Beberapa saat sebelumnya, Wahyudi dengan mengendarai avanza hitam pemberian mertuanya, mengantar Wina ke kantornya lalu menuju ke kantor. Mata Jarot mendelik saat melihat Wahyudi turun dari mobil. "Mobil baru, Pak Yud? Saya kira kamu kemarin nggak punya duit? Tapi kok sekarang bisa beli mobil?" tegur Jarot sambil melirik ke arah mobil yang baru sama diparkir oleh Wahyudi. Wahyudi menatap ke arah Jarot. "Enak saja bapak bilang saya nggak punya duit! Saya punya duit tapi tidak pernah saya pamerkan karena saya tidak mau semua teman-teman utang pada saya!" ujar Wahyudi sewot. Dia lalu berjalan dengan cepat masuk ke dalam pabrik nya, meninggalkan Jarot yang terheran-heran. 'Hah? Punya duit katanya? Tapi kenapa dulu saat dompetku jatuh, dia nggak mau mengembalikan nya?' batin Jarot dengan heran. Dia perlahan mengamati mobil milik Wahyudi. 'Ah, sudah lah. Masa bodo! Bisa saja mobil ini milik Wina. Tapi kok bisa sih Wahyudi tidak curiga kalau Wina mengandung? Hah, yang penting Wina ngg
"Alhamdulillah, kamu sudah sadar?! Aku panggil kan dokter dulu ya?! Atau kamu mau bertemu orang tua kamu? Bapak masih salat dan ibu kamu masih makan siang karena seharian tidak makan," tawar Roni. Adelia menggeleng. Kaki kanannya terasa sangat nyeri saat digerakkan. Kepalanya yang terdapat benjolan sebesar telur juga terasa sangat nyeri dan pusing. "Apa yang terjadi padaku?" tanya Adelia pada Roni. "Kenapa kaki dan kepalaku sangat sakit?"Roni menatap Adelia dengan iba. "Kamu kecelakaan, Del. Kamu ditabrak mobil dari belakang dan mobil yang menabrak kamu langsung melarikan diri," sahut Roni. "Astaghfirullah! A-aku haus. Berapa lama aku pingsan?" Roni melihat jam dinding yang menempel di dinding ruangan. "Kamu masuk ruang operasi jam 08.30 dan sekarang saat kamu sadar sudah jam lima sore. Kamu pingsan sekitar delapan jam lebih tiga puluh menit."Adelia terdiam, merasakan seluruh badannya yang terasa sakit dan tenggorakan nya yang terasa haus. "Aku haus. Apa aku boleh minum?" tany
Beberapa hari sebelumnya, Rosa dan Roni menatap petugas polisi di hadapannya dengan rasa tak percaya. "Jadi, sudah ada titik terang tentang siapa pelaku yang menabrak teman saya?" tanya Roni bersemangat. "Iya, benar. Jadi ada yang mengejar pelaku penabrakan itu tapi karena tidak bisa menangkap nya, akhirnya dia hanya berusaha mengingat plat nomor kendaraan yang menabrak teman Bapak."Polisi itu menjeda ucapan nya. "Tapi saat orang yang mengejar penabrak itu akan mengatakan pada bapak tentang berapa plat nomor kendaraan si penabrak, rupanya bapak sudah ke rumah sakit, dan dia tidak tahu bapak ke rumah sakit mana. Dan orang itu akhir nya melaporkan nomor plat mobil penabrak tersebut ke polisi. Kami langsung melacak nomor itu dan akhirnya menemukan pemiliknya bernama pak Broto. Saat kami menghampiri ke rumah pak Broto, rupanya pak Broto mengatakan jika mobil Avanzanya sudah diberikan pada menantunya atas nama Wahyudi. Ini foto bapak Wahyudi yang kami dapat dari mertua nya."Polisi
Beberapa saat sebelumnya, "Apa? Jadi mas Wahyudi pelakunya?" tanya Adelia tak percaya. Ini hari ketiga setelah dia mengalami operasi patah tulang terbuka. Hari ini Adelia sudah belajar jalan perlahan dengan menggunakan tongkat penyangga. Kaki kanan yang terpasang pen masih terasa ngilu bila digunakan untuk berjalan tanpa tongkat. Wahyudi dan Rosa menggangguk. "Benar. Polisi mengatakan kalau mobil yang digunakan untuk menabrak kamu adalah mobil milik pak Broto yang telah diberikan pada menantunya, Wahyudi."Adelia mengepalkan tangannya. "Demi Tuhan, aku tidak ikhlas jika mereka tidak mendapatkan hukuman yang setimpal, Mas!" ujar Adelia geram. "Iya, Del, kami mengerti. Aku akan berusaha untuk membuat mereka dihukum setimpal," janji Rosa. Adelia terdiam sejenak. Mendadak Sanusi, bapak Adelia berdiri. "Lama-lama kurang ajar anak itu ya?! Ternyata dia tidak sekedar pelit tapi juga jahat! Apa dia tidak bisa dipenjara?! Kalau hukum tidak dapat menjeratnya, maka aku yang akan menghaja
