Share

lima 6

Penulis: ananda zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-20 03:59:20

Wahyudi seketika mendelik mendegar kata-kata sang adik.

"Aduh, Gusti! Cobaan apa lagi ini?"

Wahyudi segera berdiri dari posisi berbaringnya di kursi. Dia nyaris terjatuh tersandung kaki meja saat kepalanya terasa mendadak pusing.

"Astaga! Ada apa sih?! Jangan-jangan kolesterol atau tekanan darah ku naik karena selama ini aku jarang banget nakan sayur. Hanya awal menikah dulu saja. Setelah empat bulan menikah, Adelia mulai masak yang enak-enak. Dan sembilan bulan pernikahan ini, dia minggat begitu saja. Tanpa pesan pula," gumam Wahyudi duduk di lantai dengan duduk di kursi sofa ruang tamunya.

"Hah! Adelia bikin stres aja. Belum lagi ibu ini, kenapa justru cari ribut dengan pak Sanusi sih? Padahal ibu tahu kalau bapaknya Adelia itu kayak preman pasar. Tapi kok bisa-bisanya sih ibu cari keributan di sana. Gimana kalau bapaknya Adelia tahu aku memberikan nafkah lima ribu pada anaknya? Tapi, aku kan cuma ngajari Adelia agar berhemat agar kami bisa mulai menabung jika dia hamil?" gumam Wahyudi.

Laki-laki itu menghela napas panjang lalu berdiri perlahan dan berjalan ke arah pintu.

Mendadak ponsel nya berdering. "Astaga, kenapa Wawan menelepon lagi sih?" gerutu Wahyudi setelah dia melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Dengan segera, dia menerima panggilan telepon dari adiknya itu.

"Halo, Wan? Ada apa lagi sih?"

"Halo, Mas. Kamu lama amat sih nyampeknya? Aku kerepotan misahin ibu nih!"

"Heh, iya-iya. Aku mau otewe kerumah pak Sanusi. Tolong jaga mereka agar nggak ada baku hantam," pinta Wahyudi lagi.

Klik. Tak ada sahutan dari Wawan karena adiknya itu memutuskan sambungan telepon.

Wahyudi menutup pintunya dengan gusar. "Duh,bahaya enggak ya kalau aku meninggalkan rumah ini tanpa dikunci? Dulu biasanya saat aku keluar rumah, ada Adelia yang menunggu di rumah sehingga tidak perlu dikunci. Tapi sekarang, duh, gimana ya kalau nggak dikunci? Mana udah jam delapan malam," keluh Wahyudi lagi.

Laki-laki itu berpikir sejenak. "Ah, embuh, aku pasrah saja, yang penting sekarang aku harus memisahkan ibu dengan pak Sanusi daripada terjadi per ang du nia ketiga," gumam Wahyudi.

Lelaki itu lalu mengunci sl*t pagar yang agak macet lalu segera melajukan motor nya menuju ke rumah mertuanya.

"Nah, itu dia baru datang! Sumber dari segala sumber masalah kaburnya Adelia pasti kamu, Yud! Ngaku kamu! Kamu pasti berbuat ja hat pada Adelia! Kalau kamu tidak mendahului berbuat sesuatu yang salah, Adelia tidak akan minggat! Saya tahu siapa anak saya!" seru pak Sanusi seraya menunjuk ke arah Wahyudi.

"Heh, Pak! Jangan sembarangan kalau ngomong! Anak bapak itu yang tidak bisa dididik menjadi istri soleha! Anak saya itu sedang mengupayakan anak bapak agar bisa menabung sebagai persiapan hamil dan melahirkan. Eh, Adelia malah kabur. Gimana sih? Makanya pak, Bu, kalau punya anak, dididik yang benar dong! Jangan sampai membuat anak saya kesusahan!" omel Ambar.

