Share

Bab 6

Author: Dee
last update Last Updated: 2024-06-22 16:20:18

“Cepat keluar!” Seorang pria berbadan kekar memukul kaca mobil, “jangan kabur kamu! Cepat bayar hutangmu, enak aja abis ngutang gak mau bayar!”

Bimo keluar dengan pasrah, hari ini sudah ada beberapa orang yang datang menagih hutang, tidak menutup kemungkinan kalau besok akan ada orang yang datang lagi. Bimo harus mencari cara agar terlepas dari kejaran para preman itu. Namun saat ini ia berada di posisi sulit, meminta kepada orang tuanya sama saja dengan bu*nuh diri.

Kedua orang tua Bimo, terutama Ratna, tidak akan percaya jika sang anak terlilit banyak hutang, terlebih selama ini Bimo dikenal anak yang santun dan pekerja keras. Mustahil bagi mereka jika Bimo jatuh dalam lembah hitam.

“Bang, kasih saya waktu satu minggu, pasti saya lunasi hutangnya,” pinta Bimo.

“Halah, dari kemarin juga janjinya satu minggu , ini sudah satu bulan. Cepat bayar atau aku sita mobil ini!”

“Jangan, Bang. Saya janji kali ini benar-benar akan saya lunasi.”

Laila yang masih merutuki dan mengumpat perbuatan Bimo, terlihat bingung karena mendengar keributan di luar. Diletakkannya baskom berisi singkong, lalu berjalan menuju teras. Laila terpaku di depan, melihat suaminya sedang dihajar oleh 2 orang preman. Cepat ia berlari ke arah Bimo dan melerainya.

“Hentikan! Apa-apaan ini?” teriak Laila.

Salah satu preman mendorong wanita itu hingga terjungkal ke belakang dan membentur dinding pagar. Salah satu dari preman itu masuk ke mobil dan menyalakannya. Sedangkan yang satunya pergi ke arah motor setelah menendang perut Bimo. Mereka pergi dengan membawa mobil Bimo sebagai jaminannya.

Bimo meringis kesakitan. Laila berdiri dan membantu suaminya berdiri dan membawanya ke dalam. Ia ke dapur mengambil air hangat untuk mengompres luka memar di wajah Bimo. Laila sengaja menekan pipi dan dahi Bimo yang memar saat mengompres. Ia mengambil obat merah di kotak obat yang berada di dinding dapur. Menumpahkannya ke kapas dan menempelkannya pada sudut bibir dan lengan Bimo yang berdarah.

“Auh ..., pelan-pelan, dong!” teriak Bimo kesakitan.

“Makanya jangan bertingkah.” Laila sengaja menekan lebih keras pada luka itu.Bimo hanya meringis.

“Kembalikan kalungku!” Laila menadahkan tangannya sambil berdiri di depan Bimo.

Laila menendang pelan ujung kaki Bimo, lalu mengerakkan alisnya ke atas dan ke bawah, memberi kode agar laki-laki yang sudah babak belur itu memberikan perhiasannya. Laila melotot saat Bimo mengalihkan pandangan dan tidak meresponsnya. Lagi,ia menyenggol kaki sang suami. Dengan geram Laila menarik lengan baju Bimo.

“Mas, kamu denger gak, sih?!”

Bimo bergeming, tidak menghiraukan Laila yang semakin melotot. Dengan malas ia mengatakan bahwa benda itu sudah berpindah tangan ke preman tadi.

Dengan kesal Laila memukul bahu Bimo. Ia mengumpat dan melempar suaminya dengan bantal sofa. Laila menangis, sambil mengentakkan kaki ia meninggalkan Bimo sendirian di ruang tamu.

Bimo berteriak dan melemparkan vas bunga yang berada di meja ke sembarang arah. Suara nyaring terdengar dari ponsel Bimo, ia merogoh saku celana dan mendapati nama sang ibu tertera di sana. Bimo menghela napas, malas mengangkat telepon dari Ratna, tetapi mau tidak mau dia harus menekan tombol hijau jika tidak mau mendapat teror dari ibunya.

Suara cempreng Ratna langsung terdengar begitu Bimo menerima panggilan. Ia sampai harus menjauhkan benda itu dari telinganya karena memekakkan.

“Ada apa, sih, Ma?” ujar Bimo kesal.

