Satu minggu kemudia ….
Arga berhasil bertemu dengan Fadly di Bandung. Dengan segera lelaki itu menghampiri Fadly hendak menanyakan di mana Jani dan Rayhan berada. “Om!” pekik Arga memanggil Fadly. Lelaki itu menoleh ke belakang kemudian mengerutkan keningnya. Menatap datar wajah Arga setelah sampai di depannya. “Kamu rupanya. Saya pikir kamu sudah pergi. Ternyata kamu masih bertahan di sini. Jani dan Rayhan sudah tidak ada di sini sejak dua minggu yang lalu.” Fadly memberi tahu kepada Arga bila Jani dan Rayhan sudah tidak ada di Bandung lagi. “Jani dibawa ke mana oleh Rayhan, Om? Kenapa kalian membiarkan mereka pergi, huh?” ucap Arga tak terima karena kecolongan lagi. Fadly tersenyum miring. “Kamu ingin membunuh adikmu lagi, hm? Tidak akan bisa! Karena sebentar lagi statusmu akan menjadi tersangka. Kamu masih ingat kan, Rayhan koma karena kamu? Karena dia tahu kejahatanKeduanya diborgol dan dibawa masuk ke dalam mobil polisi meski ada drama dari Arga yang terus memberontak karena tak ingin dibawa ke kantor polisi. “Pa! Kenapa Papa diem aja, huh?” pekik Arga setelah masuk ke dalam mobil polisi. Indra hanya menghela napasnya. Tak menjawab apa pun selain pasrah dan memang sudah tahu dari dulu, Rayhan akan melaporkan dia ke polisi atas kejahatan yang telah dilakukan oleh mereka.Indra masih menatap dengan wajah datarnya. Tidak berekspresi apa pun, hanya menelan salivanya sembari mendengar ocehan dari mulut Arga yang masih berusaha agar tidak ditahan seperti itu. Setibanya di kantor polisi. Keduanya langsung dibawa ke ruang interogasi. Rayhan, Samuel dan Jani masih berada di sana. Arga menatap sengit wajah Rayhan yang baru ia lihat lagi setelah dua tahun lamanya. Berdiri tegak di depannya seraya menatapnya dengan tatapan datarnya. Sementara Jani berdiri di samping Samuel dan digenggam erat oleh sang kakak. “Brengsek lo, Rayhan! Lihat aja! Gue nggak
Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Di ruang tengah, Jani tampak menatap kosong entah apa yang dia pikirkan. Rayhan yang baru saja membuatkan susu hamil untuk perempuan itu kemudian menghampirinya dan memberikan gelas tersebut seraya duduk di sampingnya. "Ada apa, hm?" tanyanya dengan lembut. Jani sedikit terkejut kemudian menggeleng dengan pelan. "Maaf, Mas. Aku hanya rindu Mama dan Papa saja." "Wanna hug?" tanyanya sembari merentangkan tangannya mempersilakan Jani agar masuk ke dalam dekapannya. Perempuan itu kemudian tersenyum lirih dan masuk ke dalam pelukan itu. "Aku sangat merindukan mereka. Entah apa yang buat aku jadi seperti ini, tiba-tiba saja kangen." Rayhan mengusapi punggungnya dengan lembut. "Besok, kita ke Jakarta lagi dan ziarah ke makam Mama dan Papa, yaa. Aku juga mau ke kantor polisi. Papa ingin bicara denganku. Dan besok baru bisa ditemui." Jani mengangguk dengan pelan. Air matanya kini sudah turun karena tidak bisa menahannya. Sangat merindukan kedua
Rayhan melangkahkan kakinya masuk ke dalam untuk menemui sang papa yang tengah menunggunya di sana. Entah apa yang ingin disampaikan oleh lelaki itu, Rayhan masih belum tahu. Ia lalu mengembuskan napasnya dan masuk ke dalam ruang besuk di mana Indra sudah duduk seorang diri di sana. Lelaki itu mengulas senyum canggung padahal itu adalah papanya. Hanya saja, kedekatan dia dan Indra tak seperti anak dan ayah pada umumnya, membuat Rayhan seperti asing melihat Indra di sana. "Ada apa, Pa?" tanyanya kemudian setelah duduk di depan sang papa. Indra menatap Rayhan dengan tatapan penuh sesal dan merasa bersalah atas apa yang telah dia lakukan kepada anaknya itu."Sebelumnya Papa minta maaf karena telah buat kamu kecewa. Tidak pernah menganggap kamu anak Papa padahal kamu dan Arga begitu mirip, tidak akan bisa mengelak kalau kamu bukan darah daging Papa. "Tapi, Papa egois. Papa mengedepankan ego padahal mama kamu melakukan itu karena ulah Papa sendiri yang mulai duluan. Papa yang salah, N
Satu minggu berlalu. Proses BAP yang dilakukan oleh semua saksi dan juga kedua tersangka akhirnya selesai diproses. Kini, Samuel dan Rayhan tengah berada di kantor milik keluarga Samuel untuk melakukan pendataan ulang. "Jani udah nggak bisa gerak, emang? Perasaan rebahan mulu gue lihat," ucap Samuel menghampiri Rayhan yang tengah melakukan proses pembaharuan data di kantor tersebut. Rayhan tersenyum kemudian mengangguk. "Iya. Usia kandungannya kan, sudah mau memasuki delapan bulan. Dia sudah tidak bisa banyak bergerak karena berat, katanya."Samuel manggut-manggut dengan pelan. "Bentar lagi gue punya ponakan, dong?" ucapnya lalu meringis pelan. Rayhan mengangguk. "Tentu! It's your sister. Meski bukan aku yang sudah buatnya hamil, aku harap kamu dapat menerima calon keponakan kamu nanti, Samuel."Pria itu menggaruk alisnya sembari tersenyum tipis. "Ya. Elo tenang aja. Gue akan nerimanya karena elo juga nerima bayi itu. Jangan sampai berubah pikiran, kalau elo masih pengen jadi laki
