Share

Bab 3

Author: Dee
last update Huling Na-update: 2024-06-03 17:30:37

Sampai di depan bangunan sederhana itu, Laila masuk dan menuju kamar. Tidak memedulikan sang mertua yang masih berada di belakangnya. Tiba di kamar, ia melihat Bimo terbaring di tempat tidur dengan santai sambil bermain ponsel. Laila kaget melihat kepala laki-laki itu diperban, tetapi ia tidak peduli. Wanita yang mengenakan dress sebatas lutut itu membuka lemari pakaian dan menuju kamar mandi.

Bimo melirik sekilas ke arah Laila, lalu berkata, “Punya nyali juga kamu pulang ke rumah ini?!”

Laila hanya diam tidak menanggapi ucapan suaminya. “Untung tidak aku bakar rumah ini,” ujar Bimo santai.

Laila menghentikan langkahnya dan menatap Bimo dengan tajam. “Kamu tidak ada hak atas rumah ini, Mas!” jawab Laila sengit.

“Kata siapa? Kau istriku, jadi aku berhak atas rumah ini juga!” Bimo bangun dari tempat tidur dan duduk di tepinya, “jangan macam-macam kepadaku. Ingat, kau masih istri sahku!” lanjut Bimo.

“Sebentar lagi akan menjadi mantan!” ucap Laila sambil menekankan kata mantan.

Bimo tersulut emosi mendengar ucapan Laila, ia membanting gelas yang berada di meja, tidak jauh dari tempat tidur. Laki-laki itu berdiri, lalu mendorong sang istri hingga membentur dinding, dicengkeramnya pipi mulus Laila, tidak dihiraukannya saat wanita itu meringis kesakitan.

“Jangan berani-berani meminta cerai atau meninggalkanku, aku akan menghabisimu!” ancam Bimo.

Laila menendang alat vital Bimo, laki-laki itu menjerit. Cepat Laila masuk ke kamar mandi untuk menghindari sang suami. Laila menangis, lagi-lagi ia melakukan kesalahan dengan kembali kepada monster yang berlabel suami. Wanita itu menyesal tidak mendengarkan ucapan sang adik.

Di kamar mandi ia termenung memikirkan apa saja yang mungkin bisa dia lakukan demi melindungi diri dan putrinya dari lelaki sialan itu. Jantung berdegup kencang karena rasa takut mendominasi, tetapi dia harus bisa menguasai diri.

Laila menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan seraya memikirkan alasan mengapa dia harus hidup. Bimo? Tidak, itu bukan alasan dan sebaiknya melupakan bahwa mereka pernah saling mencintai.

Setiap orang, ada masanya datang dan pergi. Ketika cinta telah sirna, mengapa mencoba bertahan? Lagi pula, Laila tidak lagi melihat binar cinta di kedua mata suaminya melainkan kilatan amarah. Sekali lagi, tidak ada alasan bagi Laila untuk mempertahankan rumah tangganya.

Pergi sulit, bertahan sakit adalah kalimat yang tidak pantas ditujukan pada Laila. Dia bisa hidup mandiri. Benar kata sang adik, lebih baik berpisah daripada harus menanggung luka. Selain dari diri sendiri, jangan mengharapkan kasih sayang yang tulus dari suami mokondo seperti Bimo. Bagaimanapun caranya ia harus keluar dari hubungan toxic ini.

Menghela napas berat. "Aku bisa! Aku pasti bisa lepas dari Bajingan itu!" kata Laila penuh semangat.

Mendengar Bimo berteriak, Ratna bergegas masuk ke kamar sang putra. Dilihatnya sang anak sedang meringis kesakitan sambil memegang selan*kangan. Ratna langsung menghampiri Bimo dan menuntunnya ke tempat tidur.

“Pasti Laila yang melakukannya,” tuduh Ratna disertai anggukan Bimo.

Wanita dengan pakaian menyala itu berjalan ke arah kamar mandi dan menggedornya.

“Laila, keluar! Jangan sembunyi di sana! Baru sampai di rumah ini kau sudah menganiaya putraku, jadi selama ini kau siksa anakku, ya!” teriak Ratna.

