Hallo again :) Apakah di bab ini akan ada lebih dari 10 komen di paragraf?
Jika ya, next chapter bakal segera publish hari ini :*
(Cara komen di paragraf tinggal tekan lama di bagian paragraf yang dimau)
Enjoy!
-----
Sebuah Cadillac Escalade hitam melaju mulus di tengah jalanan kota Madison. Sinar terik matahari telah perlahan redup, demi menyambut langit senja yang siap menjadi pengiring mobil tersebut.
Di dalam kabin belakang mobil berinterior mewah serta berdominasi warna cream itu tengah duduk Liora dan wanita muda lain yang bertugas menjadi babysitter. Liora duduk dengan menjelujurkan kakinya pada penyangga kaki di bagian bawah kursi.
Senyum di wajah Liora terlukis lembut nan hangat bersama mata peraknya yang berkilau pada sang bayi di gendongannya. Sebuah senyuman yang hanya akan ditemui kala Liora sedang bersama bayinya atau dengan keluarga di New York.
Bayi perempuan itu sedang menyusu, meski matanya terpejam karena kantuk. Tak ada yang lebih menyejukkan hati Liora selain melihat wajah damai malaikat kecilnya.
Midi dress berwarna blush yang berpotongan scoop di bagian leher itu justru semakin membuat Liora terlihat anggun kala sedang menyusui seperti ini. Meski satu bagian tali di pundak itu harus turun menemui lengan. Ia mengenakan midi dress itu untuk memenuhi janji pada Daniel seperti beberapa hari yang lalu.
"Mengapa kau cepat sekali tumbuh besar, Sayang?" gumam Liora geli yang segera mendapatkan kekehan sang babysitter.
"Vierra pasti akan menjadi anak yang cantik seperti Anda, Nyonya," ujar Anna riang, khas energi mudanya, mengingat Anna baru saja menginjak usia dua puluh tahun beberapa minggu lalu.
Liora menoleh pada babysitter bayinya yang duduk di samping. Senyum di wajah itu berubah tipis sesaat. "Tentu ia akan menjadi anak yang cantik sekaligus kuat."
Mata perak Liora kemudian kembali pada sang anak. Punggung jari-jarinya mengusap pipi kemerahan sehalus sutra tersebut. "Kelak kau harus menjadi anak yang kuat," bisiknya lembut, tetapi getir.
Pandangan wanita itu lalu meredup kala ingatan membawanya pada ayah sang anak, Alex. Kesedihan bercampur amarah yang berbalut kekecewaan segera menyelimuti kembali relung hati Liora.
Napas kasar pun segera terbuang dari bibir indah itu. Seperti dirinya yang kembali membuang wajah pria tampan itu dari bayangan otaknya. Sudah setahun ia mencari keberadaan Alex, tetapi sampai saat ini ia belum menemukan pria itu. Seakan Alex hilang ditelan bumi.
"Kau memiliki bentuk hidung yang sama seperti dirinya. Begitu juga dengan senyummu, Sayang," lirih Liora kembali getir pada sang bayi.
Liora kemudian menutup bagian dadanya setelah tahu Vierra telah terlelap. Ia lalu mengecup kening bayi mungilnya tersebut. "Aku akan membawanya untuk menemuimu. Aku berjanji," bisik Liora dengan hatinya yang terasa tergerus lara.
Anna yang mampu mendengar segala perkataan Liora hanya mampu menunduk. Tak berani berkata apa pun dan hanya mampu merasakan kesakitan hati majikannya.
Tak berselang lama, mobil Cadillac Escalade hitam itu pun berhenti tepat di depan restoran Italia yang menjadi tujuan Liora. Anna segera mengambil alih Vierra dalam gendongannya sebelum akhirnya Liora keluar dari mobil.
Sepatu stiletto berwarna blush yang dikenakan Liora pun segera menapaki jalan. Kepalanya mendongak tinggi bersama pandangan yang mengamati nama restoran bertuliskan 'Ristorante di Gloria' yang begitu megah, semegah arsitektur restoran tersebut.
Seorang pelayan segera menyambut Liora ketika ia baru saja memasuki restoran dengan pencahayaan kekuningan itu. Pelayan pria tersebut membimbingnya menuju meja yang rupanya telah dipersiapkan.
