan mereka berdua, ada rasa haru dan bahagia melihat puti kecilnya jauh lebih baik dari keadaan sebelumnya. Naya sudah jarang tantrum dan mulai mau bersosialisasi lagi. Kehadiran Gio sangat berpengaruh akan kesehatan mental Naya. Entah apa yang di rasakan oleh Laila saat ini, tiba-tiba timbul perasaan yang ia sendiri tidak mengerti. Setiap kali melihat Gio, jantungnya berdebar lebih cepat dan ia merasa gugup saat berhadapan dengan pria dengan kaki jenjang itu.“Tapi nanti sore Naya mau jalan

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 32

    “Bikin malu! Bisa-bisanya kalian melakukan hal seperti itu!” bentak Hermawan. “Kamu tahu, ‘kan, Ma, kalau aku sedang dalam pengawasan? Kamu dan Bimo malah bikin ulah. Bukannya bantu aku supaya gak terlibat masalah apapun, kalian malah buat aku semakin sulit. Ibu sama anak, sama aja. Tukang bikin onar.”“Pa, jangan, sok, suci kamu! Kamu pikir, aku gak tau apa yang kamu lakuin? Kamu sama aja kayak Pak Kades. Apa yang aku lakuin sama Bimo ini juga demi keluarga kita. Aku berusaha agar Bimo dan Laila gak cerai. Siapa yang akan menopang kebutuhan kita kalau kamu ketahuan korupsi?” Ratna melotot ke arah Hermawan. “Dan sekarang semuanya kacau gara-gara Andara dan temannya itu. Kamu malah nyalahin aku!”“Gak usah nyalahin orang lain, Ma. Kalau kamu gak serakah dan egois, semua gak akan seperti ini. Apa yang aku lakukan juga karena demi memenuhi semua keinginan kamu. Berlian, arisan, botox, dan semua yang gak penting itu. Aku capek nurutin semua maunya kamu!”“Jadi kamu nyalahin aku, Pa? Gara-

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 31

    “Ibu Cuma mau ada yang bisa jaga kalian,” jawab Aminah.“Laila punya Ibu dan Andara,” imbuh Laila.“Ibu gak selamanya hidup dan adikmu juga akan punya keluarga sendiri. Naya butuh kasih sayang seorang ayah, juga pelindung. Kamu gak bisa selamanya sendiri dan bergantung pada Ibu dan Andara,” terang Aminah.“Laila baru 1 minggu bercerai, Bu, tapi Ibu sudah mikir sejauh itu. Bahkan sakit yang Laila rasakan masih sangat jelas, Bu.” Suara Laila bergetar. Ia merasa ibunya egois dan tidak memikirkan perasaannya.Luka trauma yang masih membekas atas perlakuan Bimo dan orang tuanya sangat jelas terasa bagi Laila. Hampir setiap malam ia bermimpi buruk dan tidak bisa tidur, untuk keluar rumah pun Laila takut. Ia takut dengan pandangan orang-orang saat melihatnya lewat, seolah-olah mata mereka berkata “dia sudah janda, pasti karena mertuanya gak setuju, pasti terlalu merongrong suami makanya di cerai” dan banyak pikiran-pikiran buruk mengisi kepala Laila, padahal mereka tidak tahu apa yang terjad

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 30

    Satu minggu pasca perceraian, Laila masih tinggal di rumah Aminah demi keamanan dia dan Naya. Siapa yang bisa menduga, jika sewaktu-waktu Bimo datang ke rumah Laila dan merebut Naya atau berbuat kasar padanya. Maka dari itu, Aminah dan Andara tidak setujuh saat Laila mengatakan ingin kembali ke rumahnya sendiri. Mereka tidak ingin terjadi hal buruk menimpa Laila dan Naya lagi. “Apa rencana Kakak selanjutnya?” tanya Andara sambil mengoles selai cokelat ke rotinya.“Kakak mau jualan lagi.”“Di stasiun?” tanya Aminah yang dijawab anggukan oleh Laila.“Kanapa gak buka lapak di depan rumah kita aja atau sewa kedai,” imbuh Andara.“Kakak gak ada modal. Uang Kakak cukup buat modal kue aja, untuk sewa tempat Kakak belum punya.”“Andara ada tabungan kalau Kakak mau pake,” tawar Andara sambil melahap roti.“Ibu takut Bimo bisa aja ke sana dan membuat keributan,” sela Aminah. “Anak lebih aman jika kamu jualan di rumah aja,” sambungnya.“Bener kata Ibu, Naya juga bisa terkontrol, Kak. Kakak jug