“Keluar kau! Jangan beraninya sama orang sakit, belum puas kau siksa Bimo kemarin, sekarang kau tendang pula bur*ngnya!” teriak Ratna.

“Aku tidak akan berbuat kasar jika anak Mama tidak menyakitiku lebih dulu,” jawab Laila dari balik pintu kamar mandi.

Ratna menatap tajam ke arah Bimo yang masih terduduk di tempatnya sambil meringis kesakitan. Wanita itu mendekat dan berjongkok di depan sang putra, “Jangan melakukan hal bo*doh jika kau tidak ingin kehilangan dia. Ingat tujuan kita agar dia kembali ke sini apa. Mama tidak mau kamu melakukan hal bo*doh lagi dan mengakibatkan dia kabur seperti kemarin. Sadar Bimo, kita butuh uang banyak sekarang, kita juga harus bisa mengambil rumah ini. Kamu tahu alasannya, bukan?”

Bimo menatap Ratna nelangsa. Ia teringat kejadian beberapa minggu lalu sebelum pertengkarannya dengan Laila, beberapa mobil polisi terparkir di depan rumah kedua orang tuanya. Ratna langsung menangis dalam pelukannya saat Bimo memasuki ruang tamu yag ramai dengan petugas polisi.

Bimo mengenggam tangan sang ibu dan memberikan keyakinan kepada wanita itu, “Mama jangan khawatir, Bimo tidak akan melakukan kesalahan lagi.”

Ratna bangkit dan menuju kamar mandi, “Keluar! Jangan beraninya dari dalam sana, apa kau mau menambah tenaga dengan menghirup aroma ta*i dari sana? Cepat keluar!” Gedor Ratna.

Hampir 15 menit Ratna menggedor pintu kamar mandi, tapi Laila tidak juga keluar, yang terdengar hanya kucuran air, menandakan bahwa sang menantu sedang mandi sambil bersenandung. Hal itu membuat wanita yang berusia hampir 50 tahun itu semakin murka. Ia membanting vas bunga yang berada di meja rias ke arah pintu.

“Dasar menantu gi*la!” teriaknya lalu menghampiri Bimo. “Istrimu memang sudah gi*la, kamu itu tidak mau mendengar ucapan Mama, coba kalau dulu kamu mau menikah dengan pilihan Mama, kamu tidak akan seperti ini. Mama mau pulang.” Ratna meninggalkan Bimo yang masih duduk di tepi ranjang.

Laila keluar kamar mandi dengan santai, mengenakan baju tidur dan rambut yang dibalut handuk. “Mama kamu sudah pulang?” tanya Laila santai.

Wanita itu menelisik setiap sudut kamar yang berantakan, pecahan kaca berserakan di sana. Laila tidak memedulikan benda itu, ia sudah terlalu lelah berbuat baik pada keluarga Bimo. Kini, ia memilih abai dan duduk di depan meja hias.

Bimo mendelik ke arah sang istri yang sengaja mengejeknya dengan menjulurkan lidah dari pantulan cermin. Wajah Bimo semakin merah karena menahan amarah. Laila mengoleskan beberapa krim ke wajahnya dan menyemprotkan minyak wangi, ritual yang biasa ia lakukan sebelum tidur. Dengan balutan piama tipis bermotif bunga-bunga, lekuk tubuhnya terlihat jelas dan menggoda, Bimo yang hendak marah karena ejakan sang istri, terpana dengan pemandangan di depannya. Wanita tinggi itu berjalan ke arah sang suami yang sudah menganga seperti singa kelaparan. Bimo memejamkan mata saat Laila berdiri di hadapannya, aroma bunga menyeruak dari tubuh sang istri, membangkitkan hasrat laki-lakinya.

Laila mendekat, lalu berbisik di telinga Bimo, “Hati-hati, bisa saja besok pagi kau sudah berada di alam lain!”