"Hah? Apa ibu bilang? Siapa yang tidak bisa mendidik anak dengan benar?! Ibu atau saya?! Saya yakin kalau Wahyudi telah menyakiti hati anak saya!" sergah Wati, ibu Adelia dengan berang seraya menuding wajah Ambar yang berang.

Ambar mendelik dan nyaris menjambak rambut Wati. Di sebelah Ambar, Wawan berusaha menahan tangan Wati agar tidak terulur dan menarik rambut lawan bicaranya. Wahyudi segera turun dari motor dengan wajah memucat dan berusaha menghalau para tetangga yang berdiri di depan pintu rumah mereka. Bahkan beberapa di antaranya berkerumum di depan pintu gerbang.

"Bu! Bu! Sudah, Bu! Jangan membuat keributan. Kita bisa kan mencari mbak Adelia dengan hati-hati? Malu sama tetangga, Bu!" desis Wawan. Ambar mendelik.

"Kalau ibu tidak bertindak, kakak kamu bisa kehilangan rumah pemberian ibu karena digadai ipar kamu, Wan! Hal ini tidak dapat dibiarkan! Keluarga Adelia harus bertanggung jawab atas kejadian ini!" seru Ambar berapi-api.

"Bu Ambar!" seru pak Sanusi dengan tegas.

Ambar segera menatap ke arah Sanusi dengan berkacak pinggang.

"Ada apa?! Apa perkataan saya salah?" tanya Ambar.

"Kita selesai kan di dalam! Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan pada Wahyudi. Kalau memang Adelia yang salah, kami sebagai orang tua akan bertanggung jawab. Tapi sebaliknya, jika Wahyudi yang salah, saya minta kalian harus sportif dan bertanggung jawab juga! "

Ambar berpikir sejenak.

"Baiklah, saya berani! Wahyudi sini kamu, hari ini semua masalah kamu harus sudah clear!"

Ambar memanggil Wahyudi untuk mendekat. Anaknya menatap ke arah ibunya dengan ragu.

"Sekalian juga panggil pak RT atau warga biasa untuk menjadi saksi tentang siapa yang salah!" tantang Ambar.

Sanusi pun menuruti permintaan besannya dan setelah semua orang siap, semua orang duduk di kursi ruang tamu rumah Sanusi.

"Baiklah, saya ingin bertanya pada Wahyudi, langsung saja tanpa basa basi, pertama apakah kamu pernah melakukan KDRT secara fisik atau psikis pada anak saya?"

Wahyudi menatap ke arah mertuanya dengan tegas.

"Saya tidak pernah melakukan KDRT pada Adelia sedikit pun!"

"Tuh, kan benar! Anak saya ini tidak bersalah!" cetus Ambar dengan nada puas.

"Pertanyaan belom selesai, Bu!" ujar Sanusi. "Pertanyaan kedua, Wahyudi, apakah kamu pernah selingkuh?"

"Tidak pernah! Saya sangat setia pada istri saya!" tegas Wahyudi, membuat ibunya semakin bangga dan puas.

"Nah, kalian kini harus membayar ganti rugi rumah milik Wahyudi yang sertifikat nya diserahkan oleh Adelia pada rentern*!" seru Ambar menepuk dada.

Sanusi tetap tenang dan mengarahkan pandangan nya ke arah Wahyudi. Sedang kan Wati hanya melotot ke arah besannya.

"Pertanyaan ketiga, berapa nafkah yang kamu berikan pada anak saya?!"

Wajah Wahyudi seketika memucat. Tapi sebelum menjawab pertanyaan dari mertuanya, ibunya lebih dulu menukas, "Seratus ribu! Iya kan, Yud?!" tanya ibunya dengan mengedikkan sebelah matanya.

Wahyudi menatap ke arah ibunya lama. "E, e, itu... "

"Tunggu sebentar! Ada yang terlupa. Seharusnya saya melakukan nya sejak tadi."

Sanusi masuk ke dalam ruang tengah rumahnya dan saat keluar, dia sudah membawa kitab al-quran di tangannya.

