Enjoy!
-----
Seluruh orang berpakaian serba hitam memenuhi area sebuah pemakaman keluarga milik Arvezio di sudut kota Madison. Isak tangis menjadi pengiring suara seorang pemuka agama yang tengah memimpin doa di depan sebuah batu nisan besar bertuliskan ‘Dario Arvezio’.
Tak jauh dari area pemakanan, beberapa orang berjaga ketat dengan megang senapan. Pandangan mereka begitu awas, demi menjaga kehikmatan prosesi pemakaman underboss Prospero tersebut dari segala macam gangguan.
Sementara itu, mata Gavriel mengamati satu persatu orang yang hadir di sana. Mencari wajah-wajah pengkhianat yang mungkin saja tampak dari kematian saudara sepupunya.
Matanya kemudian bertabrakan beberapa saat pada anggota keluarga Crossleight yang turut hadir. Mereka mengangguk dan dibalas hal serupa oleh Gavriel, menghargai kedatangan mereka. Bersama dengan itu, tangan Gavriel tak lelah mengusap punggung wanita yang sedang mendekapnya erat dengan isak tangis yang terus menderai.
“Kau tak sendirian Gwens. Kau memiliki kita semua. Siapa pun pembunuhnya, ia akan mendapatkan bayaran yang setimpal,” bisik Gavriel tegas pada sang adik sepupu, adik kandung Dario.
“Bunuh dia, mereka, siapa pun itu! Aku tak peduli!” teriak Gwens, terisak dengan pelukannya yang semakin mengerat.
“Kau memegang perkataanku.” Gavriel mengecup sisi rambut brunette Gwens dengan begitu dalam, bersama tangannya yang meremas mantel hitam sang adik sepupu itu oleh amarah yang sejak tadi ia tahan.
Selepas pemakaman itu, Gavriel memasuki ruangan khusus bergaya klasik yang telah biasa mereka gunakan untuk rapat Prospero, tempat para sepupunya telah menunggu. Sementara para wanita dan orang tua berada di lantai bawah bersama kerabat yang lain.
“Pier, temani Gwens di bawah,” kata Gavriel pada adik tirinya.
Daniel yang turut berada di ruangan itu bersama satu pria lainnya seketika menolehkan pandangan ke arah Pierro yang tengah berdiri di dekat perapian. Dua pria dewasa itu kemudian memberi anggukan, menyetujui perkataan Gavriel, selaku bos Prospero. Pierro, pria berumur dua puluhan tahun itu lalu berdecak kesal dan melangkah menuju pintu.
“Kau akan bergabung bersama kami setelah pelantikanmu, Brother,” kata Daniel seraya menepuk pundak Pierro ketika pria berambut blonde itu melewatinya.
Pierro hanya menjawab serupa gumaman tak jelas, sebelum akhirnya keluar dari ruangan dengan menyisahkan dentuman ringan dari pintu yang tertutup. Gavriel menatap pintu cokelat tua itu dan mendesah kasar.
“Ia belum siap untuk pelantikan.”
Gavriel membuka botol kaca berisi whiskey dari stroller bar, lalu menuangkannya pada gelas rendah di meja kerja. Jas hitamnya tersampir di armrest kursi, sedang kemeja putih telah tersingsing mencapai siku dengan bagian rompi hitam yang masih melekat di sana.
“Ia memiliki tekad yang kuat, Gav. Sedikit mendisiplinkannya akan membuat ia menjadi seorang pria,” kata Daniel, sebelum menjatuhkan diri pada single sofa di dekat tirai.
“Ya,” jawab Gavriel setelah meneguk kasar whiskey-nya.
Jika itu yang Daniel yakini, Gavriel tak akan mendebat karena itulah tugas Daniel selama ini sebagai consigliere atau penasihat dalam hirarki mafia Italia seperti Prospero. Selain Daniel juga menjabat sebagai pengacara pribadi keluarga Arvezio.
Orang-orang di luar yang tak mengenal Arvezio akan meletakkan keheranan mereka, mengingat Daniel adalah satu-satunya pria berdarah Asia Timur di tengah keluarga Italia-Amerika ini. Namun, itu tak mengherankan karena Daniel semasa kecil memang diangkat oleh kakek Gavriel.
Daniel telah lama menjadi bagian anggota keluarga yang tak terpisahkan dan menjadi salah satu orang kepercayaan Arvezio. Tak terkecuali Gavriel, karena ialah yang mengangkat Daniel untuk menjadi consigliere-nya semenjak ia menggantikan sang kakek yang turun dari jabatan bos Prospero karena sakit.
