Enjoy!
-----
“Sayang apakah kau baik-baik saja? Mommy dari kemarin tak bisa berhenti memikirkanmu,” ujar Vello, ibu Liora di sambungan telepon. Suaranya begitu gusar sejak panggilan itu terangkat.
“Aku baik-baik saja, Mom. Jangan khawatir,” jawab Liora dengan helaan napas kasar.
“Liora Brylee Quinton!” sentak Vello yang seketika membuat Liora memejamkan mata. Jika sang ibu sudah menyebut nama lengkap yang jarang diketahui orang seperti ini, itu berarti ibunya sedang benar-benar marah. “Jangan coba-coba membohongi Mommy.”
Liora kembali mendesah, kali ini pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia menoleh pada jendela kaca mobil yang sedang melaju. Berandai ia dapat melarikan diri dari kenyataan pahit.
“Alex telah meninggal, Mom,” terang Liora akhirnya.
“Apa? Dari mana kau tahu?” Vello yang sedang duduk di sofa tengah ruangan seketika tersentak berdiri.
“Seseorang mengabarkan padaku. Ia telah meninggal dari tiga bulan lalu.”
“O Dios mío! (Oh ya Tuhan!)” Vello menutup mulutnya.
Kini segala kekhawatirnya terjawab. Jika Dexter yang mendapatkan kabar ini, tentu respon keduanya akan sangat jauh berbeda. Dexter tak bisa menghilangkan kebencian pada Alex.
“Sí, él está muerto, (Ya, dia sudah meninggal,)” jawab Liora dengan pandangannya yang kosong pada bangunan-bangunan yang diterangi dengan lampu jalan yang mobilnya lalui.
Ia dan ibunya memang terkadang menggunakan bahasa Spanyol dalam percakapan keseharian. Bahasa dari garis keturunan neneknya.
“Aku tak bisa memenuhi janjiku pada Vierra, Mom.” Mata Liora seketika berlapis kaca. “Aku sudah menuduh Alex tak bertanggung jawab, padahal ia memiliki masalah sendiri setahun ini. Ia tak pernah mengatakan padaku. Ia juga tak pernah mengatakan pada Rose. Ia pergi selamanya tanpa sempat memandang putrinya.” Air mata Liora berlinang, sampai bulir itu jatuh di gaun yang sedang ia kenakan.
“Sayang, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Maafkan Mommy tak bisa memelukmu sekarang.” Vello terduduk seraya memegang dadanya. Ia turut merasakan nyeri, seperti sang anak rasakan saat ini.
Liora menghapus air mata di pipinya yang berlapis makeup tipis, lalu mengambil napas dalam. Ada acara pesta perusahaan yang sedang menunggunya setelah ini. Ia tak boleh membiarkan wajahnya terlihat menyedihkan nanti di hadapan para tamu yang lain.
“Di mana kau sekarang, Sayang?” tanya Vello ketika ia mendengar samar suara bunyi klakson.
“Aku berada di perjalanan. Ada acara yang harus aku hadiri.”
“Kau yakin baik-baik saja untuk menghadiri acara itu?”
“Sí, Mom. Está bien (tak apa-apa).” Liora mengembangkan sedikit senyum tipisnya mendengar ibunya yang memang selalu mudah khawatir.
Ia tak memiliki pilihan. Ia sudah tak lagi mempunyai orang terdekat untuk bercerita. Rose, sahabat satu-satunya telah tiada kurang setahun ini. Adiknya, Starley sedang memiliki masalah sendiri, begitu pula dengan adiknya yang lain, anak sahabat ayahnya yang bernama Haven. Wanita itu sedang sibuk dengan karirnya di dunia musik sampai seakan tak memiliki waktu untuk diri sendiri. Sementara Liora pun tak terlalu dekat dengan adik sepupunya sendiri, Aileen yang tinggal di Indonesia.
