"Gina!" teriak Ratri.Ratri yang ketiduran di atas kursi, terbangun akibat mimpi buruk tentang Gina."Gina ketakutan," gumam Ratri.Ratri bangkit kemudian menyambar tasnya. Ia tergesa keluar untuk kembali ke rumah Rusdi. Ia masih penasaran akan Rusdi dan Tiana. Feeling-nya begitu kuat, jika Gina memang ada di sana.Ratri mencari ojek yang selalu mangkal di pinggir jalan. Namun, tak ada satu pun mereka ada di sana. Karena hari sudah malam, angkot pun sudah tidak ada yang beroperasi."Nggak apa-apa, aku akan jalan kaki saja. Pasti mereka ada di rumah sekarang. Aku yakin," batin Ratri.Ratri memutuskan untuk berjalan kaki saja. Ia akan menempuh perjalanan yang jauh untuk sampai ke rumah Rusdi.Tekadnya begitu kuat demi sang buah hati. Ia rela berjalan kaki sejauh apapun.Ratri mempercepat langkahnya. Namun, baru saja ia hendak menyebrang jalan. Sebuah motor ugal-ugalan hampir saja menabraknya.Bruk!Seseorang berhasil menangkap tubuh Ratri ke pinggir jalan. Membuat mereka terguling secar
"Kamu siapa?" tanya seorang wanita muda dengan pakaian layaknya baby sitter.Ratri terdiam, bingung hendak menjawab apa. Suster yang bekerja sebagai pengasuh Cherly kemudian menatap Gina."Pak, Bu, ada penyusup!" teriak suster itu tiba-tiba.Ratri panik, takut jika Rusdi dan Tiana mendengar, dan kembali masuk ke dalam rumah."Aaa!"Ratri terpaksa menarik tangan suster itu dan mendorong kasar tubuhnya ke dalam kamar. Kemudian menutup pintunya dan mengunci kamar itu, yang kebetulan kuncinya tergantung dari luar."Tolong, saya dikunci di dalam kamar!" teriak suster itu sambil menggedor pintu.Gegas Ratri mencari jalan keluar lewat pintu lain. Namun, pintu yang lain semua dikunci. Hanya ada satu jalan keluar yang bisa membuat Ratri keluar, yakni pintu depan.Dengan sangat terpaksa Ratri harus kembali ke pintu depan. Ia berharap, Rusdi dan Tiana masih fokus pada apa yang sedang dilakukan pria itu.Sampai di luar, terlihat Rusdi, Tiana dan pria tadi tengah mematikan api, yang telah merambat
Setelah berkenalan, mereka terdiam sesaat. Ratri dan pria yang ternyata bernama Saga itu tampak sibuk dengan pikiran masing-masing."Ah malah saling diam begini. Aku pamit dulu, Mbak Ratri. Semoga Gina lekas sembuh," pamit Saga bersiap dengan motor bebeknya."Ah iya, sekali lagi terima kasih atas kebaikan Mas Saga. Semoga Tuhan membalas kebaikannya Mas," ucap Ratri.Saga pun menghidupkan mesin motornya, sementara Ratri masuk ke dalam rumahnya.Baru juga keluar dari gang rumah Ratri. Saga menghentikan motornya. Ia merasa ada yang kurang ketika berpamitan pergi."Ya salam ... Kenapa aku lupa minta nomor HP-nya!" gumam Saga menepuk jidatnya.Ingin kembali ke rumah Ratri, namun ia tak enak. Maka ia teruskan saja perjalanan pulangnya.Keesokan harinya"Ya Tuhan, syukurlah Gina telah kembali, Ratri. Bersyukur Tuhan telah mengirimkan orang baik yang menolong kamu." Bi Atun yang tengah menyuapi Gina, merasa terharu dengan perjuangan Ratri semalam."Iya, Bi. Oh iya, sepertinya aku harus pindah
