Rusdi menghampiri Lulu dan Beri, yang sedang berdebat itu."Kalian berdua tahu malu, tidak? Kalian berantem dengan suara sangat keras. Lulu, tutup pintunya!" titah Rusdi.Lulu pun menurut, ia menutup pintu itu dengan rapat."Beri, aku sudah dengar semuanya tentang kamu. Apa maksud kamu beraninya telah menipu adikku dan keluargaku?" tanya Rusdi."Sebaiknya kita duduk dulu. Aku bisa jelaskan semuanya, Mas," sahut Beri.Beri menggelar tikar di atas lantai. Kini, Beri dan Lulu tinggal di sebuah kontrakan rumah berukuran kecil.Lulu kemudian pergi ke kamarnya, ia merasa lelah setelah perdebatan barusan."Maafkan aku, Mas. Aku terpaksa melakukan ini semua. Aku cinta sama adikmu, Mas. Aku memang salah telah berbohong, tidak jujur tentang keadaanku yang sebenarnya kepada kalian. Namun, jika aku jujur, apakah kalian masih akan menerimaku, menikah dengan Lulu?" tanya Beri.Rusdi terdiam, ia menatap tajam ke arah Beri."Ah ... Tentu saja tidak, kan? Asal Mas tahu saja. Yang duluan mendekatiku ad
"Lepaskan saya, ini semua fitnah!" sarkas Ratri tidak terima dengan semua tuduhan ini.Sekuat tenaga, Ratri berusaha melepaskan diri. Namun, tetap saja tidak bisa.Datang beberapa tetangga Ratri, yang berusaha mencoba meluruskan permasalahan ini. Namun, preman bayaran Lulu, lebih sigap menghadang. Sehingga tetangga Ratri hanya bisa menonton sambil menatap iba.Keadaan di jalan pun seketika berubah macet, akibat ulah Lulu.Duar!Dari belakang, terdengar suara tembakan, membuat semua orang terdiam dan menoleh ke belakang."Polisi?" Mereka berbisik-bisik dengan raut wajah ketakutan. Di belakang mereka, terlihat banyak polisi dan salah satunya tengah mengacungkan sebuah pistol ke udara.Ratri yang sudah tidak berdaya, hanya bisa pasrah di tangan orang-orang itu."Jangan bergerak!" Polisi segera mendekati kerumunan orang-orang itu, dan melihat Ratri yang sudah tidak berdaya."Ratri, ya Tuhan!" pekik Saga, sambil menggendong Gina, menerobos kerumunan."Kalian semua apa-apaan? Apa yang kalia
"Apa?! Ratri penulis sekaligus owner catering ternama?" ucap bu Nunik, Rusdi, dan Tiana berbarengan.Mereka tengah berada di kantor polisi, setelah Lulu memberitahu mereka dan mengungkapkan kebenaran tentang Ratri. Sementara Beri, Lulu tidak menghubunginya. Lulu juga meminta untuk tidak memberitahu Beri tentang masalah ini.Wajah bu Nunik tampak memerah. Ia tak menyangka, jika menantu yang ia buang dihinakan itu, ternyata seorang penulis dan pengusaha sukses."Kenapa, Bu?" tanya Tiana, ketika melihat perubahan mimik wajah mertuanya."Nggak apa-apa, cuma tidak menyangka saja. Wanita itu kok bisa menjadi pengusaha sukses. Yang Ibu tahu, dia itu hanya wanita miskin yang nggak bisa apa-apa," jawab bu Nunik.Melihat perubahan raut wajah mertuanya, Tiana merasa kesal. Entah kenapa, ia merasa tersaingi atas keberhasilan Ratri, walaupun pada kenyataannya, ia lah yang menjadi pemenangnya karena telah mendapatkan Rusdi seutuhnya.Tiana pun melihat raut wajah Rusdi tampak berbeda. Ia semakin kes
