Ratri mengaduh kesakitan, ketika dahinya terkena lemparan batu."Kamu nggak apa-apa, Mbak?" tanya Saga khawatir.Dari luar pagar, terlihat Beri menarik tangan Lulu, yang berulah melempar batu barusan.Saga tampak geram melihat itu. Lulu sudah sangat keterlaluan. Lulu masih tidak terima atas pengusirannya itu."Beri, cepat bawa pergi istrimu!" bentak Saga.Beri kemudian berhasil membawa Lulu pergi. Kini Ratri tengah memegangi dahinya yang mengeluarkan cairan merah."Aku ambil kotak obat dulu, kamu tunggu di sini," ujar Saga. Ia kemudian mengambil kotak obat di ruang tengah."Aw!" pekik Ratri, ketika Saga membersihkan dan mengobati lukanya sambil sesekali meniupnya.Aroma mint begitu segar masuk ke dalam hidung Ratri. Tak sadar Ratri memperhatikan Saga begitu lekat."Mbak baik-baik saja?" tanya Saga, ketika menyadari Ratri tengah memperhatikannya.Ratri membuang muka, wajahnya bersemu merah."Ah iya, aku baik-baik saja," jawab Ratri.Setelah urusan selesai, Saga segera mengantar Ratri p
"Ayah pulang ...." "Ye ... Ayah pulang, pasti bawa makanan enak lagi." Teriakkan Gina, anak perempuan yang baru berusia 4 tahun itu begitu menggema di sebuah rumah kecil. Ia berhambur mengambil bungkusan makanan dari tangan ayahnya. Rusdi, sang ayah yang baru pulang bekerja sebagai office boy itu, langsung masuk ke dalam rumah, disambuthangat oleh istrinya yang bernama Ratri. "Wah ayam goreng, tapi kok ada bekas gigitan," ujar Gina, yang baru saja membuka bungkusan makanan itu. "Masa sih, Nak? Sini coba ibu lihat!" Ratri melihat ayam goreng tersebut. "Loh iya, kok ada bekas gigitan, Mas," imbuh Ratri. "Em ... Mungkin penjual ayam goreng itu salah memasukan ayamnya karena saking ramainya pembeli. Makan saja ya yang ada, mungkin itu bukan bekas gigitan. Masa iya sih bekas gigitan dimasukin dan dijual," sahut Rusdi. Gina yang menatap ayam itu, mengangguk lalu memakan ayam goreng itu dengan lahap. Ratri tersenyum melihat putri semata wayangnya itu begitu menikmati makana
"Ngapain kamu buka-buka ponselku?" tanya Rusdi."Em ... Nggak apa-apa, tadi ada yang telepon. Cuma nggak sempat aku angkat, teleponnya sudah mati," jawab Ratri.Rusdi mengambil ponselnya dari tangan Ratri, dan hendak pergi ke dalam kamar. "Tiana itu siapa, Mas?" Tiba-tiba Ratri bertanya seperti itu, karena penasaran."Bukan siapa-siapa, hanya teman kerjaku," jawab Rusdi yang langsung menutup pintu kamar.Ratri terdiam, kemudian ia mendekati Gina."Kok belum dibuka makanannya, Sayang. Katanya lapar?" tanya Ratri.Gina menggeleng, "Sudah, Bu ... Tapi kok ada sambalnya. Gina kan takut pedas, Bu. Apa ayah lupa?" sahut Gina.Ratri mengernyit, ia meraih bungkusan makanan itu dari tangan Gina. "Sini, Ibu lihat!" seru Ratri.Setelah bungkusan makanan itu dibuka, Ratri merasa heran. Makanan berupa sate yang sudah tercampur sambal. Ada beberapa tusuk sate, yang separuh dagingnya sudah tidak utuh."Kenapa begini, ya?" gumam Ratri.Tak ingin berpikiran buruk tentang suaminya. Kini Ratri berusaha
Dengan cepat Ratri menoleh ke arah lain. Ia tak menyangka apa yang dilihatnya akan membuatnya syok."Sayang, perut Ibu sakit. Jadi, nggak apa-apa ya, kita pulang! Nanti kapan-kapan kita ke sini lagi makan enak," imbuh Ratri, dengan cepat ia menuntun anaknya keluar dari cafe.Sementara di dalam cafe, Rara tampak kebingungan ketika menoleh ke belakang. "Loh, Ratri mana, ya?" gumam Rara."Cari siapa, Sayang? Ayo sini duduk, kita makan siang sekarang!" seru Dito, suami dari Rara.Dengan wajah bingung, Rara segera menjawab, "Aku lagi nyari teman aku dan anaknya. Tadi aku ajak mereka kensini, untuk makan siang bareng. Tapi kok sekarang nggak ada, ya!" sahut Rara."Mungkin teman kamu sedang ke toilet," ujar Dito.Rara menggedikkan bahu, kemudian duduk bergabung di meja bersama suami dan rekan kerjanya.Ting ....Rara mendapat pesan masuk ketika ia selesai memesan makanan."Maaf, Ra ... Tiba-tiba perut aku sakit. Lain kali saja kita makan barengnya, Ra. Sekali lagi aku minta maaf," ucap Ratri