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 29

    “Bu, gimana kalau Laila pulang ke rumah aja. Biar Naya juga lebih aman di sana. Laila takut kalau di sini Mas Bimo pasti terus dateng dan bikin ribut.”“Kalua kamu pulang, Ibu sama Anda gak bisa ngawasin kalian, lagian Bimo nanti makin seenaknya kalau tau kamu cuma berdua sama Naya. Pasti dia tau kalau kalian pulang.”“Terus Laila harus gimana, Bu? Laila gak mau Naya kenapa-kenapa, gak enak juga sama Mas Gio.”“Bu, Rossa sama Mas Gio pamit pulang.” Tiba-tiba Rossa dan Gio menghampiri Aminah dan Laila yang sedang berada di dapur.“Loh, Nak Gio mau pulang ke kosan Beben?” tanya Aminah.“Gak, Bu, Mas Gio mau Rossa ajak pulang ke rumah. Gak enak ngerepotin itu terus, gak enak juga sama tetangga.”“Makan malam dulu, ya, ini udah disiapin,” ajak Aminah.Mereka pun menikamati makan malam bersama sebelum Rossa dan Gio pulang. di kursi sebelah kanan ada Aminah, Rossa dan Andara, sedangkan di sebelah kiri, Naya tidak mau lepas dari Gio. Laila sudah berusaha membujuk anak itu, tetapi ia tetap ti

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 28

    Andara melerai pertikaian antara Gio dan Bimo. Darah mengalir di sudut bibir Gio dan beberapa memar tampak di wajah Bimo. Gio menghantamnya dengan beberapa pu*kulan. Bimi tidak mampu menghalau serangan Gio.“Mas, hentikan!” Andara menarik Gio dari tubuh Bimo. “Mas Bimo kalau ke sini hanya bikin keributan mending pulang aja!” usir Andara.“Aku ke sini mau menemuui anakku, tapi dia melarang.” Bimo menunjuk Laila.“Kamu brutal, Mas! Naya sedang istirahat,” jawab Laila.“Aalah ... itu hanya alasan saja, kau tidak ingin ketahuan kalau selingkuhanmu tidur di kamar ini, ‘kan?” tuduh Bimo.“Lancang kamu, Mas!”Gio tersulut emosi dan hendak memu*kul Bimo, tetapi Andara menahan pria itu.“Pulanglah, Mas! Aku akan mengantar Naya jika kau ingin bertemu dengannya. Jangan membuat keributan lagi,” pinta Andara. Terdengar jelas nada lelah dalam ucapannya. Ia sudah begitu lelah menghadapi drama yang dibuat oleh Bimo.Bimo menatap sengit Gio. Terpancar dendam dan kemarahan pada laki-laki dengan jamban

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 27

    “Ibu mau ke dapur dulu, kalian pasti lapar.” Aminah beranjak dari duduknya dan hendak keluar dari kamar, tetapi Rossa menahan.“Rossa udah pesen sarapan, kok, Bu ...,” sanggah Rossa cepat.“Kamu kenapa, sih?” tana Andara bingung.“Gak apa, kita temenin Naya aja dulu,” kilah Rossa. “Aku udah bikin janji konsul ke psikolog nanti siang, biar Naya lebih tenang.”“Harus?” tanya Andra seperti ingin menolak, tapi tidak bisa mengatakannya.“Naya perlu penanganan khusus dan didampingi oleh ahlinya agar mentalnya baik-baik aja dan gak trauma. Dia pasti ketakutan banget,” terang Rossa.Aminah dan Andara mengangguk. “Apa Laila setuju?” tanya Aminah.“Tadi Rossa udah bilang, pasti Kak Laila setuju.”“Setuju apa?” Tiba-tiba Laila berdiri di ambang pintu.“Nak Rossa mau aja Naya ke psikolog nanti siang,” jawab Aminah.Belum sempat Laila menjawab, tba-tiba Gio datang membawa beberapa kantong berisi makanan. “Pesanan siapa ini?” tanya Gio.“Gue ....” Cepat-cepat Rossa menyambar benda yang ada di tang

DMCA.com Protection Status