Saga berdiri mematung di depan pintu, menatap wanita paruh baya, yang pernah berdebat dengannya.Wanita itu, yang tak lain adalah bu Nunik berdiri dengan mulut menganga."Kamu!" tunjuk bu Nunik terkejut."Kamu kenal sama anakku, Nik?" tanya bu Wulan, yang tak lain adalah ibunya Saga."Ja-jadi ... Dia anakmu, Lan?" tanya bu Nunik tergugup.Bu Wulan mengangguk, "Iya, dia anak kami namanya Saga. Tapi kok kamu kayak kaget gitu, Nik?"Bu Nunik kemudian duduk kembali. Seketika ia merasa salah tingkah, setelah mengetahui Saga adalah anak Wulan, teman lamanya sendiri. Apalagi saat ia ditatap oleh Saga. Bu Nunik menyesal karena sempat mengira bahwa Saga hanyalah orang miskin dan hanya seorang preman. Bahkan anak-anaknya pun sempat menghinanya. Namun kenyataannya, Saga adalah anak pemilik perusahaan percetakan buku terbesar di kota itu."Nggak terlalu kenal, cuma pernah bertemu saja itu pun hanya sebentar," jawab bu Nunik berusaha bersikap biasa saja.Saga membalikkan badan hendak pergi dari ka
"Kamu lagi apa sih, Mas?" Rusdi terkejut, ketika Tiana tiba-tiba datang dan mengejutkannya yang tengah menatap layar ponselnya.Rusdi menyimpan ponselnya ke belakang tubuhnya."Ah nggak apa-apa, aku cuma lagi nonton film saja. Filmnya bagus, nih. Aku butuh cemilan, tolong dong buatin aku cemilan," jawab Rusdi.Tiana menatap lekat ke arah Rusdi. Membuat Rusdi merasa tak nyaman dibuatnya."Kenapa lihatnya kayak gitu?" tanya Rusdi."Nggak apa-apa, cuma mau lihatin kamu saja!" Tiana kemudian pergi ke dapur membuatkan Rusdi cemilan."Kenapa mas Rusdi kelihatan aneh, ya? Seperti ada yang sedang disembunyikan," gumam Tiana sambil mengiris bahan makanan.Selesai membuat cemilan, Tiana kembali menghampiri Rusdi."Mas, aku mau ngomong sesuatu sama kamu," ujar Tiana.Rusdi yang tengah menatap lurus layar televisi, segera menyahut tanpa sekali pun menoleh ke arah Tiana."Ngomong apa?" tanya Rusdi."Jadi gini, Mas. Hampir tiap hari adik kamu itu minta uang sama aku. Katanya disuruh sama kamu. Pada
"Om ganteng, aku mau main itu!" tunjuk Gina ke arah wahana bermain di pusat perbelanjaan.Hari ini, Saga mengajak Ratri dan Gina jalan-jalan di mall. Mereka tampak seperti keluarga kecil, yang terlihat sangat bahagia.Mereka tertawa melihat kelakuan lucu Gina. Gina pun kini semakin dekat dengan Saga, layaknya ayah dan anak. Kini, Gina telah menemukan sosok ayah di dalam diri Saga. Tak ayal, dengan penerimaan hangat dari Gina, Saga semakin menyayanginya. Terlebih ia bertekad dalam hati, ingin selalu menjaga Ratri dan juga Gina."Dia lucu sekali, ya! Cantik lagi kayak kamu," puji Saga.Ratri yang tengah duduk memandang Gina. Seketika tersipu malu atas pujian yang Saga lontarkan. Pipinya berubah bersemu merah.Saga tersenyum. Namun, di balik senyuman itu tersimpan rasa kesal mengingat tentang kedekatan ibunya dengan bu Nunik. Namun, Saga tidak bercerita mengenai itu kepada Ratri. Ia tidak ingin merusak suasana bahagia yang tercipta di antara mereka, berubah menjadi rasa tak nyaman."Mas,
"Suara siapa itu?" gumam Saga.Saga mengamati pintu ruang tamu yang tertutup rapat."Siapa kira-kira?" batin Saga.Saga mengurungkan niatnya untuk mandi. Ia bergegas kembali ke ruang tamu, di mana bu Wulan masih duduk sambil membaca majalah di sana."Mama!" panggil Saga, membuat bu Wulan menoleh ke arahnya."Iya, ada apa, Sayang?" tanya bu Wulan, kemudian menutup buku majalahnya dan menyimpannya di atas meja.Saga kemudian duduk di sebelah bu Wulan."Ma, waktu aku mau ke kamarku. Aku nggak sengaja mendengar suara seseorang sedang ngobrol di dalam kamar tamu. Siapa mereka?" tanya Saga."Ah ... Itu tamu Mama sama anaknya. Tadi ada kejadian yang tidak mengenakan. Baju anaknya ketumpahan air minum, waktu bi Sarti menyajikan air minum kepada mereka. Sekarang dia lagi ganti baju di kamar tamu," jawab bu Wulan."Memangnya tamu Mama yang mana?" tanya Saga lagi."Dia bu-""Maaf lama, Lan. Tadi teh panasnya kena ke kulit Lulu. Jadi saya obati dulu pakai salep yang ada di kamar itu. Eh ... Anak