"Bersumpah lah di atas Al-Qur'an dan membawa nama Allah jika ketiga jawaban kamu tadi benar!" instruksi Sanusi seraya menyerah kan Al-Qur'an pada menantunya.

Wahyudi menerimanya dengan kikuk.

"Jawab pertanyaan saya! Bukan hanya orang-orang di sini yang menjadi saksi. Tapi Allah juga. Berapa nafkah perhari atau perbulan yang telah kamu berikan pada anak pertama saya?!" tanya Sanusi sekali lagi.

Wahyudi menelan ludah dengan susah payah. Ambar mendadak menghela napas berat.

"Saya... Memberikan nafkah pada Adelia sejumlah lima ribu rupiah per hari," sahut Wahyudi dengan nada tercekat.

"Astaga! Kamu keterlaluan! Kamu tega sekali memberikan nafkah tak layak untuk anak saya! Untung anak saya tidak ma ti kelaparan!" seru Wati dengan segera mendekat ke arah Wahyudi dan dengan gerakan secepat kilat, ibu Adelia itu menam par pipi Wahyudi kanan dan kiri sekuat tenaga.

"Plaakk! Plakkk!"

"Hah, saya menyesal telah menyetujui pernikahan Adelia denganmu! Seharus nya kamu ini dilaporkan ke polisi karena menelantarkan anak saya! Gaji kamu seperti nya lebih dari cukup jika kamu berikan pada anak saya untuk uang nafkah!" ujar Wati emosi membuat Wahyudi dan Ambar berpandangan.

Next?

Bab terkait

  • NAFKAH LIMA RIBU   lima 7

    "Hah, saya menyesal telah menyetujui pernikahan Adelia denganmu! Seharus nya kamu ini dilaporkan ke polisi karena menelantarkan anak saya! Gaji kamu seperti nya lebih dari cukup jika kamu berikan pada anak saya untuk uang nafkah!" ujar Wati emosi membuat Wahyudi dan Ambar berpandangan. "Eh, bu Wati! Dulu itu saat saya baru menikah dengan almarhum bapaknya Wahyudi, semua cukup-cukup saja tuh! Uang lima ribu bisa makan enak dengan kenyang. Bahkan sampai saya sampai punya anak pun saya dan anak-anak bisa makan puas tanpa kelaparan! Saya bahkan rajin nanem-nanem singkong, tomat, lombok dan pisang, beberapa tanaman juga saya rawat sehingga bisa dimasak. Saya juga miara ayam, kambing dan sapi buat bantu perekonomian keluarga. Dasar Adelia nya saja yang malas. Dia mana pernah kepikiran untuk berhemat dan menabung untuk masa depan anak-anak nya kelak! Bisanya memboroskan uang suaminya. Jadi perempuan itu harusnya bisa membantu suami cari duit!" ucap Ambar berapi-api. Sanusi dan Wati yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04
  • NAFKAH LIMA RIBU   lima 8

    Baru saja Wahyudi memarkirkan motor nya di pinggir jalan dekat warung, saat dia melihat sosok Adelia melintas keluar dari warung. "Astaga! Adelia!" seru Wahyudi. Wahyudi segera melompat dari motor nya dan hampir berlari mengejar sosok perempuan yang berjalan dengan cepat. "Del, Adelia!" seru Wahyudi lirih. Karena dia antara yakin dengan tak yakin terhadap pandangan nya. Malam itu gelap, mendung. Bulan dan bintang bersembunyi di balik awan. Lampu warung memang terang, hanya sebatas di dalam dan teras warung, sedangkan di sekeliling warung hanya ada lampu jalan yang berwarna kekuningan. Perempuan berambut panjang dan bercelana jins yang berjarak kurang lebih dua ratus meter dari tempat Wahyudi memarkir motor memalingkan wajahnya sekilas ke belakang, dan Wahyudi terkesiap saat melihat tulang pipi dan hidung mancung nya. "Del! Adel!"Wahyudi semakin bersemangat mengejar perempuan itu namun tiba-tiba dia menabrak seseorang, hingga seseorang itu terjatuh. "Aduh!" pekik orang yang dit