Meskipun banyak orang yang ia kenal selama ini, tetapi Liora memang bukan orang yang mudah memiliki hubungan pertemanan secara intim, terlebih pasangan. Itulah mengapa Alex masih senantiasa membayangi hatinya.
Tak berselang lama, telepon antara Liora dan Vello berakhir. Mobil Cadillac Escalade hitam milik Liora pun turut sampai pada gedung tempat pesta diselenggarakan.
Sesungguhnya Liora cukup enggan menghadiri jika seandainya acara ini tak terlalu penting. Kedukaan ini membuatnya enggan bertemu banyak orang. Selain itu ia lebih ingin menghabiskan waktu menemani bayi mungilnya yang malam ini telah lelap tertidur dengan persediaan ASI yang cukup. Kesibukan sering membuat Liora merasa bersalah karena waktu untuk anaknya tersita.
Namun, acara ini adalah pesta di mana orang-orang penting yang berkaitan dalam bidang pertambangan berkumpul. Ia butuh menemui beberapa orang untuk memperkuat jaringan bisnis dan informasi.
Setelah ia menyempatkan membenarkan makeup bekas tangisnya beberapa saat, sopir pribadinya segera membuka pintu mobil dan membantu Liora keluar, mengingat gaunnya malam hari ini menjuntai menyapu lantai dengan model mermaid hitam yang indah.
Setelah melewati lobby dan masuk pada lift yang membawanya ke ballroom utama, akhirnya Liora tiba. Ia melangkah anggun dengan dagu terangkat, memasuki ballroom bergaya mewah abad pertengahan. Seakan tak ada gejolak hati yang mengisi pikirannya. Ia kembali mengenakan topeng dingin pada setiap orang yang meliriknya.
Meski demikian, Liora tak pernah kehilangan sinar cantiknya. Beberapa pria yang Liora lewati tak pernah bisa sekadar melirik singkat pada wanita bersurai golden blonde tersebut.
Gaun mermaid hitam itu pun turut menyempurnakan penampilan Liora malam ini. Beberapa brokat menghiasi sepanjang lengan dan paha Liora dengan tampilan yang menerawang. Sedang bagian dadanya berpotongan sweet heart dengan potongan garis mencapai bawah perut. Tak akan ada yang menyangka bahwa Liora adalah ibu beranak satu dengan gaun ini.
Sekretaris Liora sudah akan melangkah menghampiri sang atasan. Namun, wanita itu kemudian mengurungkan niatnya ketika seorang pria yang ia kenal berjalan mendekati CEO-nya.
“Kau sangat cantik malam ini. Gaunmu juga sangat indah, sangat cocok untukmu,” puji Gavriel tulus yang melangkah dengan menyodorkan segelas champagne.
“Aku sedang berduka,” jawab Liora dingin, merujuk pada pilihan warna yang ia pakai malam ini. Ia lebih memilih mengambil champagne dari pelayan yang baru saja melewatinya.
Gavriel tak mengambil pusing atas penolakan Liora. Ia meletakkan champagne di tangannya secara asal pada meja di dekatnya.
Sementara Liora melangkah menjauh. Bertemu dengan Gavriel adalah hal yang paling ia hindari.
Liora meminum champagne-nya dalam sekali teguk dan mengambil gelas lain. Namun, Gavriel segera merebutnya dan membuat Liora menoleh tak terima.
“Apa yang kau lakukan?” tanyanya tajam.
Gavriel memberikan gelas itu pada pelayan yang lewat, lalu menoleh. “Aku rasa mabuk dengan gaun seindah ini adalah rencana yang buruk, Liora ….” Gavriel melangkah, mencoba menghancurkan jarak di antara mereka.
“Kau datang seorang diri dengan berpasang mata pria yang mengikutimu sedari tadi. Kau ingin para pria itu mengambil kesempatan saat kau mabuk?” Gavriel membalas tatapan tajam itu dengan mata sebiru sapphire-nya yang hangat, sekaligus berbahaya.
