"Jangan memukuli ayahku!!! Aku akan membayar semua kerugian yang dibuat oleh ayahku," ucap seorang wanita cantik yang memiliki rambut panjang berwarna hitam, kulit putih, mata yang biru, hidung yang mancung di salah satu Bar, sambil memeluk ayahnya.
"Kami bisa melepaskan ayah nona ? Jika nona bisa membayar semua tagihan bilnya, jika tidak kami akan membawanya ke kantor polisi," ucap salah satu petugas Bar.
"Beri aku waktu tuan, aku pasti akan membayarnya," sambil memeluk ayahnya yang sudah terbaring tak berdaya karena sudah terlalu banyak mengeluarkan darah dari kening dan bibir akibat pukulan yang bertubi-tubi.
"Baik nona, silakan ikut dengan saya ke ruangan bapak Manager. Nona bisa meminta langsung kepada atasan kami,"
Di ruangan itu begitu banyak orang, tetapi tidak ada yang peduli, hanya satu wanita cantik yang bersedia membantunya.
"Pergilah Ira, temui Bapak Manager, dia pasti mengerti keadaan kamu saat ini, saya akan menemani paman sampai kamu kembali," ucap wanita yang berparas cantik, tinggi, putih, yang memiliki rambut sepunggung itu.
"Terima kasih Vivi. Kamu memang sahabatku yang setia, aku tidak tahu lagi bagaimana cara membalas kebaikan kamu."
"Jangan pikirkan itu, sekarang yang terpenting, selesaikan urusanmu, dan bawa paman pergi dari tempat ini."
"Baik Vi!! Tolong jangan tinggalkan ayahku, aku akan segera kembali!" dia meletakkan kepala ayahnya di pangkuan sahabatnya.
Zeira ( Ira ) dan Vivi sudah bersahabat sejak lama. Sejak mereka duduk di bangku Sekolah Dasar. Vivi dari keluarga yang sederhana, tetapi Zeira dari keluarga yang kaya, namun pada saat SMP perusahaan keluarga Zeira bankrut karena perusahaan yang dibangun ayahnya habis terbakar.
Tok.....tok...tok.....
"Permisi pak." ucap Zeira dengan nada yang takut.
"Masuk." ucap seorang pria tampan yang ada di dalam ruangan Manajer.
Zeira melangkah masuk ke dalam ruangan dengan baju yang berlumur darah, mata yang sembab dan bengkak, dia hanya berdiri di depan meja yang ada di hadapan pria tampan itu.
"Silakan duduk. Apa kamu putri dari si pengacau itu?" Tanya pria tampan dengan mata yang tajam.
"Aku minta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat oleh ayahku," sambil meneteskan air mata dan meremas ujung bajunya yang berwarna putih.
"Maaf tidak akan bisa menyelesaikan masalah nona!! Apa anda tahu berapa bil ayah kamu?" Zeira hanya diam dan menundukkan kepalanya.
"Ayah kamu memiliki bon Rp 236.000.000,-." mendengar angka yang disebutkan pria tampan itu, membuat Zeira menaikkan kepalanya.
"Apa itu tidak salah pak?" Dengan nada yang datar dan wajah yang pucat seperti tidak ada darah.
"Itu total bon ayah kamu."
"Bagaimana bisa sampai sebanyak itu pak?" Ucap zeira dengan rasa tidak percaya.
"Tanyakan langsung kepada ayahmu, dia lebih tahu kenapa totalnya bisa sebanyak itu. Apa kau bisa membayarnya?"
"Maaf pak saya tidak memiliki uang sebanyak itu, tetapi saya pasti akan membayarnya dengan cara mencicil setiap bulan."
"Hahahhahahah" pria tampan itu tertawa dan memenuhi ruangan "Semudah itu kah nona !! Bagaimana dengan nasib kami, jika Nona membayar dengan cara seperti itu ? Bapak Direktur tidak akan memberi kami gaji, apa nona mengerti ? Dan tolong jangan memanggilku Bapak, karena saya bukan bapak kamu. Panggil saya Rian."
"Ba....ba..ik "...... Ucap Zeira dengan terbata-bata." Aku mohon berikanlah aku keringanan," ucap Zeira dengan berlutut di kaki Rian.
"Heiiiiii apa yang kamu lakukan?!" Brian menjauhkan kakinya dari genggaman Zeira. "Jangan seperti itu saya tidak suka!!"
"Aku mohon Tuan Rian ... bantulah aku! Aku pastih membayarnya!" Dengan nada yang lembut dan berurai air mata.
"Oke, saya akan mencoba membicarakannya dengan bapak Direktur. Kau bisa tinggalkan kartu identitas dan nomor ponsel kamu, supaya saya bisa menghubungi kamu jika aku sudah mendapat jawaban dari Bapak Direktur."