“Barusan Mama dapet telepon dari DC pinjol, mereka nagih hutang kamu. Kamu gak mungkin terlibat dengan pinjol, ‘kan?” cerocos Ratna dari seberang sana.

“Mampus!” ujar Bimo sambil menepuk jidat.

“Beneran kamu hutang ke pinjol?!” Ratna memekik.

“Gak, Ma, mana mungkin Bimo hutang ke pinjol. Ini pasti ulah Laila. Dia selalu kurang, kemarin minta beliin kalung mutiara. Bimo bilang nanti, pasti karena Bimo gak kasih uang makanya dia berhutang.” Bimo beralasan.

Dari seberang telepon Ratna mengumpati menantunya itu. Tanpa tahu kebenarannya. Bagi Ratna, Laila adalah menantu tidak tahu diri dan selalu membuat malu, dia beranggapan bahwa Bimo harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan menantunya itu. Nyatanya, Laila lah yang memenuhi semua kebutuhan Bimo, tanpa ia tahu sebenarnya yang menjadi penyebab itu adalah dirinya sendiri.

“Menantu si*alan, kurang aja, dasar tidak tau malu. Mama ke sana sekarang!” Sambungan telepon putus sepihak.

Bimo mulai gusar, takut ketahuan jika ia sudah memfitnah Laila. Namun dia yakin, ibunya tidak akan percaya ucapan sang istri karena ia tahu betul kalau Ratna sangat membenci Laila. Situasi inilah yang selalu dimanfaatkan Bimo untuk mengkambinghitamkan istrinya.

***

Tanpa salam dan mengetuk pintu Ratna masuk dan berteriak mencari Laila. Wanita paruh baya dengan dress biru dangkar itu menghampiri Laila yang sedang makan bersama Naya di meja makan. Ratna menggebrak meja sambil melotot ke arah sang menantu.

“Naya, makan di kamar, ya,” ujar Laila memberikan piring nasi ke pada anaknya.Naya mengangguk dan berjalan ke kamarnya.

“Untuk apa kamu hutang di pinjol?” tudur Ratna.

Laila mengernyitkan dahi, tidak mengerti perkataan mertuanya.

Seolah-olah paham dengan ekspresi sang menantu, Ratna kembali mencecar Laila. “Gak usah pura-pura be*gok, kamu berhutang kan buat beli kalung mutiara? Anakku kerja capek-capek kamu enak banget ngabisin uangnya.”

Laila mulai paham arah pembicaraan ini. Ia masih tampak tenang menyikapi mertua bar-bar sepeti Ratna. Baginya, hinaan dan cacian yang selalu mertuanya lontarkan itu adalah makanan sehari-harinya. Laila masih diam dengan khusyuk mendengarkan celotehanwanita yang berdiri di hadapannya.

Laila menuangkan air ke dalam gelas, lalu memberikannya kepada Ratna. “Minum dulu, Ma. Gak capek merepet terus dari tadi? Duduk, Ma, nanti makin tinggi, loh.”

Ratna meraih gelas yang diberikan Laila, lalu meminumnya hingga tandas. Ia menarik kursi yang berada di sisi kanan, kemudian menghempaskan bokongnya.

“Mama gak bosen marah-marah terus? Lihat muka Mama mulai berkerut, nanti botoxnya sia-sia. Minggu kemarin baru saja suntik botox, ‘kan? Mau Papa ngelirik daun muda?”

Refleks wanita itu memegang pipinya dan mendengus kesal. “Untuk apa kamu hutang di pinjol?” tanya Ratna sedikit lunak.

“Aku gak berhutang di pinjol, Ma ....”

“Gak usah bohong! Tadi siang Mama dapet telepon dari DC-nya,” omel Ratna.

Laila meletakkan jari di bibirnya, memberi kode pada sang mertua, “Jangan teriak-teriak, aku gak budek, Ma. Ingat botox,” ujar Laila. Ratna memajukan bibirnya.

“Mama percaya?”

“Kenapa gak? Kamu kan emang matre, nikah sama Bimo karena uang, ‘kan?” Ratna sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Laila.

Laila yang sejak tadi bersabar, mulai merasa geram dengan ucapan mertuanya itu. Namun ia masih menahannya. Ia mau memberi pelajaran terlebih dahulu untuk anak laki-laki Ratna sebelum menceraikannya.

