Apa benar seperti itu? Kamu harus jawab jujur, Mas. Karena aku ingin dalam pernikahan uang ku adalah uangku sendiri. Uang mu adalah uang ku juga. Dan kalau kamu memang memberikan nafkah lima ribu sehari padaku, aku akan segera menggugat cerai kamu, Mas! Aku tak peduli jika kita baru menikah! Jadi jawab pertanyaan aku, Mas, berapa uang nafkah yang akan kamu berikan padaku?" tanya Rina yang segera membuat wajah Wawan memucat. "Tu-tunggu dulu, Win. Bukan kah hal ini merupakan hal yang tidak perlu kita bahas lebih dulu karena saat ini kita sedang berbulan madu?" tanya Wawan dengan terbata. Wina menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak! Aku tidak mau jika hal yang penting seperti ini ditunda diskusi nya. Bahkan hal ini seharusnya menjadi hal yang utama dan pertama kali dijelaskan saat kita mulai memutus kan untuk hidup bersama!" tegas Wina. "Tapi, Win! Aku kira kamu tidak matre. Aku bahkan berharap kamu bisa membantu keuangan keluarga kita karena kamu bekerja dan keluarga kamu yang
Jarot dan Wahyudi bersamaan menatap ke arah dompet coklat itu. Wajah Wahyudi memucat. "Astaga, dompet saya terjatuh," ujar Wahyudi. Dia melihat sejenak ke layar ponselnya untuk mengetahui siapa yang sedang menelepon. Wajah Wahyudi sedikit terperanjat saat melihat ternyata Wina yang meneleponnya. Wahyudi segera menggeser layar untuk menolak panggilan telepon dari Wina. Lalu cepat-cepat mengambil dompet itu dan memasukkannya ke dalam saki celananya. Dengan secepat kilat juga, dia membalikkan badannya menjauhi Jarot. "Tunggu! Pak Wahyudi! Saya ingin bicara sebentar!" seru Jarot seraya mengejar Wahyudi yang nyaris berlari di p pabrik yang menghubungkan toilet dengan ruang kerja utama. Dengan jantung berdebar lebih kencang, Wahyudi menoleh dan menyunggingkan senyum pada Jarot. "Ya Pak? Ada apa? Waktu istirahat hampir berakhir. Kita harus segera bekerja lagi bukan?" tanya Wahyudi. Jarot menatap ke arah Wahyudi dengan tatapan curiga. "Dompet siapa yang jatuh tadi?" tanya Jarot dengan
"Bu, siap-siap masuk penjara atas tuduhan penganiayaan pada Adelia. Saya sedang menelepon kakak saya yang bekerja sebagai pengacara sekarang!" seru Roni membuat Wahyudi, Wawan, dan Ambar memucat! "Halo, ada apa, Ron?!" tanya Rosa dari seberang telepon. Rupanya Roni telah mengaktifkan pengeras suara dari ponsel nya sehingga suara Rosa bisa didengar oleh Wahyudi dan keluarganya. Ambar gemetar menatap dengan takut ke arah Roni. Dia cemas, panik, dan juga gengsi untuk meminta maaf pada mantan menantunya itu. "Mbak, bisa kemari sebentar? Ada tindak kekerasan di rumahku!""Lho, langsung lapor kan saja pada polisi!" ujar Rosa. Roni lalu mengalihkan panggilan telepon menjadi panggilan video lalu mengarah kan ponselnya ke arah Wahyudi dan keluarga nya. "Astaga, kenapa pipi Adelia bengkak? Ujung bibirnya juga berdarah. Ada apa ini?" tanya Rosa kaget. Dia mengawasi dari layar ponsel nya dengan serius. "Yah, Adelia baru saja digampar dengan mertuanya. Menurut mbak Rosa, gimana nih? Hal ini