Sepanjang menuju meja itu, mata Liora menyapu pada interior elegan klasik yang begitu melekat kental pada restoran ini. Pigura-pigura dengan lukisan abad pertengahan bernilai tinggi tampak menghiasi sepanjang dinding. Chandelier turut mengisi beberapa dinding bercat gelap dan langit-langit. Sedang sofa beledu merah memenuhi lantai dengan meja melingkar yang mewah.
Beberapa kali Liora bersalaman dan berbincang singkat dengan beberapa rekan bisnis yang rupanya turut hadir pada pembukaan restoran Italia ini, sebelum akhirnya ia menjatuhkan bokong pada sofa beledu yang empuk. Masing-masing dari meja di sekitar Liora terisi oleh orang-orang yang berpasangan dan berkelompok, tetapi Liora tak terusik sama sekali dengan kesendiriannya di meja ini.
Bahkan ia hanya melirik dingin pada beberapa pria yang terang-terangan menatapnya dengan mata mendamba. Tentu saja, hanya pria yang tak tertarik pada wanita saja yang akan melewatkan pandangan begitu saja jika melihat ada sosok cantik nan anggun seperti Liora.
Bagi para pria, Liora adalah figur sempurna dari mimpi basah dan fantasi liar mereka. Tua maupun muda. Sayangnya, Liora tak sedikit pun tertarik atau tergoda bermain-main untuk membuat semua itu nyata. Terlebih setelah hatinya mati seperti saat ini.
Seorang pria berparas latin sudah akan menghampiri meja Liora, tetapi pria itu segera mundur, menguburkan niatnya ketika pria lain turut mendekati meja itu. Liora mendongakkan pandangan dan mata peraknya segera bertabrakan dengan sepasang mata sapphire yang tajam. Anehnya, meski dari sekali melihat Liora dapat merasakan aura berbahaya dari pancaran mata itu, tetapi Liora juga menemukan dirinya mengagumi cahaya mata di sana.
"Miss Quinton."
Senyum di wajah pria percampuran ras itu menerpa mata perak Liora, bersamaan dengan sebuah suara asing yang berat, dalam dan sedikit serak tersebut. Suara itu melesat begitu cepat, menyusuri lorong pendengaran Liora dan menciptakan sebuah getaran yang mengusik dada.
"Sebuah kehormatan Anda bersedia datang kemari." Senyum itu terus bertahan bersama suara asing bernada penuh wibawa dan kuasa yang membuat mata Liora mengerjap pedih, semakin terusik.
Namun, iris perak Liora seakan terpatri pada sosok pria bertubuh tinggi tegap itu. Liora memperkirakan bahwa usia mereka tak berbeda jauh.
Setelan jas berwarna kelabu tampak membungkus tubuh pria itu dengan sempurna. Sedang bulu kasar nan tipis mengitari sepanjang garis rahang tegas di wajah sana.
Sementara mata sebiru sapphire itu terbingkai dengan alis tebal yang justru menyempurnakan bahaya dan ketajaman mata tersebut. Rambut gelap bergelombang di atas sana tertata begitu rapi dan menampilkan semburat warna chesnut ketika cahaya lampu menerpanya.
"Saya orang yang menepati janji."
Liora bangkit dari duduknya setelah menepis getaran yang terus menderu di dadanya. Pria di depannya ini pasti bos sekaligus pemilik restoran yang dimaksudkan Daniel.
"Tentu saja, saya meyakini itu."
Suara berat itu mengalun begitu tenang, tetapi meresahkan lorong pendengaran Liora terus-menerus. Liora tak mampu menampik bahwa pria itu memiliki suara paling seksi yang pernah ia dengar selama ini.
"Gavriel Arvezio." Sang pemilik suara berat itu mengulurkan tangannya.
Pupil Liora seketika melebar mendengar nama pria itu. Getaran di dadanya pun sirna dalam waktu sekejap. Ia mengira bos yang dimaksudkan oleh Daniel adalah CEO dari GStrom Company dan menurut data yang ia baca, CEO perusahaan itu bukan bernama Gavriel Arvezio.
Liora tahu siapa Gavriel Arvezio, meski ini adalah kali pertama pertemuan mereka. Terlebih nama belakang pria itu. Arvezio adalah sebuah nama yang tak asing dikalangan banyak orang, termasuk pebisnis seperti Liora. Namun, nama itu bukanlah nama yang dikenal baik. Mungkin sebagian orang tak akan sependapat dengan itu, tetapi tidak jika di mata Liora.
