Adelia tersenyum kecut dan dalam pikirannya, dia sudah merencanakan pembalasan untuk suami pelitnya itu. 'Awas saja kamu, Mas! Aku tidak ikhlas dengan nafkah yang kamu berikan! Aku akan membuatmu menyesal lebih memilih ibu dan teman-teman kamu.'"Hm, Mas. Bagaimana kalau gaji kamu masuknya ke rekeningku saja?" tanya Adelia lagi mencoba menawarkan solusi. Wahyudi mendelik. "Apa? Masuk ke rekening kamu? Nggak salah tuh? Aku lo yang kerja seharian. Biar aku lah yang mengatur keuangan. Hm, aku dan ibu. Kamu percaya saja pada ibuku yang amanah. Buktinya kan aku bisa punya rumah ini karena pemberian ibuku yang telah berhemat dari dulu, Del."Adelia menghela napas panjang. "Tapi, Mas. Uang lima ribu itu kalau untuk sehari... ""Adelia, aku tidak tahu kenapa hari ini kamu ngeyel sekali. Kita baru menikah dua bulan, dan aku tidak ingin kita bertengkar hanya gara-gara masalah uang.""Hanya kamu bilang, Mas? Uang ini memang segalanya, tapi segala-galanya butuh uang. Lalu kenapa kamu justru le
Wahyudi menghela napas panjang. Pikiran nya berkecamuk kebingungan."Sepertinya besok aku harus datang ke pengadilan agama. Daripada aku harus membayar hutang Adelia, lebih baik aku meminta maaf padanya. Dan akan jauh lebih baik jika dia kerja di rumah."Wahyudi menghela napas panjang lalu tersenyum lebar. Merasa menemukan ide cemerlang. "Yah, betul sekali! Dengan minta modal dari keluarga nya, dia bisa saja jualan online atau jualan makanan ringan. Dekat perumahan kan ada SD. Wah ide bagus! Dengan begitu Adelia bisa membayar utangnya pada debt collect*r itu. Nanti kalau kurang, aku tambahin saja.Daripada aku harus berpisah dengan Adelia, lalu mulai lagi harus mengenal perempuan lain. Ah, malah ribet. Apalagi nanti kalau berpisah dengan Adelia, nggak ada yang menyapu, mengepel, mencuci, dan menyetrika bajuku. Hah, daripada capek-capek melakukan pekerjaan rumah tangga padahal aku sudah kecapean di pabrik, atau buang-buang duit untuk mencari dan membayar ART, tidak ada salahnya aku m
Beberapa hari sebelum nya, Suara ketukan pintu di rumah Roni membuat lelaki yang sedang memegang sapu itu berlalu ke arah pintu depan rumah nya. "Eh, kamu Yud. Ayo masuk dulu. Aku masih mau nyapu-nyapu rumah," ujar Roni setelah membuka pintu. Pemuda itu mengerut kan keningnya saat melihat Wahyudi yang sedang datang ke rumahnya pagi-pagi."Hm, aku enggak lama kok, Ron. Jadi aku di depan pintu saja. Aku hanya ingin minta tolong padamu," ujar Wahyudi dengan wajah memelas."Oh ya? Minta tolong apa, Yud?""Tenang saja, kali ini aku tidak akan meminjam uang padamu. Aku hanya ingin meminta kamu menjadi saksi saat aku sidang kedua di pengadilan. Jadwal nya seminggu lagi. Rencana nya aku tidak ingin melibatkan ibu dan keluarga ku yang lain dalam kasus perceraian ku. Karena ibuku juga menyuruhku bercerai tapi aku ingin mempertahankan rumah tanggaku. Jadi aku ingin mengajak kamu menjadi saksi yang membelaku di depan hakim. Untuk saksi lain, aku akan mengajak teman yang lain. Jadi kamu mau kan