“Apa maksudmu, Laila? Kamu pikir aku tidak bisa berbuat sesuka hati, huh?!” Kedua mata Bimo melotot sempurna. Selain harus memendam hasrat, dia tidak bisa meledakkan amarah sekarang.

“Aku bukan Laila yang kamu kenal selama ini. Sekali saja kamu bertindak tanpa berpikir matang, maka ....” Laila tersenyum miring begitu melihat sang suami menelan saliva.

Tentu saja Laila tahu apa yang dirasakan suaminya. Mereka telah lama hidup dalam pernikahan dan tentu saling mengenal satu sama lain. Bimo paling tidak bisa melihat istrinya dalam keadaan demikian. Sial, wanita itu justru melangkah menjauh membuat Bimo harus mengusap wajah kasar.

Bisakah dia memaksa sang istri melakukan kewajiban, sedangkan mereka sedang dalam masalah besar? Bagaimana jika Laila menolak dan semakin merendahkannya? Bukankah suami adalah pemimpin dalam rumah tangga, mengapa harus takut? Pertanyaan-pertanyaan itu sangat mengusik.

Lihatlah Laila, wanita itu semakin sengaja mempermainkan perasaan suaminya. Dia sengaja merebahkan diri di peraduan sambil memainkan rambut. Sesekali tersenyum tipis. Bimo mengepalkan tangan, apa yang harus dia lakukan?

“Kenapa, Mas?”

“Kenapa-kenapa. Ya, kelakuan kamu itulah. Kamu sengaja, kan, kek gitu biar aku gini?”

“Mas gini dan aku gitu gimana? Mas terpesona sama aku gitu?”

Bimo mendengkus kesal. Baru saja dia ingin berdiri, sang istri sudah bangun dan menyambar gunting di laci nakas. Apa maksudnya? Lelaki itu mengacak rambut kesal.

“Sudah, jangan ganggu aku lagi!”

“Siapa yang ganggu kamu, Mas? Kamu pikir aku sengaja menggoda?” Laila tersenyum sinis. Dia melangkah santai keluar dari kamar menuju dapur karena perutnya keroncongan.

Ah, bukan. Tepatnya wanita itu ingin segera menghabiskan isi kulkas agar suaminya semakin depresi. Siapa suruh bermain-main dengan Laila?

“Sayang, jangan pergi!” panggil Bimo tanpa rasa malu. Dia mencekal tangan wanita itu. “Tolong, sekali ini saja. Kita, kan, suami istri!”

“Sudah kubilang, sebentar lagi juga akan jadi mantan!” sentak Laila dengan tatapan tajam.

"Dengar—"

"Diam!" potong Laila cepat ketika suaminya kembali ingin memberontak. "Jangan pernah menganggap aku lemah, Mas!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 4

    Di dapur, Laila menuangkan air ke dalam gelas yang berada di hadapannya. Ia meneguk air tersebut hingga tandas. Wanita dengan mata bulat itu menghela napas, menyenderkan tubuh pada kulkas. Ia menatap lurus dengan pandangan kosong. Hatinya bergemuruh, marah, sedih, kesal jadi satu. Tuhan sedang bermain-main dengan kehidupanku. Aku tidak boleh lemah, aku harus bangkit dan menunjukkan kepada Mas Bimo dan keluarganya bahwa mereka tidak bisa semena-mena padaku. Aku bukan budak yang harus memenuhi hasrat dan kebutuhannya. Aku wanita biasa yang juga butuh kasih sayang dan perhatian. Batin Laila. Tanpa sadar air mata mengalir di pipi mulus Laila. Ia menghapus air mata dan kembali menghela napas. Laila beranjak dari tempatnya menuju kamar Naya. Jam telah menunjukkan pukul 22.00, perlahan Laila membuka pintu kamar. Di sana, sang putri sudah tertidur pulas sambil memeluk boneka beruang. Laila duduk perlahan di samping Naya, dibelainya rambut gadis kecil itu. Derai air mata semakin mengalir der

    Huling Na-update : 2024-06-03
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 5

