Share

lima 2

Mendadak Wahyudi merasa lemas dan pandangan matanya berkunang-kunang. Dia seketika oleng dan hampir saja limbung, jatuh ke belakang kalau dia tidak berpegangan pada pagar rumahnya.

"Apa? Tidak mungkin! Adelia tidak mungkin melakukan hal itu?" desis Wahyudi.

Laki-laki itu menatap ke arah kerumunan laki-laki yang ada di hadapan nya.

"Kalian jangan mengada-ngada! Istri saya tidak mungkin berbuat jahat dan curang pada saya!" ujar Wahyudi dengan badan yang gemetar. Dia merasa takut jika kehilangan rumah yang dimiliki nya sejak tiga tahun lalu sebagai hadiah dari ibunya yang menjual sawah dan sapi demi membelikannya rumah atas keberhasilannya diterima kerja di pabrik konveksi terbesar di kota itu.

Rumah seharga tiga ratus juta itu memang dipilih karena lokasi nya yang dekat dengan pabrik. Dan di pabrik itu lah, tiga tahun kemudian, dia bertemu dengan Adelia, karyawan junior yang datang dari desa ke kota dan diterima bekerja di pabrik tempat Wahyudi bekerja.

Adelia yang cantik jelita alami, langsung menarik perhatian Wahyudi dan beberapa karyawan lain. Perlu perjuangan yang lumayan berliku untuk Wahyudi memenangkan hati Adelia. Dan Wahyudi pun seakan ketiban durian runtuh saat Adelia menerima cintanya.

Hanya saja menuruti aturan dari pabrik, bahwa pasangan suami istri tidak boleh bekerja di dalam pabrik yang sama, maka Adelia memutuskan untuk berhenti bekerja di pabrik itu dan menikah dengan Wahyudi.

"Heh! Pak, Bapak! Jangan melamun ya! Kosong kan segera rumah ini!" seru laki-laki tinggi di hadapan Wahyudi seraya mengibaskan tangannya.

Wahyudi yang sedang terpuruk segera menguasai diri lalu menatap ke arah kerumunan laki-laki di hadapan nya.

"Bagaimana kalau saya tidak mau pergi dari rumah saya? Ini rumah saya! Ibu saya bahkan menjual sawah dan sapi untuk membeli rumah ini untuk saya! Eh, kalian kok mendadak memaksa saya untuk pergi dari rumah yang telah diberikan oleh ibu saya!" tegas Wahyudi. Meskipun satu lawan banyak, Wahyudi siap menjabanin, asalkan rumahnya tidak jatuh di tangan pada debt collect*r.

Laki-laki di hadapan nya mendelik. "Kami akan mengeluarkan barang-barang bapak dengan paksa!" serunya. Dia lalu memerintah kan anak buahnya untuk mulai melompati pagar rumah Wahyudi.

Anak buah lelaki itu segera melakukan instruksi dari bosnya dan dua orang dengan cekatan melompati pagar dan dalam waktu sekejap telah berada di dalam pagar rumah Wahyudi. Wahyudi yang panik segera berteriak dan berusaha menghentikan mereka.

"Astaga! Apa-apaan kalian! Kalian tidak punya bukti kalau sudah memiliki sertifikat rumah saya! Jangan mengada-ngada!"

"Saya punya buktinya! Saya memiliki sertifikat rumah ini dan foto kopi K T P bapak serta istri bapak. Ada lagi, saya juga mempunyai surat kuasa yang telah ditandatangani oleh bapak yang menyebut kan persetujuan bahwa bapak memperbolehkan rumah ini dijamin kan untuk meminjam uang pada saya."

Wahyudi terdiam sejenak. Dia terhenyak dan menatap tak percaya pada laki-laki di hadapannya.

"Saya nggak percaya," desis Wahyudi lirih.

"Mari kita masuk ke dalam rumah. Saya akan membuktikan bahwa saya memiliki bukti-bukti yang saya sebutkan!"

Wahyudi terdiam dan tidak merespon ucapan laki-laki di hadapan nya. Dia lalu menggeserkan-geserkan slot pagar yang memang agak macet lalu membuka pagarnya perlahan.

Laki-laki itu bergegas masuk ke dalam rumah. Lalu mengetuk pintu rumah nya berkali-kali.

"Del, Adel! Bukakan pintu!"

Hening, tak ada suara. Tanpa putus asa, Wahyudi lalu meraih ponsel nya dan menelepon istri nya itu. Tapi nihil, nomor istri nya tidak aktif.

"Pak, cepat kemasi barangnya! Kami juga harus melaksanakan tugas dari bos kami!" ujar laki-laki di hadapan nya tampak tak sabar.

Wahyudi menatap ke arah laki-laki itu. "Tunjukkan dulu bukti-bukti yang tadi kamu katakan!" tantang Wahyudi.

"Oke!"

Laki-laki di hadapan Wahyudi menunjukkan tas tenteng hitamnya lalu mengeluarkan isinya. Tampak sebuah map kertas warna biru yang segera diletakkan nya di atas meja plastik di teras.

Wahyudi mendelik saat melihat satu persatu bukti yang dipegang nya. Dia baru sadar kalau sebulan setelah menikah, Adelia meminta tanda tangan nya yang katanya untuk mencairkan dana BLT atau bansos saat dia baru saja tidur. Waktu itu dengan mata setengah terpejam karena masih mengantuk, Wahyudi segera menandatangani kertas yang disodorkan oleh istrinya agar dia bisa segera tidur kembali.

"Jadi kapan rumah bapak akan segera dikosongkan?" tanya laki-laki tinggi di hadapan nya.

Baru saja Wahyudi akan menjawab, terdengar suara salam dari pintu gerbang.

Seorang laki-laki berseragam masuk ke teras rumah nya dan mengeluarkan amplop coklat dari dalam tas punggung nya.

"Apa benar rumah ini adalah rumah pak Wahyudi?"

Wahyudi mengangguk. "Saya Wahyudi." Wajahnya menegang. 'Ada apa lagi ini?" gumamnya galau.

"Bapak siapa?" tanya Wahyudi.

"Saya juru sita dari pengadilan agama ingin mengantarkan jadwal sidang mediasi dari istri Pak Wahyudi."

Next?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status