Adelia dengan ditemani Rosa dan Roni duduk dalam satu ruangan di kantor polisi dengan menatap tajam ke arah Ambar yang ditemani oleh Wawan. Wahyudi yang bekerja di luar kabupaten, tidak bisa menemani ibunya untuk proses mediasi dengan Adelia. Rosa melirik pada Adelia, seolah menanyakan kembali tentang keputusan Adelia untuk berdamai dengan keluarga Ambar. Memang kasus penganiayaan yang dilakukan Ambar tidak menyebabkan cacat dan Ambar hanya dikenakan dakwaan penjara selama 3,5 bulan dan pembayaran denda sebesar 5 juta untuk korban. Tapi Adelia lebih memilih agar Ambar tidak masuk penjara dan memberikan kemungkinan jalan damai dengan membayar denda lebih banyak. "Kenapa kamu tidak membiarkan bu Ambar masuk masuk penjara saja, Del?" tanya Rosa saat mereka dalam perjalanan menuju ke kantor polisi. Adelia tersenyum. "Hm, bagaimana pun juga dia adalah mantan ibu mertuaku. Aku merasa kasihan jika dia sampai masuk penjara, walaupun hal itu gara-gara kelakuan nya sendiri."Adelia menjed
Wahyudi menjeda kalimat nya saat mendadak dia merasakan organ intimnya mengeras dan rasa bercinta yang mendadak muncul dari dalam dirinya. Lelaki itu menatap Wina dengan penuh n4ps*.Entah siapa yang memulai lebih dulu, kedua insan itu mulai mendekat dan saling memeluk. Saat Wahyudi akan membuka baju Wina, perempuan itu menahan tangan Wahyudi, lalu berbisik lirih. "Mas, kita lakukan di kamar saja. Aku tutup pintu," bisik Wina, lalu bangkit dan menutup pintu kontrakannya. "Aaawww!"Baru saja menutup pintu, Wina sudah berada dalam gendongan Wahyudi. "Kamu nggak sabaran banget, Mas!" desis Wina dengan senyum dikulum. "Hm, entahlah. Mungkin karena aku sudah terlalu lama tidak melakukan hubungan ini. Jadi dimana kamar kamu?" tanya Wahyudi. Wina menunjuk ke arah sebuah kamar dengan dagunya. Wahyudi segera membawa Wina ke kamar yang ditunjukkan oleh Wina. Lelaki itu merebahkan Wina ke atas ranjang dan melepaskan baju keduanya secara tak sabar. Wina dengan tersenyum hanya terdiam dan
"Ini untuk belanja seharian. Kamu juga harus masak, nyuci, setrikain bajuku, nyapu dan ngepel. Biar aku yang memberikan kamu uang, Mas. Tapi kamu tetap harus bekerja di pabrik dan mengerjakan pekerjaan rumah karena aku tidak akan pernah mau melakukan nya," ujar Wina sambil memberikan uang lima puluh ribu rupiah kepada Wahyudi. Wahyudi hanya bisa tercengang menatap ke arah istrinya itu. Tapi tak lama kemudian, kesadaran nya sudah kembali. "Apa? Tidak mungkin lah, Win! Kan aku yang kepala rumah tangga di sini? Masa aku yang nyuci nyapu pel?" tanya Wahyudi dengan nada memprotes. Wina mendelik. "Lah, Mas. Coba kamu pikirkan baik-baik. Mana ada jaman sekarang suami yang memberikan nafkah hanya lima ribu rupiah saja pada istrinya?Coba kamu tanya pada teman-teman kamu yang lain. Wajar apa enggak sih nafkah lima ribu rupiah per hari?"Wahyudi tercekat melihat perlawanan Wina pertama kali. "Tapi, kamu bilang kamu setuju kan dengan nafkah lima ribu dari ku?" Wina mengangguk. "Betul. Aku
Sebuah suara dari arah belakang Jarot membuat Jarot dan Wina menoleh. "Mas Wahyudi?" desis Wina panik. Wahyudi berjalan dengan rasa penasaran ke arah Jarot dan Wina. "Kamu kan minta dijemput di depan gerbang kantor kamu, kenapa sekarang di warung? Apa kamu lapar, Sayang?" tanya Wahyudi setelah berada di samping Wina. Wina membalas tatapan Wahyudi dengan rasa canggung. "A-aku memang lapar. Di rumah sedang tidak ada makanan kan?" tanya Wina lagi. "Yah, kalau memang tidak ada makanan di rumah, lebih baik kamu beli saja. Kenapa malah ngobrol dengan laki-laki lain?" tanya Wahyudi melirik tajam ke arah Jarot. Seketika Jarot langsung salah tingkah. "Hei, Yud, ini urusan ku dengan Wina. Bukan dengan kamu!" seru Jarot menatap tajam ke arah Wahyudi. Wahyudi langsung maju merengsek ke arah Jarot. "Heh! Sekarang Wina sudah menjadi istriku! Apapun yang menjadi urusannya adalah urusan ku."Wahyudi menjeda kalimatnya, menatap lekat-lekat ke arah Jarot. "Tunggu dulu, dari tadi pak Jarot kok