    Ratna keluar dengan muka ditekuk. “Bisa-bisanya mereka bergibah di depanku,” gerutu Ratna sambil menuruni anak tangga yang berada di teras rumah mewah tersebut. Wanita yang mengenakan sepatu berhak 5 centi itu berjalan sambil mengentakkan kakinya, tanpa ia sadar anak tangga yang ia lalui terdapat kulit pisang dan mengakibatkan ia terpeleset hingga terduduk. Ratna menggeram, melihat kiri dan kanan, malu jika sampai teman-temannya melihat, bergegas ia masuk ke mobil yang sejak tadi menunggunya. Tanpa disadari Ratna, beberapa temanya mengintip dari jendela dan tertawa melihat ia terjatuh. Bimo yang menunggu di mobil terkekeh melihat ibunya jatuh. Ia langsung pura-pura memainkan ponsel saat Ratna membuka pintu dan membantingnya dengan keras. Bimo tersentak. “Kenapa Mama terlihat kesal?” tanya Bimo. “Mama gak mau Laila berjualan di stasiun lagi. Mulai besok dia gak boleh lagi berada di sana. Mama malu!” oceh Ratna. “Ada apa, Ma?” “Istri kamu itu bikin Mama malu, semua teman Mama tahu

    Huling Na-update : 2024-06-03
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 6

    “Cepat keluar!” Seorang pria berbadan kekar memukul kaca mobil, “jangan kabur kamu! Cepat bayar hutangmu, enak aja abis ngutang gak mau bayar!”Bimo keluar dengan pasrah, hari ini sudah ada beberapa orang yang datang menagih hutang, tidak menutup kemungkinan kalau besok akan ada orang yang datang lagi. Bimo harus mencari cara agar terlepas dari kejaran para preman itu. Namun saat ini ia berada di posisi sulit, meminta kepada orang tuanya sama saja dengan bu*nuh diri. Kedua orang tua Bimo, terutama Ratna, tidak akan percaya jika sang anak terlilit banyak hutang, terlebih selama ini Bimo dikenal anak yang santun dan pekerja keras. Mustahil bagi mereka jika Bimo jatuh dalam lembah hitam.“Bang, kasih saya waktu satu minggu, pasti saya lunasi hutangnya,” pinta Bimo.“Halah, dari kemarin juga janjinya satu minggu , ini sudah satu bulan. Cepat bayar atau aku sita mobil ini!”“Jangan, Bang. Saya janji kali ini benar-benar akan saya lunasi.”Laila yang masih merutuki dan mengumpat perbuatan

    Huling Na-update : 2024-06-22
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 7

    Sebelum Ratna berbuat kasar, Laila langsung berdiri dan berlari menuju kamar Naya sambil menjulurkan lidah ke arah mertuanya. Dari balik pintu, ia tertawa geli melihat ekspresi Ratna yang kesal karena diledeknya. “Ini baru awal, Ma. Aku bukan Laila yang dulu, yang hanya diam saja saat kau hina.” Laila bermonolog. “Bunda, kenapa?” tanya Naya melihat sang bunda tertawa sendiri. Laila hanya menggeleng lalu berjalan mendekati Naya, duduk di sebelah sang putri yang sedang mewarnai. Di luar, Ratna mengumpat perbuatan menantunya itu. Mendengar teriakan Ratna, Bimo yang tengah tertidur di kamarnya, keluar sambil berjalan malas. “Ada apa, sih, berisik sekali!” bentaknya. Wanita yang dari tadi berdiri di depan meja makan, menoleh ke sumber suara. Mendapati anak laki-lakinya keluar kamar. Ia berjalan mendekat dan menjewer telinga Bimo. Menumpahkan kekesalan atas tindakan Laila kepada Bimo. Laki-laki dengan celana pendek itu menjerit. Matanya terbelalak menyadari bahwa sang ibu y

    Huling Na-update : 2024-06-23
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 8