Rayhan tengah berdiri di rooftop sembari menatap ke depan seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Malam pertama kematian Indra yang mengenaskan. Tak ingin dihukum seumur hidup, memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan dalih sama saja. Rayhan kemudian menyunggingkan senyum lalu menoleh ke samping di mana Jani menghampirinya. "Kenapa, hm? Sudah malam, sebaiknya tidur, yaa." Jani menggeleng pelan. "Belum ngantuk, Mas. Kamu juga masih di sini.""Kalau laki-laki agak wajar di jam segini belum tidur. Kamu tidak boleh, apalagi lagi hamil seperti ini. Angin malam tidak baik untuk kondisi kamu, Sayang. Yuk!" Rayhan akhirnya membawa Jani masuk ke dalam karena tak ingin berlama-lama di luar sana. "Om Fadly dan keluarganya masih di sini, Mas. Masih ngobrol di ruang tengah sama Mama."Rayhan menoleh kemudian menganggukkan kepalanya. "Sampai sidang nanti, dia di sini. Arga akan disidang minggu depan."Jani mengangguk. "Kamu sudah dapat bocoran, berapa lama, Arga dihukum?" ta
Satu minggu kemudian. Sidang akan dimulai di jam sepuluh nanti. Rayhan baru bersiap-siap untuk menghadiri sidang putusan Arga di hari ini. Tok tok!“Masuk!” titah Rayhan yang tengah mengenakan dasinya. Maya masuk ke dalam kamar anaknya kemudian mengulas senyumnya kepada lelaki itu. “Ada apa, Ma?” tanyanya kemudian. Maya menghela napasnya dengan panjang. “Sepertinya Mama tidak akan hadir di sidang itu, Nak. Tidak apa-apa, kan? Jani tidak ada teman di sini kalau Mama ke sana juga.” Rayhan menganggukan kepalanya. “Nggak apa-apa, Ma. Lagi pula, Arga juga nggak akan peduli siapa saja yang menghadiri sidang nanti. Jadi, Mama di sini saja temani Jani.”Maya mengusapi lengan anaknya itu kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Sepertinya kakakmu itu tidak akan pernah menerima hukuman ini dan terus merasa tidak bersalah atas apa yang telah dia lakukan pada Jani dan kedua orang tuanya.” Rayhan tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya. “Beberapa kali diinterogasi juga dia tidak mau m
Waktu sudah menunjuk angka lima sore. Usai menghadiri sidang Arga, Rayhan tak langsung pulang ke rumah. Melainkan mengikuti mobil polisi yang membawa Arga ke rutan. Memastikan apakah Arga dibawa ke sana atau tidak. Sebab ia sangat tahu betapa liciknya kakaknya itu sehingga bisa membuat apa saja yang dia inginkan. Rayhan menatap dengan lekat kala Arga dibawa masuk ke dalam rutan. “Sudah masuk ke dalam. Apa yang membuatnya sangat yakin bila dia akan bebas dan mengambil kembali semua yang sudah aku kembalikan pada yang lebih berhak?” Rayhan bergumam sembari memandang ke depan melihat Arga yang sudah masuk ke dalam rutan. “Tidak ada yang mencurigakan untuk saat ini. Tapi, suatu saat nanti dia pasti akan merencanakan sesuatu,” gumamnya lagi. Ia lalu melajukan mobilnya kembali setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri yang mana Arga sudah masuk ke dalam sel tahanan di sebuah rutan yang ada di kota itu. Sementara di rumah. Jani menanyakan keberadaan Rayhan kepada Samuel yang mana m
Usia kandungan Jani sudah memasuki usia tiga puluh empat minggu. Kini ia tengah berada di rumah sakit bersama dengan Rayhan yang menemaninya untuk periksa kandungan. "Bayinya sudah berada di posisi yang baik. Sekitar dua sampai tiga minggu, akan melahirkan jika memang memilih untuk lahir secara normal." Dokter memberi tahu tentang kondisi bayi di dalam perut Jani. Perempuan itu menoleh pada Rayhan yang tengah bingung apakah ia harus pergi ke Jerman atau tidak sebab mengingat perkiraan persalinan Jani sekitar tiga minggu lagi. "Itu sudah fiks ya, Dok? Sekitar dua sampai tiga minggu lagi?" tanya Rayhan memastikan lagi. Perempuan itu menganggukkan kepalanya. "Ya. Biasanya jarang yang gagal dalam perkiraan tersebut. Karena usia kandungan ibu Jani juga sudah masuk usia sembilan bulan. Itu artinya tinggal menunggu waktunya saja."Rayhan kemudian manggut-manggut dengan peran lalu menoleh ke arah Jani yang sedang menatap ke arahnya.Perempuan itu mengulas senyumnya sembari mengusap di tan