“Mama gak curiga sama anak Mama? Apa Mama gak pernah berpikir dari mana dia dapat uang dengan mudah, sedangkan dia hanya seorang honorer yang kebetulan bekerja di balai desa karena kekuasaan ayahnya.”

“Kurang ajar kamu!” Ratna mengangkat tangannya ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 7

    Sebelum Ratna berbuat kasar, Laila langsung berdiri dan berlari menuju kamar Naya sambil menjulurkan lidah ke arah mertuanya. Dari balik pintu, ia tertawa geli melihat ekspresi Ratna yang kesal karena diledeknya. “Ini baru awal, Ma. Aku bukan Laila yang dulu, yang hanya diam saja saat kau hina.” Laila bermonolog. “Bunda, kenapa?” tanya Naya melihat sang bunda tertawa sendiri. Laila hanya menggeleng lalu berjalan mendekati Naya, duduk di sebelah sang putri yang sedang mewarnai. Di luar, Ratna mengumpat perbuatan menantunya itu. Mendengar teriakan Ratna, Bimo yang tengah tertidur di kamarnya, keluar sambil berjalan malas. “Ada apa, sih, berisik sekali!” bentaknya. Wanita yang dari tadi berdiri di depan meja makan, menoleh ke sumber suara. Mendapati anak laki-lakinya keluar kamar. Ia berjalan mendekat dan menjewer telinga Bimo. Menumpahkan kekesalan atas tindakan Laila kepada Bimo. Laki-laki dengan celana pendek itu menjerit. Matanya terbelalak menyadari bahwa sang ibu y

    Last Updated : 2024-06-23
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 8

    Andara berlari menuju Bimo yang sedang menikmati makan malam. Ia menarik kera baju lalu mem*mukul wajah Bimo. Laki-laki yang merupakan kakak iparnya itu terkejut dan tersungkur dari kursi meja makan. “Apa-apaan kamu!” bentak Bimo sambil berdiri. Cairan merah kental keluar dari sudut bibirnya. Laila memeluk Naya yang duduk di kursi seberang Bimo. Ia membenamkan wajah anaknya dalam pelukan, tidak ingin sang putri melihat pamannya baku hantam dengan sang ayah. Bergegas Laila mengajak gadis kecil itu ke kamar dan memerintahkan agar Naya tidak keluar. Gadis itu mengangguk. “Laki-laki benalu!’ umpat Andara. “Ada apa ini?” tanya Laila bingung. “Suami tercinta Mbak ini sudah menggadaikan rumah, Mbak!” tutur Andara dengan lantang. Wanita yang berdiri di antara adik dan suaminya itu terkejut. Kedua telap tangannya menutup mulut lalu menatap ke arah sang suami. Ia menggelakkan kepala tidak percaya kalau Bimo tega berbuat seperti itu. “Sudah aku katakan jangan kembali pada benalu in

    Last Updated : 2024-06-24
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 9

    “Bimo!” Ratna berteriak memanggil anaknya yang langsung masuk ke rumah.Laki-laki Itu tidak menghiraukan ibunya, ia terus saja berjalan menuju kamar, tempat yang selalu disinggahi jika berada di rumah orang tuanya. Bimo menghempaskan tubuh di atas kasur king sizenya. Ia menatap kosong langit-langit kamar yang berwarna putih. Pandangannya beralih pada sebuah foto yang menempel tepat di depannya. Di sana tampak seorang wanita cantik mengenakan gaun putih seperti putri di negeri dongeng, dihiasi senyum manis dengan lesung pipi. Di sebelah wanita itu, seorang pria tinggi berhidung mancung dengan mengenakan jas hitam, menatap penuh cinta ke arah wanita tersebut.Itu adalah foto pernikahan Bimo dan Laila. Bimo menyambar vas bunga yang berada di meja samping tempat tidurnya, lalu melempar benda itu ke arah foto tersebut. Suara benturan dan pecahan kaca menggelegar di kamar itu. Ia menjerit, menangis frustrasi, merasakan kesal dan kecewa pada diri sendiri. Andai ia tidak salah langkah dan sel

    Last Updated : 2024-06-26
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 10