    Andara berlari menuju Bimo yang sedang menikmati makan malam. Ia menarik kera baju lalu mem*mukul wajah Bimo. Laki-laki yang merupakan kakak iparnya itu terkejut dan tersungkur dari kursi meja makan. “Apa-apaan kamu!” bentak Bimo sambil berdiri. Cairan merah kental keluar dari sudut bibirnya. Laila memeluk Naya yang duduk di kursi seberang Bimo. Ia membenamkan wajah anaknya dalam pelukan, tidak ingin sang putri melihat pamannya baku hantam dengan sang ayah. Bergegas Laila mengajak gadis kecil itu ke kamar dan memerintahkan agar Naya tidak keluar. Gadis itu mengangguk. “Laki-laki benalu!’ umpat Andara. “Ada apa ini?” tanya Laila bingung. “Suami tercinta Mbak ini sudah menggadaikan rumah, Mbak!” tutur Andara dengan lantang. Wanita yang berdiri di antara adik dan suaminya itu terkejut. Kedua telap tangannya menutup mulut lalu menatap ke arah sang suami. Ia menggelakkan kepala tidak percaya kalau Bimo tega berbuat seperti itu. “Sudah aku katakan jangan kembali pada benalu in

    Huling Na-update : 2024-06-24
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 9

    “Bimo!” Ratna berteriak memanggil anaknya yang langsung masuk ke rumah.Laki-laki Itu tidak menghiraukan ibunya, ia terus saja berjalan menuju kamar, tempat yang selalu disinggahi jika berada di rumah orang tuanya. Bimo menghempaskan tubuh di atas kasur king sizenya. Ia menatap kosong langit-langit kamar yang berwarna putih. Pandangannya beralih pada sebuah foto yang menempel tepat di depannya. Di sana tampak seorang wanita cantik mengenakan gaun putih seperti putri di negeri dongeng, dihiasi senyum manis dengan lesung pipi. Di sebelah wanita itu, seorang pria tinggi berhidung mancung dengan mengenakan jas hitam, menatap penuh cinta ke arah wanita tersebut.Itu adalah foto pernikahan Bimo dan Laila. Bimo menyambar vas bunga yang berada di meja samping tempat tidurnya, lalu melempar benda itu ke arah foto tersebut. Suara benturan dan pecahan kaca menggelegar di kamar itu. Ia menjerit, menangis frustrasi, merasakan kesal dan kecewa pada diri sendiri. Andai ia tidak salah langkah dan sel

    Huling Na-update : 2024-06-26
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 10

    Bimo menghadang Laili, saat tangannya menarik lengan wanita itu, Andara menepis dan mengajak Laila masuk.“Jangan pernah menyakiti kakakku lagi!” ancam Andara menunjuk Bimo.Mereka meninggalkan Bimo yang masih mematung di sana.Hampir satu jam Andara menjalani pemeriksaan, semua pertanyaan ia jabarkan dengan gamblang, alasan kenapa ia memukul Bimo sampai perlakuan kakak iparnya itu terhadap Laila. Andara sudah menyiapkan semua bukti, saat Laila melarikan diri malam-malam karena KDRT dari Bimo, diam-diam ia memfoto wajah sang kakak yang sedang tertidur. Juga merekam pembicaraannya dengan Pak Kades saat mengambil sertifikat rumah.Semua bukti bisa membebaskan Andara dari tuntutan keluarga Bimo, tetapi uang bisa saja mengubah segalanya. Laila dan Andara tidak tahu drama apa yang telah disiapkan oleh ibu Bimo.Mereka keluar kantor polisi dengan perasaan lega. Andara mengajak Laila untuk mampir ke warung bakso langganan mereka. Sesampainya di sana, Andara memilih tempat paling pojok dan me

    Huling Na-update : 2024-06-27
  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 11

