Di tempat terpisah, Laila dan Aminah pulang dari pengadilan menggunakan taksi online karena Andara harus mencari bukti. Laila dan ibunya masih tidak percaya dengan kesaksian Pak Kades. Mereka berkutat dengan pikirannya masing-masing. Tidak mungkin Andara tega melalukan apa yang seperti diucapkan Pak Kades.“Bu, aku gak percaya sama omongan Pak Kades,” ujar Laila memecah kesunyian.“Ibu juga gak yakin, tapi kenapa Pak Kades berbohong?”“Ibu tahu sendiri, kan, kalau Pak Kades mata duitan? Pasti keluarga Mas Bimo sudah membayarnya.”“Tidak boleh menuduh orang seperti itu.”“Laila gak asal nuduh, Bu. Laila sudah hafal betul bagaimana keluarga itu.”“Semoga saja adikmu bisa mendapatkan bukti.” Harap Aminah.***Sebuah kafe bergaya modern dan instagramable dengan suasana alam yang terlihat asri, pepohonan rindang dikeliling lampu kerlap kelip dan live musik yang mengalun romantis. Seorang pemuda tinggi dengan balutan kemeja cokelat dipadukan celana jin, serta jaket yang tersandar di bahu ku
Suara bariton Bimo menggelegar di ruangan itu. Semua menoleh dan terkejut melihat sosok laki-laki yang sudah memorak-porandakan hidup Laila, berdiri di ambang pintu dengan tatapan penuh amarah, melihat Laila memangku laki-laki yang tidak diketahui identitasnya.“Belum juga sidang cerai, kau sudah berani membawa laki-laki lain ke rumah ini, dasar murahan!” sungut Bimo.“Jaga ucapanmu, Mas!” bentak Laila.“Tidak usah meninggikan suaramu di hadapanku! Faktanya sudah ada di depan mata. Benar yang Mama bilang, kalau sampah tidak akan bisa jadi berlian meskipun dibawa ke singgasana.”“Berani sekali lagi kau menghina kakakku, jangan harap kau bisa keluar dari sini dengan kaki yang utuh!” Andara mencengkeram kerah baju Bimo.Bimo menepis tangan Bimo dari lehernya, sambil mengibas-ngibaskan baju, seolah-olah ia baru saja terkena najis, “Ingat, kau sedang dalam penyelidikan!” ancam Bimo sambil menunjuk wajah Andara.“Jika kau hanya ingin membuat keributan di sini, silakan keluar, Mas!” Laila be
“Naya, sini, Nak!” Panggil Laila yang baru pulang dari jualan.Gio terkejut tiba-tiba dipeluk seorang anak kecil yang lucu dan cantik. Gadis itu memiliki bola mata yang bulat dan iris mata cokelat seperti ibunya. Gio tersenyum dan mencoba menggendong Naya. Pria berkulit putih itu sedikit menahan sakit di area perutnya saat menggendong Naya. Raut wajahnya yang sedikit meringis bisa ditangkap oleh Laila. Cepat wanita yang mengenakan dress hijau dengan motif bunga-bunga itu mengambil Naya dari pangkuan Gio.“Maaf,” ujar Laila tidak enak hati, Gio hanya tersenyum menanggapinya.Andara yang dari tadi hendak pergi, lagi-lagi tertahan karena tingkah Naya. Ia mengambil alih Naya dari Laila, lalu mengajaknya ke teras.“Nak Gio istirahat saja dulu, Ibu sudah masakkan air untuk mandi, nanti kalau airnya sudah masak, Nak Gio, Ibu panggil,” ujar Aminah.Gio mengangguk dan berjalan ke kamar Andara.Tidak lama, Laila mengetuk pintu kamar Andara dan membuka pintu yang tidak terkunci, tampak Gio sedan
“Aku akan mencabut tuntutan jika kalian mau menerima syarat dariku,” ujar Ratna.Laila dan Aminah saling menatap. Ratna tersenyum licik melihat ekspresi menantu dan besannya. Ibu dari Bimo itu sangat percaya diri, ia yakin kalau musuh di depannya ini akan menerima tawarannya dan memohon untuk berdamai.“Aku akan mencabut tuntutan itu jika kau mencabut gugatan cerai,” ucap Ratna sambil menatap tajam ke arah Laila.“Kamu gak mau kan Naya tumbuh tanpa kasih sayang ayahnya? Apa kamu tidak kasihan melihat teman-temannya diantar dan dijemput oleh kedua orang tua, jalan-jalan. Apa kamu mau melihat mental Naya terluka, di-bully oleh teman-temannya.” Bimo mencoba mempengaruhi Laila.Laila menatap ibunya penuh harap. Ia mulai gundah dengan perkataan Bimo. Dalam hati kecilnya, ia tidak bisa lagi menerima Bimo, tetapi ia juga tidak bisa egois demi tumbuh kembang anaknya.Bimo meraih tangan Laila dan menggenggamnya dengan tatapan memohon. “Jangan egois, Dik, ini semua demi masa depan Naya juga An