Ratri kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas, setelah mengakhiri panggilan dari Marni."Mas Saga, mohon maaf, aku harus pamit pulang," pamit Ratri."Ah iya, nggak apa-apa, Mbak. Mau aku antar?" tanya Saga.Ratri menggeleng pelan, "Tidak usah, terima kasih, Mas aku bawa motor."Saga mengangguk, kemudian ia juga beranjak dari kursi taman. Ia hendak membeli telur ke agen langganannya. Namun, baru hendak melangkah, sebuah benda berkilau tergeletak di bawah hampir terinjak olehnya. Saga mengambilnya, mengamati apa benda itu."Bros kerudung?" gumam Saga.Saga hendak mengejar Ratri. Namun, ia sudah tidak melihat Ratri di taman itu."Memangnya siapa yang ngirim surat ini, Mar?" tanya Ratri ketika ia telah sampai di rumah Marni.Ratri membolak balik kertas yang dimaksud, sebelum membukanya."Nggak tahu, Mbak. Coba buka saja suratnya. Siapa tahu itu penting," jawab Marni.Ratri mengangguk kemudian mulai membuka surat itu."Gugatan cerai?" gumam Ratri.Ratri membacanya dengan teliti. Ternyata
"Ini kunci motor kamu, sini kunci mobilku!" seru pria yang tak lain adalah Saga."Aduh, Bro! Kenapa mesti malam ini, sih? Aku lagi ada acara nih sama keluarga calonku. Kalau ketahuan mobil ini bukan punyaku, pasti malu aku," ujar Beri.Saga menggedikkan bahu, "Sorry, Bro! Mama dari tadi nelepon terus nyuruh pulang. Kalau aku ketahuan bawa motor, bisa habis aku. Mama trauma banget kalau aku bawa motor," ucap Saga.Dengan sangat terpaksa, Beri menyerahkan kunci mobil dan menerima kunci motornya. Ia harus mencari alasan, tentang mobil mewahnya yang ternyata tidak ada."Nih uang buat cuci steam motornya. Maaf nggak sempat nyuci tadi, motornya bau amis telur," ucap Saga.Beri berdecak kesal, "Kenapa nggak sekalian saja sih kamu nikahin janda tua itu. Hampir tiap hari beliin telur lah, terigu lah, beras lah, ayam lah!" celetuk Beri.Saga mendelik, lekas ia masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan Beri yang tengah kebingungan.Sampai di rumah, Saga langsung masuk ke dalam kamarnya. Sepanjang ha
Seorang tetangga wanita tengah berdiri di depan rumah kontrakan Ratri."Mohon maaf, Bu Yanti, maksudnya apa, ya?" tanya Ratri.Kabar cerainya Ratri ternyata telah menyebar dari mulut ke mulut di daerah tempat tinggal Ratri, walaupun baru sehari."Nggak bermaksud apa-apa, cuma mau ngingetin, jadi janda harus mahal dikit. Jangan baru sehari menjanda, sudah bawa laki-laki ke rumah. Bisa apes yang menjadi tetangga kamu, Mbak," jawab bu Yanti.Ratri hanya menggeleng mendengar ocehan bu Yanti. Di mana-mana selalu saja ada orang yang tidak suka kepadanya.Bu Yanti pun pergi setelah mengoceh di depan rumah Ratri. Ratri menghela nafas kasar. Sehina itukah menjadi seorang janda? Sehingga apa yang ia lakukan selalu salah di mata orang yang tidak suka padanya."Mbak, apakah benar sama apa yang dibilangnya tadi? Apa benar Mbak sudah cerai dari suami Mbak itu?" tanya Saga tiba-tiba.Ratri mengangguk, "Ya, kemarin waktu kita di taman, sepupu aku memberitahuku ada seseorang mengirimkan surat. Setelah
"Bu, aku izin mau ke toilet dulu, ya. Nggak apa-apa?" pamit Ratri.Bu Wulan mengangguk kemudian menyahut, "Ah iya boleh, Nak."Ratri pun bergegas pergi ke toilet dengan tergesa. Ia mengenakan masker yang selalu ia bawa di dalam tasnya. Beruntung seseorang yang memanggil bu Wulan tidak begitu memperhatikan Ratri, hanya fokus menatap bu Wulan."Nunik, ya ampun ... Kamu Nunik, kah?" tanya bu Wulan kepada seorang wanita yang baru saja memanggilnya."Iya, aku Nunik teman sekolah kamu dulu. Sudah lama sekali kita nggak ketemu, terakhir kita bertemu saat kita lulus sekolah dulu. Kamu apa kabar, Wulan? Kamu nggak berubah, ya. Kamu tetap cantik. Aku lagi pesan makanan nih, kebetulan sekali kita ketemu," ujar bu Nunik."Kabarku baik, nggak nyangka aku, kita bisa ketemu lagi setelah sekian lama," jawab bu Wulan."Kebetulan sekali, karena kamu ada di sini. Aku mau kasih tahu kamu sesuatu. Sebentar lagi aku mau menikahkan anak bungsuku. Kamu datang, ya! Aku minta nomor kamu, nanti aku kirim alamat