"Oke, mas. Ini baru permulaan!" gumam Ratri.Hari ini, sengaja Ratri membuatkan makanan berupa sayur katuk bening, dan menyiapkan baju ganti untuk Gina. Ia mengantarkannya ke rumah Marni, sepupunya."Mar, aku titip Gina, ya! Aku masih ada urusan yang sangat penting. Gina nggak rewel, kan? Nggak usah khawatir soal jajannya. Cukup kasih makan saja dia pasti anteng," ujar Ratri sambil menyerahkan makanan dan baju ganti kepada Marni."Baik, Mbak ... Gina memang anteng kok dari tadi. Bahkan dia sendiri ingin menginap di rumahku. Mbak percaya saja padaku. Semoga urusannya cepat selesai," sahut Marni.Pukul 11.00, sebelum melancarkan aksinya menyelidiki Rusdi. Ratri berencana akan mengunjungi rumah mertuanya."Assalamualaikum, Bu ...."sapa Ratri yang telah berada di depan rumah mertuanya.Kebetulan pintu rumah itu terbuka lebar."Wa'alaikumsalam ...." jawab ibu mertua Ratri yang bernama ibu Nunik dan juga adik Rusdiyang bernama Lulu.Terlihat di ruang tamu, keduanya tengah sibukmelihat-liha
Sungguh, apa yang dilihat Ratri itu sungguh menyakiti hatinya.Dengan tubuh gemetar, Ratri kemudian bersiap menaiki ojek yang sudah disewanya tadi. Karena sebelum pergi ke kantor Rusdi, Ratri sempat meminjam uang kepada Marni."Bang, ikuti mobil itu!" tunjuk Ratri pada mobil yang dikendarai Rusdi."Jaga jarak ya, Bang. Jangan sampai kita ketahuan," ujar Ratri yang disambut oleh anggukan tukang ojek itu.Mobil Rusdi keluar dari parkiran, kemudian melaju membelah jalanan yang sedikit padat.Ketika Ratri fokus menatap mobil yang dikendarai Rusdi. Ratri merasa ponsel di dalam saku celananya bergetar. Sebenarnya ia enggan untuk mengangkatnya. Namun, takut jika yang menelpon ada keperluan penting."Mas Rusdi," gumam Ratri ketika layar ponsel itu tertera nama Rusdi."Halo, Mas!" sapa Ratri."Halo, Rat, kok berisik sekali. Kamu ada dimana?" tanya Rusdi."Eh ini aku ... Ada di jalan. Kebetulan aku habis beli sabun cuci piring di warung pinggir jalan," jawab Ratri sekenanya."Oh ... Ini, Rat, a
"Ya Tuhan ...." Ratri tak tahan mendengar ucapan wanita itu, yang terdengar sangat kurang ajar.Ratri bisa menyimpulkan, jika wanita itu adalah istrinya Rusdi. Namun, sejak kapan mereka menikah?Rahang Ratri bergemelatuk menahan amarah. Namun, sebisa mungkin ia redam. Ia tak ingin membuat kekacauan di cafe itu."Kamu yang sabar, Tiana ... Sudah seminggu ini kan aku bersama kalian terus. Bahkan hari ulang tahun anakku saja, aku nomor duakan demi ulang tahun Cherly yang kebetulan dihari dan tanggal yang sama. Percayalah, aku cinta sama kamu. Nanti akhir pekan, aku pulang lagi ke rumah kita." Rusdi berusaha memberi pengertian kepada wanita yang bernama Tiana."Tiana," batin Ratri. Ia teringat akan kontak yang bernama Tiana, yang pernah menghubungi nomor Rusdi, dimalam ulang tahun Gina. Ia juga teringat akan ucapan Lulu yang memuji-muji nama Tiana."Jadi Tiana anggota keluarga Ibu itu maksudnya ini? Terus alasan Mas Rusdi pulang telat, dia sedang merayakan ulang tahun anak itu? Tega kamu,
"Apa-apaan ini, Ratri?" sentak Rusdi, kaget dengan sikap Ratri yang tiba-tiba bersikap tidak sopan seperti itu.Rusdi mengelap makanan yang menempel di wajahnya.Amarah Ratri meledak seketika, saat melihat makanan yang ada di hadapannya. Makanan sisa bekas Rusdi, Tiana dan anaknya. Dada Ratri naik turun dengan tatapan nyalang ke arah Rusdi."Aku tidak butuh makanan bekas kamu dan istri baru kamu, Mas!" berang Ratri.Tubuh Ratri bergetar hebat, ia merasa jijik atas kelakuan Rusdi."Maksud kamu?" tanya Rusdi.Ratri berdecih, ia tersenyum miring dan membuang muka ketika Rusdi bertanya seperti itu."Aku tidak Sudi memakan makanan bekas kalian. Apa kurang jelas? Katakan, apakah makanan yang setiap hari kamu kasih ke Gina, apakah itu juga merupakan makanan bekas?" tanya Ratri dengan penuh penekanan."Makanan bekas apa? Aku beli baru kok, dari uang tips. Kamu jangan coba-coba menuduh aku, ya. Istri baru, istri baru yang mana?" Imbuh Rusdi, namun terlihat gelagapan.Ratri menghela nafas kasar