    Bimo menghadang Laili, saat tangannya menarik lengan wanita itu, Andara menepis dan mengajak Laila masuk.“Jangan pernah menyakiti kakakku lagi!” ancam Andara menunjuk Bimo.Mereka meninggalkan Bimo yang masih mematung di sana.Hampir satu jam Andara menjalani pemeriksaan, semua pertanyaan ia jabarkan dengan gamblang, alasan kenapa ia memukul Bimo sampai perlakuan kakak iparnya itu terhadap Laila. Andara sudah menyiapkan semua bukti, saat Laila melarikan diri malam-malam karena KDRT dari Bimo, diam-diam ia memfoto wajah sang kakak yang sedang tertidur. Juga merekam pembicaraannya dengan Pak Kades saat mengambil sertifikat rumah.Semua bukti bisa membebaskan Andara dari tuntutan keluarga Bimo, tetapi uang bisa saja mengubah segalanya. Laila dan Andara tidak tahu drama apa yang telah disiapkan oleh ibu Bimo.Mereka keluar kantor polisi dengan perasaan lega. Andara mengajak Laila untuk mampir ke warung bakso langganan mereka. Sesampainya di sana, Andara memilih tempat paling pojok dan me

    Last Updated : 2024-06-27
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 11

    “Lepasin!” Laila berusaha menarik tangannya, tetapi cengkeraman Bimo begitu keras.Laila terus diseret Bimo tanpa peduli teriakan sang istri yang kesakitan. Andara dan Aminah yang berada di kamar masing-masing sontak keluar. Aminah yang tengah bersama cucunya itu berteriak agar Bimo melepaskan Laila. Naya, menangis melihat Laila menyeret Bimo. Cepat sang nenek membawa Naya masuk ke kamar.“Naya, jangan keluar, ya, Sayang.” Aminah menenangkan cucunya dan diikuti anggukan oleh Naya. Setelah merasa cucunya telah tenang, Aminah berlari menghampiri Bimo yang masih memaksa Laila.“Mas, lepaskan! Sakit!” Laila mencoba memukul lengan Bimo yang mencengkeramnya.“Kamu harus nurut sama suami!” Bimo melotot ke aras sang istri.Wanita yang masih mengenakan mukena putih itu, terus meronta, berusaha melepaskan diri dari Bimo. Tiba-tiba sebuah tamparan melayang ke pipi mulusnya hingga ia tersungkur.“Laila ....” Sigap Aminah menyambut tubuhnya.Melihat kakaknya dita*mpar Bimo, Andara meradang dan la

    Last Updated : 2024-06-28
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 12

    Di tempat terpisah, Laila dan Aminah pulang dari pengadilan menggunakan taksi online karena Andara harus mencari bukti. Laila dan ibunya masih tidak percaya dengan kesaksian Pak Kades. Mereka berkutat dengan pikirannya masing-masing. Tidak mungkin Andara tega melalukan apa yang seperti diucapkan Pak Kades.“Bu, aku gak percaya sama omongan Pak Kades,” ujar Laila memecah kesunyian.“Ibu juga gak yakin, tapi kenapa Pak Kades berbohong?”“Ibu tahu sendiri, kan, kalau Pak Kades mata duitan? Pasti keluarga Mas Bimo sudah membayarnya.”“Tidak boleh menuduh orang seperti itu.”“Laila gak asal nuduh, Bu. Laila sudah hafal betul bagaimana keluarga itu.”“Semoga saja adikmu bisa mendapatkan bukti.” Harap Aminah.***Sebuah kafe bergaya modern dan instagramable dengan suasana alam yang terlihat asri, pepohonan rindang dikeliling lampu kerlap kelip dan live musik yang mengalun romantis. Seorang pemuda tinggi dengan balutan kemeja cokelat dipadukan celana jin, serta jaket yang tersandar di bahu ku

    Last Updated : 2024-06-29
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 13

    Suara bariton Bimo menggelegar di ruangan itu. Semua menoleh dan terkejut melihat sosok laki-laki yang sudah memorak-porandakan hidup Laila, berdiri di ambang pintu dengan tatapan penuh amarah, melihat Laila memangku laki-laki yang tidak diketahui identitasnya.“Belum juga sidang cerai, kau sudah berani membawa laki-laki lain ke rumah ini, dasar murahan!” sungut Bimo.“Jaga ucapanmu, Mas!” bentak Laila.“Tidak usah meninggikan suaramu di hadapanku! Faktanya sudah ada di depan mata. Benar yang Mama bilang, kalau sampah tidak akan bisa jadi berlian meskipun dibawa ke singgasana.”“Berani sekali lagi kau menghina kakakku, jangan harap kau bisa keluar dari sini dengan kaki yang utuh!” Andara mencengkeram kerah baju Bimo.Bimo menepis tangan Bimo dari lehernya, sambil mengibas-ngibaskan baju, seolah-olah ia baru saja terkena najis, “Ingat, kau sedang dalam penyelidikan!” ancam Bimo sambil menunjuk wajah Andara.“Jika kau hanya ingin membuat keributan di sini, silakan keluar, Mas!” Laila be

