“Aku akan mencabut tuntutan jika kalian mau menerima syarat dariku,” ujar Ratna.Laila dan Aminah saling menatap. Ratna tersenyum licik melihat ekspresi menantu dan besannya. Ibu dari Bimo itu sangat percaya diri, ia yakin kalau musuh di depannya ini akan menerima tawarannya dan memohon untuk berdamai.“Aku akan mencabut tuntutan itu jika kau mencabut gugatan cerai,” ucap Ratna sambil menatap tajam ke arah Laila.“Kamu gak mau kan Naya tumbuh tanpa kasih sayang ayahnya? Apa kamu tidak kasihan melihat teman-temannya diantar dan dijemput oleh kedua orang tua, jalan-jalan. Apa kamu mau melihat mental Naya terluka, di-bully oleh teman-temannya.” Bimo mencoba mempengaruhi Laila.Laila menatap ibunya penuh harap. Ia mulai gundah dengan perkataan Bimo. Dalam hati kecilnya, ia tidak bisa lagi menerima Bimo, tetapi ia juga tidak bisa egois demi tumbuh kembang anaknya.Bimo meraih tangan Laila dan menggenggamnya dengan tatapan memohon. “Jangan egois, Dik, ini semua demi masa depan Naya juga An
“Kamu di mana? Kakak di depan kosan Beben, tapi gak ada orang,” ujar Laila melalui sambungan telepon.“Andara masih di kafe sama Rossa, Kak. Mas Gio gak ada? Ya, udah bentar lagi aku ke sana.” Andara menutup sambungan teleponnya. “Yok, cabut. Kak Laila ada di kosan Beben. Kamu mau ikut aku?”“Aku gak bawa mobil.” Seolah-olah peka dan tahu maksud dari pernyataan Rossa, Andara langsung membawa tas ransel milik Rossa yang masih berada di atas meja, “Ayo!”Gadis tomboi itu tersenyum manis, menyadari Andara peka akan kode yang dia sampaikan. Ia berdiri dan berjalan mengekor di belakang Andara.Di tempat lain, Laila sudah berdiri hampir 30 menit di depan kosan Beben. Belum juga ada tanda-tanda bahwa tempat itu ada penghuninya. Entah sudah berapa kali ia mengetuk bahkan menggedor pintu dan jendela, tidak ada yang membuka atau menyahuti panggilannya. Kosan yang berjajar empat pintu itu memang sepi penghuni. Kebanyakan yang tinggal di sana adalah mahasiswa dan karyawan. Wajar kalau sore menje
“An, kok, kamu percaya banget sih sama Mas Gio, kalian kan baru kenal, gak tau juga dia itu siapa,” ujar Rossa memecah keheningan.Andara yang sedang mengendarai motornya, mengurangi kecepatan agar bisa mendengar suara Rossa yang terbawa angin. Di depan jalan, Andara melihat sebuah kedai nasi goreng yang masih buka, ia menepikan kendaraannya dan berhenti di sana. Mengajak Rossa untuk turun.“Kita mengobrol di sini aja, gak enak ngomong di jalan. Kamu juga belum makan.” Andara berjalan terlebih dahulu dan memesan 2 porsi nasi goreng seafood kesukaan Rossa.Rossa sudah duduk di salah satu bangku plastik yang ada di sana. Andara duduk tepat di depan Rossa yang di batasi oleh meja panjang.“Aku juga gak tau dia siapa, tapi dia kayaknya baik,” ujar Andara.“Kamu gak curiga sama dia? Masa tiba-tiba ada orang dateng ke kosan Beben buat kasih dokumen penting tanpa menghubungi kamu dulu, terus dikasih aja gitu sama orang yang gak dikenal. Kamu percaya sama omongannya?”“Aku juga bingung siapa