"Mama nggak terima ya kalau kamu menjadi babu dan melayani keluarga istri kamu. Broto! Kamu ini apa-apaan sih? Kok tega banget menyuruh-nyuruh anakku melayani kalian! Meskipun kamu adalah teman ku, tapi anakku bukan pelayan!" sambung Ambar dengan nada marah. Pak Broto selaku ayah dari Wina segera berdiri dan berkacak pinggang pada teman SMAnya itu. "Eh apa kamu bilang? Anak kamu itu memang harus melayani mertuanya dong! Masa menjadi menantu yang tidak berbakti!" sembur Pak Broto dengan nada tidak suka. Ambar berjalan ke arah sofa dan duduk dengan membanting pantat. Dia merasa sangat emosi melihat anak lelakinya membawakan teh dan snack untuk mertuanya. "Heh, Broto! Denger ya, dimana-mana itu yang namanya melayani orang tua atau mertua pasti pihak istri atau perempuan. Anakku sudah mencari nafkah, dia tidak pantas untuk memegang pekerjaan rumah! Harusnya Wina tahu diri lah untuk langsung mengambilkan makanan dan minuman bagi kita! Aku tidak mau anakku yang berharga menjadi babu saa
"Halo, selamat sore. Ini dari kepolisian. Pemilik ponsel ini ditahan atas laporan para korban investasi bodong. Kalau bapak merasa menjadi salah satu korbannya, silakan datang ke kantor polisi untuk memberikan kesaksiannya besok," ujar suara seberang membuat Wahyudi merasa lemas seketika."Astaga, tidak mungkin kalau teman saya menipu saya! Bapak pasti bercanda kan?! Mana teman saya? Saya ingin memastikan kalau dia sedang becanda dengan saya," ujar Wahyudi berusaha untuk tidak panik, walaupun di dalam hatinya, dia merasakan cemas bukan main. "Saya sedang tidak bercanda. Jika bapak tidak percaya, silakan datang ke kantor polisi sekarang," ujar suara dari seberang membuat Wahyudi hanya bisa menelan ludah dan menghela napas berat. ***"Aku ditipu, Bu. Aku ditipu teman ku. Uang dari pemkab habis semuanya. Aku harus bagaimana, Bu?" tanya Wahyudi panik setelah pulang dari kantor polisi. "Kamu sih, Mas, nggak bisa hati-hati kalau investasi, sekarang jadinya harus seperti ini kan?" sahut W
Suasana pantai yang indah dengan deburan ombak saat matahari tenggelem membuat suasana semakin indah. Angin semilir memainkan rambut Adelia hingga mengembang bergelombang semakin indah. Roni mengajak Adelia ke pantai dan melihat ke arah laut lepas. Mereka duduk di warung sea food pinggir pantai. Adelia menatap ke arah lautan dengan senyum terkembang. "Kamu senang dengan pantai kan?” tebak Roni. Adelia mengangguk. " Iya, senang banget. Biasanya kalau liburan sekolah, aku dan keluarga jalan-jalan ke pantai. Hm, darimana kamu tahu soal itu, Mas?" tanya Adelia penasaran. Roni tersenyum penuh misteri. "Sebenarnya aku juga mendekati bapak dan ibu kamu. Aku sering menyapa beliau dan menanyakan makanan dan tempat favorit," sahut Roni serius. Tapi Adelia mendelik. "Apa? Kamu serius, Mas? Bapak dan ibuku termasuk orang tua yang kaku dan susah didekati lho." Roni tersenyum. "Bukti nya aku mendapatkan informasi tentang pantai dan seafood dari bapak dan ibu kamu. Rasanya aku menemukan kedua