    Last Updated : 2024-06-30
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 14

    “Naya, sini, Nak!” Panggil Laila yang baru pulang dari jualan.Gio terkejut tiba-tiba dipeluk seorang anak kecil yang lucu dan cantik. Gadis itu memiliki bola mata yang bulat dan iris mata cokelat seperti ibunya. Gio tersenyum dan mencoba menggendong Naya. Pria berkulit putih itu sedikit menahan sakit di area perutnya saat menggendong Naya. Raut wajahnya yang sedikit meringis bisa ditangkap oleh Laila. Cepat wanita yang mengenakan dress hijau dengan motif bunga-bunga itu mengambil Naya dari pangkuan Gio.“Maaf,” ujar Laila tidak enak hati, Gio hanya tersenyum menanggapinya.Andara yang dari tadi hendak pergi, lagi-lagi tertahan karena tingkah Naya. Ia mengambil alih Naya dari Laila, lalu mengajaknya ke teras.“Nak Gio istirahat saja dulu, Ibu sudah masakkan air untuk mandi, nanti kalau airnya sudah masak, Nak Gio, Ibu panggil,” ujar Aminah.Gio mengangguk dan berjalan ke kamar Andara.Tidak lama, Laila mengetuk pintu kamar Andara dan membuka pintu yang tidak terkunci, tampak Gio sedan

    Last Updated : 2024-07-01

Latest chapter

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 70

    Di pintu keberangkatan internasional, Aminah, Rossa, dan Andara mengantar kepergian Laila dan Gio yang akan terbang ke Turki."Jaga diri baik-baik di sana, ya!" seru Aminah dengan mata berkaca-kaca."Iya, Bu. Jangan khawatir, kami akan baik-baik saja," balas Laila, tersenyum lembut.Sementara itu, Naya yang berada dalam pelukan Gio tak kalah antusias melambaikan tangan. Wajah gadis kecil itu berseri-seri, matanya berbinar penuh kegembiraan."Bunda, kita liburan ke luar negeri lagi, ya?" tanya Naya penuh semangat.Laila mengangguk, mengusap lembut rambut putrinya. "Iya, Sayang. Ini perjalanan spesial buat kita.""Bro, jangan lupa pulang bawa jagoan buat temen gue gelut," bisik Andara sambil tertawa."Tenang, gue udah bawa jamu yang banyak," balas Gio santai. "Oh iya, nanti aku bawain sesuatu yang spesial buat pernikahan kalian," lanjutnya, melirik Rossa yang tersenyum malu.Setelah berbicara sebentar, mereka bertiga masuk ke dalam area pemeriksaan. Aminah, Rossa, dan Andara melambaikan

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 69

    Jhon membungkukkan tubuh saat memasuki ruang makan, di mana Gio dan Laila sedang menikmati sarapan mereka."Semua dokumen sudah siap, Tuan. Hari ini isbat pernikahan Tuan dan Nyonya akan dilakukan di Pengadilan Agama," lapor Jhon dengan sopan.Gio meletakkan sendoknya, lalu menatap Laila sambil menyentuh tangannya. "Sayang, hari ini kita akan meresmikan pernikahan kita. Kamu siap?"Senyum dan binar bahagia terpancar dari wajah Laila. Ia mengangguk mantap."Kabari Ibu dan Andara, kita akan menjemput mereka," lanjut Gio."Baik, Mas."Di ruang sidang Pengadilan Agama, Gio dan Laila duduk berdampingan. Pengacara Gio sudah menyiapkan semua dokumen agar proses berjalan lancar.Setelah mendengar kesaksian mereka, hakim akhirnya mengetuk palu."Dengan ini, pernikahan saudara Gio dan Laila dinyatakan sah secara hukum negara. Buku nikah akan segera diterbitkan."Laila menghela napas lega. Tangannya digenggam erat oleh Gio, seolah meyakinkan bahwa semua ini nyata. Kini mereka telah sah, bukan ha