“Apa? Kakak menemui Mas Bimo dan Bu Ratna? Kakak sudah gak waras?” ucap Andara saat Aminah menceritakan kejadian semalam.Saat Andara tiba di rumah semalam, Aminah dan Laila tidak memberitahu bahwa setelah mengantarkan makanan untuk Gio, Laila pergi ke rumah mertuanya untuk mempertimbangkan penawaran yang diberikan mereka. Andara sudah cukup larut tiba di rumah. Ibu dan kakaknya tidak mau membuat Andara yang sedang lelah menjadi marah jika malam itu langsung di beritahu. Pagi ini, saat sarapan Aminah menceritakan semuanya. Andara benar-benar terkejut dan tidak menyangka akan tindakan sang Kakak. Niat hati ia akan menceritakan kejadian di kosan Bimo, tetapi ia malah yang dikejutkan.Andara menyandarkan tubuh di sandaran kursi dan menghela napas panjang. “Lalu Kakak menerima tawaran mereka?” tanya Andara dengan tatapan intimidasi.Laila menunduk saat Andara mengajukan pertanyaan. Melihat gerak tubuh sang kakak, Andra mengacak rambutnya. “Ya Allah, Kak! Kenapa Kakak menerima tawaran mere
“Ngapain?” tanya Rossa. “Kita harus nanya ke Mas Gio.” “Kamu percaya sama dia? Hei, kita gak tau dia itu siapa?!” ujar Rossa. “Aku yakin dia yang nolongin aku.” “Kalau dia orang jahat gimana?” “Kakak setuju yang dibilang Rossa. Kita gak tau siapa dia sebenarnya.” Tiba-tiba Laila keluar menimpali ucapan Rossa. Gadis yang masih duduk di tempatnya itu mengangguk, sepakat dengan pernyataan Laila. “Ini udah jelas, Kak. Coba lihat video ini!” Andara menunjukkan video yang diberikan Rossa. Seorang pria dan seorang wanita tengah melakukan transaksi. Terlihat dari punggung pria tersebut mirip seperti Bimo, tetapi belum jelas apa benar dia orangnya dan mereka sedang melakukan apa. Dalam video itu menunjukkan keakraban, tidak segan mereka saling rangkul dan mesra. Dada Laila bergemuruh melihat adegan yang terpampang dalam video itu. Ia hanya diam tanpa bisa berkata-kata. “Kak, ini belum tentu dia,” ujar Rossa sambil mengusap punggung Laila. “Kalau pun benar gak apa, seb
“Siapa?” tanya Rossa.“Itu Anak-Anak main lempar-lemparan,” jawab Andara.“Maaf, ya, Om.” Salah satu anak meminta maaf kepada mereka lalu pergi.Mereka bertiga kembali masuk dan membersihkan bekas pecahan kaca. Saat hendak membuang benda itu ke tempat sampah, ponsel Rossa berbunyi, sebuah pesan singkat dari seseorang membuatnya berdecak kesal. “Kenapa gak ngomong sendiri aja, sih!” omel Rossa sendirian.“Kenapa?” Tiba-tiba Andara berdiri di belakang Rossa dan mengagetkannya.“Gak apa, kok.” Rossa cepat-cepat masuk.Di dalam sudah ada beberapa hidangan tersaji di atas meja. Satu kotak pizza, 3 cup minuman soda berukuran besar, burger, dan kentang goreng. Andara sengaja memesan makanan untuk mereka. “Sidang perceraian Kak Laila gimana?” tanya Rossa sambil mengambil satu potong pizza.“Kalau gak salah minggu depan sidang lanjutan.” Andara mencoba mengingat.“Bagaimana tawaran yang diajukan mereka kemarin?” Rossa kembali bertanya.Gio hanya memperhatikan mereka berdua sambil menikmati b
“Gi*la, ya, loe! Bisa-bisanya loe numbalin gue?!” omel Rossa pada seseorang melalui sambungan telepon. “Kalau dia curiga sama gue gimana? Lagian kenapa gak langsung loe sendiri aja, sih? Gedeg gue lama-lam.” Rossa menutup teleponnya dan menghela napas. Kini ia berada di kamar sambil menatap langit dari jendela. Rintik-rintik air mulai turun perlahan ke tanah. Tercium aroma musky yang membuat tenang. Rossa menghirup napas dalam, menikmati sejuknya udara siang itu. Rossa mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja yang berada di sebelah ia berdiri, sambil berpikir langkah apa yang harus ia lakukan agar Andara tidak curiga. Seperti mendapatkan kekuatan dari hujan, otaknya langsung bekerja. Rossa mencari kontak seseorang di ponselnya dan menghubungi orang tersebut. Setelah memberi perintah pada orang tersebut, ia menyambar tas dan laptop di atas meja, buru-buru ia keluar rumah menggunakan mobilnya yang terparkir di halaman. “Gue tau loe nyuruh orang buat ngikutin Mas Bimo, tapi gak mungkin gu