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04
  • NAFKAH LIMA RIBU   lima 9

    Beberapa bulan sebelumnya, "Ini uang bulanan kamu," ujar Wahyudi setelah dia baru saja gajian. Dengan mata berbinar, Adelia menerima amplop tipis berwarna coklat yang diulurkan oleh sang suami. Dahi Adelia sedikit berkerut saat membuka amplop coklat itu dan melihat isinya. "Seratus lima puluh ribu? Ini sehari kan, Mas?" tanya Adelia menatap Wahyudi dengan penuh harap. "Sehari? Sebulan lah, Del. Makanya sehari kalau bisa kamu belanja lima ribu saja. Beras, bumbu, LPG, listrik, air dan minyak goreng biar menjadi urusan ku. Kamu hanya perlu beli lauk dan sayur. Cukup kan? Lagipula Kita belum punya anak."Adelia melongo. "Astaga, Mas. Kok kamu tega sih. Mana cukup uang lima ribu sehari?" protes Adelia. Wahyudi menatap Adelia dan memeluk istrinya erat."Cukup, Sayang. Tahu tempe dan seikat bayam bisa kok buat sehari. Aku juga jarang makan di rumah. Jadi untuk makan kamu saja ya. Jangan boros-boros jadi istri. Kita harus menabung untuk calon anak kita mumpung kamu belum hamil."Adelia

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04
  • NAFKAH LIMA RIBU   lima 10

    Adelia tersenyum kecut dan dalam pikirannya, dia sudah merencanakan pembalasan untuk suami pelitnya itu. 'Awas saja kamu, Mas! Aku tidak ikhlas dengan nafkah yang kamu berikan! Aku akan membuatmu menyesal lebih memilih ibu dan teman-teman kamu.'"Hm, Mas. Bagaimana kalau gaji kamu masuknya ke rekeningku saja?" tanya Adelia lagi mencoba menawarkan solusi. Wahyudi mendelik. "Apa? Masuk ke rekening kamu? Nggak salah tuh? Aku lo yang kerja seharian. Biar aku lah yang mengatur keuangan. Hm, aku dan ibu. Kamu percaya saja pada ibuku yang amanah. Buktinya kan aku bisa punya rumah ini karena pemberian ibuku yang telah berhemat dari dulu, Del."Adelia menghela napas panjang. "Tapi, Mas. Uang lima ribu itu kalau untuk sehari... ""Adelia, aku tidak tahu kenapa hari ini kamu ngeyel sekali. Kita baru menikah dua bulan, dan aku tidak ingin kita bertengkar hanya gara-gara masalah uang.""Hanya kamu bilang, Mas? Uang ini memang segalanya, tapi segala-galanya butuh uang. Lalu kenapa kamu justru le

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04
  • NAFKAH LIMA RIBU   lima 11

    Wahyudi menghela napas panjang. Pikiran nya berkecamuk kebingungan."Sepertinya besok aku harus datang ke pengadilan agama. Daripada aku harus membayar hutang Adelia, lebih baik aku meminta maaf padanya. Dan akan jauh lebih baik jika dia kerja di rumah."Wahyudi menghela napas panjang lalu tersenyum lebar. Merasa menemukan ide cemerlang. "Yah, betul sekali! Dengan minta modal dari keluarga nya, dia bisa saja jualan online atau jualan makanan ringan. Dekat perumahan kan ada SD. Wah ide bagus! Dengan begitu Adelia bisa membayar utangnya pada debt collect*r itu. Nanti kalau kurang, aku tambahin saja.Daripada aku harus berpisah dengan Adelia, lalu mulai lagi harus mengenal perempuan lain. Ah, malah ribet. Apalagi nanti kalau berpisah dengan Adelia, nggak ada yang menyapu, mengepel, mencuci, dan menyetrika bajuku. Hah, daripada capek-capek melakukan pekerjaan rumah tangga padahal aku sudah kecapean di pabrik, atau buang-buang duit untuk mencari dan membayar ART, tidak ada salahnya aku m