    “Lepasin!” Laila berusaha menarik tangannya, tetapi cengkeraman Bimo begitu keras.Laila terus diseret Bimo tanpa peduli teriakan sang istri yang kesakitan. Andara dan Aminah yang berada di kamar masing-masing sontak keluar. Aminah yang tengah bersama cucunya itu berteriak agar Bimo melepaskan Laila. Naya, menangis melihat Laila menyeret Bimo. Cepat sang nenek membawa Naya masuk ke kamar.“Naya, jangan keluar, ya, Sayang.” Aminah menenangkan cucunya dan diikuti anggukan oleh Naya. Setelah merasa cucunya telah tenang, Aminah berlari menghampiri Bimo yang masih memaksa Laila.“Mas, lepaskan! Sakit!” Laila mencoba memukul lengan Bimo yang mencengkeramnya.“Kamu harus nurut sama suami!” Bimo melotot ke aras sang istri.Wanita yang masih mengenakan mukena putih itu, terus meronta, berusaha melepaskan diri dari Bimo. Tiba-tiba sebuah tamparan melayang ke pipi mulusnya hingga ia tersungkur.“Laila ....” Sigap Aminah menyambut tubuhnya.Melihat kakaknya dita*mpar Bimo, Andara meradang dan la

    Huling Na-update : 2024-06-28

Pinakabagong kabanata

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 70

    Di pintu keberangkatan internasional, Aminah, Rossa, dan Andara mengantar kepergian Laila dan Gio yang akan terbang ke Turki."Jaga diri baik-baik di sana, ya!" seru Aminah dengan mata berkaca-kaca."Iya, Bu. Jangan khawatir, kami akan baik-baik saja," balas Laila, tersenyum lembut.Sementara itu, Naya yang berada dalam pelukan Gio tak kalah antusias melambaikan tangan. Wajah gadis kecil itu berseri-seri, matanya berbinar penuh kegembiraan."Bunda, kita liburan ke luar negeri lagi, ya?" tanya Naya penuh semangat.Laila mengangguk, mengusap lembut rambut putrinya. "Iya, Sayang. Ini perjalanan spesial buat kita.""Bro, jangan lupa pulang bawa jagoan buat temen gue gelut," bisik Andara sambil tertawa."Tenang, gue udah bawa jamu yang banyak," balas Gio santai. "Oh iya, nanti aku bawain sesuatu yang spesial buat pernikahan kalian," lanjutnya, melirik Rossa yang tersenyum malu.Setelah berbicara sebentar, mereka bertiga masuk ke dalam area pemeriksaan. Aminah, Rossa, dan Andara melambaikan

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 69

    Jhon membungkukkan tubuh saat memasuki ruang makan, di mana Gio dan Laila sedang menikmati sarapan mereka."Semua dokumen sudah siap, Tuan. Hari ini isbat pernikahan Tuan dan Nyonya akan dilakukan di Pengadilan Agama," lapor Jhon dengan sopan.Gio meletakkan sendoknya, lalu menatap Laila sambil menyentuh tangannya. "Sayang, hari ini kita akan meresmikan pernikahan kita. Kamu siap?"Senyum dan binar bahagia terpancar dari wajah Laila. Ia mengangguk mantap."Kabari Ibu dan Andara, kita akan menjemput mereka," lanjut Gio."Baik, Mas."Di ruang sidang Pengadilan Agama, Gio dan Laila duduk berdampingan. Pengacara Gio sudah menyiapkan semua dokumen agar proses berjalan lancar.Setelah mendengar kesaksian mereka, hakim akhirnya mengetuk palu."Dengan ini, pernikahan saudara Gio dan Laila dinyatakan sah secara hukum negara. Buku nikah akan segera diterbitkan."Laila menghela napas lega. Tangannya digenggam erat oleh Gio, seolah meyakinkan bahwa semua ini nyata. Kini mereka telah sah, bukan ha

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 68

    Laila menatap Gio dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Ia kini mengerti betapa berat beban yang selama ini dipikul oleh suaminya. Dengan suara yang bergetar, ia berkata, "Pasti berat banget kamu bertahan selama ini, ya, Mas? Maaf ... aku sudah marah-marah sama kamu dan gak ngerti perasaan kamu."Gio tersenyum kecil, lalu mengangkat tangannya untuk membelai pipi Laila dengan lembut. "Kamu gak perlu minta maaf, Sayang. Aku paham, kamu hanya ingin kejujuran dan kepastian. Aku yang salah karena menutupi semuanya darimu," ucapnya lirih.Air mata Laila jatuh tanpa bisa ia tahan. Dengan perlahan, ia melingkarkan tangannya di leher Gio, memeluknya erat seakan ingin menyalurkan seluruh perasaannya. "Aku hanya ingin kamu percaya padaku, Mas. Aku ingin jadi bagian dari hidupmu, sepenuhnya," bisiknya.Gio membalas pelukan itu lebih erat, membenamkan wajahnya di bahu Laila, menghirup aroma tubuhnya yang selalu membawa ketenangan. "Selama ada kamu di sampingku, semuanya akan baik-baik saja," ucapny