Kata “sesuatu” dari Rossa membuat Laila gusar. Ia tahu Rossa akan memberitahu hal yang bisa saja membuatnya semakin terluka karena dari gerak tubuh dan mimik wajah yang ditunjukkan wanita di hadapannya itu, bukanlah hal biasa, tetapi tersirat makna di sana. Apa pun yang akan ia dengar atau lihat, Laila harus siap. Ia harus menguatkan diri dan hatinya. Berharap itu adalah kabar baik sangat tidak, sangat ini hal yang paling ingin ia dengar adalah Andara dapat keluar dari permasalahannya.Rossa memberikan ponselnya kepada Laila, lalu menunjukkan beberapa video. Sejujurnya ia tidak tega, tetapi inilah bukti yang ia punya untuk membantu Laila agar proses perceraian cepat selesai. “Maaf, Kak,” ucap Rossa segan.Laila tampak tenang melihat adegan tiap adegan yang ada di dalam video tersebut. Tidak ada raut marah, sedih, atau pun terkejut, hanya raut wajah datar yang tampak. Ia sudah menduga hal itu akan terjadi. Berbanding terbalik dengan sang ibu yang sangat terkejut saat melihat orang di v
Dua orang misterius yang membawa Bimo itu berhanti di jalanan sepi dekat persawahan. Mereka melemparkan Bimo di tepi sawah."Jangan pernah lagi datang ke sana dan mengganggu keluarga Laila." Salah satu pria memperingatkan Bimo, lalu mereka pergi meninggalkan mantan suami Laila itu dalam keadaan babak belur.Bimo meringis kesakitan akibat pukulan dari orang-orang yang tidak dikenalnya itu. Ia terkulai lemas sambil memandangi kedua orang itu pergi menjauh.Sedangkan pria yang satunya, terus melajukan sepeda motor hitam sampai ke sebuah gedung kosong di sekitar kampung Laila. Ia berhenti di depan banguan tua itu, lalu masuk dan menemui 2 orang yang melemparkan Bimo di tepi sawah tadi.Dua pria misterius itu melaporkan bahwa Bimo sudah mereka bereskan dengan aman. Pria itu hanya mengangguk mendapat laporan dari rekannya. Ia pun mengeluarkan ponsel dan mengirim sebuah pesan.[Semua aman, Bos. Bimo sudah kami singkirkan.][Pastikan semuanya aman, jangan sampai ada yang curiga, termasuk Anda
Dua orang misterius yang membawa Bimo itu berhanti di jalanan sepi dekat persawahan. Mereka melemparkan Bimo di tepi sawah."Jangan pernah lagi datang ke sana dan mengganggu keluarga Laila." Salah satu pria memperingatkan Bimo, lalu mereka pergi meninggalkan mantan suami Laila itu dalam keadaan babak belur.Bimo meringis kesakitan akibat pukulan dari orang-orang yang tidak dikenalnya itu. Ia terkulai lemas sambil memandangi kedua orang itu pergi menjauh.Sedangkan pria yang satunya, terus melajukan sepeda motor hitam sampai ke sebuah gedung kosong di sekitar kampung Laila. Ia berhenti di depan banguan tua itu, lalu masuk dan menemui 2 orang yang melemparkan Bimo di tepi sawah tadi.Dua pria misterius itu melaporkan bahwa Bimo sudah mereka bereskan dengan aman. Pria itu hanya mengangguk mendapat laporan dari rekannya. Ia pun mengeluarkan ponsel dan mengirim sebuah pesan.[Semua aman, Bos. Bimo sudah kami singkirkan.][Pastikan semuanya aman, jangan sampai ada yang curiga, termasuk Anda