Zeira mengeluarkan selembar kertas yaitu kartu nama. "Ini Tuan, saya sangat berterima kasih kepada Tuan, karena sudah bersedia membantu saya."
"Jangan senang dulu, aku hanya membicarakannya kepada bapak Direktur, bukan untuk membayar utang-utang ayahmu. " jawab pria tampan itu dengan nada kesal.
"Apa pun itu, saya sangat berterima kasih kepada Tuan."
"Baiklah, kau bisa pergi dan bawa ayah kamu dari tempat ini, dan pastikan dia tidak akan kembali untuk membuat keributan lagi."
" Baik Tuan ..."
Hal yang wajar jika Rian tidak mengizinkan Rizal, ayah Zeira, kembali ke Bar. Itu karena Rizal sudah dua kali membuat masalah. Dia selalu mentraktir teman-temanya, tetapi tidak sanggup untuk membayar tagihannya.
*
*
*
*
Zeira berlari menuju ruangan di mana ia meninggalkan ayahnya, namun dari pintu dia sudah melihat Vivi sedang mengobati luka yang ada dikening ayahnya. "Terima kasih Vi kamu sudah menemani ayahku." "Tidak perlu mengatakan terima kasih, sebagai seorang sahabat, sudah sepantasnya harus saling menolong. Oh iya, saya akan memesan taxi untukmu, dan bawalah paman ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan." ucap Vivi sambil menekan tombol yang ada di layar ponsel dengan jarinya yang ramping. Zeira mengganggukan kepalanya "Baik Vi, saya akan membawa ayah." Vivi memasukkan tangan ke dalam saku celana dan mengambil sesuatu dari dalam dan memberinya ke tangan Zeira. "Apa ini Vi?" "Sudah pakai saja dulu, aku tahu saat ini kamu belum gajian." tentu saja Vivi tahu kalau Zeira belum gajian, sebab Zeira gajian setiap tanggal 1 sedangkan sekarang masih tanggal 25. "Tetapi...
Kring.....kring.....kring.....suara nyaring membangunkan Zeira dari mimpi indanya, setiap hari Zeira selalu memasang alaram di ponselnya, supaya dirinya tidak terlambat bangun untuk berangkat bekerja. Mendengar nada itu, dia langsung membuka kedua bola mata birunya dan bergegas kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan mulai menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Rizal. Setelah selesai menyiapkan sarapan, dia menuju kamar rizal, namun saat membuka pintu, dia melihat ayahnya sedang tidur, dia mengurungkan niatnya untuk membangunkan rizal, lalu ia kembali kemeja makan untuk sarapan. Setelah selesai sarapan dia bersiap untuk berangkat bekerja, dia hanya meninggalkan satu lembar kertas diatas meja. * Ayah aku berangkat bekerja, ayah jangan lupa makan dan minum obat dan jangan keluar dari rumah sebelum aku pulang bekerja * Setelah sampai di Swalayan tempat ia bekerja
Setelah sampai di depan pintu ruangan Direktur, Zeira merasakan sesak di dalam dadanya. Dia merasa takut untuk berhadapan dengan seorang bos besar. Rian membuka pintu dan mempersilakan Zeira untuk masuk. " Silahkan masuk nona". Nada itu terdengar seperti mencibir di telinga Zeira. Dengan rasa takut namun dia memberanikan diri untuk berjalan memasuki ruangan itu, dan dia tidak berani untuk melihat kearah depan, Zeira hanya menundukkan kepala dan berjalan. " Permisi bos !! Ini dia anak dari sipengacau itu. Ucap Rian dengan sopan. "Hmm" jawaban singkat dari bibir manis seorang pria yang memiliki wajah tampan, tinggi, putih, memiliki mata abu-abu cerah. " Baik kamu bisa pergi " Saat Rian pergi meninggalkan ruangan itu ? Jantung Zeira berdegup kencang, karena hanya mereka berdua yang ada di dalam ruangan itu. "Hmmmmm..... Bagaimana nona ? A
" Rian.... Apa yang kamu lihat ke pintu ? Di sana tidak ada siapa-siapa !" " Ha......a....a... " Jawab Rian Terbata-bata " " Dasar aneh " ucap dalam hati zeira." Tuan Rian saya kesini......." Dia belum selesai berbicara, tetapi Rian sudah menjawabnya. " Ya saya tahu, kamu masuk bekerja mulai jam 8 malam sampai jam 4 pagi, tugasmu di bagian kasir, Vivi akan mengajari kamu " " Baik tuan Rian " ucap Zeira dengan senyum " Waktu itu kamu memanggil saya Bapak, sekarang Tuan. Apa tidak ada panggilan yang lain ? Tetapi sekarang kamu sudah bekerja di sini jadi kamu sudah bisa memanggil saya Bapak. " " Baik bapak Rian "* waktu itu dia marah dipanggil Bapak sekarang malah meminta dipanggil bapak, benar-benar aneh *. Ucap dalam hati zeira, tetapi dia tetap menunjukkan senyum di bibirnya kepada Rian. " Kamu bisa pergi. Ingat jam 8 jangan sampai ter