Gavriel meletakkan gelas kosongnya, lalu membawa kedua telapak tangannya untuk bertumpu pada meja. Sedang mata sapphire itu menatap tajam saudara sepupunya yang sedang duduk tertunduk di kursi dekat perapian di seberang Daniel.
“Jangan biarkan kesedihan melemahkanmu, Marco! Para wanita di bawah sana boleh tetap menangis, tetapi tidak dengan kita,” kata Gavriel tegas, meski ia memiliki usia yang lebih muda dibanding saudara sepupunya itu.
Marco, pria berwajah tegas nan garang dengan bingkai bulu kasar di sekitar rahangnya itu seketika menegakkan padangan pada Gavriel. Ia menghapus air mata di pipinya dengan punggung tangan, lalu mengangguk.
Ia tak pernah tersinggung dengan kedewasaan Gavriel yang memang melampaui dirinya. Hal itu pula yang membuat ia berada di posisi underboss Prospero, meski secara usia, ia seharusnya menjadi bos. Namun, Marco menyadari bahwa ini bukan perkara tahta. Berada di posisi bos seperti Gavriel, sama halnya dengan bersiap memikul nyawa seluruh anggota keluarga. Gavriel juga pernah berada di posisi sama sepertinya, tetapi kelayakan di lapangan yang membuat Gavriel akhirnya menjadi orang yang pantas menggantikan posisi kakek mereka.
“Polisi kita di Las Vegas menemukan bukti-bukti ini.”
Marco beranjak dari kursi dan menyerahkan ponselnya pada Gavriel. Menunjukkan bukti lain dari foto-foto kematian Dario. Sumber dari para polisi itu adalah mereka yang berasosiasi dengan Prospero selama ini. Mereka tersebar di mana-mana, khususnya Amerika.
Gavriel mengamati foto-foto itu dengan tangan terkepal, lalu menyalurkannya pada Daniel. Ia menggeram kasar seraya berbalik badan, mengambil rokok dari laci dan menyalakannya dengan segera.
“Dario tak mungkin terlibat pada pengedaran narkoba, Gav. Ia sangat tahu aturan kita,” kata Daniel setelah melihat isi foto-foto tersebut.
“Bagaimana jika ternyata iya?” rahang Gavriel mengeras pada Daniel.
“Aku pernah mendengar pembicaraannya mengenai Miami. Aku sudah memperingatkannya untuk tak menyentuh bisnis itu,” timpal Marco sembari memegang kepalanya yang berdenyut.
Ia terus dihujani rasa bersalah. Andai ia tak lelah memperingatkan sepupunya tersebut, mungkin ini semua tak akan terjadi.
“Bodoh!” umpat Gavriel dengan menggebrak meja.
Ia menggeleng kasar. Dari sekian banyak bisnis kotor yang Prospero jalankan, hanya ada satu bisnis yang menjadi aturan larangan keras mereka, narkoba. Mengapa sangat sulit bagi sepupunya untuk mematuhi itu?
Meski semua pun tahu bahwa uang yang didapat akan sangat besar, tetapi menyentuh bisnis itu sama saja dengan mereka menyiapkan kuburannya sendiri. Risiko yang terlalu besar dan jerat hukum yang berat. Tak ada celah untuk pembelaan dari orang-orang yang berbisnis narkoba. Berbeda dengan perjudian, prostitusi dan bisnis kotor lainnya.
“Panggil seluruh caporegime di bawah Dario dan urus mereka untuk mendapatkan fakta,” perintah Gavriel pada Marco. Pria itu pun segera mengangguk dan keluar ruangan.
Dalam hirarki mafia Italia-Amerika seperti Prospero, caporegime adalah istilah kepangkatan yang setara dengan kapten. Mereka berada di bawah perintah underboss dalam mencari dan menjalankan bisnis di lapangan. Seperti selayaknya kapten, caporegime membawahi para prajurit yang biasa disebut made guy. Mereka adalah penghasil uang, serta sebagai tangan dalam tindakan-tindakan keji atas nama kehormatan dan kesetiaan pada Prospero.
Sepeninggal Marco, ruangan itu seketika hening dengan kecamuk pikiran dari Gavriel maupun Daniel. Gavriel menyesap rokoknya dan mengembuskan perlahan dengan kepala mendongak pada langit-langit.
“Bagaimana dengan Liora? Apakah kau ingin aku mengirim gertakan ancaman padanya besok?” tanya Daniel, memecah keterdiaman mereka. Ia tahu pertemuan Gavriel dan Liora di restoran beberapa hari lalu tak mengubah keputusan Liora.