“Apa pedulimu?” Liora bertahan dengan wajah datarnya yang dingin. Justru pria itulah yang membuatnya ingin menenggak champagne sebanyak mungkin saat ini.
Mata perak Liora sekilas melihat jas burgundy berpadukan kemeja dan dasi hitam yang Gavriel kenakan. Pria itu benar-benar bajingan tampan yang seksi malam ini.
Gavriel tak mampu menjawab pertanyaan sederhana itu. Namun, ia memilih menjawabnya dengan senyuman. Meski tangannya ingin mengusap lengan wanita itu. Ia tahu kesakitan hati Liora, tetapi tak ada yang bisa ia lakukan.
Jemari Liora kemudian terangkat pada Gavriel. Membelai dengan gerakan mengikuti hiasan rantai silver dari saku jas hingga kerah. “Atau justru kau yang ingin mengambil kesempatan?” Bibir Liora tertarik sinis.
“Aku tak membutuhkan cara pengecut seperti itu.” Gavriel semakin melebarkan senyum khasnya yang ramah. Tak terpengaruh. Namun, ia semakin merapatkan tubuhnya, hingga dada Liora menempel sempurna pada lapisan jasnya.
“Lalu cara seperti apa yang akan bajingan sepertimu lakukan? Beritahu aku cara licikmu. Apa cara yang sama seperti kau mendapatkan kerja sama bisnismu? Cara kotor, busuk dan biadabmu itu!” Bibir Liora gemetar. Dalam sekejap kondisi mengenaskan mayat Alex yang termakan binatang tanah melintasi matanya, membuat ia kembali berkaca-kaca.
“Ssstt ….” Gavriel membelai bibir bawah Liora yang segera di tepis kasar wanita itu. “Bibir indahmu tak pantas mengucapkan hal seperti itu.”
“Anakku kini tak bisa bertemu ayahnya. Aku tak bisa memenuhi janji pada putriku. Itu semua karena kau dan Prospero sialanmu itu!” desis Liora. Mata peraknya mengeras menatap Don Prospero di hadapannya.
“Non (Tidak), Cara mia,” bisik Gavriel lembut seraya menggeleng pelan.
Gavriel semakin menunduk, membawa wajahnya hingga kedua hidung mereka nyaris saling menyentuh. Gavriel dengan sigap mengunci kedua pergelangan tangan Liora di belakang tubuh wanita itu.
Senyumnya masih terukir hangat, berbanding terbalik dengan cengkeramannya yang kuat pada tangan Liora. Satu tangan Gavriel yang bebas, merengkuh leher Liora dengan ibu jari yang menekan bawah dagu, membuat wanita itu terus mendongak dan tak dapat memalingkan wajah darinya.
Mata sapphire-nya mengunci lingkaran perak Liora yang tengah bergetar amarah sekaligus rapuh oleh lara. Gavriel lalu menggesekkan ujung hidung mereka dan menghirup aroma bunga yang manis dari tubuh Liora.
Hirupan napas hangat itu menerpa bibir Liora, membuat tubuh wanita itu bergetar oleh arus asing yang mengikat. Seakan mencoba menghancurkan panas amarah yang telah mengalir pada arus nadi. Jantung keduanya pun tanpa sadar saling beradu dan mengisi irama. Tak seharusnya seperti ini.
Gavriel memiringkan wajahnya, hingga bibir mereka nyaris saling menyentuh. Ia pun berbisik, “Alex adalah seorang pengkhianat. Ia melanggar sumpah omerta dan pengecut itu lari ketakutan seperti seekor tikus. Aku sudah berbaik hati dengan menguburkannya kembali, padahal ia tak pantas mendapatkan kehormatan itu. Jadi … jaga bibir indahmu ini.”
“Persetan denganmu, Gavriel!” desis Liora kian geram, menepis segala getaran asing yang merambati hati.