Itu karena Arvezio adalah nama keluarga dari sebuah kelompok mafia Italia-Amerika terbesar dan terkuat di Amerika yang biasa dikenal dengan nama Prospero. Bahkan ketika masing-masing bos Five New York Families, lima keluarga besar mafia terkenal di Amerika itu tumbang dan dipenjara pada tahun 90-an, Prospero tetap berdiri kokoh dan tak tersentuh hingga saat ini.
Terlebih banyak rumor yang mengatakan bahwa Prospero memiliki kedekatan dengan keluarga terkaya di dunia, Crossleight. Liora sudah mampu membayangkan seperti apa kekuasaan keduanya saat bersanding.
"Liora Quinton," sambut Liora kemudian.
Kedua tangan mereka saling menjabat dan jemari Liora seketika tenggelam dalam telapak tangan lebar Gavriel. Sekejap, Liora terkejut merasakan hangatnya tangan yang menyelimutinya itu.
Mata perak Liora mengamati kedua tangan mereka, lalu merangkak pada wajah Gavriel yang tersenyum ramah sekaligus penuh wibawa. Jadi ... inikah sosok sang bos mafia Prospero?
...To Be Continued...
Makasi banyak sudah baca. Apa komentarmu tentang bab ini?
Info dan Visual cek
di IG @saltedcaramely_
Sesuai janji, bab ini meluncur! :*Ramein bab ini juga dengan taburan komenmu di paragraf yaa(Cara komen di paragraf tinggal tekan lama di bagian paragraf yang dimau)Enjoy!-----Gavriel dapat dengan jelas melihat bagaimana pupil di mata perak itu melebar ketika ia menyebutkan namanya. Menyingkap sinar mata yang sejak tadi tanpa sadar telah Gavriel nikmati.Sebagai seorang pria, Gavriel tak akan bisa melarikan pandangannya dengan mudah dari sosok CEO muda yang tak pernah Gavriel perkirakan akan sememesona ini. Gavriel pikir, Daniel hanya membual ketika menceritakan tentang kecantikan yang dimiliki seorang Liora. Namun, rupanya Liora jauh di atas bayangan Gavriel.Meski wanita itu memberikan ia tatapan dingin. Tidak, sejak kedatangan wanita itu, Gavriel melihat Liora menaburkan wajah dingin pada seluruh pria di sini. Tatapan dingin itu membuat jiwa Gavriel terusik. Ia
Enjoy!-----Seluruh orang berpakaian serba hitam memenuhi area sebuah pemakaman keluarga milik Arvezio di sudut kota Madison. Isak tangis menjadi pengiring suara seorang pemuka agama yang tengah memimpin doa di depan sebuah batu nisan besar bertuliskan ‘Dario Arvezio’.Tak jauh dari area pemakanan, beberapa orang berjaga ketat dengan megang senapan. Pandangan mereka begitu awas, demi menjaga kehikmatan prosesi pemakaman underboss Prospero tersebut dari segala macam gangguan.Sementara itu, mata Gavriel mengamati satu persatu orang yang hadir di sana. Mencari wajah-wajah pengkhianat yang mungkin saja tampak dari kematian saudara sepupunya.Matanya kemudian bertabrakan beberapa saat pada anggota keluarga Crossleight yang turut hadir. Mereka mengangguk dan dibalas hal serupa oleh Gavriel, menghargai kedatangan mereka. Bersama dengan itu, tangan Gavriel tak lelah mengusap punggung wanita yang seda
Makasi untuk antusiasnya di bab 4 :* Ti amo!Enjoy!-----Langkah kaki berbalut sepatu scarpin hitam milik Liora seketika terhenti ketika ia baru saja tiba di ruang tengah penthouse-nya. Vierra yang berada di gendongan sang ibu segera memekik menggemaskan, mengetahui kedatangan pria dewasa yang sedang berdiri di tengah ruangan tersebut.Pria dewasa dengan gurat keriput di wajahnya itu pun mengembangkan senyum pada Vierra. Dengan pakaian jas biru gelapnya, ia berjalan menghampiri Liora.Mata Liora melirik pada sebuah amplop di tangan pria itu. Lalu ia berdecak.“Kapan Dydy sampai kemari?” tanya Liora sekadar basa-basi pada sang ayah.Hubungan keduanya yang tak begitu bagus membuat Liora tak tertarik dengan kunjungan ayahnya kemari. Meski ia tahu sang ayah datang jauh-jauh dari Manhattan.“Sekretarismu berkata kau bertemu dengan Gavriel Arvezio beberapa hari la