Ini hari pertama Ia bekerja, hal yang wajar jika dia merasah tidak nyaman, karena seumur hidupnya, ia tidak pernah masuk ke dalam Bar kecuali untuk menjemput Rizal. Tiba-tiba Rian datang dari belakang yang membuat Zeira kaget "hei anak baru, bapak Direktur memanggilmu " ucap Rian dengan nada yang tidak jelas, karena tertelan kuatnya suara musik di ruangan itu. " Ada apa ? saya tidak bisa mendengar kata-kata bapak " Rian menarik tangan Zeira dan berbisik tepat di telinganya, " bapak Reyhan memanggilmu " ucap Rian dengan nada yang tinggi hingga membuat telinga Zeira ber dengung. " Baik....baik....baik..." Ucap Zeira sambil menekan telinganya dengan jarinya yang lentik. " Vi saya pergi dulu bapak Reyhan memanggilku, tetapi saya tidak tahu di mana ruangannya ?" Sontok membuat Vivi kaget saat Zeira menyebut nama itu, sebab Reyhan adal
Huuummm Zeira menghela napasnya dengan kasar " dia pikir aku wanita murahan ?" Ucap Zeira dan berjalan keluar meninggalkan ruangan itu, namun ia tetap membawa amplop dan memasukkannya ke dalam saku celana jeansnya dan kembali bekerja. " Bagaimana Ra ? Apa yang dikatakan Bapak Reyhan kepadamu ?" Ucap Vivi dengan penasaran " Tidak ada apa-apa, pak Reyhan hanya membicarakan tentang utang ayah " Dia berbohong karena dia merasa keinginan Reyhan itu adalah suatu hinaan bagi dirinya. " Iya kan....! Benar apa yang aku katakan tadi kepada kamu, dia tidak akan datang kesini jika bukan karena hal yang penting. " Zeira hanya tersenyum dengan ucapan sahabatnya itu, tetapi di dalam hatinya dia merasa bersalah karena sudah berbohong. "Oooohhh iya, apa kamu tahu besok hari apa ?" Tanya Vivi kepada Zeira, dengan senyum yang genit " Tentu saya tahu beso
Saat keluar dari pintuh swalayan, tiba-tiba ponsel zeira berbunyi, dia melihat kelayar ponselnya, nama yang muncul AYAH " Ada apa dengan ayah, dia tidak biasanya menghubungiku " tanya dalam hatinya, lalu ia menggeser tombol hijau yang ada di layar ponselnya. " Iya ayah, ada apa ?" " Zeira tolong ayah......." Hanya kata-kata itu yang sempat ia dengar dari dalam ponselnya " Ayah....hallo.....hallo....ada apa ayah" Zeira langsung memesan ojek online dari ponselnya, setelah dia memutuskan sambungan teleponnya. Tidak lama ojek yang ia pesan telah tiba, dengan rasa cemas sampai dia tidak sadar kalau sepatu yang ia pakai terlepas sebelah dari kakinya " ayo pak... Buruan pak " Tidak lama dia pun sampai di depan rumahnya, dengan terburu-buru dia berlari dengan cepat masuk ke dalam, saat membuka pintu dia melihat Rizal sudah terletak tidak berdaya di atas lantai keramik yang berwarna putih itu. " Ayah apa yang terjadi
Zeira membaca kertas yang ada di tangannya dengan mata yang berkaca-kaca " ya Tuhan semua ini aku lalukukan hanya demi hidup ayahku". Lalu ia menanda tangani kertas itu dengan tangan yang gemetar dan berurai air mata. Lalu ia menghubungi nomor yang diberikan Rian kepadanya Tu....tu....tu.... Suara ponsel Zeira. Tidak lama panggilannya terhubung. " Hallo " suara dari dalam ponselnya " I...i.. iya " ucap Zeira dengan terbata-bata. Lalu ia menelan salivanya dengan kasar lalu kembali berbicara " hallo pak ini saya Zeira, apa saya bisa bertemu dengan bapak ?" " Ooowww kamu. Ya kita bisa bertemu, kamu datang saja kerumahku " " Tapi pak ! Aku tidah tahu di mana rumah bapak " " Hahahahhahh..... Terus kenapa kamu tahu nomor ponselku ? Saya rasa kamu sudah tahu juga di mana rumahku. Cepatlah kemari saya tidak punya banyak waktu. Aku masih ada urusan penting "