“Kamu di mana? Kakak di depan kosan Beben, tapi gak ada orang,” ujar Laila melalui sambungan telepon.“Andara masih di kafe sama Rossa, Kak. Mas Gio gak ada? Ya, udah bentar lagi aku ke sana.” Andara menutup sambungan teleponnya. “Yok, cabut. Kak Laila ada di kosan Beben. Kamu mau ikut aku?”“Aku gak bawa mobil.” Seolah-olah peka dan tahu maksud dari pernyataan Rossa, Andara langsung membawa tas ransel milik Rossa yang masih berada di atas meja, “Ayo!”Gadis tomboi itu tersenyum manis, menyadari Andara peka akan kode yang dia sampaikan. Ia berdiri dan berjalan mengekor di belakang Andara.Di tempat lain, Laila sudah berdiri hampir 30 menit di depan kosan Beben. Belum juga ada tanda-tanda bahwa tempat itu ada penghuninya. Entah sudah berapa kali ia mengetuk bahkan menggedor pintu dan jendela, tidak ada yang membuka atau menyahuti panggilannya. Kosan yang berjajar empat pintu itu memang sepi penghuni. Kebanyakan yang tinggal di sana adalah mahasiswa dan karyawan. Wajar kalau sore menje
“An, kok, kamu percaya banget sih sama Mas Gio, kalian kan baru kenal, gak tau juga dia itu siapa,” ujar Rossa memecah keheningan.Andara yang sedang mengendarai motornya, mengurangi kecepatan agar bisa mendengar suara Rossa yang terbawa angin. Di depan jalan, Andara melihat sebuah kedai nasi goreng yang masih buka, ia menepikan kendaraannya dan berhenti di sana. Mengajak Rossa untuk turun.“Kita mengobrol di sini aja, gak enak ngomong di jalan. Kamu juga belum makan.” Andara berjalan terlebih dahulu dan memesan 2 porsi nasi goreng seafood kesukaan Rossa.Rossa sudah duduk di salah satu bangku plastik yang ada di sana. Andara duduk tepat di depan Rossa yang di batasi oleh meja panjang.“Aku juga gak tau dia siapa, tapi dia kayaknya baik,” ujar Andara.“Kamu gak curiga sama dia? Masa tiba-tiba ada orang dateng ke kosan Beben buat kasih dokumen penting tanpa menghubungi kamu dulu, terus dikasih aja gitu sama orang yang gak dikenal. Kamu percaya sama omongannya?”“Aku juga bingung siapa
“Apa? Kakak menemui Mas Bimo dan Bu Ratna? Kakak sudah gak waras?” ucap Andara saat Aminah menceritakan kejadian semalam.Saat Andara tiba di rumah semalam, Aminah dan Laila tidak memberitahu bahwa setelah mengantarkan makanan untuk Gio, Laila pergi ke rumah mertuanya untuk mempertimbangkan penawaran yang diberikan mereka. Andara sudah cukup larut tiba di rumah. Ibu dan kakaknya tidak mau membuat Andara yang sedang lelah menjadi marah jika malam itu langsung di beritahu. Pagi ini, saat sarapan Aminah menceritakan semuanya. Andara benar-benar terkejut dan tidak menyangka akan tindakan sang Kakak. Niat hati ia akan menceritakan kejadian di kosan Bimo, tetapi ia malah yang dikejutkan.Andara menyandarkan tubuh di sandaran kursi dan menghela napas panjang. “Lalu Kakak menerima tawaran mereka?” tanya Andara dengan tatapan intimidasi.Laila menunduk saat Andara mengajukan pertanyaan. Melihat gerak tubuh sang kakak, Andra mengacak rambutnya. “Ya Allah, Kak! Kenapa Kakak menerima tawaran mere
“Ngapain?” tanya Rossa. “Kita harus nanya ke Mas Gio.” “Kamu percaya sama dia? Hei, kita gak tau dia itu siapa?!” ujar Rossa. “Aku yakin dia yang nolongin aku.” “Kalau dia orang jahat gimana?” “Kakak setuju yang dibilang Rossa. Kita gak tau siapa dia sebenarnya.” Tiba-tiba Laila keluar menimpali ucapan Rossa. Gadis yang masih duduk di tempatnya itu mengangguk, sepakat dengan pernyataan Laila. “Ini udah jelas, Kak. Coba lihat video ini!” Andara menunjukkan video yang diberikan Rossa. Seorang pria dan seorang wanita tengah melakukan transaksi. Terlihat dari punggung pria tersebut mirip seperti Bimo, tetapi belum jelas apa benar dia orangnya dan mereka sedang melakukan apa. Dalam video itu menunjukkan keakraban, tidak segan mereka saling rangkul dan mesra. Dada Laila bergemuruh melihat adegan yang terpampang dalam video itu. Ia hanya diam tanpa bisa berkata-kata. “Kak, ini belum tentu dia,” ujar Rossa sambil mengusap punggung Laila. “Kalau pun benar gak apa, seb