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • NAFKAH LIMA RIBU   lima 12

    Beberapa hari sebelum nya, Suara ketukan pintu di rumah Roni membuat lelaki yang sedang memegang sapu itu berlalu ke arah pintu depan rumah nya. "Eh, kamu Yud. Ayo masuk dulu. Aku masih mau nyapu-nyapu rumah," ujar Roni setelah membuka pintu. Pemuda itu mengerut kan keningnya saat melihat Wahyudi yang sedang datang ke rumahnya pagi-pagi."Hm, aku enggak lama kok, Ron. Jadi aku di depan pintu saja. Aku hanya ingin minta tolong padamu," ujar Wahyudi dengan wajah memelas."Oh ya? Minta tolong apa, Yud?""Tenang saja, kali ini aku tidak akan meminjam uang padamu. Aku hanya ingin meminta kamu menjadi saksi saat aku sidang kedua di pengadilan. Jadwal nya seminggu lagi. Rencana nya aku tidak ingin melibatkan ibu dan keluarga ku yang lain dalam kasus perceraian ku. Karena ibuku juga menyuruhku bercerai tapi aku ingin mempertahankan rumah tanggaku. Jadi aku ingin mengajak kamu menjadi saksi yang membelaku di depan hakim. Untuk saksi lain, aku akan mengajak teman yang lain. Jadi kamu mau kan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • NAFKAH LIMA RIBU   lima 13

    LIMA RIBU DI TANGAN ISTRI YANG TEPAT13 A"Pak Wahyudi! Jangan membuat keributan di sini! Saya bisa melaporkan bapak ke kantor polisi atas tuduhan penganiayaan!" ujar Rosa dengan tegas. Ambar dan Wawan segera mendekat ke arah Wahyudi dan masing-masing dari mereka menarik tangan Wahyudi. Wahyudi menggeram dengan kesal dan perlahan berdiri menjauh dari tubuh Roni. Roni mengusap sudut bibirnya yang berdarah akibat pukulan Wahyudi. Dia sangat ingin membalas Wahyudi, tapi ditahan nya. Dia tidak ingin memperburuk karir nya maupun sang kakak. "Tuduhan kamu palsu. Kamu tidak mempunyai bukti tentang apa yang sudah kamu katakan," sahut Roni. Wahyudi menghela napas kasar, lalu menatap ke arah Roni dengan tajam. "Awas saja kamu! Aku pasti akan membuat kamu menyesal!" ujar Wahyudi sebelum dia akhirnya pergi karena ajakan adik dan ibunya. "Yud, kita pergi saja. Jangan membuat malu dan masalah lagi!" bisik Ambar di telinga anak sulung nya. Wahyudi mendengkus kasar dan segera pergi dari ruang

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • NAFKAH LIMA RIBU   lima 14

    "Astaga, dompet ku ilang! Copet! Copet!" teriak Wahyudi dengan pilu. Beberapa orang berlari ke arah Wahyudi. Lelaki itu menunjuk-nunjuk ke arah copet itu berlari. "Tolong bantu saya! Saya dicopet!" seru Wahyudi. Dia berteriak dengan keras lalu berlari ke arah berlarinya si copet. Beberapa orang membantu Wahyudi ikut mengejar copet itu. "Apa warna baju copet nya, Pak?" tanya orang yang ikut membantu Wahyudi mengejar copet itu. "Baju nya hitam, Pak. Pakai masker!" ujar Wahyudi disertai napas yang ngos-ngosan. "Sial*n! Cepet banget larinya copet itu!" gumam Wahyudi kesal. Karena memang setelah beberapa saat mengejar si copet, mereka tidak bisa menemukan jejak copet itu. Tapi dia tetap melanjutkan berlari karena arah jalannya hanya satu, jadi menurut pikiran Wahyudi, pencopet itu masih bisa terkejar dan tidak mungkin bisa berlari jauh. Wahyudi dan beberapa orang yang ikut berlari sampai di persimpangan jalan. Wahyudi yang kecapean dan merasa perutnya mual karena baru makan tapi lan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06