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 68

    Laila menatap Gio dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Ia kini mengerti betapa berat beban yang selama ini dipikul oleh suaminya. Dengan suara yang bergetar, ia berkata, "Pasti berat banget kamu bertahan selama ini, ya, Mas? Maaf ... aku sudah marah-marah sama kamu dan gak ngerti perasaan kamu."Gio tersenyum kecil, lalu mengangkat tangannya untuk membelai pipi Laila dengan lembut. "Kamu gak perlu minta maaf, Sayang. Aku paham, kamu hanya ingin kejujuran dan kepastian. Aku yang salah karena menutupi semuanya darimu," ucapnya lirih.Air mata Laila jatuh tanpa bisa ia tahan. Dengan perlahan, ia melingkarkan tangannya di leher Gio, memeluknya erat seakan ingin menyalurkan seluruh perasaannya. "Aku hanya ingin kamu percaya padaku, Mas. Aku ingin jadi bagian dari hidupmu, sepenuhnya," bisiknya.Gio membalas pelukan itu lebih erat, membenamkan wajahnya di bahu Laila, menghirup aroma tubuhnya yang selalu membawa ketenangan. "Selama ada kamu di sampingku, semuanya akan baik-baik saja," ucapny

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   67

    Malam itu, Gio duduk di teras rumah sederhana, menatap langit yang bertabur bintang. Udara segar dari pepohonan di sekitar terasa menyejukkan, diiringi suara jangkrik yang bersahutan. Begitu berbeda dengan suasana rumahnya di kawasan elit. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menghela napas berat. Pikirannya dipenuhi semua perkataan Laila. Baru menikah, tapi ia sudah menghadapi ujian besar.Rasa bersalah dan penyesalan menggelayut dalam hatinya. Rahasia yang selama ini ia simpan kini menjadi bumerang dalam rumah tangganya. Ia ingin jujur, tapi di saat yang sama, ia belum siap. Bagaimana jika setelah ia mengungkapkan segalanya, Laila justru semakin membencinya dan benar-benar pergi? Bayangan itu terus menghantuinya.Tiba-tiba, kursi di sebelahnya bergeser. Rossa menariknya dan duduk, menghela napas panjang sebelum berbicara."Capek, ya, Mas?" sapanya mencoba mencairkan suasana.Gio membuka matanya yang sempat terpejam, menoleh ke arah Rossa. "Sedikit," jawabnya singkat."Sampai kapan lu

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 66

    Gio menangkap bayangan di balik pintu. Seketika matanya menyipit, lalu memberikan isyarat kepada Jhon untuk menghentikan pembicaraan.Ia berbalik, melangkah pelan menuju pintu.Di luar, Laila tersentak saat melihat suaminya bergerak ke arahnya. Panik, ia segera membalikkan badan, berusaha pergi sebelum ketahuan. Namun, ia kalah cepat. Sebelum sempat melangkah lebih jauh, tangan Gio mencengkeram pergelangannya dengan kuat."Laila," suara Gio terdengar dalam dan berat.Laila menelan ludah, jantungnya berdetak tak beraturan. Perlahan, ia berbalik, menatap suaminya yang berdiri tegak di depannya."Sejak kapan kamu di sana?" suara Gio terdengar tajam, mencurigai.Sekilas, rasa takut menyelimuti Laila, tetapi ia segera menguasai dirinya. Dengan cepat, ia menepis tangan suaminya, menatapnya penuh selidik."Apa yang sedang kamu rencanakan, Mas?" suaranya bergetar, tetapi nadanya penuh penuntutan.Mata Gio tetap mengunci pandangan istrinya. "Kamu mendengar semuanya?""Jawab aku, Mas!" Laila se

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 65

    Sudah lebih dari seminggu Laila dan Naya berada di Italia bersama Gio. Selama di sana, mereka tidak hanya menikmati keindahan Verona, tetapi juga menjelajahi berbagai kota dengan pesona yang memukau—Venezia dengan kanal-kanalnya yang romantis, Florence yang penuh seni, hingga pesona pedesaan di Tuscany yang begitu tenang. Bagi Naya, perjalanan ini terasa seperti dongeng. Bocah itu selalu ceria, berlarian di antara bangunan bersejarah, menikmati gelato di bawah sinar matahari sore, dan tertawa lepas saat melihat burung merpati beterbangan di Piazza San Marco. Sementara itu, Laila menyimpan perasaan campur aduk. Ada kebahagiaan saat melihat Naya begitu senang, tetapi juga ada kepedihan di sudut hatinya. Hidup yang tenang seperti ini terasa asing baginya, berbeda jauh dari kenyataan yang selama ini ia jalani. Namun, ia tetap menjaga kebahagiaan di depan Naya. Sesekali ia membagikan momen-momen itu di media sosial, memperlihatkan senyum tulus Naya yang bercahaya dalam setiap foto. Namun