Akhir pekan pun tiba, Saga yang tengah bersiap untuk pergi ke acara pernikahan Beri, tengah mematut dirinya di depan cermin."Sudah oke, ganteng kok. Masa sih, Mbak Ratri nggak mau? Hehe ... Semangat, aku harus bisa membuatnya tertarik padaku. Ehem ... Gina, tunggu Papa, Nak. Papa yang akan mengobati luka ibumu itu." Seperti orang gila, Saga mengobrol sendiri dengan cermin.Ceklek!Pintu kamar terbuka, ibunya saga memperhatikan tingkah laku Saga yang terlihat sedikit aneh menurutnya."Kamu mau kemana, sudah rapi seperti ini? Nggak seperti biasanya kamu dandan kayak gitu."Saga menoleh sambil berdecak."Mama ini, anaknya pakai baju urakan ngomel-ngomel. Sekarang pakai baju rapi masih diomelin. Aku mau pergi ke acara nikahan Beri, Ma," tukas Saga."Bukan begitu, Nak. Kan Mama cuma nanya. Beri? Beri teman kamu itu?" tanya ibunya Saga."Iya, Ma. Siapa lagi?" sahut Saga."Ck ... Tuh teman kamu saja sudah nikah. Kamu? Kapan nikahnya, Saga!"Saga mendelik, hampir setiap hari ibunya selalu me
Ceklek!Pintu pun terbuka lebar, menampakkan Denis dan beberapa orang polisi berdiri di depan pintu kostan.Melihat adanya polisi, salah satu anak kost masuk ke satu kamar dan kamar yang lain. Ia memberitahu, perihal adanya polisi, yang datang ke kostan Cherly.Seketika suasana menjadi ramai setelah penghuni kost yang lain keluar dari kamar masing-masing."Cherly, kenapa bisa ada mayat di sini? Apakah terjadi sesuatu?" tanya Denis, ia begitu penasaran.Dengan susah payah, Cherly segera meminta mereka untuk masuk ke dalam."Sebaiknya kalian periksa saja di dalam dinding itu," jawab Cherly.Denis dan beberapa polisi tersebut segera masuk. Mereka tercengang, mendapati salah satu dinding yang telah berlubang."Aku tidak sengaja menemukan mayat di dalam dinding itu, setelah beberapa kali aku bermimpi buruk. Dan puncaknya, mimpi itu berakhir menunjukkan kenyataan bahwa ternyata selama aku tinggal disini, aku tinggal bersama seorang mayat," jelas Cherly, sambil menunjuk ke arah dinding berlu
Cherly melepaskan kedua tangan dari telinga. Lantas Cherly berdiri hendak mencari ponselnya, dengan meraba lantai.Dor! Dor! Dor!"Sudah cukup!" teriak Cherly. Namun, ia terbangun dari tidurnya di atas karpet.Cherly mengusap buliran keringat yang mengumpul di dahinya. Ternyata Cherly baru terbangun dari tidurnya. Yang baru saja ia alami, hanyalah mimpi. Namun, jantung Cherly masih berdetak hebat, mimpi itu seperti nyata dan sangat menakutkan.Cherly melirik ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 18.00. Cherly menghela nafas kasar, tidak seharusnya ia kalah dengan rasa kantuk di jam-jam rawan seperti itu.Keadaan di luar sudah mulai gelap. Cherly mengintip di balik jendela. Rasa trauma akan mimpi barusan, begitu melekat di diri Cherly. Mimpi itu sangat mengerikan, tak bisa dipungkiri Cherly mulai takut dengan keadaan ini."Kenapa aku jadi seperti ini? Padahal sebelum pindah ke sini, aku tidak pernah mengalami hal seperti ini. Bahkan aku juga tidak pernah tidur di waktu mag