Gavriel menyeringai mendengar umpatan itu beserta bibir Liora yang kembali menyebut namanya. Tepat ketika seringai Gavriel hilang, bola mata Liora melebar sempurna. Tubuhnya terasa kaku dan isi pikirannya seolah meledak menjadi serpihan di tengah waktu yang seakan turut terhenti. Di sana, pria itu melenyapkan celah di antara bibir mereka.
...To Be Continued...
Makasi banyak sudah baca sampai bab ini. Novel lain karya saltedcaramel:
- My Devil Bodyguard (orang tua Liora)
- Trapped By Obsession (Jake, sahabat ayah Liora)
- Something Between Us (anak Jake)
Yuk gabung di grup WA pembaca. Link grup WA, segala info dan visual novel, cek
di IG @saltedcaramely_
Jam berapa kalian baca bab ini??Enjoy!-----Seluruh keramaian di dalam ballroom terasa sunyi seketika. Reseptor tubuh Liora seolah mati dan hanya menyisahkan reseptor di sekitar bibir yang berbalut lipstick berwarna soft pink itu. Ia dapat merasakan kelembutan dan kelembapan yang hangat pada rengkuhan bibir Gavriel.Tidak, ini kesalahan besar. Berani sekali pria ini menciumnya?Jiwa Liora memberontak, tetapi tubuhnya terasa tak berdaya, terlebih ketika Liora dapat melihat Gavriel terpejam. Bibir pria itu melumatnya lembut seakan Gavriel tengah menyentuh suatu benda rapuh. Rasa ini seolah bukan dari seseorang yang telah melukainya sejak awal. Rasa ini seolah sebuah bahasa atas pengaguman yang terpendam.Cara Gavriel menyelimuti bibirnya terasa begitu mengusik debaran jantung Liora sampai ia dapat mendengar jelas suara genderang di dadanya. Tidak. Ini sala
Enjoy!-----Hunter terkekeh melihat kebingungan Liora yang tampak menggemaskan di matanya. “Aku baru saja menawarimu untuk berdansa. Maukah kau berdansa denganku?”“Y-ya, tentu saja.” Liora mengangguk dan segera menyambut tangan Hunter.Pria berambut brunette dengan bulu tipis di sekitar garis rahang itu tersenyum. Ia membawa Liora ke tengah lantai dansa dan bergabung bersama para tamu lain yang telah mendahului mengisi lantai dansa tersebut.(Playlist Suggest: When I Fall In Love – Céline Dion & Clive Griffin)Liora membiarkan Hunter merengkuh pinggangnya dan merapatkan perut mereka. Sedang jemarinya tenggelam di dalam telapak Hunter yang lebar dan hangat. Serta satu tangannya yang lain memegang pundak Hunter yang terasa begitu keras. Ia dapat membayangkan tubuh atletis di balik tuxedo biru tua yang sedang pria itu kenakan.Mata perak dan hijau itu saling menyatu. Liora tak b
Enjoy!-----Liora membuka salah satu laci di kamarnya dan mengeluarkan sebuah jam tangan Rolex Explorer II: Revenge berwarna hitam. Bibir Liora seketika mengulas senyum, melihat background jarum jam yang bergambar beberapa tengkorak.Wajah Hunter kecil langsung terbayang di depan matanya. Pria itu dahulunya pasti menganggap background itu sangat keren. Ia kemudian menggeleng geli.Ibu jarinya mengusap kaca sapphire crystal yang melapisi jam tangan tersebut. Dahulu, bagian kaca itu pecah dan terdapat noda darah di sekitar pergelangan jam yang putus.Liora masih mengenakan gaunnya yang berwarna hitam ketika ia menjatuhkan bokong di sisi ranjang. Ia memangku jam tangan itu dengan bola mata peraknya yang belum mampu teralih.Ia lalu menghela napas dan menengadahkan kepala, memandang ke arah pintu kamar yang terbuka. Seharusnya, Hunter sedang berdiri di sana saat ini. Namun, tidak.