Enjoy!-----Denver, Colorado-USALiora melangkah dengan dagu terangkat memasuki suasana pesta di salah satu mansion milik Arvezio. Pandangannya lurus membelah keramaian, meski ekor mata perak itu tak bisa lari dari pemandangan menjijikkan para tamu yang hadir.Ia tak terkejut dan tidak pula berharap ini seperti layaknya pesta elegan pada umumnya yang biasa ia datangi. Meski pada awalnya ia sempat terkecoh dengan suasana berkelas dan musik opera, tetapi ketika ia memasuki mansion ini lebih dalam, pesta sesungguhnya baru terlihat. Ini lebih tepat dikatakan sebagai pesta seks.Sepanjang langkah Liora, sepanjang itu pula ia melihat para tamu yang saling bercinta tanpa mengenal tempat. Di tengah mereka yang berpakaian gaun dan tuxedo mahal, beberapa di antaranya ada yang mengenakan seragam berpangkat dan beberapa yang lainnya juga Liora kenal sebagai politisi terkenal.Pemandangan itu s
Enjoy!-----Liora menyandarkan punggungnya pada kursi tinggi. Kedua tangan itu saling tertaut dengan siku bertumpu pada armrest. “Terdengar seperti seseorang yang baru saja bersusah payah mencari tahu informasi tentang CEO Quinton Resource Corp,” ujarnya datar. Ia mengendalikan diri dengan cepat.“Sayangnya aku tak perlu bersusah payah.” Seringai di bibir Gavriel kembali berubah menjadi senyum lembut. Berbanding terbalik dengan nada bicaranya yang justru terdengar sombong bagi Liora.Gavrial memutar armrest kursi Liora hingga tubuh itu menghadap padanya. Lalu tangan Gavriel bertumpu pada kedua armrest itu. Ia membawa wajahnya semakin dekat dengan wanita cantik bergaun merah tersebut.“Kau selalu membawa kejutan Liora,” ujar Gavriel penuh makna dengan matanya yang jatuh pada bibir bawah Liora yang sedang wanita itu gigit, menahan gejolak emosi.Meski demi
Enjoy!-----Gavriel dan Daniel hanya menatap lurus pada Liora dan akhirnya membuat wanita itu kembali memaksakan diri untuk menatap foto dalam map itu. Liora menggeleng beberapa kali.“Ini bukan dirinya,” gumamnya gusar.Di dalam foto itu tampak sebuah tubuh di dalam galian liang lahat dengan wajah yang telah sukar dikenali karena termakan binatang tanah. Namun, jaket dan kaus yang dikenakan oleh mayat pria di dalam foto itu terasa begitu familiar. Meski pun tanah membuat pakaian itu tampak begitu lusuh.Namun, bukankah orang lain juga bisa saja mengenakan pakaian yang sama? Pabrik pakaian membuat potongan yang sama begitu banyak. Liora menjejalkan otaknya dengan segala kemungkinan.“Mayat ini bukan Alex, bukan Alex,” gumamnya lagi.Namun, gumaman itu seketika menghilang ditelan keterkejutan kala ia melihat mayat itu tak memiliki kelingking kiri. Liora akhirnya tak bisa lagi m
Enjoy!-----“Sayang apakah kau baik-baik saja? Mommy dari kemarin tak bisa berhenti memikirkanmu,” ujar Vello, ibu Liora di sambungan telepon. Suaranya begitu gusar sejak panggilan itu terangkat.“Aku baik-baik saja, Mom. Jangan khawatir,” jawab Liora dengan helaan napas kasar.“Liora Brylee Quinton!” sentak Vello yang seketika membuat Liora memejamkan mata. Jika sang ibu sudah menyebut nama lengkap yang jarang diketahui orang seperti ini, itu berarti ibunya sedang benar-benar marah. “Jangan coba-coba membohongi Mommy.”Liora kembali mendesah, kali ini pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia menoleh pada jendela kaca mobil yang sedang melaju. Berandai ia dapat melarikan diri dari kenyataan pahit.“Alex telah meninggal, Mom,” terang Liora akhirnya.“Apa? Dari mana kau tahu?” Vello yang sedang