Bab terbaru

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 44 (tamat)

    "Halo, selamat sore. Ini dari kepolisian. Pemilik ponsel ini ditahan atas laporan para korban investasi bodong. Kalau bapak merasa menjadi salah satu korbannya, silakan datang ke kantor polisi untuk memberikan kesaksiannya besok," ujar suara seberang membuat Wahyudi merasa lemas seketika."Astaga, tidak mungkin kalau teman saya menipu saya! Bapak pasti bercanda kan?! Mana teman saya? Saya ingin memastikan kalau dia sedang becanda dengan saya," ujar Wahyudi berusaha untuk tidak panik, walaupun di dalam hatinya, dia merasakan cemas bukan main. "Saya sedang tidak bercanda. Jika bapak tidak percaya, silakan datang ke kantor polisi sekarang," ujar suara dari seberang membuat Wahyudi hanya bisa menelan ludah dan menghela napas berat. ***"Aku ditipu, Bu. Aku ditipu teman ku. Uang dari pemkab habis semuanya. Aku harus bagaimana, Bu?" tanya Wahyudi panik setelah pulang dari kantor polisi. "Kamu sih, Mas, nggak bisa hati-hati kalau investasi, sekarang jadinya harus seperti ini kan?" sahut W

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 43

    Suasana pantai yang indah dengan deburan ombak saat matahari tenggelem membuat suasana semakin indah. Angin semilir memainkan rambut Adelia hingga mengembang bergelombang semakin indah. Roni mengajak Adelia ke pantai dan melihat ke arah laut lepas. Mereka duduk di warung sea food pinggir pantai. Adelia menatap ke arah lautan dengan senyum terkembang. "Kamu senang dengan pantai kan?” tebak Roni. Adelia mengangguk. " Iya, senang banget. Biasanya kalau liburan sekolah, aku dan keluarga jalan-jalan ke pantai. Hm, darimana kamu tahu soal itu, Mas?" tanya Adelia penasaran. Roni tersenyum penuh misteri. "Sebenarnya aku juga mendekati bapak dan ibu kamu. Aku sering menyapa beliau dan menanyakan makanan dan tempat favorit," sahut Roni serius. Tapi Adelia mendelik. "Apa? Kamu serius, Mas? Bapak dan ibuku termasuk orang tua yang kaku dan susah didekati lho." Roni tersenyum. "Bukti nya aku mendapatkan informasi tentang pantai dan seafood dari bapak dan ibu kamu. Rasanya aku menemukan kedua

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 42

    "Dasar pelakor! VAlakor kamu ya! Gatel! Kamu telah selingkuh dengan suami saya kan?! Dan sekarang kamu hamil dengan suami saya. Saya tidak terima!! Huh, sialan! Pelakor kurang ajar! Akan ku seret kamu ke kantor polisi!" seru perempuan bertubuh subur itu dan di samping perempuan itu tampaklah Jarot dengan wajah pucat dan tangan gemeteran berusaha melerai istrinya dan Wina yang saling menjambak dengan kencang. "Astaga! Apa tadi kata istri pak Jarot?!" desis Wahyudi dengan suara parau. Dia ingin melangkah maju ke arah istrinya, tapi kesulitan karena ada beberapa orang di depannya termasuk kedua satpam yang berjalan lebih dulu yang segera melerai Wina dan istri Jarot. "Jangan membuat keributan di sini! Kalau ada masalah pribadi, selesai kan saja di luar," ujar salah seorang satpam seraya berusaha melepaskan cengkeraman tangan istri Jarot dari rambut Wina. "Nggak bisa begitu, Pak! Ini urusan kami bertiga! Bapak jangan ikut campur! Jalang ini sudah berselingkuh dengan suami saya!" seru i