Bu Nunik kemudian mengurai pelukannya dengan bu Wulan. Bagai seorang aktris papan atas, bu Nunik pandai memanipulasi keadaan. Seolah-olah Lulu adalah korban dan Ratri lah penjahatnya."Sudah, ya. Aku nggak tega lihat kamu menangis begini. Dari semenjak kita berteman dulu, baru kali ini aku melihat kamu nangis, Nik. Semoga semua ujian keluarga kamu, cepat selesai. Putri kamu mendapat kebahagiaan," ujar bu Wulan.Bu Nunik mengangguk sembari mengusap air matanya."Iya, terima kasih, Wulan. Kamu memang teman aku yang paling baik. Aku harap, kita tidak hanya sekedar menjadi seorang teman saja. Aku ingin tali pertemanan kita menjadi tali kekeluargaan. Aku harap kamu mengerti, Wulan dengan maksudku!" seru bu Nunik.Bu Wulan mencerna setiap kata demi kata yang terucap dari bibir bu Nunik. Ia pun mengerti ke mana arah pembicaraan bu Nunik."Sudah, aku mengerti kok. Lebih baik kita panggil anak-anak. Kita makan siang bersama. Sepertinya bi Sarti sudah selesai masak," ujar bu Wulan.Bu Nunik men
"Siapa, kamu?" tanya Saga, ia bangkit dan berusaha menahan sakit di kakinya yang terluka cukup dalam.Tak banyak bicara, pria yang bernama Agus itu kemudian melayangkan balok kayu itu ke arah Saga.Saga yang telah membaca pergerakan Agus, dengan cepat ia menghindar. Sehingga tak terkena pukulan itu.Dalam gempuran rasa sakit di kakinya yang terluka cukup dalam. Saga mempertahankan diri supaya ia tidak terkalahkan oleh pria tersebut.Buk!Buk!Buk!Beberapa kali Saga menangkis setiap pukulan Agus. Beberapa kali Agus pun terjungkal ke belakang, nyaris kewalahan karena Saga tak memberinya ruang untuk membalasnya."Hentikan semua ini, atau saya akan seret kamu ke kantor polisi," ujar Saga memberi ancaman.Pria itu seakan tidak takut atas ancaman Saga. Ia terus saja melayangkan berbagai pukulan ke tubuh Saga tanpa henti.Buk!Saga hampir kehilangan kesadaran, saat sebuah stik bola baseball melayang ke arah tengkuknya."Aaaaargh!" Saga memekik kesakitan, ia mempertahankan kesadarannya sekua
"Gila, kamu sudah gila, Rika. Lepaskan, saya mau pulang!" sergah Saga, ia begitu emosi dengan tingkah gila Rika."Aku memang gila, Om. Aku gila karena Om, aku tergila-gila. Aku mohon, terima aku sebagai kekasih Om. Lambat laun, Om pasti akan nyaman denganku. Aku bisa membahagiakan Om, aku janji," sahut Rika.Saga terus memberontak ingin melepaskan diri. Namun, Rika tak membiarkannya lepas begitu saja. Sekuat tenaga ia kerahkan untuk menahan Saga supaya tidak pergi dari tempat itu.Saga akhirnya terdiam, ia menyentuh punggung tangan Rika."Kamu yakin akan ucapanmu itu?" tanya Saga mulai luluh.Mendengar pertanyaan itu, tentu Rika merasa senang. Seperti ada harapan yang menghampiri, di saat dirinya susah payah membuat Saga luluh."Tentu saja, Om. Aku tidak akan main-main dengan ucapanku. Aku cinta sama Om, apa pun akan aku lakukan demi Om. Asal Om terima cinta aku," jawab Rika."Apa pun?" tanya Saga."Tentu, Om!""Lepaskan dulu saya, saya tidak bisa bergerak leluasa jika kamu memeluk sa