"Astaga, apa-apaan anak itu!? Kenapa aku yang harus bersih-bersih rumah? Harusnya dia yang banyak gerak biar persalinan nya lancar?! Enak saja nyuruh-nyuruh aku? Emangnya aku ini asisten rumah tangganya?!" gumam Ambar kesal dan segera keluar dari kamar dengan wajah marah. Ambar berhadapan dengan menantu nya Wina. Ambar berkacak pinggang, sedangkan Wina menyedekapkan keduanya tangannya di depan dada. "Win, kamu ternyata anak yang seperti ini ya?! Untung saja kamu hamil cucuku. Kalau tidak...""Kalau tidak memangnya kenapa, Buk? Bukan kah ibu di sini untuk menemani dan membantu ku saat hamil karena anak ibu dipenjara?"Ambar terdiam sejenak. Tidak menyangka bahwa anak temannya yang berstatus sebagai menantu nya akan berani melawannya. "Saya memang ingin menemani kamu karena kasihan melihat kamu sendirian ditinggal anak saya di penjara. Tapi saya juga nggak mau kalau menjadi asisten rumah tangga kamu, Win," ujar Ambar menurunkan nada suaranya. Wina mendelik. "Lho kalau begitu nggak a
Roni menatap Adelia dengan serius. "Tapi aku nggak butuh itu. Aku hanya berharap kamu menerima cinta aku. Kamu memang lebih kaya dari aku sekarang. Tapi aku akan berusaha lebih keras lagi untuk mencukupi kebutuhan kamu. Aku serius ingin menikah dengan kamu, Del. Kamu tahu kan kalau aku mencintaimu sebelum kamu mendapatkan semua uang ini?" tanya Roni. Adelia tersenyum. "Iya aku tahu kok kalau kamu tulus. Dan aku mau..."Roni terkejut mendengar jawaban dari Adelia. Matanya sampai melotot dan menatap lawan bicaranya penuh tanda tanya. "A-apa tadi kamu bilang, Del? Coba ulangi lagi?!" pinta Roni penuh harap. Dia ingin memastikan jika telinganya tidak salah mendengar. Adelia tersenyum. "Aku mau, Mas.""Kamu ... Mau apa?"Pipi Adelia bersemu merah. "Aku mau menerima cinta kamu, Mas," jawab Adelia tersenyum. "Benarkah? Alhamdulillah!" seru Roni. Tanpa sadar dia langsung merentang kan kedua tangannya untuk memeluk Adelia. Adelia yang terkejut, refleks memundurkan posisi duduknya. "Eh,
"Ga sengaja Gundulmu! Lihat akibat perbuatan kamu! Saya tidak bisa makan malam! Kamu napi baru sengaja mencari masalah dengan saya ya?!" tanya napi gundul itu lalu tanpa ba bi bu, dia menonjok wajah Wahyudi. Buakkk!! "Aaaarghhh!"Wahyudi tersungkur dan keningnya terbentur di lantai penjara yang dingin. Dia menghela napas panjang dan mencoba duduk. Tapi mendadak dia merasakan punggung nya berat. Rupanya si Gundul telah menginjak punggung Wahyudi sekuat tenaga. "Heh, makanya jangan belagu, Lu! Gue dengar Lu masuk sini karena nabrak cewek sampai operasi ya? Orang-orang di sel sini paling ga demen dengan laki-laki yang mainin dan kasar pada perempuan, tahu!" seru Si Gundul. Dia menekan lututnya dan mencondongkan badannya ke depan sehingga berat badannya bertumpu pada punggung Wahyudi. Wahyudi yang tidak paham dengan kesalahannya, hanya terdiam. Tapi batinnya menggerutu. 'Ck, siapa sih orang ini?! Sok banget! Mentang-mentang paling gede dan kekar!' batin Wahyudi merasa kesal. "Heh! L
"Oh, jadi selama ini kamu bersekongkol dengan orang ini untuk berpura-pura menjadi debt colector dan menipu anak saya?!" Sebuah suara keras yang mendadak terdengar dari arah belakang membuat Adelia dan Agus terkejut. Tampak Ambar dengan berkacak pinggang melotot pada mantan menantunya itu. Adelia menoleh ke arah mertuanya dan tersenyum lebar. "Hai, Bu Ambar! Apa kabarnya? Rukonya sudah laku," ujar Adelia tenang. Ambar semakin keki dan kesal. Dia maju beberapa langkah dan langsung mengayunkan tangannya ke arah Adelia. "Kamu ya? Benar-benar parasit!" teriak Ambar.Tangan Roni hampir menangkap tangan Ambar, tapi rupanya Adelia sudah lebih dulu menangkap tangan mertua nya. Dikibaskannya tangan Ambar perlahan. "Tenang, Bu Ambar. Apa ibu tahu jika penganiayaan bisa dipenjarakan? Apa ibu mau terus menerus membayar kerugian yang saya alami akibat perbuatan ibu dan anak ibu sampai uang ibu habis?" tanya Adelia tenang. Ambar hanya bisa mendelik dan mengepal kan tangan tanpa menyentuh Ade