Roni berpikir sejenak. "Kalau begitu, kamu datang saja ke pernikahan adik kelas kamu dengan ku," sahut Roni dengan yakin membuat Adelia melongo. "Hah? Nanti kalau tambah rusuh gimana? Kan dulu mas Wahyudi memukuli kamu saat kita di pengadilan agama?" tanya Adelia. Roni menghela napas panjang. "Hal itu tidak akan terjadi, Mbak. Dulu kan kamu belum bercerai dengan Wahyudi dan dia masih berharap padamu. Kalau sekarang, kalian sudah resmi bercerai dan aku rasa dia tidak akan mengharap kan mu. Makanya aku antar kan saja ke pernikahan adik kelas kamu, sekaligus bisa mengantisipasi hal buruk yang terjadi nantinya," sahut Roni. Adelia manggut-manggut dan berpikir sejenak. "Baik lah kalau begitu. Tapi sebenarnya ada yang menganggu pikiranku." Adelia menatap Roni ragu. Roni menautkan kedua alisnya. "Ada apa? Bilang saja apapun yang mengganjal di pikiran kamu, Mbak. Aku akan mencoba mencari kan solusinya," ujar Roni sungguh-sungguh. "Apa nggak ada perempuan yang marah jika mas Roni bersi
Flash back on :Wahyudi baru saja pulang kerja saat notifikasi pesan di ponselnya berbunyi. Dengan segera Wahyudi membaca pesan whatsapp dari ibunya. [081xxx, itu nomor anaknya teman ibu. Kamu bisa menghubungi dia dulu agar kalian bisa akrab saat pernikahan Wawan.]Wahyudi menghela napas panjang, meskipun lelah, dia juga penasaran dengan anak teman ibunya itu. Dan mata Wahyudi pun mendelik saat melihat foto anak dari teman ibunya itu. "Wah, cakep juga, kelihatan nya juga kaya dan terawat. Namanya Wina ya? Kalau aku bisa menggaet Wina, Adelia bakalan menyesal sudah meninggalkan aku. Astaga, kok mikirin Adelia lagi?!Pokoknya aku harus menggaet Wina agar dia bisa membantuku membayar hutang dan mempertahankan rumah ini!" tekad Wahyudi bersemangat. Wahyudi pun tanpa membuang waktu segera mengirim pesan pendekatan pada Wina. Tentu saja setelah mengubah foto profil nya dengan foto paling tampan. [Selamat sore, Wina ya?][Iya. Siapa nih? Dapat nomor aku darimana?]Tak lama menunggu, Wi
"Astaga, Mbak. Maaf ya. Mbak pasti mual muntah karena aroma parfum saya. Mbak nya sedang hamil ya? Berarti sama kayak saya dulu, saat hamil nggak bisa deket-deket bau parfum," ucap ibu itu dengan pandangan penuh rasa bersalah pada Wina. "A-apa?" tanya Wahyudi kaget. Lelaki itu menoleh ke arah Wina yang mengeluarkan isi perutnya di stand milik Adelia. Adelia mendelik dan beberapa pasang mata menatap dengan antusias pada stand nya. Penasaran dengan apa yang terjadi di stand Adelia dan kelanjutannya. Wahyudi mendelik ke arah Wina. Mencoba mencari tanda gejala kehamilan pada perempuan itu. 'Astaga, apa Wina hamil? Wah, padahal aku belum ngapa-ngapain sama dia, kok dia bisa hamil?' batin Wahyudi bingung dan kacau.Wina menatap ke arah Wahyudi, lalu memaksakan senyuman walaupun wajahnya memucat. "Aku nggak hamil. Dari kemarin aku belum makan dan aku punya sakit maagh. Jadi aku mual dan muntah, Mas," sahut Wina terbata-bata.Wahyudi menatap Wina dengan iba. "Oh jadi kamu sedang sakit? K
"Maaf menunggu lama." Wina muncul di pintu depan kontrakannya dengan membawa alat tes kehamilan lalu mendekati Wahyudi. Dia menyerahkan benda itu ke tangan Wahyudi yang segera mengerutkan dahinya mengamati alat tes kehamilan yang ada di tangannya. "Ini... Garis sa... tu?!"Wina tersenyum penuh kemenangan seraya menatap ke arah Wahyudi."Sekarang kamu sudah tahu bahwa aku tidak berbohong kan, Mas? Ibu-ibu yang ada di stand mantan istri kamu itu ngarang cerita dan memfitnah aku entah apa alasannya."Wahyudi menatap ke arah Wina dengan perasaan tidak enak dan canggung. "Iya, maafkan aku, Win. Aku tahu sekarang kamu yang benar. Kamu tidak hamil."Wahyudi menjeda kalimat nya. "Oh, aku tahu, Win! Jangan-jangan Adelia, si mantan istri aku tadi sengaja menyuruh ibu-ibu jahat untuk memfitnah kamu. Bisa jadi kan dia nggak suka sama kita yang terlihat mesra dan romantis lalu ingin membuat kita saling menjauh?" sambung Wahyudi. Wina hanya menghela nafas panjang. Senyum lebar terpampang di wajah