"Ayah, jemput aku di rumah teman. Aku mau pulang, ini aku pakai nomor temanku. Ini aku Gina, jangan hubungi nomorku, ponsel aku mati." Saga menerima sebuah pesan dari nomor baru yang mengaku sebagai Gina. Kemudian mengirimkan alamat rumah yang Saga pun belum tahu rumah teman Gina yang mana."Oke, Ayah akan ke situ. Ayah bersiap dulu, sekarang sudah waktunya jam pulang," balas Saga.Saga bergegas membereskan semua berkas, menutup laptop dan menjinjing tas kerjanya hendak pulang.Saga mengemudikan mobilnya, hendak menuju tempat di mana Gina berada.Jalanan cukup macet, karena saat ini jam menunjukkan pukul 4 sore. Di mana kebanyakan orang-orang baru saja selesai bekerja, dan hendak pulang ke rumah masing-masing.Sampai Saga menunggu 15 menit di dalam kemacetan yang cukup parah. Akhirnya mobil Saga terbebas dari drama kemacetan yang menghambat setiap pergerakan di sore itu.Sore telah beranjak malam, Saga telah menemukan alamat yang dikirim Gina. Dengan cepat, ia turun dari dalam mobil,
Perlahan, penutup kotak makanan itu terbuka, menampakkan sesuatu yang membuat Gina terpaku."Siapa kira-kira yang menitipkan ini pada Dudung? Apakah David lagi? Ah ... Rasanya nggak mungkin," gumam Gina.Di dalam kotak makanan itu, terdapat makanan yang dibentuk menyerupai wajah berkerudung."Ehem ... Apaan itu? Bagus banget," ujar Cherly yang mengejutkan Gina."Entah, tadi Dudung yang ngasih ini sama aku. Katanya ini titipan buatku," sahut Gina."Dudung? Apa jangan-jangan dari kak David? Soalnya kan waktu itu juga, dia yang disuruh David buat ngasih kertas surat buat kamu. Tapi ... Apa iya, ini dari kak David? Kok aku percaya nggak percaya ya!" timpal Tessa.Gina menggedikkan bahunya, ia juga merasa bingung."Ah entahlah, mau nggak nih Tes?" Gina menyodorkan kotak makanan tersebut kepada Tessa."Serius ini buat aku? Tapi sayang loh, ini bagus banget. Kok bisa sih dibentuk kayak wajah kamu? Jadi nggak tega makannya," sahut Tessa."Ya sudah kalau nggak mau, aku kasih saja sama satpam d
Gina dan Rusdi terbelalak mendengar suara Cherly yang sepertinya sedang ketakutan."Ayah, itu Cherly kenapa?" ujar Gina merasa khawatir, begitu pun dengan Rusdi.Mereka saling melempar pandang, dalam tatapan penuh kecemasan."Coba buka, apakah pintunya dikunci? Takutnya ada orang yang mau berbuat jahat kepada Cherly," imbuh Rusdi.Gina mengangguk, lantas ia memutar kenop pintu itu dengan cepat.Ceklek!Gina merasa lega, pintu kosan Cherly ternyata tidak dikunci. Sehingga memudahkan keduanya masuk ke dalam kamar Cherly tanpa hambatan apa pun.Gina dan Rusdi berlari masuk ke dalam. Langkah mereka terhenti, saat mendapati Cherly tengah duduk di atas kasur, dengan posisi membelakanginya."Cherly," panggil Gina.Cherly menoleh mendengar suara Gina. Ia tersenyum dengan keadaan wajah sudah dipenuhi keringat."Gina, kamu ke sini?" tanya Cherly.Gina dan Rusdi menatap heran ke arah Cherly. Baru saja mereka mendengar Cherly teriak ketakutan. Namun, yang mereka lihat saat ini, Cherly terlihat ba
"Kayaknya ada tamu," gumam Gina, setelah ia keluar dari mobil.Pintu utama tampak terbuka lebar, menjadikan Gina berasumsi seperti itu.Gina berjalan masuk menuju pintu utama. Saat kakinya melangkah mulai menapaki ruang tamu, ia terperanjat ketika melihat seseorang yang tengah duduk berkumpul di sofa bersama Ratri dan juga Saga."A-ayah," gumam Gina, ia begitu terpaku sehingga dirinya berdiam di ambang pintu."Gina!" Seru Rusdi, saat dirinya melihat Gina yang baru saja datang.Rusdi terlihat berubah setelah lama ditahan. Sebagian rambutnya telah memutih dan tubuhnya tampak kurus."Ayah!" Gina berjalan cepat, kemudian memeluk Rusdi begitu erat.Gina dan Rusdi menangis di dalam pelukan. Mereka menumpahkan rasa rindu yang salam ini terpendam di dalam diri mereka masing-masing."Ayah ada di sini?" Terdengar suara Gina parau karena tangisan yang tumpah."Iya, Nak. Ayah sudah bebas kemarin, kita bisa bertemu kapan pun yang kita mau. Ayah sudah bebas, Nak," sahut Rusdi dengan suara bergetar.