Jam berapa kalian baca bab ini??Enjoy!-----Seluruh keramaian di dalam ballroom terasa sunyi seketika. Reseptor tubuh Liora seolah mati dan hanya menyisahkan reseptor di sekitar bibir yang berbalut lipstick berwarna soft pink itu. Ia dapat merasakan kelembutan dan kelembapan yang hangat pada rengkuhan bibir Gavriel.Tidak, ini kesalahan besar. Berani sekali pria ini menciumnya?Jiwa Liora memberontak, tetapi tubuhnya terasa tak berdaya, terlebih ketika Liora dapat melihat Gavriel terpejam. Bibir pria itu melumatnya lembut seakan Gavriel tengah menyentuh suatu benda rapuh. Rasa ini seolah bukan dari seseorang yang telah melukainya sejak awal. Rasa ini seolah sebuah bahasa atas pengaguman yang terpendam.Cara Gavriel menyelimuti bibirnya terasa begitu mengusik debaran jantung Liora sampai ia dapat mendengar jelas suara genderang di dadanya. Tidak. Ini sala
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah
Happy Reading----- Liora tersenyum menatap buku kolase album Vierra yang rupanya telah Hunter buat selama ini. Beberapa merupakan foto yang pria itu ambil diam-diam dan beberapa di antaranya adalah foto yang Liora bagikan untuk pria itu. Andai Hunter tak ambisius dengan dendam yang membuatnya berubah mengerikan, mungkin saat ini Hunter masih bisa menimang Vierra. Dari album ini Liora tahu ketulusan Hunter mencintai ponakannya. Liora kemudian menutup album itu dan menyimpannya di kotak kardus. Ada beberapa benda yang telah mengisi kotak kardus itu. Ia sengaja memilahnya untuk ia simpan dan menunjukkan pada Vierra saat sang anak sudah dewasa nanti. Beberapa di antaranya penghargaan dan piagam yang pasti akan membuat Vierra bangga memiliki paman pengacara hebat seperti Hunter. Sama seperti benda-benda dari Alex dan Rose yang ia simpan untuk Vierra. Vierra cukup tahu segala hal yang baik itu. Sebuah aib tak perlu disebar dan diturunka
Happy Reading----- “Kau membuat pertanyaan yang jelas tak ingin untuk aku tolak,” erang Liora kesal bercampur suka cita. Gavriel terkekeh begitu juga dengan yang lain mendengar hal itu. “Ya Tuhan, kau benar-benar sudah sadar dari koma.” Mata Liora kembali berkaca-kaca seraya mengusap sisi wajah Gavriel, seolah ini semua hanya ilusinya karena terlalu takut kehilangan Gavriel. Pria itu tersenyum lembut, merasa kembali jatuh cinta berkali-kali mendapati dirinya sangat begitu berarti untuk Liora. Tak ada hal paling membahagiakan bagi seorang manusia biasa sepertinya di saat hidupnya berarti untuk orang lain, terlebih itu wanita yang paling ia cintai. “Kita bisa memulainya kapan pun kalian siap,” bisik seorang pria paruh baya yang menjadi officiant yang baru Liora sadari ada di tengah-tengah mereka sedari tadi. “Oh maaf.” Liora mendadak salah tingkah ditegur seperti ini. “Aku terlalu larut. Tentu, tentu kita bi
Happy Reading-----Liora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menembak kepala co-pilot itu saat ini juga. Sehingga Liora hanya mengangguk, sementara isi kepalanya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri bersama Vierra saat mendarat nanti. Diam-diam ia merutuk karena selalu melewatkan kesempatan untuk belajar menerbangkan helikopter.Beberapa saat kemudian mereka tiba di Eau Claire. Setidaknya itu yang Liora dengar dari pembicaraan co-pilot dengan menara pengawas. Helikopter mendarat di sebuah helipad di antara bangunan megah kuno dengan taman super luas di sepanjang mata memandang.Pikiran Liora semakin tak menentu. Ini jelas-jelas bukan rumah sakit keluarga Arvezio. Ia kemudian turun dengan tangannya yang terus bersiaga untuk segera mengambil revolver di tas jika terjadi sesuatu.“Sebelah sini, Donna Liora,” kata co-pilot tersebut bersama beberapa orang berseragam hitam yang mengirin