"Dasar pelakor! VAlakor kamu ya! Gatel! Kamu telah selingkuh dengan suami saya kan?! Dan sekarang kamu hamil dengan suami saya. Saya tidak terima!! Huh, sialan! Pelakor kurang ajar! Akan ku seret kamu ke kantor polisi!" seru perempuan bertubuh subur itu dan di samping perempuan itu tampaklah Jarot dengan wajah pucat dan tangan gemeteran berusaha melerai istrinya dan Wina yang saling menjambak dengan kencang. "Astaga! Apa tadi kata istri pak Jarot?!" desis Wahyudi dengan suara parau. Dia ingin melangkah maju ke arah istrinya, tapi kesulitan karena ada beberapa orang di depannya termasuk kedua satpam yang berjalan lebih dulu yang segera melerai Wina dan istri Jarot. "Jangan membuat keributan di sini! Kalau ada masalah pribadi, selesai kan saja di luar," ujar salah seorang satpam seraya berusaha melepaskan cengkeraman tangan istri Jarot dari rambut Wina. "Nggak bisa begitu, Pak! Ini urusan kami bertiga! Bapak jangan ikut campur! Jalang ini sudah berselingkuh dengan suami saya!" seru i
Beberapa saat sebelumnya, Wahyudi memastikan bahwa tidak ada satupun CCTV yang terpasang di kafe ini. Setelah membulatkan tekad, dia memutuskan untuk menjalankan rencana jahatnya. "Awas saja kamu, Del! Aku tidak akan tinggal diam melihat kamu hidup dengan bahagia, sementara aku dan ibuku hidup menderita. Aku akan membuat usaha kamu bangkrut dan rugi, Del!" gumam Wahyudi lirih. Dia lalu mencabut tiga helai rambut dan menggigit kukunya lalu memasukkannya ke dalam mangkuk. Selanjutnya dia berteriak sambil berseru jijik. "Astaga! Pelayan! Pelayan! Apa-apaan ini! Kenapa jorok sekali makanan di sini!" Beberapa pelanggan menatap dengan penuh tanda tanya pada Wahyudi. Sementara itu Wahyudi tampak semakin merasa marah karena tidak ada pelayan yang mendatangi nya dan dia merasa tidak dipedulikan. "Woi! Pembeli adalah raja! Awas ya kalian! Karyawan dan pemilik kafe di sini akan ku viralkan! Saya mau protes! Saya tidak terima dengan pelayanan kafe ini!" ujar Wahyudi dengan nada tinggi. Suar
Ambar menjerang air di dalam panci kecil. Lalu setelah mendidih, dia memasukkan mie nya kedalam panci. Saat dia meraih sendok sayur untuk mengaduk mie di dalam panci, Ambar merasa kepalanya pusing sekali. Dan dalam waktu cepat, pandangan mata nya juga menggelap. Akhirnya tubuh Ambar jatuh berdebum di lantai dapur meninggalkan kompor yang masih menyala. Kompor yang menyala secara terus menerus menghanguskan kan air dan mie yang ada di dalam panci kecil dan bahkan menyambar lap dapur yang ada di samping nya. Tak perlu menunggu lama, api yang telah melahap lap dapur, menyambar dinding dan sekitarnya. Lidah api sudah mencapai tabung LPG, tapi Ambar masih belum tersadar dari pingsan nya. Seketika tabung gas LPG meledak dan menyambar seluruh dinding dan pintu dapur yang menghubungkan dengan halaman belakang rumah Wahyudi. Roni yang rumahnya hanya berjarak lima ratus meter dari rumah Wahyudi, dan saat itu baru saja pulang dari menemui Adelia terkejut saat melewati jalan setapak di belaka
"Oh, jadi selama ini kamu bersekongkol dengan orang ini untuk berpura-pura menjadi debt colector dan menipu anak saya?!" Sebuah suara keras yang mendadak terdengar dari arah belakang membuat Adelia dan Agus terkejut. Tampak Ambar dengan berkacak pinggang melotot pada mantan menantunya itu. Adelia menoleh ke arah mertuanya dan tersenyum lebar. "Hai, Bu Ambar! Apa kabarnya? Rukonya sudah laku," ujar Adelia tenang. Ambar semakin keki dan kesal. Dia maju beberapa langkah dan langsung mengayunkan tangannya ke arah Adelia. "Kamu ya? Benar-benar parasit!" teriak Ambar.Tangan Roni hampir menangkap tangan Ambar, tapi rupanya Adelia sudah lebih dulu menangkap tangan mertua nya. Dikibaskannya tangan Ambar perlahan. "Tenang, Bu Ambar. Apa ibu tahu jika penganiayaan bisa dipenjarakan? Apa ibu mau terus menerus membayar kerugian yang saya alami akibat perbuatan ibu dan anak ibu sampai uang ibu habis?" tanya Adelia tenang. Ambar hanya bisa mendelik dan mengepal kan tangan tanpa menyentuh Ade
