"Astaga, Mbak. Maaf ya. Mbak pasti mual muntah karena aroma parfum saya. Mbak nya sedang hamil ya? Berarti sama kayak saya dulu, saat hamil nggak bisa deket-deket bau parfum," ucap ibu itu dengan pandangan penuh rasa bersalah pada Wina. "A-apa?" tanya Wahyudi kaget. Lelaki itu menoleh ke arah Wina yang mengeluarkan isi perutnya di stand milik Adelia. Adelia mendelik dan beberapa pasang mata menatap dengan antusias pada stand nya. Penasaran dengan apa yang terjadi di stand Adelia dan kelanjutannya. Wahyudi mendelik ke arah Wina. Mencoba mencari tanda gejala kehamilan pada perempuan itu. 'Astaga, apa Wina hamil? Wah, padahal aku belum ngapa-ngapain sama dia, kok dia bisa hamil?' batin Wahyudi bingung dan kacau.Wina menatap ke arah Wahyudi, lalu memaksakan senyuman walaupun wajahnya memucat. "Aku nggak hamil. Dari kemarin aku belum makan dan aku punya sakit maagh. Jadi aku mual dan muntah, Mas," sahut Wina terbata-bata.Wahyudi menatap Wina dengan iba. "Oh jadi kamu sedang sakit? K
"Maaf menunggu lama." Wina muncul di pintu depan kontrakannya dengan membawa alat tes kehamilan lalu mendekati Wahyudi. Dia menyerahkan benda itu ke tangan Wahyudi yang segera mengerutkan dahinya mengamati alat tes kehamilan yang ada di tangannya. "Ini... Garis sa... tu?!"Wina tersenyum penuh kemenangan seraya menatap ke arah Wahyudi."Sekarang kamu sudah tahu bahwa aku tidak berbohong kan, Mas? Ibu-ibu yang ada di stand mantan istri kamu itu ngarang cerita dan memfitnah aku entah apa alasannya."Wahyudi menatap ke arah Wina dengan perasaan tidak enak dan canggung. "Iya, maafkan aku, Win. Aku tahu sekarang kamu yang benar. Kamu tidak hamil."Wahyudi menjeda kalimat nya. "Oh, aku tahu, Win! Jangan-jangan Adelia, si mantan istri aku tadi sengaja menyuruh ibu-ibu jahat untuk memfitnah kamu. Bisa jadi kan dia nggak suka sama kita yang terlihat mesra dan romantis lalu ingin membuat kita saling menjauh?" sambung Wahyudi. Wina hanya menghela nafas panjang. Senyum lebar terpampang di wajah
'Astaga! Dia Adelia kan? Kok datang ke sini, ke acara pernikahan Wawan? Dan lagi... Kenapa dia sangat cantik?!!!' Batin Wahyudi dengan mata melotot. Roni yang ada di samping Adelia menatap tajam ke arah Wahyudi, seolah-olah berkata pada mantan suami Adelia itu, 'Lihatlah perempuan cantik yang ada di sebelahku. Dia adalah mantan istrimu yang telah kamu sia-siakan dulu!' Roni berbisik di telinga Adelia. Parfum beraroma melatinya membuat Roni semakin ingin mendekat ke arah tubuh janda muda dan cantik itu. "Lihatlah mantan suami kamu sekarang, dia terlihat kaget saat mengetahui kondisi kamu saat ini," bisik Roni. Adelia menoleh dan mendongak sedikit ke atas, karena Roni yang dua puluh meter lebih tinggi darinya. "Iya, Mas. Kayaknya dia terkejut karena aku datang ke pernikahan adiknya." Adelia balas berbisik di telinga Roni. Roni tersenyum. "Itu karena kamu cantik sekali. Jadi dia terkejut bukan karena kedatangan kamu di pernikahan adiknya, tetapi karena kamu cantik," bisik Roni seka
