"Apa-apaan ini?" sentak Ratri sangat terkejut atas sikap Saga yang terkesan tidak sopan.Saga melirik ke sana kemari, tidak menyahut ucapan Ratri. Kemudian mengambil piring berisi makanan milik Ratri. Saga berjalan cepat menuju meja tepat di mana Tiana dan Rusdi baru saja duduk.Saga berdiri di belakang mereka, lalu menjatuhkan sesuatu tepat di belakang kursi mereka."Mas, Mbak, apa itu uang kalian?" tanya Saga, yang kini berdiri di depan meja Rusdi dan Tiana sambil menenteng satu piring makanan milik Ratri."Uang?" tanya Tiana."Kalian lihat saja di belakang kursi kalian," jawab Saga.Serempak secara bersamaan, Rusdi dan Tiana menoleh ke belakang ke bawah kursi yang mereka duduki.Dengan cepat, Saga menukar piring berisi makanan milik Ratri dengan milik Tiana."Ah iya, ini uang kamu yang jatuh bukan, Mas?" tanya Tiana.Rusdi kemudian mengambil dua lembar uang pecahan seratus ribu itu."Ah ... Sepertinya iya, ini memang uangku. Mungkin jatuh pas aku mau duduk di sini," jawab Rusdi.Da
"Aku punya cara, bagaimana membuat perhitungan sama mereka. Besok lusa aku jemput, Mbak. Akan aku tunjukkan," ujar Saga.Ratri menoleh, alisnya bertaut membentuk sebuah lengkungan."Maksud kamu, Mas?" tanya Ratri."Nanti kamu lihat sendiri," jawab Saga.Saga pun segera melajukan mobilnya. Namun, sebelum mengantar pulang ke rumah Ratri, Saga terlebih dulu menepikan mobilnya di depan cafe."Kita makan dulu, Mbak!" ajak Saga yang disambut oleh anggukan kepala Ratri.Mereka berdua turun, dan memasuki sebuah cafe, karena di acara pernikahan Lulu, mereka tak sempat makan karena kejadian tak mengenakan tadi.Setelah mendapatkan tempat duduk, mereka berdua segera memesan makanan dan minuman.Keesokan harinya, di kediaman bu Nunik tampak ramai orang yang sedang membongkar tenda. Sementara bu Nunik dan Lulu sedang sibuk membuka kado dan amplop dari tamu undangan kemarin.Sementara Beri, ia tengah menatap kedua wanita itu yang terlihat sangat sibuk itu."Mas, nanti sore kita jadi, kan pindah ke
"Pagi, Beri! Kayaknya kamu baru bangun tidur. Ah ... Aku lupa, pengantin baru," celetuk Saga.Beri tampak mengangguk kemudian menunduk malu-malu."Ah kamu bisa saja, Ga. Biasa lah ... Lagi senang-senangnya," sahut Beri dengan wajah berseri-seri."Loh, Yang. Mereka ini nggak sopan, loh. Masa masuk ke sini, ke rumah kita main nyelonong saja, tapi kamu nggak marah. Malah bermanis-manis begini," ujar Lulu.Ratri hanya bisa tertunduk sambil menahan tawa. Sebenarnya ia merasa jahat saat ini. Namun, mengingat perangai Lulu dan keluarganya yang sangat keterlaluan, membuatnya seperti itu."Tidak usah marah-marah, Sayang. Mereka tamu kita, lebih baik kamu buatin minum, gih. Bawakan juga cemilan buat mereka," sahut Beri.Lulu tampak kesal melihat reaksi suaminya. Seharusnya Beri marah. Namun, malah sebaliknya Beri tampak ramah terhadap Saga dan Ratri."Ah ... Tidak usah repot-repot. Kedatangan kami ke sini, hanya untuk memberikan hadiah untuk kalian, khususnya kamu, Beri. Sebentar," ujar Saga.S
Ratri mengaduh kesakitan, ketika dahinya terkena lemparan batu."Kamu nggak apa-apa, Mbak?" tanya Saga khawatir.Dari luar pagar, terlihat Beri menarik tangan Lulu, yang berulah melempar batu barusan.Saga tampak geram melihat itu. Lulu sudah sangat keterlaluan. Lulu masih tidak terima atas pengusirannya itu."Beri, cepat bawa pergi istrimu!" bentak Saga.Beri kemudian berhasil membawa Lulu pergi. Kini Ratri tengah memegangi dahinya yang mengeluarkan cairan merah."Aku ambil kotak obat dulu, kamu tunggu di sini," ujar Saga. Ia kemudian mengambil kotak obat di ruang tengah."Aw!" pekik Ratri, ketika Saga membersihkan dan mengobati lukanya sambil sesekali meniupnya.Aroma mint begitu segar masuk ke dalam hidung Ratri. Tak sadar Ratri memperhatikan Saga begitu lekat."Mbak baik-baik saja?" tanya Saga, ketika menyadari Ratri tengah memperhatikannya.Ratri membuang muka, wajahnya bersemu merah."Ah iya, aku baik-baik saja," jawab Ratri.Setelah urusan selesai, Saga segera mengantar Ratri p