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   67

    Malam itu, Gio duduk di teras rumah sederhana, menatap langit yang bertabur bintang. Udara segar dari pepohonan di sekitar terasa menyejukkan, diiringi suara jangkrik yang bersahutan. Begitu berbeda dengan suasana rumahnya di kawasan elit. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menghela napas berat. Pikirannya dipenuhi semua perkataan Laila. Baru menikah, tapi ia sudah menghadapi ujian besar.Rasa bersalah dan penyesalan menggelayut dalam hatinya. Rahasia yang selama ini ia simpan kini menjadi bumerang dalam rumah tangganya. Ia ingin jujur, tapi di saat yang sama, ia belum siap. Bagaimana jika setelah ia mengungkapkan segalanya, Laila justru semakin membencinya dan benar-benar pergi? Bayangan itu terus menghantuinya.Tiba-tiba, kursi di sebelahnya bergeser. Rossa menariknya dan duduk, menghela napas panjang sebelum berbicara."Capek, ya, Mas?" sapanya mencoba mencairkan suasana.Gio membuka matanya yang sempat terpejam, menoleh ke arah Rossa. "Sedikit," jawabnya singkat."Sampai kapan lu

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 66

    Gio menangkap bayangan di balik pintu. Seketika matanya menyipit, lalu memberikan isyarat kepada Jhon untuk menghentikan pembicaraan.Ia berbalik, melangkah pelan menuju pintu.Di luar, Laila tersentak saat melihat suaminya bergerak ke arahnya. Panik, ia segera membalikkan badan, berusaha pergi sebelum ketahuan. Namun, ia kalah cepat. Sebelum sempat melangkah lebih jauh, tangan Gio mencengkeram pergelangannya dengan kuat."Laila," suara Gio terdengar dalam dan berat.Laila menelan ludah, jantungnya berdetak tak beraturan. Perlahan, ia berbalik, menatap suaminya yang berdiri tegak di depannya."Sejak kapan kamu di sana?" suara Gio terdengar tajam, mencurigai.Sekilas, rasa takut menyelimuti Laila, tetapi ia segera menguasai dirinya. Dengan cepat, ia menepis tangan suaminya, menatapnya penuh selidik."Apa yang sedang kamu rencanakan, Mas?" suaranya bergetar, tetapi nadanya penuh penuntutan.Mata Gio tetap mengunci pandangan istrinya. "Kamu mendengar semuanya?""Jawab aku, Mas!" Laila se

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 65

    Sudah lebih dari seminggu Laila dan Naya berada di Italia bersama Gio. Selama di sana, mereka tidak hanya menikmati keindahan Verona, tetapi juga menjelajahi berbagai kota dengan pesona yang memukau—Venezia dengan kanal-kanalnya yang romantis, Florence yang penuh seni, hingga pesona pedesaan di Tuscany yang begitu tenang. Bagi Naya, perjalanan ini terasa seperti dongeng. Bocah itu selalu ceria, berlarian di antara bangunan bersejarah, menikmati gelato di bawah sinar matahari sore, dan tertawa lepas saat melihat burung merpati beterbangan di Piazza San Marco. Sementara itu, Laila menyimpan perasaan campur aduk. Ada kebahagiaan saat melihat Naya begitu senang, tetapi juga ada kepedihan di sudut hatinya. Hidup yang tenang seperti ini terasa asing baginya, berbeda jauh dari kenyataan yang selama ini ia jalani. Namun, ia tetap menjaga kebahagiaan di depan Naya. Sesekali ia membagikan momen-momen itu di media sosial, memperlihatkan senyum tulus Naya yang bercahaya dalam setiap foto. Namun