Sesampainya di sekolah Naya, Andara melihat keponakannya itu duduk di depan gerbang sekolah bersama penjaga sekolah. Suasana di sana sudah mulai sepi, hanya beberapa anak yang belum dijemput orang tua mereka. Andara bergegas mendekati Naya yang terlihat asik berceloteh dengan penjaga sekolah."Om Anda!" teriak Naya saat melihat pamannya berjalan ke arah dia duduk."Maaf, Om, telat jemptnya," ujar Andara sambil mengusap pelan kepala Naya. Gadis itu hanya tersenyum."Pak, kalau saya atau ibu Naya belum jemput, tolong titip Naya, ya, kalau ada yang jemput selain kamu berdua jangan dikasih, telepon saya atau ibunya dulu," pesan Andara pada penjaga sekolah sebelum mereka pulang.Andara memperhatikan sekitar sekolah, mungkin saja pria misterius itu berada di sana dan mengintai Naya juga. Namun, tidak ada tanda-tanda orang tersebut di sana, tetapi tiba-tiba Naya berkata jika ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh saat menunggu jemputan."Naya liat di mana?" tanya Andara sebelum mereka
"Ngapain?" tanya Aminah saat melihat Laila mengintip keluar jendela.Mendengar suara sang ibu, Laila terlonjak kaget. "Ibu, ngagetin aja.""Ngapain ngintip-ngintip?""Anu, Bu, tadi ada orang berdiri di depan, tapi wajahnya ketutupan helm, gak tau mau ngapain.""Kenapa gak ditanya?""Orangnya langsung pergi, lagian serem liat gayanya kayak gengster.""Ditanya juga gak, tau dari mana gengster," celoteh Aminah sambil meninggalkan Laila ke dalam.Laila menyusul ibunya yang sedang duduk di ruang tengah, di sana ada Naya yang sedang bermain boneka di lantai.Aminah menatap Laila yang terlihat murung. Seolah-olah bisa membaca pikiran sang anak, Aminah langsung memberikan nasihat untuk putrinya itu. "Udah, La. Gak usah dipikirin omongan mereka. Mereka itu cuma senang cari-cari salah orang lain buat bahan cerita."Laila menghela napas panjang, menyandarkan tubuhnya di kursi sambil memegangi gelas yang sudah kosong. "Capek, Bu. Kenapa hidup aku selalu jadi bahan gosip?" "Karena mereka gak pun
Perjalanan hidup banyak mengajarkan Laila arti bertahan. Banyak hal yang ia dapatkan dari permasalahannya dengan Bimo. Perceraian, khianat, sakit hati, dan kesedihan, dari semuanya itu Laila dapat bangkit dan tahu bahwa hidupnya lebih berharga dibandingkan semua yang pernah ia korbankan untuk Bimo. Perasaan cinta yang terlalu dalam hingga tidak bisa membedakan antara logika dan perasaan membuat Laila tersadar, hidup tidak melulu tentang memberi, tetapi juga harus menerima. Apa yang ia berikan untuk Bimo tidak pernah ada balasan untuknya.Pagi itu, beberapa tetangga membeli sarapan di kedai Laila, seperti biasa mereka akan bergosip tentang segala hal, mulai dari artis yang sedang viral, hingga masalah rumah tangga tetangga mereka. Kali ini salah satu wanita dengan postur tubuh grmpal bertanya pada Laila tentang keluarga Bimo."Maaf, Bu, saya gak tau," jawab Laila."Masa kamu gak tau, sih, La? Kan, Bu Ratna sekarang udah kayak gembel penampilannya, suaminya ketaguan korupsi, belum lagi
Ada getaran saat gadis kecil itu memanggil Bimo. Rasa rindu pada sang ayah hanya bisa ia simpan. Meskipun Gio selalu ada dan berusaha menggantikan peran Bimo, perasaan rindu akan kehadiran ayah kandung tetap ada. Naya hanya bisa memandang punggung Bimo dari jauh saat pria itu pergi. Sedangkan wanita yang bersama Bimo, terlihat berlari mengejat sambil melontarkan umpatan kasar kepada Bimo."Sayang, ayo, kita pulang," ajak Laila. Naya hanya diam dan menurut.Sepanjang jalan gadis itu hanya diam, tidak seceriah sebelumnya. Gio menggandeng tangan kecil itu sambil bertanya apa lagi yang ia mau, tetapi Naya hanya menggeleng. Lalu Gio berinisiatif mengajaknya ke istana boneka. Di sana banyak berbagai jenis boneka yang lucu, mulai beruang berukuran kecil sampai yang paling besar. Melihat banyak benda yang disukainya, Naya langsung tersenyum dan berlari menghampiri beberapa boneka, untuk saat itu Gio mampu mengusir kesedihan Naya.Laila hanya mengekor dari belakang. Sama halnya dengan Naya, ia