Cherly yang baru saja selesai mandi. Segera makan seorang diri di kostan. Sebelum mandi, ia sempat memasak bahan makanan yang tersedia di dalam kulkas.Waktu telah menunjukkan pukul 17.00 sore. senja mulai menampakkan cahaya jingga. Penghuni kost lain tampak berlalu lalang, ada yang masuk dan ada yang keluar.Cherly begitu menikmati makanan yang baru saja dibuatnya. Hingga tak terasa, ia telah menghabiskan satu piring penuh, membuat perutnya merasa kekenyangan.Selesai makan, seperti biasa Cherly membereskan piring kotor kemudian mencucinya.Sejenak setelah menyelesaikan cucian piringnya. Cherly memainkan ponselnya, dengan bersandar di tembok. Namun, tiba-tiba rasa kantuk mulai menyerang. Cherly melihat jam di layar ponselnya, ternyata sudah menunjukkan waktu hampir magrib.Entah kenapa, di waktu-waktu seperti itu, selalu saja rasa kantuk itu datang. Semenjak menempati kostan itu, kebiasaan buruk Cherly itu dimulai, tidur di waktu mendekati waktu magrib."Nggak boleh tidur, aku harus
Di dekat gerbang kampus, tampak pak Mukidi tengah berdiri bersandar pada mobil. Beberapa kali ia meniupkan asap rokok yang langsung membumbung tinggi ke udara."Hai, Pak. Sudah lama, ya nungguin?" sapa Gina, ia baru saja selesai kelas dan langsung keluar dari area kampus."Eh, Non Gina sudah keluar. Baru juga sampai, ini lagi santai dulu sambil merokok. Mau langsung pulang sekarang, Non?" tanya pak Mukidi."Jangan langsung pulang, Pak. Antar aku ke toko buku langgananku dulu," jawab Gina."Siap, Non!" Pak Mukidi mengacungkan jari jempolnya ke udara.Lantas Gina langsung masuk ke barisan belakang. Sementara pak Mukidi, bergegas ia mematikan rokok yang masih menyala itu.Sepanjang perjalanan, Gina hanya menatap jalanan dari kaca jendela mobil yang sengaja ia buka sedikit. Semilir angin langsung terasa menerpa wajah Gina. Lalu lalang kendaraan di jalanan itu tampak ramai lancar. Memperlihatkan kesibukan yang tiada hentinya di kota itu.Jarak toko buku langganan Gina cukup jauh dari kampu
Gina kemudian mematikan teleponnya, lalu menyelesaikan aktivitas mencuci piringnya."Ayok kita pulang, Sayang. Em ... Lena, terima kasih, ya. Kamu sudah repot-repot masak banyak buat kami," ucap Rusdi.Lena tersenyum sambil mengangguk kecil."Tak apa, Mas. Aku senang kita bisa makan bersama seperti ini," sahut tante Lena.Rusdi dan Gina pun berpamitan pulang. Sampai di rumah, Gina masuk ke dalam kamar. Ia terdiam, teringat akan percakapan Cherly dengan seorang lelaki di sambungan telepon tadi."Kok aku kayak nggak asing dengan suara itu, siapa kira-kira lelaki yang bersama Cherly tadi?" Dalam hati, Gina bertanya-tanya.Malam semakin larut, Gina pun memutuskan untuk istirahat. Ia berusaha membuang jauh pikiran buruk tentang Cherly. Toh yang ia tahu, Cherly adalah saudarinya yang baik. Tidak mungkin Cherly berbuat yang tidak-tidak. Itulah yang Gina lakukan, berpikir positif walau pun jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih bertanya-tanya.Keesokan harinya, Gina yang telah samp
"Gina!" Wanita yang sudah tidak muda itu pun tak kalah terkejutnya saat melihat Gina."Ayah, apakah benar Tante Lena ini calon istri Ayah?" tanya Gina.Rusdi mengernyitkan dahinya, ia kemudian mengangguk membenarkan."Jadi, kamu sudah kenal dengan Tante Lena?" tanya Rusdi, yang disambut oleh anggukan kepala Gina."Tante Lena ini tantenya Tessa teman aku di kampus dan pemilik kedai bakso. Kebetulan aku dan Cherly juga sering jajan di sana," jawab Gina.Semua serba kebetulan, mungkin ini yang disebut dengan takdir. Tak menyangka jika Rusdi hendak menikah dengan wanita yang Gina kenal."Ya Tuhan, kok bisa kebetulan gini, ya. Tapi tidak apa-apa, Tante sangat bahagia setelah mengetahui ternyata kamu anaknya Mas Rusdi. Sebentar lagi kamu akan menjadi anakku, kamu anak baik dan Tante sangat menyukai kamu, Sayang. Sebaiknya kita ngobrol di dalam saja. Ayok, Mas, Gina, silahkan masuk!" seru tante Lena.Rusdi dan Gina pun masuk, dan dipersilahkan duduk di sofa ruang tamu."Aku mau tahu dan sang