Jam berapa kalian baca bab ini?Dilarang jadi silent readers di novel ini. Komen yang banyak di paragraf ya! Wkwkw Anyway, happy reading :*Enjoy!-----Sebuah karangan bunga putih berbentuk hati baru saja Liora letakkan di bawah batu nisan. Ia pagi ini datang mengunjungi pembaringan Alex bersama dengan Vierra yang berada dalam gendongannya.Beberapa helai surai golden blonde-nya terbang bersama embusan angin pagi yang terasa halus. Seolah mencoba menjadi penawar kepedihan hati yang sedang Liora rasakan saat ini.Mata peraknya tak mampu terus menopang buliran kristal yang akhirnya menjatuhi pipi. Liora kemudian berjongkok, mendudukkan Vierra di atas rumput. Bayi mungil berpakaian warna merah muda dengan celana bermotif floral itu pun berceloteh riang oleh bahasa-bahasanya yang masih belum jelas, tetapi selalu membuat Liora tersenyum geli, bahkan di tengah tangisnya
Haloo MVG kembaliiJam berapa kalian baca bab ini?Jangan lupa komen yang banyak di paragraf yaa :*Enjoy!-----Liora menatap kosong pada pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang terhimpit keramaian jalan raya di bawah sana. Ia bersedakap di depan dinding kaca ruang kerjanya.Sudah beberapa hari berlalu sejak pertemuannya dengan Gavriel di ruangan ini, tetapi suasana hatinya tak kunjung membaik. Tiap kata memuakkan yang Gavriel ucapkan terus berdegung di telinganya, beserta rambatan asing yang selalu mengusik.Liora kemudian mendesah berat, sampai pundaknya meninggi. Lalu ia berbalik badan, mengambil ponsel di meja. Jemarinya sedikit ragu sesaat kala akan menekan layar ponsel, tetapi kemudian ia tetap melanjutkan niat awalnya.“Apa yang sedang kau lakukan sekarang?” tanya Liora datar kala panggilan tersebut terangkat.“Aku menginginkanm
Haii haiii! Aku bawa calon novel kelimaPlease welcome, Gwen Arvezio and Grayden Ryver!*BLURB*"Racing Your Heart"Gwen Arvezio (29 tahun), sang model seksi papan atas dengan segala kesempurnaan dan perilaku dominan serta angkuhnya. Ia selalu dapat membuat para pria matang rela merangkak demi menyenangkannya. Di mata Gwen, Grayden hanya bocah kemarin yang sedang belajar menjadi pria berengsek dengan gaya sok tampannya itu. Grayden jelas bukan mangsa yang lezat bagi Gwen.
Jangan lupa tinggalin jejakmu di kolom paragraf ya :) (Cara komen di paragraf tinggal tekan lama di bagian paragraf yang diinginkan) Enjoy! ----- Las Vegas, Nevada-USA Gavriel baru saja keluar dari Roll Royce Ghost hitam legam miliknya di depan lobi hotel bintang lima keluarga Crossleight. Sesungguhnya, tak sepenuhnya milik Crossleight karena saham kedua terbesar dimiliki oleh Prospero. Area kasino di hotel ini dan beberapa hotel lain di sekitar Las Vegas berada di bawah tangan Prospero. Mantel hitam sepanjang bawah lutut Gavriel, membungkus langkah pria itu menyusuri lobi. Paduan setelan jas hitamnya membuat setiap derap sepatu berkilau itu seolah pijakan kaki iblis yang bersembunyi menggunakan wibawa dan karisma. Tatapan mata Gavriel lurus nan tajam, seakan membelah lobi karena setiap orang dengan sendirinya memberikan jalan. Sedang satu tan