"Ada apa, Mas?" tanya Laila."Gak apa-apa," jawab Gio gelagapan. "Apa yang kamu dengar?" tanya Gio tiba-tiba.Laila mengernyitkan dahi dengan pandangan bingung, "Seperti sesorang sedang menyebut namaku," jawab Laila tidak acuh, kemudian sibuk dengan makananya."Ternyata benar Kak Laila dan Mas Gio." Tiba-tiba Andara berdiri di dekat meja mereka. Keduanya kompak menoleh ke arah Andara."Kalian sedang apa?" tanya Gio melihat Andara bersama Rossa."Kami baru saja mau makan, lalu Rossa melihat Naya. Kami memanggil Kak Laila, tapi sepertinya kakakku ini sedang menikmati kebebasannya sampai tidak mendengar panggilan Rossa," jelas Andara diikuti anggukan Rossa.Gio menghela napas lega. Ia pikir Laila bisa mendengar isi hatinya, ternyata samar-samar wanita dengan balutan dress sage itu mendengar panggilan Rossa. Nyaris saja jantung Gio keluar dari tempatnya. Bagaiman jika Laila punya kekuatan bisa mendengar suara hati, ia akan sangat malu karena ketahuan jika selama ini menyimpan rasa pada wa
“Saya ingin mengajak Naya jalan-jalan,” ucap Gio. Di tangannya ada boneka beruang berukuran besar dan sebuah kotak cokelat. Laila mengajak Gio untuk masuk dan menyuruhnya untuk menunggu sebentar.Beberapa menit kemudian Laila keluar bersama Naya. Gadis itu langsung berlari ke pelukan Gio. Melihat boneka beruang dan cokelat yang dibawa pria itu, Naya langsung menghujani Gio dengan kecupan di pipi dan pelukan hangat.“Terima kasih, Om,” imbuh Naya yang direspon senyuman oleh Gio.Laila menatap kemesraan mereka berdua, ada rasa haru dan bahagia melihat puti kecilnya jauh lebih baik dari keadaan sebelumnya. Naya sudah jarang tantrum dan mulai mau bersosialisasi lagi. Kehadiran Gio sangat berpengaruh akan kesehatan mental Naya. Entah apa yang di rasakan oleh Laila saat ini, tiba-tiba timbul perasaan yang ia sendiri tidak mengerti. Setiap kali melihat Gio, jantungnya berdebar lebih cepat dan ia merasa gugup saat berhadapan dengan pria dengan kaki jenjang itu.“Tapi nanti sore Naya mau jalan
“Bikin malu! Bisa-bisanya kalian melakukan hal seperti itu!” bentak Hermawan. “Kamu tahu, ‘kan, Ma, kalau aku sedang dalam pengawasan? Kamu dan Bimo malah bikin ulah. Bukannya bantu aku supaya gak terlibat masalah apapun, kalian malah buat aku semakin sulit. Ibu sama anak, sama aja. Tukang bikin onar.”“Pa, jangan, sok, suci kamu! Kamu pikir, aku gak tau apa yang kamu lakuin? Kamu sama aja kayak Pak Kades. Apa yang aku lakuin sama Bimo ini juga demi keluarga kita. Aku berusaha agar Bimo dan Laila gak cerai. Siapa yang akan menopang kebutuhan kita kalau kamu ketahuan korupsi?” Ratna melotot ke arah Hermawan. “Dan sekarang semuanya kacau gara-gara Andara dan temannya itu. Kamu malah nyalahin aku!”“Gak usah nyalahin orang lain, Ma. Kalau kamu gak serakah dan egois, semua gak akan seperti ini. Apa yang aku lakukan juga karena demi memenuhi semua keinginan kamu. Berlian, arisan, botox, dan semua yang gak penting itu. Aku capek nurutin semua maunya kamu!”“Jadi kamu nyalahin aku, Pa? Gara-