"Ba-baiklah! Maafkan saya. Saya cuma disuruh oleh ibu itu!" ujar si pramusaji seraya menoleh ke arah Ambar yang tampak membeku di pelaminan! Wahyudi menatap tajam ke arah ibunya yang berada di pelaminan, lalu menoleh ke arah pramusaji yang sedang ketakutan itu. Ambar terburu-buru turun dari pelaminan lalu menghampiri Wahyudi dan pramusaji yang wajahnya memucat menjadi seputih kapas itu. "Apa kamu bilang? Apa kamu tidak tahu bahwa yang sedang kamu fitnah itu ibuku? Tidak mungkin kan kalau ibu kandungku sendiri yang berniat mencelakai atau mempermalukan anaknya?" tanya Wahyudi meradang. Tangan Wahyudi terulur mencengkeram lengan baju pramusaji malang itu dan mendaratkan bogem mentah ke wajahnya. Buagghhh!!! Pramusaji itu terpelanting ke halaman rumah, semua undangan tampak menoleh dan terfokus pada kejadian itu. Bahkan penyanyi yang diundang di acara pernikahan Wawan dan Rina juga menghentikan lagunya. Suasana begitu tegang. Bahkan beberapa dari tamu undangan mengarahkan ponseln
Apa benar seperti itu? Kamu harus jawab jujur, Mas. Karena aku ingin dalam pernikahan uang ku adalah uangku sendiri. Uang mu adalah uang ku juga. Dan kalau kamu memang memberikan nafkah lima ribu sehari padaku, aku akan segera menggugat cerai kamu, Mas! Aku tak peduli jika kita baru menikah! Jadi jawab pertanyaan aku, Mas, berapa uang nafkah yang akan kamu berikan padaku?" tanya Rina yang segera membuat wajah Wawan memucat. "Tu-tunggu dulu, Win. Bukan kah hal ini merupakan hal yang tidak perlu kita bahas lebih dulu karena saat ini kita sedang berbulan madu?" tanya Wawan dengan terbata. Wina menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak! Aku tidak mau jika hal yang penting seperti ini ditunda diskusi nya. Bahkan hal ini seharusnya menjadi hal yang utama dan pertama kali dijelaskan saat kita mulai memutus kan untuk hidup bersama!" tegas Wina. "Tapi, Win! Aku kira kamu tidak matre. Aku bahkan berharap kamu bisa membantu keuangan keluarga kita karena kamu bekerja dan keluarga kamu yang
Jarot dan Wahyudi bersamaan menatap ke arah dompet coklat itu. Wajah Wahyudi memucat. "Astaga, dompet saya terjatuh," ujar Wahyudi. Dia melihat sejenak ke layar ponselnya untuk mengetahui siapa yang sedang menelepon. Wajah Wahyudi sedikit terperanjat saat melihat ternyata Wina yang meneleponnya. Wahyudi segera menggeser layar untuk menolak panggilan telepon dari Wina. Lalu cepat-cepat mengambil dompet itu dan memasukkannya ke dalam saki celananya. Dengan secepat kilat juga, dia membalikkan badannya menjauhi Jarot. "Tunggu! Pak Wahyudi! Saya ingin bicara sebentar!" seru Jarot seraya mengejar Wahyudi yang nyaris berlari di p pabrik yang menghubungkan toilet dengan ruang kerja utama. Dengan jantung berdebar lebih kencang, Wahyudi menoleh dan menyunggingkan senyum pada Jarot. "Ya Pak? Ada apa? Waktu istirahat hampir berakhir. Kita harus segera bekerja lagi bukan?" tanya Wahyudi. Jarot menatap ke arah Wahyudi dengan tatapan curiga. "Dompet siapa yang jatuh tadi?" tanya Jarot dengan
"Bu, siap-siap masuk penjara atas tuduhan penganiayaan pada Adelia. Saya sedang menelepon kakak saya yang bekerja sebagai pengacara sekarang!" seru Roni membuat Wahyudi, Wawan, dan Ambar memucat! "Halo, ada apa, Ron?!" tanya Rosa dari seberang telepon. Rupanya Roni telah mengaktifkan pengeras suara dari ponsel nya sehingga suara Rosa bisa didengar oleh Wahyudi dan keluarganya. Ambar gemetar menatap dengan takut ke arah Roni. Dia cemas, panik, dan juga gengsi untuk meminta maaf pada mantan menantunya itu. "Mbak, bisa kemari sebentar? Ada tindak kekerasan di rumahku!""Lho, langsung lapor kan saja pada polisi!" ujar Rosa. Roni lalu mengalihkan panggilan telepon menjadi panggilan video lalu mengarah kan ponselnya ke arah Wahyudi dan keluarga nya. "Astaga, kenapa pipi Adelia bengkak? Ujung bibirnya juga berdarah. Ada apa ini?" tanya Rosa kaget. Dia mengawasi dari layar ponsel nya dengan serius. "Yah, Adelia baru saja digampar dengan mertuanya. Menurut mbak Rosa, gimana nih? Hal ini