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 64

    Gio duduk di kursinya, menatap Jhon yang berdiri di hadapannya dengan ekspresi serius.“Bagaimana dengan Sintya?” tanyanya datar.Jhon menunduk sedikit sebelum menjawab, “Sesuai perintah, kami memperlakukannya dengan baik. Anda ingin bertemu dengannya, Tuan?”Gio mengangguk tanpa ragu. Jhon pun memberi isyarat agar ia mengikutinya.Saat mereka keluar dari ruang kerja, tanpa sengaja Laila melihat keduanya berjalan melewati ruang tengah, tetapi bukannya masuk, mereka berbelok ke arah lain. Laila mengernyit, memperhatikan langkah mereka yang berhenti di depan sebuah dinding kayu. Namun, bukan sekadar dinding biasa—ada sesuatu yang tersembunyi di sana.Jantungnya berdegup lebih cepat saat melihat Jhon menarik sebuah pajangan di rak, dan tiba-tiba, sebuah pintu tersembunyi terbuka.Laila menahan napas. Tangannya refleks menutup mulutnya agar tidak bersuara. Ketika Gio dan Jhon menghilang di balik pintu itu, ia mendekat perlahan. Tangannya meraba pajangan yang tadi disentuh Jhon, dan dengan

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 63

    "Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku, Mas?" tanya Laila penuh curiga. Gio terdiam. Otaknya berputar cepat, mencari alasan yang tepat agar Laila tidak semakin curiga. "Aku melihat semuanya, Mas." Laila menatap tajam. "Aku melihat Mas dan Jhon keluar rumah bersama beberapa pengawal. Apa yang sebenarnya Mas lakukan? Kenapa baju Mas penuh darah? Siapa Mas sebenarnya?" Gio menarik napas dalam, mencoba tetap tenang. "Sayang, dengarkan Mas dulu." Ia mencoba merangkul Laila, tetapi wanita itu menghindar. "Jelaskan, Mas!" "Semalam Mas ada panggilan mendadak. Salah satu karyawan mengalami kecelakaan, jadi Mas harus segera ke Turin." Laila menatapnya tajam, mencoba menangkap kebohongan jika ada. "Kamu gak bohong, 'kan, Mas?" "Tentu, Sayang." "Lalu, darah ini dari mana?" "Mas menolong mereka yang kecelakaan dan harus membawa mereka ke rumah sakit. Maaf Mas gak bilang, Mas takut ganggu tidur kamu." Gio akhirnya berhasil meraih Laila dalam pelukannya. Perempuan itu tidak

  • Nelangsanya Jadi Istrimu, Mas!   Bab 62

    "Kalian istirahat aja duluan, Mas masih ada pekerjaan," ujar Gio.Laila, yang sedang menemani Naya di tempat tidur, hanya terdiam. Tadinya ia berpikir malam ini akan menjadi malam pertama yang istimewa bagi mereka, tetapi lagi-lagi Gio tampak tidak peduli. Bukannya bersama istrinya, pria itu justru memilih keluar tanpa banyak bicara.Laila hendak bertanya, tapi mengurungkan niatnya. Ia takut hal itu hanya akan membuat Gio semakin menjauh. Akhirnya, ia memilih diam dan membiarkan suaminya pergi.Laila menghela napas saat pintu tertutup. Ia menatap wajah putrinya yang mulai terpejam, lalu membelai kepalanya dengan lembut. "Selamat tidur, Sayang," bisiknya pelan.***Di bagian lain vila, yang tersembunyi di balik perpustakaan, Gio dan Jhon berkumpul di ruang taktis yang telah lama ia siapkan. Ruangan itu minim cahaya, hanya diterangi lampu meja dan layar monitor besar yang menampilkan peta elektronik. Beberapa senjata tersusun rapi di rak besi di sudut ruangan, bersama peralatan komunika

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status