"Ga sengaja Gundulmu! Lihat akibat perbuatan kamu! Saya tidak bisa makan malam! Kamu napi baru sengaja mencari masalah dengan saya ya?!" tanya napi gundul itu lalu tanpa ba bi bu, dia menonjok wajah Wahyudi. Buakkk!! "Aaaarghhh!"Wahyudi tersungkur dan keningnya terbentur di lantai penjara yang dingin. Dia menghela napas panjang dan mencoba duduk. Tapi mendadak dia merasakan punggung nya berat. Rupanya si Gundul telah menginjak punggung Wahyudi sekuat tenaga. "Heh, makanya jangan belagu, Lu! Gue dengar Lu masuk sini karena nabrak cewek sampai operasi ya? Orang-orang di sel sini paling ga demen dengan laki-laki yang mainin dan kasar pada perempuan, tahu!" seru Si Gundul. Dia menekan lututnya dan mencondongkan badannya ke depan sehingga berat badannya bertumpu pada punggung Wahyudi. Wahyudi yang tidak paham dengan kesalahannya, hanya terdiam. Tapi batinnya menggerutu. 'Ck, siapa sih orang ini?! Sok banget! Mentang-mentang paling gede dan kekar!' batin Wahyudi merasa kesal. "Heh! L
Roni menatap Adelia dengan serius. "Tapi aku nggak butuh itu. Aku hanya berharap kamu menerima cinta aku. Kamu memang lebih kaya dari aku sekarang. Tapi aku akan berusaha lebih keras lagi untuk mencukupi kebutuhan kamu. Aku serius ingin menikah dengan kamu, Del. Kamu tahu kan kalau aku mencintaimu sebelum kamu mendapatkan semua uang ini?" tanya Roni. Adelia tersenyum. "Iya aku tahu kok kalau kamu tulus. Dan aku mau..."Roni terkejut mendengar jawaban dari Adelia. Matanya sampai melotot dan menatap lawan bicaranya penuh tanda tanya. "A-apa tadi kamu bilang, Del? Coba ulangi lagi?!" pinta Roni penuh harap. Dia ingin memastikan jika telinganya tidak salah mendengar. Adelia tersenyum. "Aku mau, Mas.""Kamu ... Mau apa?"Pipi Adelia bersemu merah. "Aku mau menerima cinta kamu, Mas," jawab Adelia tersenyum. "Benarkah? Alhamdulillah!" seru Roni. Tanpa sadar dia langsung merentang kan kedua tangannya untuk memeluk Adelia. Adelia yang terkejut, refleks memundurkan posisi duduknya. "Eh,
"Astaga, apa-apaan anak itu!? Kenapa aku yang harus bersih-bersih rumah? Harusnya dia yang banyak gerak biar persalinan nya lancar?! Enak saja nyuruh-nyuruh aku? Emangnya aku ini asisten rumah tangganya?!" gumam Ambar kesal dan segera keluar dari kamar dengan wajah marah. Ambar berhadapan dengan menantu nya Wina. Ambar berkacak pinggang, sedangkan Wina menyedekapkan keduanya tangannya di depan dada. "Win, kamu ternyata anak yang seperti ini ya?! Untung saja kamu hamil cucuku. Kalau tidak...""Kalau tidak memangnya kenapa, Buk? Bukan kah ibu di sini untuk menemani dan membantu ku saat hamil karena anak ibu dipenjara?"Ambar terdiam sejenak. Tidak menyangka bahwa anak temannya yang berstatus sebagai menantu nya akan berani melawannya. "Saya memang ingin menemani kamu karena kasihan melihat kamu sendirian ditinggal anak saya di penjara. Tapi saya juga nggak mau kalau menjadi asisten rumah tangga kamu, Win," ujar Ambar menurunkan nada suaranya. Wina mendelik. "Lho kalau begitu nggak a