Adelia dengan ditemani Rosa dan Roni duduk dalam satu ruangan di kantor polisi dengan menatap tajam ke arah Ambar yang ditemani oleh Wawan. Wahyudi yang bekerja di luar kabupaten, tidak bisa menemani ibunya untuk proses mediasi dengan Adelia. Rosa melirik pada Adelia, seolah menanyakan kembali tentang keputusan Adelia untuk berdamai dengan keluarga Ambar. Memang kasus penganiayaan yang dilakukan Ambar tidak menyebabkan cacat dan Ambar hanya dikenakan dakwaan penjara selama 3,5 bulan dan pembayaran denda sebesar 5 juta untuk korban. Tapi Adelia lebih memilih agar Ambar tidak masuk penjara dan memberikan kemungkinan jalan damai dengan membayar denda lebih banyak. "Kenapa kamu tidak membiarkan bu Ambar masuk masuk penjara saja, Del?" tanya Rosa saat mereka dalam perjalanan menuju ke kantor polisi. Adelia tersenyum. "Hm, bagaimana pun juga dia adalah mantan ibu mertuaku. Aku merasa kasihan jika dia sampai masuk penjara, walaupun hal itu gara-gara kelakuan nya sendiri."Adelia menjed
"Halo, selamat sore. Ini dari kepolisian. Pemilik ponsel ini ditahan atas laporan para korban investasi bodong. Kalau bapak merasa menjadi salah satu korbannya, silakan datang ke kantor polisi untuk memberikan kesaksiannya besok," ujar suara seberang membuat Wahyudi merasa lemas seketika."Astaga, tidak mungkin kalau teman saya menipu saya! Bapak pasti bercanda kan?! Mana teman saya? Saya ingin memastikan kalau dia sedang becanda dengan saya," ujar Wahyudi berusaha untuk tidak panik, walaupun di dalam hatinya, dia merasakan cemas bukan main. "Saya sedang tidak bercanda. Jika bapak tidak percaya, silakan datang ke kantor polisi sekarang," ujar suara dari seberang membuat Wahyudi hanya bisa menelan ludah dan menghela napas berat. ***"Aku ditipu, Bu. Aku ditipu teman ku. Uang dari pemkab habis semuanya. Aku harus bagaimana, Bu?" tanya Wahyudi panik setelah pulang dari kantor polisi. "Kamu sih, Mas, nggak bisa hati-hati kalau investasi, sekarang jadinya harus seperti ini kan?" sahut W
Suasana pantai yang indah dengan deburan ombak saat matahari tenggelem membuat suasana semakin indah. Angin semilir memainkan rambut Adelia hingga mengembang bergelombang semakin indah. Roni mengajak Adelia ke pantai dan melihat ke arah laut lepas. Mereka duduk di warung sea food pinggir pantai. Adelia menatap ke arah lautan dengan senyum terkembang. "Kamu senang dengan pantai kan?” tebak Roni. Adelia mengangguk. " Iya, senang banget. Biasanya kalau liburan sekolah, aku dan keluarga jalan-jalan ke pantai. Hm, darimana kamu tahu soal itu, Mas?" tanya Adelia penasaran. Roni tersenyum penuh misteri. "Sebenarnya aku juga mendekati bapak dan ibu kamu. Aku sering menyapa beliau dan menanyakan makanan dan tempat favorit," sahut Roni serius. Tapi Adelia mendelik. "Apa? Kamu serius, Mas? Bapak dan ibuku termasuk orang tua yang kaku dan susah didekati lho." Roni tersenyum. "Bukti nya aku mendapatkan informasi tentang pantai dan seafood dari bapak dan ibu kamu. Rasanya aku menemukan kedua