"Ayah pulang ...." "Ye ... Ayah pulang, pasti bawa makanan enak lagi." Teriakkan Gina, anak perempuan yang baru berusia 4 tahun itu begitu menggema di sebuah rumah kecil. Ia berhambur mengambil bungkusan makanan dari tangan ayahnya. Rusdi, sang ayah yang baru pulang bekerja sebagai office boy itu, langsung masuk ke dalam rumah, disambuthangat oleh istrinya yang bernama Ratri. "Wah ayam goreng, tapi kok ada bekas gigitan," ujar Gina, yang baru saja membuka bungkusan makanan itu. "Masa sih, Nak? Sini coba ibu lihat!" Ratri melihat ayam goreng tersebut. "Loh iya, kok ada bekas gigitan, Mas," imbuh Ratri. "Em ... Mungkin penjual ayam goreng itu salah memasukan ayamnya karena saking ramainya pembeli. Makan saja ya yang ada, mungkin itu bukan bekas gigitan. Masa iya sih bekas gigitan dimasukin dan dijual," sahut Rusdi. Gina yang menatap ayam itu, mengangguk lalu memakan ayam goreng itu dengan lahap. Ratri tersenyum melihat putri semata wayangnya itu begitu menikmati makana
"Ngapain kamu buka-buka ponselku?" tanya Rusdi."Em ... Nggak apa-apa, tadi ada yang telepon. Cuma nggak sempat aku angkat, teleponnya sudah mati," jawab Ratri.Rusdi mengambil ponselnya dari tangan Ratri, dan hendak pergi ke dalam kamar. "Tiana itu siapa, Mas?" Tiba-tiba Ratri bertanya seperti itu, karena penasaran."Bukan siapa-siapa, hanya teman kerjaku," jawab Rusdi yang langsung menutup pintu kamar.Ratri terdiam, kemudian ia mendekati Gina."Kok belum dibuka makanannya, Sayang. Katanya lapar?" tanya Ratri.Gina menggeleng, "Sudah, Bu ... Tapi kok ada sambalnya. Gina kan takut pedas, Bu. Apa ayah lupa?" sahut Gina.Ratri mengernyit, ia meraih bungkusan makanan itu dari tangan Gina. "Sini, Ibu lihat!" seru Ratri.Setelah bungkusan makanan itu dibuka, Ratri merasa heran. Makanan berupa sate yang sudah tercampur sambal. Ada beberapa tusuk sate, yang separuh dagingnya sudah tidak utuh."Kenapa begini, ya?" gumam Ratri.Tak ingin berpikiran buruk tentang suaminya. Kini Ratri berusaha
Dengan cepat Ratri menoleh ke arah lain. Ia tak menyangka apa yang dilihatnya akan membuatnya syok."Sayang, perut Ibu sakit. Jadi, nggak apa-apa ya, kita pulang! Nanti kapan-kapan kita ke sini lagi makan enak," imbuh Ratri, dengan cepat ia menuntun anaknya keluar dari cafe.Sementara di dalam cafe, Rara tampak kebingungan ketika menoleh ke belakang. "Loh, Ratri mana, ya?" gumam Rara."Cari siapa, Sayang? Ayo sini duduk, kita makan siang sekarang!" seru Dito, suami dari Rara.Dengan wajah bingung, Rara segera menjawab, "Aku lagi nyari teman aku dan anaknya. Tadi aku ajak mereka kensini, untuk makan siang bareng. Tapi kok sekarang nggak ada, ya!" sahut Rara."Mungkin teman kamu sedang ke toilet," ujar Dito.Rara menggedikkan bahu, kemudian duduk bergabung di meja bersama suami dan rekan kerjanya.Ting ....Rara mendapat pesan masuk ketika ia selesai memesan makanan."Maaf, Ra ... Tiba-tiba perut aku sakit. Lain kali saja kita makan barengnya, Ra. Sekali lagi aku minta maaf," ucap Ratri
"Oke, mas. Ini baru permulaan!" gumam Ratri.Hari ini, sengaja Ratri membuatkan makanan berupa sayur katuk bening, dan menyiapkan baju ganti untuk Gina. Ia mengantarkannya ke rumah Marni, sepupunya."Mar, aku titip Gina, ya! Aku masih ada urusan yang sangat penting. Gina nggak rewel, kan? Nggak usah khawatir soal jajannya. Cukup kasih makan saja dia pasti anteng," ujar Ratri sambil menyerahkan makanan dan baju ganti kepada Marni."Baik, Mbak ... Gina memang anteng kok dari tadi. Bahkan dia sendiri ingin menginap di rumahku. Mbak percaya saja padaku. Semoga urusannya cepat selesai," sahut Marni.Pukul 11.00, sebelum melancarkan aksinya menyelidiki Rusdi. Ratri berencana akan mengunjungi rumah mertuanya."Assalamualaikum, Bu ...."sapa Ratri yang telah berada di depan rumah mertuanya.Kebetulan pintu rumah itu terbuka lebar."Wa'alaikumsalam ...." jawab ibu mertua Ratri yang bernama ibu Nunik dan juga adik Rusdiyang bernama Lulu.Terlihat di ruang tamu, keduanya tengah sibukmelihat-liha