LIMA RIBU DI TANGAN ISTRI YANG TEPAT13 A"Pak Wahyudi! Jangan membuat keributan di sini! Saya bisa melaporkan bapak ke kantor polisi atas tuduhan penganiayaan!" ujar Rosa dengan tegas. Ambar dan Wawan segera mendekat ke arah Wahyudi dan masing-masing dari mereka menarik tangan Wahyudi. Wahyudi menggeram dengan kesal dan perlahan berdiri menjauh dari tubuh Roni. Roni mengusap sudut bibirnya yang berdarah akibat pukulan Wahyudi. Dia sangat ingin membalas Wahyudi, tapi ditahan nya. Dia tidak ingin memperburuk karir nya maupun sang kakak. "Tuduhan kamu palsu. Kamu tidak mempunyai bukti tentang apa yang sudah kamu katakan," sahut Roni. Wahyudi menghela napas kasar, lalu menatap ke arah Roni dengan tajam. "Awas saja kamu! Aku pasti akan membuat kamu menyesal!" ujar Wahyudi sebelum dia akhirnya pergi karena ajakan adik dan ibunya. "Yud, kita pergi saja. Jangan membuat malu dan masalah lagi!" bisik Ambar di telinga anak sulung nya. Wahyudi mendengkus kasar dan segera pergi dari ruang
"Astaga, dompet ku ilang! Copet! Copet!" teriak Wahyudi dengan pilu. Beberapa orang berlari ke arah Wahyudi. Lelaki itu menunjuk-nunjuk ke arah copet itu berlari. "Tolong bantu saya! Saya dicopet!" seru Wahyudi. Dia berteriak dengan keras lalu berlari ke arah berlarinya si copet. Beberapa orang membantu Wahyudi ikut mengejar copet itu. "Apa warna baju copet nya, Pak?" tanya orang yang ikut membantu Wahyudi mengejar copet itu. "Baju nya hitam, Pak. Pakai masker!" ujar Wahyudi disertai napas yang ngos-ngosan. "Sial*n! Cepet banget larinya copet itu!" gumam Wahyudi kesal. Karena memang setelah beberapa saat mengejar si copet, mereka tidak bisa menemukan jejak copet itu. Tapi dia tetap melanjutkan berlari karena arah jalannya hanya satu, jadi menurut pikiran Wahyudi, pencopet itu masih bisa terkejar dan tidak mungkin bisa berlari jauh. Wahyudi dan beberapa orang yang ikut berlari sampai di persimpangan jalan. Wahyudi yang kecapean dan merasa perutnya mual karena baru makan tapi lan
UANG LIMA RIBU DI TANGAN ISTRI YANG TEPATBab (15) "Serahkan motor dan HP kamu kalau tidak, atau kamu akan kehilangan nya wa!" ancam Tito seraya menu sukkan pisau tajam pada pinggang Wahyudi.Beberapa tetes darah mengalir dari luka yang ditimbulkan oleh be gal itu. Tapi Wahyudi memutuskan untuk tidak menghentikan motor nya dan terus melajukannya perlahan. "Heh, apa kamu nggak punya kuping?! Serahkan motor, dompet, dan HP kamu!" seru Tito seraya memperdalam tu sukannya. "Ampun, Pak! Sakit! Jangan sakiti saya!" pinta Wahyudi memelas. "Makanya minggir! Atau besok kamu tidak bisa melihat matahari lagi!" Dengan ketakutan, Tito menepikan motornya dan akhirnya mau tidak mau dia mengerem motor nya sehingga berhenti di pinggiran jalan. Wahyudi bengong sesaat untuk mencari akal agar bisa menyelamatkan diri. Pandangan matanya bergerak kesana kemari mencari pertolongan. Tapi suasana area persawahan yang sepi membuatnya kehilangan harapan. "Turun! Malah bengong!" instruksi Tito membuat Wahy
"A-adelia?" tanya Wahyudi tak kalah kagetnya. Keduanya bertatapan beberapa saat, ada rasa malu menjalar di hati Wahyudi. Sedangkan Adelia merasa ji jik saat harus menatap wajah sang mantan suami yang sekarang semakin mengenaskan. "Del, Adelia! Kamu kenapa diam saja?" tanya Rosa yang menyusul Adelia karena Adelia tidak kunjung mengikuti nya. Rosa pun terpana melihat keadaan Wahyudi. Laki-laki itu segera terpaku dan terdiam beberapa saat. Sedangkan Adelia menahan tawa sekaligus prihatin melihat mantan suaminya. Dalam hatinya ingin sekali bertanya kenapa Wahyudi menjadi pengemis. Namun hal itu diurungkan nya. Dia merasa bahwa seperti apapun kehidupan Wahyudi sekarang, bukan lah urusan nya lagi. Dengan menahan seringai wajah puas, Adelia merogoh tas nya mengeluarkan dompet dari dalamnya. Dia bermaksud untuk memberikan sepuluh ribu pada Wahyudi. "Eh, apa ini?" tanya Wahyudi kaget saat dia melihat Adelia yang mengulurkan selembar uang berwarna ungu itu ke arah kaleng kosong yang dia ge