"Dasar pelakor! VAlakor kamu ya! Gatel! Kamu telah selingkuh dengan suami saya kan?! Dan sekarang kamu hamil dengan suami saya. Saya tidak terima!! Huh, sialan! Pelakor kurang ajar! Akan ku seret kamu ke kantor polisi!" seru perempuan bertubuh subur itu dan di samping perempuan itu tampaklah Jarot dengan wajah pucat dan tangan gemeteran berusaha melerai istrinya dan Wina yang saling menjambak dengan kencang. "Astaga! Apa tadi kata istri pak Jarot?!" desis Wahyudi dengan suara parau. Dia ingin melangkah maju ke arah istrinya, tapi kesulitan karena ada beberapa orang di depannya termasuk kedua satpam yang berjalan lebih dulu yang segera melerai Wina dan istri Jarot. "Jangan membuat keributan di sini! Kalau ada masalah pribadi, selesai kan saja di luar," ujar salah seorang satpam seraya berusaha melepaskan cengkeraman tangan istri Jarot dari rambut Wina. "Nggak bisa begitu, Pak! Ini urusan kami bertiga! Bapak jangan ikut campur! Jalang ini sudah berselingkuh dengan suami saya!" seru i
Beberapa saat sebelumnya, Wahyudi memastikan bahwa tidak ada satupun CCTV yang terpasang di kafe ini. Setelah membulatkan tekad, dia memutuskan untuk menjalankan rencana jahatnya. "Awas saja kamu, Del! Aku tidak akan tinggal diam melihat kamu hidup dengan bahagia, sementara aku dan ibuku hidup menderita. Aku akan membuat usaha kamu bangkrut dan rugi, Del!" gumam Wahyudi lirih. Dia lalu mencabut tiga helai rambut dan menggigit kukunya lalu memasukkannya ke dalam mangkuk. Selanjutnya dia berteriak sambil berseru jijik. "Astaga! Pelayan! Pelayan! Apa-apaan ini! Kenapa jorok sekali makanan di sini!" Beberapa pelanggan menatap dengan penuh tanda tanya pada Wahyudi. Sementara itu Wahyudi tampak semakin merasa marah karena tidak ada pelayan yang mendatangi nya dan dia merasa tidak dipedulikan. "Woi! Pembeli adalah raja! Awas ya kalian! Karyawan dan pemilik kafe di sini akan ku viralkan! Saya mau protes! Saya tidak terima dengan pelayanan kafe ini!" ujar Wahyudi dengan nada tinggi. Suar
Ambar menjerang air di dalam panci kecil. Lalu setelah mendidih, dia memasukkan mie nya kedalam panci. Saat dia meraih sendok sayur untuk mengaduk mie di dalam panci, Ambar merasa kepalanya pusing sekali. Dan dalam waktu cepat, pandangan mata nya juga menggelap. Akhirnya tubuh Ambar jatuh berdebum di lantai dapur meninggalkan kompor yang masih menyala. Kompor yang menyala secara terus menerus menghanguskan kan air dan mie yang ada di dalam panci kecil dan bahkan menyambar lap dapur yang ada di samping nya. Tak perlu menunggu lama, api yang telah melahap lap dapur, menyambar dinding dan sekitarnya. Lidah api sudah mencapai tabung LPG, tapi Ambar masih belum tersadar dari pingsan nya. Seketika tabung gas LPG meledak dan menyambar seluruh dinding dan pintu dapur yang menghubungkan dengan halaman belakang rumah Wahyudi. Roni yang rumahnya hanya berjarak lima ratus meter dari rumah Wahyudi, dan saat itu baru saja pulang dari menemui Adelia terkejut saat melewati jalan setapak di belaka
"Oh, jadi selama ini kamu bersekongkol dengan orang ini untuk berpura-pura menjadi debt colector dan menipu anak saya?!" Sebuah suara keras yang mendadak terdengar dari arah belakang membuat Adelia dan Agus terkejut. Tampak Ambar dengan berkacak pinggang melotot pada mantan menantunya itu. Adelia menoleh ke arah mertuanya dan tersenyum lebar. "Hai, Bu Ambar! Apa kabarnya? Rukonya sudah laku," ujar Adelia tenang. Ambar semakin keki dan kesal. Dia maju beberapa langkah dan langsung mengayunkan tangannya ke arah Adelia. "Kamu ya? Benar-benar parasit!" teriak Ambar.Tangan Roni hampir menangkap tangan Ambar, tapi rupanya Adelia sudah lebih dulu menangkap tangan mertua nya. Dikibaskannya tangan Ambar perlahan. "Tenang, Bu Ambar. Apa ibu tahu jika penganiayaan bisa dipenjarakan? Apa ibu mau terus menerus membayar kerugian yang saya alami akibat perbuatan ibu dan anak ibu sampai uang ibu habis?" tanya Adelia tenang. Ambar hanya bisa mendelik dan mengepal kan tangan tanpa menyentuh Ade