Gavriel menegakkan pandangan pada Daniel seraya kembali menyesap rokoknya. Ingatan Gavriel seketika tertarik kembali pada pertemuannya dengan wanita cantik berambut golden blonde tersebut.
Bagi Gavriel, membeli orpiment milik Quinton Resource Corp hanya sekadar perkenalan bisnis, sebelum mereka hendak mengenggam perusahaan tersebut. Tidak, Gavriel tidak menginginkan perusahaan itu benar-benar jatuh di tangan Prospero, karena ia tahu itu hanya akan menimbulkan kegaduhan dari keluarga Quinton.
Gavriel berencana membuat Quinton Resource Corp bergerak tanpa sadar atas arahan dari Prospero, seperti sebuah boneka. Perusahaan yang dipimpin Liora itu menjadi begitu penting di mata Gavriel, karena ia tahu Quinton Resource Corp memiliki cengkeraman pada begitu banyak pertambangan di dunia, beserta tanah jarang yang tentunya sangat berharga. Semua itu dapat menjadi alat tawar yang potensial bagi Prospero di dunia ekonomi-politik untuk mendapatkan kekuasaan di mana pun.
Mendengar perkataan Daniel tadi, ia tak terkejut sama sekali dengan penawaran itu, karena itulah yang biasa mereka lakukan ketika langkah negosiasi telah gagal. Namun, ingatan tentang interaksi antara Liora dan bayi perempuan itu membuat pikiran Gavriel terusik.
Gavriel kemudian menggeleng. “Aku ingin kau memberikanku informasi lengkap tentang anak Liora. Aku akan melakukan cara yang lain kali ini.”
...To Be Continued...
Makasi banyak sudah baca sampai bab ini. Novel lain karya saltedcaramel:
- My Devil Bodyguard (orang tua Liora)
- Trapped By Obsession (Jake, sahabat ayah Liora)
- Something Between Us (anak Jake)
Yuk gabung di grup WA pembaca. Link grup WA, segala info dan visual novel, cek
di IG @saltedcaramely_
Makasi untuk antusiasnya di bab 4 :* Ti amo!Enjoy!-----Langkah kaki berbalut sepatu scarpin hitam milik Liora seketika terhenti ketika ia baru saja tiba di ruang tengah penthouse-nya. Vierra yang berada di gendongan sang ibu segera memekik menggemaskan, mengetahui kedatangan pria dewasa yang sedang berdiri di tengah ruangan tersebut.Pria dewasa dengan gurat keriput di wajahnya itu pun mengembangkan senyum pada Vierra. Dengan pakaian jas biru gelapnya, ia berjalan menghampiri Liora.Mata Liora melirik pada sebuah amplop di tangan pria itu. Lalu ia berdecak.“Kapan Dydy sampai kemari?” tanya Liora sekadar basa-basi pada sang ayah.Hubungan keduanya yang tak begitu bagus membuat Liora tak tertarik dengan kunjungan ayahnya kemari. Meski ia tahu sang ayah datang jauh-jauh dari Manhattan.“Sekretarismu berkata kau bertemu dengan Gavriel Arvezio beberapa hari la
Enjoy!-----Denver, Colorado-USALiora melangkah dengan dagu terangkat memasuki suasana pesta di salah satu mansion milik Arvezio. Pandangannya lurus membelah keramaian, meski ekor mata perak itu tak bisa lari dari pemandangan menjijikkan para tamu yang hadir.Ia tak terkejut dan tidak pula berharap ini seperti layaknya pesta elegan pada umumnya yang biasa ia datangi. Meski pada awalnya ia sempat terkecoh dengan suasana berkelas dan musik opera, tetapi ketika ia memasuki mansion ini lebih dalam, pesta sesungguhnya baru terlihat. Ini lebih tepat dikatakan sebagai pesta seks.Sepanjang langkah Liora, sepanjang itu pula ia melihat para tamu yang saling bercinta tanpa mengenal tempat. Di tengah mereka yang berpakaian gaun dan tuxedo mahal, beberapa di antaranya ada yang mengenakan seragam berpangkat dan beberapa yang lainnya juga Liora kenal sebagai politisi terkenal.Pemandangan itu s
Enjoy!-----Liora menyandarkan punggungnya pada kursi tinggi. Kedua tangan itu saling tertaut dengan siku bertumpu pada armrest. “Terdengar seperti seseorang yang baru saja bersusah payah mencari tahu informasi tentang CEO Quinton Resource Corp,” ujarnya datar. Ia mengendalikan diri dengan cepat.“Sayangnya aku tak perlu bersusah payah.” Seringai di bibir Gavriel kembali berubah menjadi senyum lembut. Berbanding terbalik dengan nada bicaranya yang justru terdengar sombong bagi Liora.Gavrial memutar armrest kursi Liora hingga tubuh itu menghadap padanya. Lalu tangan Gavriel bertumpu pada kedua armrest itu. Ia membawa wajahnya semakin dekat dengan wanita cantik bergaun merah tersebut.“Kau selalu membawa kejutan Liora,” ujar Gavriel penuh makna dengan matanya yang jatuh pada bibir bawah Liora yang sedang wanita itu gigit, menahan gejolak emosi.Meski demi