Lelaki itu menatap Gina, tanpa terganggu sedikit pun dengan bau yang berasal dari pakaian Gina."Mari aku bantu berdiri!" seru lelaki itu."Aku-""Gina, ya ampun!" Dari kejauhan, Tessa dan Cherly berlari saat melihat Gina sudah dalam kondisi kacau."Ya Tuhan ... Kenapa baju kamu bisa kotor seperti ini, Gina?" tanya Cherly, kemudian membantu Gina berdiri."Biasa, aku kena bully lagi. Aku sudah seperti seekor keledai. Jatuh di lubang yang sama," jawab Gina sambil tersenyum getir.Tessa dan Cherly menarik tangan Gina hendak membawanya ke kosan Cherly. Sementara laki-laki yang baru saja menabrak Gina, menatap Gina sampai ia tak terlihat lagi."Kok bisa kamu kena bully lagi?" tanya Cherly, setelah mereka berada di kosan.Kini, Gina telah berganti baju milik Cherly.Gina pun menceritakan awal kenapa ia sampai terkena bully lagi, sampai keadaannya lebih parah dari sebelumnya."Ya Tuhan ... Memang benar-benar ya mereka. Kesal sekali aku, semoga mereka mendapatkan balasan," timpal Tessa yang m
Beberapa hari kemudian, seperti biasa Gina tengah mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus.Sebenarnya Gina merasa malas, setiap hari ia harus berhati-hati dengan keadaan kampus. Ah, bukan keadaan tepatnya, melainkan ketiga monster kampus yang selalu membuatnya kesal. Beberapa kali Gina mengalami bullying seperti dilempar telur, disiram air, dilempar tepung, dan masih banyak lagi. Tak habis pikir, ketiga monster kampus itu masih tetap saja aman di kampus itu. Dari sekian banyaknya mahasiswa di sana, tak ada seorang pun yang berani melawan atau melapor mereka. Pernah beberapa kali, Gina ingin melaporkan kasus bullying itu. Namun, selalu gagal karena ketiga monster itu tidak membiarkan Gina melakukannya."Sayang, sepertinya aku bakalan pulang cepat lagi nanti. Em ... Aku mau makan siang sama kamu berdua di pinggir danau," ujar Saga, saat mereka sedang sarapan pagi."Ehem ... Jadi hanya berdua nih? Aku sama Andres nggak diajak?" timpal Gina sambil melirik Andres."Hanya kami berdua,
Gina menggedikkan bahunya, ia juga merasa ragu sama seperti yang dirasakan Tessa.Kosan yang baru saja disewa Cherly terlihat tidak terawat. Bukan berarti kumuh, akan tetapi, keadaanya yang terlihat lembab."Entahlah, aku juga ragu, Tes. Kosan ini juga berada di paling ujung berbatasan dengan kebun pisang," sahut Gina."Em ... Apa kita kasih saran saja sama Cherly, buat cari lagi kosan yang lain? Aku saja sekarang ini, kok kurang nyaman, ya!" seru Tessa.Gina terdiam, ucapan Tessa ada benarnya juga. Namun, apakah Cherly setuju?"Tapi Cherly sudah membayar sewa selama beberapa bulan ke depan, Tes. Tapi ... Kita coba tanyakan saja nanti kalau dia sudah kembali," sahut Gina.Tak berselang lama, Cherly kembali dengan membawa 3 cup minuman dingin yang ditenteng di dalam kantong kresek bening."Ini buat kalian, huhhh haus banget," ujar Cherly, lantas memberikan 2 cup minuman itu kepada Gina dan Tessa."Terima kasih, Cher. Em ... Cher, kamu yakin mau tinggal di kosan ini?" tanya Gina memasti