"Ga sengaja Gundulmu! Lihat akibat perbuatan kamu! Saya tidak bisa makan malam! Kamu napi baru sengaja mencari masalah dengan saya ya?!" tanya napi gundul itu lalu tanpa ba bi bu, dia menonjok wajah Wahyudi. Buakkk!! "Aaaarghhh!"Wahyudi tersungkur dan keningnya terbentur di lantai penjara yang dingin. Dia menghela napas panjang dan mencoba duduk. Tapi mendadak dia merasakan punggung nya berat. Rupanya si Gundul telah menginjak punggung Wahyudi sekuat tenaga. "Heh, makanya jangan belagu, Lu! Gue dengar Lu masuk sini karena nabrak cewek sampai operasi ya? Orang-orang di sel sini paling ga demen dengan laki-laki yang mainin dan kasar pada perempuan, tahu!" seru Si Gundul. Dia menekan lututnya dan mencondongkan badannya ke depan sehingga berat badannya bertumpu pada punggung Wahyudi. Wahyudi yang tidak paham dengan kesalahannya, hanya terdiam. Tapi batinnya menggerutu. 'Ck, siapa sih orang ini?! Sok banget! Mentang-mentang paling gede dan kekar!' batin Wahyudi merasa kesal. "Heh! L
Roni menatap Adelia dengan serius. "Tapi aku nggak butuh itu. Aku hanya berharap kamu menerima cinta aku. Kamu memang lebih kaya dari aku sekarang. Tapi aku akan berusaha lebih keras lagi untuk mencukupi kebutuhan kamu. Aku serius ingin menikah dengan kamu, Del. Kamu tahu kan kalau aku mencintaimu sebelum kamu mendapatkan semua uang ini?" tanya Roni. Adelia tersenyum. "Iya aku tahu kok kalau kamu tulus. Dan aku mau..."Roni terkejut mendengar jawaban dari Adelia. Matanya sampai melotot dan menatap lawan bicaranya penuh tanda tanya. "A-apa tadi kamu bilang, Del? Coba ulangi lagi?!" pinta Roni penuh harap. Dia ingin memastikan jika telinganya tidak salah mendengar. Adelia tersenyum. "Aku mau, Mas.""Kamu ... Mau apa?"Pipi Adelia bersemu merah. "Aku mau menerima cinta kamu, Mas," jawab Adelia tersenyum. "Benarkah? Alhamdulillah!" seru Roni. Tanpa sadar dia langsung merentang kan kedua tangannya untuk memeluk Adelia. Adelia yang terkejut, refleks memundurkan posisi duduknya. "Eh,
"Astaga, apa-apaan anak itu!? Kenapa aku yang harus bersih-bersih rumah? Harusnya dia yang banyak gerak biar persalinan nya lancar?! Enak saja nyuruh-nyuruh aku? Emangnya aku ini asisten rumah tangganya?!" gumam Ambar kesal dan segera keluar dari kamar dengan wajah marah. Ambar berhadapan dengan menantu nya Wina. Ambar berkacak pinggang, sedangkan Wina menyedekapkan keduanya tangannya di depan dada. "Win, kamu ternyata anak yang seperti ini ya?! Untung saja kamu hamil cucuku. Kalau tidak...""Kalau tidak memangnya kenapa, Buk? Bukan kah ibu di sini untuk menemani dan membantu ku saat hamil karena anak ibu dipenjara?"Ambar terdiam sejenak. Tidak menyangka bahwa anak temannya yang berstatus sebagai menantu nya akan berani melawannya. "Saya memang ingin menemani kamu karena kasihan melihat kamu sendirian ditinggal anak saya di penjara. Tapi saya juga nggak mau kalau menjadi asisten rumah tangga kamu, Win," ujar Ambar menurunkan nada suaranya. Wina mendelik. "Lho kalau begitu nggak a