Enjoy!-----Gavriel dan Daniel hanya menatap lurus pada Liora dan akhirnya membuat wanita itu kembali memaksakan diri untuk menatap foto dalam map itu. Liora menggeleng beberapa kali.“Ini bukan dirinya,” gumamnya gusar.Di dalam foto itu tampak sebuah tubuh di dalam galian liang lahat dengan wajah yang telah sukar dikenali karena termakan binatang tanah. Namun, jaket dan kaus yang dikenakan oleh mayat pria di dalam foto itu terasa begitu familiar. Meski pun tanah membuat pakaian itu tampak begitu lusuh.Namun, bukankah orang lain juga bisa saja mengenakan pakaian yang sama? Pabrik pakaian membuat potongan yang sama begitu banyak. Liora menjejalkan otaknya dengan segala kemungkinan.“Mayat ini bukan Alex, bukan Alex,” gumamnya lagi.Namun, gumaman itu seketika menghilang ditelan keterkejutan kala ia melihat mayat itu tak memiliki kelingking kiri. Liora akhirnya tak bisa lagi m
Enjoy!-----“Sayang apakah kau baik-baik saja? Mommy dari kemarin tak bisa berhenti memikirkanmu,” ujar Vello, ibu Liora di sambungan telepon. Suaranya begitu gusar sejak panggilan itu terangkat.“Aku baik-baik saja, Mom. Jangan khawatir,” jawab Liora dengan helaan napas kasar.“Liora Brylee Quinton!” sentak Vello yang seketika membuat Liora memejamkan mata. Jika sang ibu sudah menyebut nama lengkap yang jarang diketahui orang seperti ini, itu berarti ibunya sedang benar-benar marah. “Jangan coba-coba membohongi Mommy.”Liora kembali mendesah, kali ini pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia menoleh pada jendela kaca mobil yang sedang melaju. Berandai ia dapat melarikan diri dari kenyataan pahit.“Alex telah meninggal, Mom,” terang Liora akhirnya.“Apa? Dari mana kau tahu?” Vello yang sedang
Jam berapa kalian baca bab ini??Enjoy!-----Seluruh keramaian di dalam ballroom terasa sunyi seketika. Reseptor tubuh Liora seolah mati dan hanya menyisahkan reseptor di sekitar bibir yang berbalut lipstick berwarna soft pink itu. Ia dapat merasakan kelembutan dan kelembapan yang hangat pada rengkuhan bibir Gavriel.Tidak, ini kesalahan besar. Berani sekali pria ini menciumnya?Jiwa Liora memberontak, tetapi tubuhnya terasa tak berdaya, terlebih ketika Liora dapat melihat Gavriel terpejam. Bibir pria itu melumatnya lembut seakan Gavriel tengah menyentuh suatu benda rapuh. Rasa ini seolah bukan dari seseorang yang telah melukainya sejak awal. Rasa ini seolah sebuah bahasa atas pengaguman yang terpendam.Cara Gavriel menyelimuti bibirnya terasa begitu mengusik debaran jantung Liora sampai ia dapat mendengar jelas suara genderang di dadanya. Tidak. Ini sala
Enjoy!-----Hunter terkekeh melihat kebingungan Liora yang tampak menggemaskan di matanya. “Aku baru saja menawarimu untuk berdansa. Maukah kau berdansa denganku?”“Y-ya, tentu saja.” Liora mengangguk dan segera menyambut tangan Hunter.Pria berambut brunette dengan bulu tipis di sekitar garis rahang itu tersenyum. Ia membawa Liora ke tengah lantai dansa dan bergabung bersama para tamu lain yang telah mendahului mengisi lantai dansa tersebut.(Playlist Suggest: When I Fall In Love – Céline Dion & Clive Griffin)Liora membiarkan Hunter merengkuh pinggangnya dan merapatkan perut mereka. Sedang jemarinya tenggelam di dalam telapak Hunter yang lebar dan hangat. Serta satu tangannya yang lain memegang pundak Hunter yang terasa begitu keras. Ia dapat membayangkan tubuh atletis di balik tuxedo biru tua yang sedang pria itu kenakan.Mata perak dan hijau itu saling menyatu. Liora tak b
Enjoy!-----Liora membuka salah satu laci di kamarnya dan mengeluarkan sebuah jam tangan Rolex Explorer II: Revenge berwarna hitam. Bibir Liora seketika mengulas senyum, melihat background jarum jam yang bergambar beberapa tengkorak.Wajah Hunter kecil langsung terbayang di depan matanya. Pria itu dahulunya pasti menganggap background itu sangat keren. Ia kemudian menggeleng geli.Ibu jarinya mengusap kaca sapphire crystal yang melapisi jam tangan tersebut. Dahulu, bagian kaca itu pecah dan terdapat noda darah di sekitar pergelangan jam yang putus.Liora masih mengenakan gaunnya yang berwarna hitam ketika ia menjatuhkan bokong di sisi ranjang. Ia memangku jam tangan itu dengan bola mata peraknya yang belum mampu teralih.Ia lalu menghela napas dan menengadahkan kepala, memandang ke arah pintu kamar yang terbuka. Seharusnya, Hunter sedang berdiri di sana saat ini. Namun, tidak.