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 41

    Beberapa saat sebelumnya, Wahyudi memastikan bahwa tidak ada satupun CCTV yang terpasang di kafe ini. Setelah membulatkan tekad, dia memutuskan untuk menjalankan rencana jahatnya. "Awas saja kamu, Del! Aku tidak akan tinggal diam melihat kamu hidup dengan bahagia, sementara aku dan ibuku hidup menderita. Aku akan membuat usaha kamu bangkrut dan rugi, Del!" gumam Wahyudi lirih. Dia lalu mencabut tiga helai rambut dan menggigit kukunya lalu memasukkannya ke dalam mangkuk. Selanjutnya dia berteriak sambil berseru jijik. "Astaga! Pelayan! Pelayan! Apa-apaan ini! Kenapa jorok sekali makanan di sini!" Beberapa pelanggan menatap dengan penuh tanda tanya pada Wahyudi. Sementara itu Wahyudi tampak semakin merasa marah karena tidak ada pelayan yang mendatangi nya dan dia merasa tidak dipedulikan. "Woi! Pembeli adalah raja! Awas ya kalian! Karyawan dan pemilik kafe di sini akan ku viralkan! Saya mau protes! Saya tidak terima dengan pelayanan kafe ini!" ujar Wahyudi dengan nada tinggi. Suar

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 40

    Ambar menjerang air di dalam panci kecil. Lalu setelah mendidih, dia memasukkan mie nya kedalam panci. Saat dia meraih sendok sayur untuk mengaduk mie di dalam panci, Ambar merasa kepalanya pusing sekali. Dan dalam waktu cepat, pandangan mata nya juga menggelap. Akhirnya tubuh Ambar jatuh berdebum di lantai dapur meninggalkan kompor yang masih menyala. Kompor yang menyala secara terus menerus menghanguskan kan air dan mie yang ada di dalam panci kecil dan bahkan menyambar lap dapur yang ada di samping nya. Tak perlu menunggu lama, api yang telah melahap lap dapur, menyambar dinding dan sekitarnya. Lidah api sudah mencapai tabung LPG, tapi Ambar masih belum tersadar dari pingsan nya. Seketika tabung gas LPG meledak dan menyambar seluruh dinding dan pintu dapur yang menghubungkan dengan halaman belakang rumah Wahyudi. Roni yang rumahnya hanya berjarak lima ratus meter dari rumah Wahyudi, dan saat itu baru saja pulang dari menemui Adelia terkejut saat melewati jalan setapak di belaka

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 39

    "Oh, jadi selama ini kamu bersekongkol dengan orang ini untuk berpura-pura menjadi debt colector dan menipu anak saya?!" Sebuah suara keras yang mendadak terdengar dari arah belakang membuat Adelia dan Agus terkejut. Tampak Ambar dengan berkacak pinggang melotot pada mantan menantunya itu. Adelia menoleh ke arah mertuanya dan tersenyum lebar. "Hai, Bu Ambar! Apa kabarnya? Rukonya sudah laku," ujar Adelia tenang. Ambar semakin keki dan kesal. Dia maju beberapa langkah dan langsung mengayunkan tangannya ke arah Adelia. "Kamu ya? Benar-benar parasit!" teriak Ambar.Tangan Roni hampir menangkap tangan Ambar, tapi rupanya Adelia sudah lebih dulu menangkap tangan mertua nya. Dikibaskannya tangan Ambar perlahan. "Tenang, Bu Ambar. Apa ibu tahu jika penganiayaan bisa dipenjarakan? Apa ibu mau terus menerus membayar kerugian yang saya alami akibat perbuatan ibu dan anak ibu sampai uang ibu habis?" tanya Adelia tenang. Ambar hanya bisa mendelik dan mengepal kan tangan tanpa menyentuh Ade