David menghentikan tawanya, ia melirik ke sana kemari, saat orang-orang di perpustakaan itu serempak melihat ke arahnya."Ini, coba baca buku ini. Lucu sekali," jawab David, ia memperlihatkan isi buku yang baru saja ia baca.Gina tersenyum garing, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Entah di mana letak lucunya. Namun, terlihat David begitu terhibur dengan isi buku itu."Lucu, ya?" tanya Gina.David mengangguk, ia kemudian melanjutkan bacaannya."Sst ... Sst, Gina!" Dari ambang pintu, kepala Cherly terlihat menyembul dan melambaikan tangan, menyuruh Gina mendekatinya.Gina yang melihat itu, segera bangkit berdiri kemudian mendekati Cherly."Iya, kenapa, Cher?" tanya Gina."Kamu yang kenapa? Apa kamu nggak sadar, orang yang ada di hadapan kamu itu si David, monster kampus ini. Apa kamu nggak takut dikerjain lagi sama orang itu?" tanya Cherly tak habis pikir.Gina menoleh ke arah David yang masih sibuk membaca buku. Dengan segera, Gina menarik tangan Cherly dan mengajaknya bicara di
Gina menuruti permintaan Rusdi, ia duduk di sebelah Rusdi setelah menyalami semua yang ada di ruang tamu.Penampilan Rusdi sedikit berbeda dari sebelumnya. Yang semula rambutnya sebagian telah berwarna putih, kini seluruhnya telah berganti warna menjadi hitam. Sehingga tampak terlihat muda dari sebelumnya."Sayang, kamu habis ke mana dulu? Kok baru pulang?" tanya Saga."Aku mampir dulu di kostan Cherly, Yah!" jawab Gina.Ratri menatap wajah Ratri yang terlihat sedikit berbeda."Kamu kenapa, Nak? Kok wajah kamu terlihat sembab?" tanya Ratri, yang disambut oleh gelengan kepala Gina."Aku tidak apa-apa, Bu. Aku hanya lelah saja, hari ini kan hari pertama aku kembali masuk kuliah. Aku jadi belum terbiasa lagi menjalani aktivitas di kampus. Makanya aku mampir dulu di kostan Cherly, untuk mengusir rasa lelahku," dalih Gina.Ratri mengangguk, walau pun perasaannya sebagai seorang ibu, tahu jika putrinya seperti sedang ada masalah. Namun, ia tak ingin memaksakan bertanya, ia takut jika memaks
Gina menerima tisu itu, kemudian menyeka air matanya."Terima kas ...." Gina menghentikan ucapannya, saat ia melihat seseorang yang baru saja menyodorkan tisu kepadanya."Kamu!" gumam Gina, ia menatap orang itu tanpa kedip."Hapus air mata kamu, jangan sampai kamu menjadi pusat perhatian orang-orang di tempat ini," ujar David.Gina mengedarkan pandangan ke berbagai arah. Tampak beberapa orang tengah memperhatikannya yang sedang terisak menangis."Aku antar kamu pulang! Tunjukkan alamat rumahmu di mana," ujar David.Gina membuang muka, ia merasa was-was jika bertemu dengan lelaki ini."Mau apa? Mau bully aku lagi?" tanya Gina.Mata David mendelik ke atas, ia membuang nafas kasar."Di saat-saat seperti ini, bisa-bisanya kamu curiga sama orang yang berniat baik sama kamu," sanggah David.Gina terdiam, ia menatap David begitu tajam."Tidak usah, aku bisa pulang sendiri," tolak Gina, ia kemudian beranjak dan pergi begitu saja meninggalkan David.Gina berjalan kaki menyusuri jalanan di bawa