"Astaga, Yud! Kucel banget kamu! Kamu darimana saja sampai berpenampilan seperti pengemis, hah? Atau kamu benar-benar mengemis?!" tanya Ambar dengan marah. Wahyudi menatap ibunya dengan masih terdiam dan melongo. "Eh, kok diam saja sih? Apa kamu sudah tidak menghargai ibu lagi?" tanya Ambar dengan kesal. Wahyudi menelan ludah dengan susah payah, dia buru-buru turun dari motor nya lalu menyalami Ambar. Hatinya berdebar dan berharap semoga ibunya tidak menanyakan tentang perihal sikapnya yang ke pengadilan agama. "Ibu ingin bicara serius dengan kamu. Buka pintunya!"Wahyudi terdiam lalu membuka pintu depan rumahnya dan masuk ke ruang tamu diikuti oleh ibu dan adiknya. "Yud, langsung saja, ibu ingin mengatakan tiga hal padamu."Wahyudi hanya bisa pasrah. "Ya sudah. Ibu bilang aja. Kan tinggal bilang, daripada jadi bisul," ucap Wahyudi mencoba bercanda dengan ibunya untuk mencairkan suasana. Ambar merengut. "Jangan gi la kamu! Ibu tidak sedang bercanda. Langsung saja, ibu malas ba
"Halo, selamat sore. Ini dari kepolisian. Pemilik ponsel ini ditahan atas laporan para korban investasi bodong. Kalau bapak merasa menjadi salah satu korbannya, silakan datang ke kantor polisi untuk memberikan kesaksiannya besok," ujar suara seberang membuat Wahyudi merasa lemas seketika."Astaga, tidak mungkin kalau teman saya menipu saya! Bapak pasti bercanda kan?! Mana teman saya? Saya ingin memastikan kalau dia sedang becanda dengan saya," ujar Wahyudi berusaha untuk tidak panik, walaupun di dalam hatinya, dia merasakan cemas bukan main. "Saya sedang tidak bercanda. Jika bapak tidak percaya, silakan datang ke kantor polisi sekarang," ujar suara dari seberang membuat Wahyudi hanya bisa menelan ludah dan menghela napas berat. ***"Aku ditipu, Bu. Aku ditipu teman ku. Uang dari pemkab habis semuanya. Aku harus bagaimana, Bu?" tanya Wahyudi panik setelah pulang dari kantor polisi. "Kamu sih, Mas, nggak bisa hati-hati kalau investasi, sekarang jadinya harus seperti ini kan?" sahut W
Suasana pantai yang indah dengan deburan ombak saat matahari tenggelem membuat suasana semakin indah. Angin semilir memainkan rambut Adelia hingga mengembang bergelombang semakin indah. Roni mengajak Adelia ke pantai dan melihat ke arah laut lepas. Mereka duduk di warung sea food pinggir pantai. Adelia menatap ke arah lautan dengan senyum terkembang. "Kamu senang dengan pantai kan?” tebak Roni. Adelia mengangguk. " Iya, senang banget. Biasanya kalau liburan sekolah, aku dan keluarga jalan-jalan ke pantai. Hm, darimana kamu tahu soal itu, Mas?" tanya Adelia penasaran. Roni tersenyum penuh misteri. "Sebenarnya aku juga mendekati bapak dan ibu kamu. Aku sering menyapa beliau dan menanyakan makanan dan tempat favorit," sahut Roni serius. Tapi Adelia mendelik. "Apa? Kamu serius, Mas? Bapak dan ibuku termasuk orang tua yang kaku dan susah didekati lho." Roni tersenyum. "Bukti nya aku mendapatkan informasi tentang pantai dan seafood dari bapak dan ibu kamu. Rasanya aku menemukan kedua