'Astaga! Dia Adelia kan? Kok datang ke sini, ke acara pernikahan Wawan? Dan lagi... Kenapa dia sangat cantik?!!!' Batin Wahyudi dengan mata melotot. Roni yang ada di samping Adelia menatap tajam ke arah Wahyudi, seolah-olah berkata pada mantan suami Adelia itu, 'Lihatlah perempuan cantik yang ada di sebelahku. Dia adalah mantan istrimu yang telah kamu sia-siakan dulu!' Roni berbisik di telinga Adelia. Parfum beraroma melatinya membuat Roni semakin ingin mendekat ke arah tubuh janda muda dan cantik itu. "Lihatlah mantan suami kamu sekarang, dia terlihat kaget saat mengetahui kondisi kamu saat ini," bisik Roni. Adelia menoleh dan mendongak sedikit ke atas, karena Roni yang dua puluh meter lebih tinggi darinya. "Iya, Mas. Kayaknya dia terkejut karena aku datang ke pernikahan adiknya." Adelia balas berbisik di telinga Roni. Roni tersenyum. "Itu karena kamu cantik sekali. Jadi dia terkejut bukan karena kedatangan kamu di pernikahan adiknya, tetapi karena kamu cantik," bisik Roni seka
"Ba-baiklah! Maafkan saya. Saya cuma disuruh oleh ibu itu!" ujar si pramusaji seraya menoleh ke arah Ambar yang tampak membeku di pelaminan! Wahyudi menatap tajam ke arah ibunya yang berada di pelaminan, lalu menoleh ke arah pramusaji yang sedang ketakutan itu. Ambar terburu-buru turun dari pelaminan lalu menghampiri Wahyudi dan pramusaji yang wajahnya memucat menjadi seputih kapas itu. "Apa kamu bilang? Apa kamu tidak tahu bahwa yang sedang kamu fitnah itu ibuku? Tidak mungkin kan kalau ibu kandungku sendiri yang berniat mencelakai atau mempermalukan anaknya?" tanya Wahyudi meradang. Tangan Wahyudi terulur mencengkeram lengan baju pramusaji malang itu dan mendaratkan bogem mentah ke wajahnya. Buagghhh!!! Pramusaji itu terpelanting ke halaman rumah, semua undangan tampak menoleh dan terfokus pada kejadian itu. Bahkan penyanyi yang diundang di acara pernikahan Wawan dan Rina juga menghentikan lagunya. Suasana begitu tegang. Bahkan beberapa dari tamu undangan mengarahkan ponseln
Apa benar seperti itu? Kamu harus jawab jujur, Mas. Karena aku ingin dalam pernikahan uang ku adalah uangku sendiri. Uang mu adalah uang ku juga. Dan kalau kamu memang memberikan nafkah lima ribu sehari padaku, aku akan segera menggugat cerai kamu, Mas! Aku tak peduli jika kita baru menikah! Jadi jawab pertanyaan aku, Mas, berapa uang nafkah yang akan kamu berikan padaku?" tanya Rina yang segera membuat wajah Wawan memucat. "Tu-tunggu dulu, Win. Bukan kah hal ini merupakan hal yang tidak perlu kita bahas lebih dulu karena saat ini kita sedang berbulan madu?" tanya Wawan dengan terbata. Wina menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak! Aku tidak mau jika hal yang penting seperti ini ditunda diskusi nya. Bahkan hal ini seharusnya menjadi hal yang utama dan pertama kali dijelaskan saat kita mulai memutus kan untuk hidup bersama!" tegas Wina. "Tapi, Win! Aku kira kamu tidak matre. Aku bahkan berharap kamu bisa membantu keuangan keluarga kita karena kamu bekerja dan keluarga kamu yang
Jarot dan Wahyudi bersamaan menatap ke arah dompet coklat itu. Wajah Wahyudi memucat. "Astaga, dompet saya terjatuh," ujar Wahyudi. Dia melihat sejenak ke layar ponselnya untuk mengetahui siapa yang sedang menelepon. Wajah Wahyudi sedikit terperanjat saat melihat ternyata Wina yang meneleponnya. Wahyudi segera menggeser layar untuk menolak panggilan telepon dari Wina. Lalu cepat-cepat mengambil dompet itu dan memasukkannya ke dalam saki celananya. Dengan secepat kilat juga, dia membalikkan badannya menjauhi Jarot. "Tunggu! Pak Wahyudi! Saya ingin bicara sebentar!" seru Jarot seraya mengejar Wahyudi yang nyaris berlari di p pabrik yang menghubungkan toilet dengan ruang kerja utama. Dengan jantung berdebar lebih kencang, Wahyudi menoleh dan menyunggingkan senyum pada Jarot. "Ya Pak? Ada apa? Waktu istirahat hampir berakhir. Kita harus segera bekerja lagi bukan?" tanya Wahyudi. Jarot menatap ke arah Wahyudi dengan tatapan curiga. "Dompet siapa yang jatuh tadi?" tanya Jarot dengan