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 64

    Gio duduk di kursinya, menatap Jhon yang berdiri di hadapannya dengan ekspresi serius.“Bagaimana dengan Sintya?” tanyanya datar.Jhon menunduk sedikit sebelum menjawab, “Sesuai perintah, kami memperlakukannya dengan baik. Anda ingin bertemu dengannya, Tuan?”Gio mengangguk tanpa ragu. Jhon pun memberi isyarat agar ia mengikutinya.Saat mereka keluar dari ruang kerja, tanpa sengaja Laila melihat keduanya berjalan melewati ruang tengah, tetapi bukannya masuk, mereka berbelok ke arah lain. Laila mengernyit, memperhatikan langkah mereka yang berhenti di depan sebuah dinding kayu. Namun, bukan sekadar dinding biasa—ada sesuatu yang tersembunyi di sana.Jantungnya berdegup lebih cepat saat melihat Jhon menarik sebuah pajangan di rak, dan tiba-tiba, sebuah pintu tersembunyi terbuka.Laila menahan napas. Tangannya refleks menutup mulutnya agar tidak bersuara. Ketika Gio dan Jhon menghilang di balik pintu itu, ia mendekat perlahan. Tangannya meraba pajangan yang tadi disentuh Jhon, dan dengan

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 63

    "Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku, Mas?" tanya Laila penuh curiga. Gio terdiam. Otaknya berputar cepat, mencari alasan yang tepat agar Laila tidak semakin curiga. "Aku melihat semuanya, Mas." Laila menatap tajam. "Aku melihat Mas dan Jhon keluar rumah bersama beberapa pengawal. Apa yang sebenarnya Mas lakukan? Kenapa baju Mas penuh darah? Siapa Mas sebenarnya?" Gio menarik napas dalam, mencoba tetap tenang. "Sayang, dengarkan Mas dulu." Ia mencoba merangkul Laila, tetapi wanita itu menghindar. "Jelaskan, Mas!" "Semalam Mas ada panggilan mendadak. Salah satu karyawan mengalami kecelakaan, jadi Mas harus segera ke Turin." Laila menatapnya tajam, mencoba menangkap kebohongan jika ada. "Kamu gak bohong, 'kan, Mas?" "Tentu, Sayang." "Lalu, darah ini dari mana?" "Mas menolong mereka yang kecelakaan dan harus membawa mereka ke rumah sakit. Maaf Mas gak bilang, Mas takut ganggu tidur kamu." Gio akhirnya berhasil meraih Laila dalam pelukannya. Perempuan itu tidak

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 62

    "Kalian istirahat aja duluan, Mas masih ada pekerjaan," ujar Gio.Laila, yang sedang menemani Naya di tempat tidur, hanya terdiam. Tadinya ia berpikir malam ini akan menjadi malam pertama yang istimewa bagi mereka, tetapi lagi-lagi Gio tampak tidak peduli. Bukannya bersama istrinya, pria itu justru memilih keluar tanpa banyak bicara.Laila hendak bertanya, tapi mengurungkan niatnya. Ia takut hal itu hanya akan membuat Gio semakin menjauh. Akhirnya, ia memilih diam dan membiarkan suaminya pergi.Laila menghela napas saat pintu tertutup. Ia menatap wajah putrinya yang mulai terpejam, lalu membelai kepalanya dengan lembut. "Selamat tidur, Sayang," bisiknya pelan.***Di bagian lain vila, yang tersembunyi di balik perpustakaan, Gio dan Jhon berkumpul di ruang taktis yang telah lama ia siapkan. Ruangan itu minim cahaya, hanya diterangi lampu meja dan layar monitor besar yang menampilkan peta elektronik. Beberapa senjata tersusun rapi di rak besi di sudut ruangan, bersama peralatan komunika

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status