Setelah lebih dari seminggu. Akhirnya! Ada yang udah nunggu-nunggu MVG publish lagi??Jangan lupa tinggalin jejakmu di kolom paragraf ya :)(Cara komen di paragraf tinggal tekan lama di bagian paragraf yang diinginkan)Enjoy!-----Keceriaan di wajah Liora seketika sirna kala mata peraknya menangkap sosok pria yang tak pernah ia harapkan berada di sekitar makam Alex. Liora menarik diri, berdiri tegap seraya membawa Vierra dalam gendongan.Barisan gigi rapi milik wanita beranak satu itu mencoba untuk tak menggelatuk. Pembunuh seperti Gavriel tak pantas berada di sini. Jika ini bukan pemakaman umum, Liora jelas akan memberi larangan agar orang seperti Gavriel tak menginjakkan kaki di tempat ini.“Apa yang membawamu ke sini?” Napas Liora perlahan berubah cepat dalam tarikan berat saat Gavriel melangkah mendekat.Untuk sepagi ini, sisi pikiran Liora menangkap keheranan de
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah
Happy Reading----- Liora tersenyum menatap buku kolase album Vierra yang rupanya telah Hunter buat selama ini. Beberapa merupakan foto yang pria itu ambil diam-diam dan beberapa di antaranya adalah foto yang Liora bagikan untuk pria itu. Andai Hunter tak ambisius dengan dendam yang membuatnya berubah mengerikan, mungkin saat ini Hunter masih bisa menimang Vierra. Dari album ini Liora tahu ketulusan Hunter mencintai ponakannya. Liora kemudian menutup album itu dan menyimpannya di kotak kardus. Ada beberapa benda yang telah mengisi kotak kardus itu. Ia sengaja memilahnya untuk ia simpan dan menunjukkan pada Vierra saat sang anak sudah dewasa nanti. Beberapa di antaranya penghargaan dan piagam yang pasti akan membuat Vierra bangga memiliki paman pengacara hebat seperti Hunter. Sama seperti benda-benda dari Alex dan Rose yang ia simpan untuk Vierra. Vierra cukup tahu segala hal yang baik itu. Sebuah aib tak perlu disebar dan diturunka
Happy Reading----- “Kau membuat pertanyaan yang jelas tak ingin untuk aku tolak,” erang Liora kesal bercampur suka cita. Gavriel terkekeh begitu juga dengan yang lain mendengar hal itu. “Ya Tuhan, kau benar-benar sudah sadar dari koma.” Mata Liora kembali berkaca-kaca seraya mengusap sisi wajah Gavriel, seolah ini semua hanya ilusinya karena terlalu takut kehilangan Gavriel. Pria itu tersenyum lembut, merasa kembali jatuh cinta berkali-kali mendapati dirinya sangat begitu berarti untuk Liora. Tak ada hal paling membahagiakan bagi seorang manusia biasa sepertinya di saat hidupnya berarti untuk orang lain, terlebih itu wanita yang paling ia cintai. “Kita bisa memulainya kapan pun kalian siap,” bisik seorang pria paruh baya yang menjadi officiant yang baru Liora sadari ada di tengah-tengah mereka sedari tadi. “Oh maaf.” Liora mendadak salah tingkah ditegur seperti ini. “Aku terlalu larut. Tentu, tentu kita bi
Happy Reading-----Liora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menembak kepala co-pilot itu saat ini juga. Sehingga Liora hanya mengangguk, sementara isi kepalanya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri bersama Vierra saat mendarat nanti. Diam-diam ia merutuk karena selalu melewatkan kesempatan untuk belajar menerbangkan helikopter.Beberapa saat kemudian mereka tiba di Eau Claire. Setidaknya itu yang Liora dengar dari pembicaraan co-pilot dengan menara pengawas. Helikopter mendarat di sebuah helipad di antara bangunan megah kuno dengan taman super luas di sepanjang mata memandang.Pikiran Liora semakin tak menentu. Ini jelas-jelas bukan rumah sakit keluarga Arvezio. Ia kemudian turun dengan tangannya yang terus bersiaga untuk segera mengambil revolver di tas jika terjadi sesuatu.“Sebelah sini, Donna Liora,” kata co-pilot tersebut bersama beberapa orang berseragam hitam yang mengirin