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 38

    "Ga sengaja Gundulmu! Lihat akibat perbuatan kamu! Saya tidak bisa makan malam! Kamu napi baru sengaja mencari masalah dengan saya ya?!" tanya napi gundul itu lalu tanpa ba bi bu, dia menonjok wajah Wahyudi. Buakkk!! "Aaaarghhh!"Wahyudi tersungkur dan keningnya terbentur di lantai penjara yang dingin. Dia menghela napas panjang dan mencoba duduk. Tapi mendadak dia merasakan punggung nya berat. Rupanya si Gundul telah menginjak punggung Wahyudi sekuat tenaga. "Heh, makanya jangan belagu, Lu! Gue dengar Lu masuk sini karena nabrak cewek sampai operasi ya? Orang-orang di sel sini paling ga demen dengan laki-laki yang mainin dan kasar pada perempuan, tahu!" seru Si Gundul. Dia menekan lututnya dan mencondongkan badannya ke depan sehingga berat badannya bertumpu pada punggung Wahyudi. Wahyudi yang tidak paham dengan kesalahannya, hanya terdiam. Tapi batinnya menggerutu. 'Ck, siapa sih orang ini?! Sok banget! Mentang-mentang paling gede dan kekar!' batin Wahyudi merasa kesal. "Heh! L

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 37

    Roni menatap Adelia dengan serius. "Tapi aku nggak butuh itu. Aku hanya berharap kamu menerima cinta aku. Kamu memang lebih kaya dari aku sekarang. Tapi aku akan berusaha lebih keras lagi untuk mencukupi kebutuhan kamu. Aku serius ingin menikah dengan kamu, Del. Kamu tahu kan kalau aku mencintaimu sebelum kamu mendapatkan semua uang ini?" tanya Roni. Adelia tersenyum. "Iya aku tahu kok kalau kamu tulus. Dan aku mau..."Roni terkejut mendengar jawaban dari Adelia. Matanya sampai melotot dan menatap lawan bicaranya penuh tanda tanya. "A-apa tadi kamu bilang, Del? Coba ulangi lagi?!" pinta Roni penuh harap. Dia ingin memastikan jika telinganya tidak salah mendengar. Adelia tersenyum. "Aku mau, Mas.""Kamu ... Mau apa?"Pipi Adelia bersemu merah. "Aku mau menerima cinta kamu, Mas," jawab Adelia tersenyum. "Benarkah? Alhamdulillah!" seru Roni. Tanpa sadar dia langsung merentang kan kedua tangannya untuk memeluk Adelia. Adelia yang terkejut, refleks memundurkan posisi duduknya. "Eh,

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 36

    "Astaga, apa-apaan anak itu!? Kenapa aku yang harus bersih-bersih rumah? Harusnya dia yang banyak gerak biar persalinan nya lancar?! Enak saja nyuruh-nyuruh aku? Emangnya aku ini asisten rumah tangganya?!" gumam Ambar kesal dan segera keluar dari kamar dengan wajah marah. Ambar berhadapan dengan menantu nya Wina. Ambar berkacak pinggang, sedangkan Wina menyedekapkan keduanya tangannya di depan dada. "Win, kamu ternyata anak yang seperti ini ya?! Untung saja kamu hamil cucuku. Kalau tidak...""Kalau tidak memangnya kenapa, Buk? Bukan kah ibu di sini untuk menemani dan membantu ku saat hamil karena anak ibu dipenjara?"Ambar terdiam sejenak. Tidak menyangka bahwa anak temannya yang berstatus sebagai menantu nya akan berani melawannya. "Saya memang ingin menemani kamu karena kasihan melihat kamu sendirian ditinggal anak saya di penjara. Tapi saya juga nggak mau kalau menjadi asisten rumah tangga kamu, Win," ujar Ambar menurunkan nada suaranya. Wina mendelik. "Lho kalau begitu nggak a

DMCA.com Protection Status