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah
Happy Reading----- Liora tersenyum menatap buku kolase album Vierra yang rupanya telah Hunter buat selama ini. Beberapa merupakan foto yang pria itu ambil diam-diam dan beberapa di antaranya adalah foto yang Liora bagikan untuk pria itu. Andai Hunter tak ambisius dengan dendam yang membuatnya berubah mengerikan, mungkin saat ini Hunter masih bisa menimang Vierra. Dari album ini Liora tahu ketulusan Hunter mencintai ponakannya. Liora kemudian menutup album itu dan menyimpannya di kotak kardus. Ada beberapa benda yang telah mengisi kotak kardus itu. Ia sengaja memilahnya untuk ia simpan dan menunjukkan pada Vierra saat sang anak sudah dewasa nanti. Beberapa di antaranya penghargaan dan piagam yang pasti akan membuat Vierra bangga memiliki paman pengacara hebat seperti Hunter. Sama seperti benda-benda dari Alex dan Rose yang ia simpan untuk Vierra. Vierra cukup tahu segala hal yang baik itu. Sebuah aib tak perlu disebar dan diturunka
Happy Reading----- “Kau membuat pertanyaan yang jelas tak ingin untuk aku tolak,” erang Liora kesal bercampur suka cita. Gavriel terkekeh begitu juga dengan yang lain mendengar hal itu. “Ya Tuhan, kau benar-benar sudah sadar dari koma.” Mata Liora kembali berkaca-kaca seraya mengusap sisi wajah Gavriel, seolah ini semua hanya ilusinya karena terlalu takut kehilangan Gavriel. Pria itu tersenyum lembut, merasa kembali jatuh cinta berkali-kali mendapati dirinya sangat begitu berarti untuk Liora. Tak ada hal paling membahagiakan bagi seorang manusia biasa sepertinya di saat hidupnya berarti untuk orang lain, terlebih itu wanita yang paling ia cintai. “Kita bisa memulainya kapan pun kalian siap,” bisik seorang pria paruh baya yang menjadi officiant yang baru Liora sadari ada di tengah-tengah mereka sedari tadi. “Oh maaf.” Liora mendadak salah tingkah ditegur seperti ini. “Aku terlalu larut. Tentu, tentu kita bi
Happy Reading-----Liora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menembak kepala co-pilot itu saat ini juga. Sehingga Liora hanya mengangguk, sementara isi kepalanya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri bersama Vierra saat mendarat nanti. Diam-diam ia merutuk karena selalu melewatkan kesempatan untuk belajar menerbangkan helikopter.Beberapa saat kemudian mereka tiba di Eau Claire. Setidaknya itu yang Liora dengar dari pembicaraan co-pilot dengan menara pengawas. Helikopter mendarat di sebuah helipad di antara bangunan megah kuno dengan taman super luas di sepanjang mata memandang.Pikiran Liora semakin tak menentu. Ini jelas-jelas bukan rumah sakit keluarga Arvezio. Ia kemudian turun dengan tangannya yang terus bersiaga untuk segera mengambil revolver di tas jika terjadi sesuatu.“Sebelah sini, Donna Liora,” kata co-pilot tersebut bersama beberapa orang berseragam hitam yang mengirin