"Dasar pelakor! VAlakor kamu ya! Gatel! Kamu telah selingkuh dengan suami saya kan?! Dan sekarang kamu hamil dengan suami saya. Saya tidak terima!! Huh, sialan! Pelakor kurang ajar! Akan ku seret kamu ke kantor polisi!" seru perempuan bertubuh subur itu dan di samping perempuan itu tampaklah Jarot dengan wajah pucat dan tangan gemeteran berusaha melerai istrinya dan Wina yang saling menjambak dengan kencang. "Astaga! Apa tadi kata istri pak Jarot?!" desis Wahyudi dengan suara parau. Dia ingin melangkah maju ke arah istrinya, tapi kesulitan karena ada beberapa orang di depannya termasuk kedua satpam yang berjalan lebih dulu yang segera melerai Wina dan istri Jarot. "Jangan membuat keributan di sini! Kalau ada masalah pribadi, selesai kan saja di luar," ujar salah seorang satpam seraya berusaha melepaskan cengkeraman tangan istri Jarot dari rambut Wina. "Nggak bisa begitu, Pak! Ini urusan kami bertiga! Bapak jangan ikut campur! Jalang ini sudah berselingkuh dengan suami saya!" seru i
Beberapa saat sebelumnya, Wahyudi memastikan bahwa tidak ada satupun CCTV yang terpasang di kafe ini. Setelah membulatkan tekad, dia memutuskan untuk menjalankan rencana jahatnya. "Awas saja kamu, Del! Aku tidak akan tinggal diam melihat kamu hidup dengan bahagia, sementara aku dan ibuku hidup menderita. Aku akan membuat usaha kamu bangkrut dan rugi, Del!" gumam Wahyudi lirih. Dia lalu mencabut tiga helai rambut dan menggigit kukunya lalu memasukkannya ke dalam mangkuk. Selanjutnya dia berteriak sambil berseru jijik. "Astaga! Pelayan! Pelayan! Apa-apaan ini! Kenapa jorok sekali makanan di sini!" Beberapa pelanggan menatap dengan penuh tanda tanya pada Wahyudi. Sementara itu Wahyudi tampak semakin merasa marah karena tidak ada pelayan yang mendatangi nya dan dia merasa tidak dipedulikan. "Woi! Pembeli adalah raja! Awas ya kalian! Karyawan dan pemilik kafe di sini akan ku viralkan! Saya mau protes! Saya tidak terima dengan pelayanan kafe ini!" ujar Wahyudi dengan nada tinggi. Suar
Ambar menjerang air di dalam panci kecil. Lalu setelah mendidih, dia memasukkan mie nya kedalam panci. Saat dia meraih sendok sayur untuk mengaduk mie di dalam panci, Ambar merasa kepalanya pusing sekali. Dan dalam waktu cepat, pandangan mata nya juga menggelap. Akhirnya tubuh Ambar jatuh berdebum di lantai dapur meninggalkan kompor yang masih menyala. Kompor yang menyala secara terus menerus menghanguskan kan air dan mie yang ada di dalam panci kecil dan bahkan menyambar lap dapur yang ada di samping nya. Tak perlu menunggu lama, api yang telah melahap lap dapur, menyambar dinding dan sekitarnya. Lidah api sudah mencapai tabung LPG, tapi Ambar masih belum tersadar dari pingsan nya. Seketika tabung gas LPG meledak dan menyambar seluruh dinding dan pintu dapur yang menghubungkan dengan halaman belakang rumah Wahyudi. Roni yang rumahnya hanya berjarak lima ratus meter dari rumah Wahyudi, dan saat itu baru saja pulang dari menemui Adelia terkejut saat melewati jalan setapak di belaka
"Oh, jadi selama ini kamu bersekongkol dengan orang ini untuk berpura-pura menjadi debt colector dan menipu anak saya?!" Sebuah suara keras yang mendadak terdengar dari arah belakang membuat Adelia dan Agus terkejut. Tampak Ambar dengan berkacak pinggang melotot pada mantan menantunya itu. Adelia menoleh ke arah mertuanya dan tersenyum lebar. "Hai, Bu Ambar! Apa kabarnya? Rukonya sudah laku," ujar Adelia tenang. Ambar semakin keki dan kesal. Dia maju beberapa langkah dan langsung mengayunkan tangannya ke arah Adelia. "Kamu ya? Benar-benar parasit!" teriak Ambar.Tangan Roni hampir menangkap tangan Ambar, tapi rupanya Adelia sudah lebih dulu menangkap tangan mertua nya. Dikibaskannya tangan Ambar perlahan. "Tenang, Bu Ambar. Apa ibu tahu jika penganiayaan bisa dipenjarakan? Apa ibu mau terus menerus membayar kerugian yang saya alami akibat perbuatan ibu dan anak ibu sampai uang ibu habis?" tanya Adelia tenang. Ambar hanya bisa mendelik dan mengepal kan tangan tanpa menyentuh Ade
"Ga sengaja Gundulmu! Lihat akibat perbuatan kamu! Saya tidak bisa makan malam! Kamu napi baru sengaja mencari masalah dengan saya ya?!" tanya napi gundul itu lalu tanpa ba bi bu, dia menonjok wajah Wahyudi. Buakkk!! "Aaaarghhh!"Wahyudi tersungkur dan keningnya terbentur di lantai penjara yang dingin. Dia menghela napas panjang dan mencoba duduk. Tapi mendadak dia merasakan punggung nya berat. Rupanya si Gundul telah menginjak punggung Wahyudi sekuat tenaga. "Heh, makanya jangan belagu, Lu! Gue dengar Lu masuk sini karena nabrak cewek sampai operasi ya? Orang-orang di sel sini paling ga demen dengan laki-laki yang mainin dan kasar pada perempuan, tahu!" seru Si Gundul. Dia menekan lututnya dan mencondongkan badannya ke depan sehingga berat badannya bertumpu pada punggung Wahyudi. Wahyudi yang tidak paham dengan kesalahannya, hanya terdiam. Tapi batinnya menggerutu. 'Ck, siapa sih orang ini?! Sok banget! Mentang-mentang paling gede dan kekar!' batin Wahyudi merasa kesal. "Heh! L
Roni menatap Adelia dengan serius. "Tapi aku nggak butuh itu. Aku hanya berharap kamu menerima cinta aku. Kamu memang lebih kaya dari aku sekarang. Tapi aku akan berusaha lebih keras lagi untuk mencukupi kebutuhan kamu. Aku serius ingin menikah dengan kamu, Del. Kamu tahu kan kalau aku mencintaimu sebelum kamu mendapatkan semua uang ini?" tanya Roni. Adelia tersenyum. "Iya aku tahu kok kalau kamu tulus. Dan aku mau..."Roni terkejut mendengar jawaban dari Adelia. Matanya sampai melotot dan menatap lawan bicaranya penuh tanda tanya. "A-apa tadi kamu bilang, Del? Coba ulangi lagi?!" pinta Roni penuh harap. Dia ingin memastikan jika telinganya tidak salah mendengar. Adelia tersenyum. "Aku mau, Mas.""Kamu ... Mau apa?"Pipi Adelia bersemu merah. "Aku mau menerima cinta kamu, Mas," jawab Adelia tersenyum. "Benarkah? Alhamdulillah!" seru Roni. Tanpa sadar dia langsung merentang kan kedua tangannya untuk memeluk Adelia. Adelia yang terkejut, refleks memundurkan posisi duduknya. "Eh,
"Astaga, apa-apaan anak itu!? Kenapa aku yang harus bersih-bersih rumah? Harusnya dia yang banyak gerak biar persalinan nya lancar?! Enak saja nyuruh-nyuruh aku? Emangnya aku ini asisten rumah tangganya?!" gumam Ambar kesal dan segera keluar dari kamar dengan wajah marah. Ambar berhadapan dengan menantu nya Wina. Ambar berkacak pinggang, sedangkan Wina menyedekapkan keduanya tangannya di depan dada. "Win, kamu ternyata anak yang seperti ini ya?! Untung saja kamu hamil cucuku. Kalau tidak...""Kalau tidak memangnya kenapa, Buk? Bukan kah ibu di sini untuk menemani dan membantu ku saat hamil karena anak ibu dipenjara?"Ambar terdiam sejenak. Tidak menyangka bahwa anak temannya yang berstatus sebagai menantu nya akan berani melawannya. "Saya memang ingin menemani kamu karena kasihan melihat kamu sendirian ditinggal anak saya di penjara. Tapi saya juga nggak mau kalau menjadi asisten rumah tangga kamu, Win," ujar Ambar menurunkan nada suaranya. Wina mendelik. "Lho kalau begitu nggak a