Enjoy!
-----
Gavriel dan Daniel hanya menatap lurus pada Liora dan akhirnya membuat wanita itu kembali memaksakan diri untuk menatap foto dalam map itu. Liora menggeleng beberapa kali.
“Ini bukan dirinya,” gumamnya gusar.
Di dalam foto itu tampak sebuah tubuh di dalam galian liang lahat dengan wajah yang telah sukar dikenali karena termakan binatang tanah. Namun, jaket dan kaus yang dikenakan oleh mayat pria di dalam foto itu terasa begitu familiar. Meski pun tanah membuat pakaian itu tampak begitu lusuh.
Namun, bukankah orang lain juga bisa saja mengenakan pakaian yang sama? Pabrik pakaian membuat potongan yang sama begitu banyak. Liora menjejalkan otaknya dengan segala kemungkinan.
“Mayat ini bukan Alex, bukan Alex,” gumamnya lagi.
Namun, gumaman itu seketika menghilang ditelan keterkejutan kala ia melihat mayat itu tak memiliki kelingking kiri. Liora akhirnya tak bisa lagi menyangkal bahwa kenyataannya mayat itu memanglah Alex yang ia kenal selama ini. Liora jelas tak bisa melupakan saat Alex kehilangan kelingkingnya atas kecelakaan yang diciptakan oleh Dexter, ayah Liora.
Leher Liora seketika seakan tercekik, bersamaan dengan hantaman yang terasa pada hatinya melihat foto mengenaskan ini. Jadi Alex selama ini telah meninggal? Bahkan Alex tak dikuburkan secara layak di dalam peti. Sangat terlihat bahwa Alex hanya dibuang begitu saja di dalam galian lubang kuburan.
“Siapa orang yang tega melakukan hal seperti itu padanya?” Air mata Liora menetes bersama dengan bibirnya yang gemetaran. Melihat anggota tubuh yang sudah mulai termakan hewan tanah, jelas menunjukkan bahwa kematian Alex bukan dalam beberapa waktu kemarin.
“Kami,” jawab Gavriel tenang yang seketika membuat Liora menoleh.
“Apa?” Liora berharap ia salah mendengar.
“Alex adalah salah satu orang Prospero. Kami biasa menyebutnya dengan made guy. Ia berkhianat,” terang Daniel. “Ia melarikan diri hampir setengah tahun dan kami berhasil menemukannya beberapa bulan lalu.”
Lidah Liora rasanya terasa kelu mendengar penuturan Daniel. Pria itu tampak begitu tenang dengan raut sedikit tak enak hati, tetapi pun tanpa tersirat rasa bersalah.
Jadi Alex selama ini adalah anggota Prospero? Pria itu pergi dan meninggal secara tragis seperti ini karena bermasalah dengan kelompok mafia ini?
Liora kemudian menoleh pada Gavriel. “Kau sudah tahu hal ini sejak awal dan tetap menjadikannya bagian dari perjanjian bisnis kita?”
“Apa ada yang salah dari tawaranku saat itu? Aku berkata padamu ‘menemukannya untukmu’. Terlepas ia sudah menjadi mayat atau pun tidak.”
PLAAK!
Seketika tamparan Liora melayang pada pipi Gavriel tanpa ada perlawanan dari pria itu. Gavriel menyadari hal ini akan terjadi.
“Kalian benar-benar iblis!” geram Liora.
Pria itu tak terlihat kesal sama sekali dan masih begitu tenang, bahkan tak sungkan untuk kembali menatap mata Liora yang sudah buram oleh lapisan kaca. Liora menggeleng, pria itu seakan tak memiliki hati.
“Kami tak pernah membunuh sembarang orang, Miss Quinton. Kami hanya membunuh orang-orang di lingkaran kami yang telah melanggar aturan,” jelas Daniel.
“Aku tak peduli!” sentak Liora dengan matanya yang turut menyalang pada Daniel.
“Aku mengerti jika kau ingin waktu sendiri beberapa saat.” Gavriel beranjak dari duduknya seraya mengancingkan jas. “Namun, jangan sampai terlambat. Kita memiliki jadwal tanda tangan kontrak yang sedang menunggu.”
“How dare you?” Liora kembali menggeleng tak percaya dengan mata melebar. “Persetan dengan kontrak itu!”
Gavriel menatap lurus Liora beberapa saat sebelum akhirnya kembali duduk. Ia hendak menangkup pipi Liora, tetapi wanita itu lebih dahulu menepisnya dengan kasar. Namun, Gavriel tak menyerah. Ia menangkap kedua tangan Liora sehingga ia dapat membingkai sisi wajah itu akhirnya.
Mata keduanya saling tertaut dengan sangat kontras kali ini. Tatapan Gavriel masih begitu lembut, seperti pria itu biasanya, sedang Liora penuh kebencian.
Gavriel menghapus jejak air mata di pipi Liora, lalu membelai pipi itu. Namun, semakin Gavriel membelainya lembut, semakin Liora menatap muak pria itu dengan segala kemarahan yang mendidih di hatinya. Liora berusaha membebaskan kedua pergelangan tangannya dari cengkeraman tangan Gavriel, tetapi pria itu jauh lebih kuat.
“Apakah memindahkannya pada peti mati dan menguburkannya secara layak dapat membuatmu merasa lebih baik?” tanya Gavriel tenang dan lembut. Sedang Daniel memperhatikan perlakuan sang Don-nya sejak tadi dalam diam.
“Dengan cara apa kalian membunuhnya?” tanya Liora tak memedulikan penawaran pria itu.
Gavriel menggeleng pelan. “Jangan tanyakan hal yang akan membuatmu semakin menderita saat kau mendapatkan jawabannya.”
Liora terkekeh rendah seraya tertunduk. Perkataan bernada bijak itu terasa begitu memuakkan saat itu keluar dari bibir pria bajingan seperti Gavriel.
“Oke, Alex akan dipindahkan pada peti mati dan dikubur secara layak hari ini juga,” putus Gavriel.
“Jika kau memiliki permintaan khusus lain, kita bisa menambahkannya dalam surat penjanjian. Kita masih memiliki waktu.” Gavriel melirik singkat pada jam tangannya sebelum kembali bangkit dan memberi isyarat pada Daniel agar mereka segera beranjak dari ruang kerja Liora.
Liora tak mengatakan sepatah kata pun lagi. Ia tak bisa merasakan apa pun saat ini akibat rasa sesak yang begitu mendalam. Bahkan jari-jarinya sudah ingin melempar cangkir tehnya ke dinding dan berteriak kencang. Ia akhirnya hanya menatap kedua pria itu sampai menghilang dari balik pintu.
*****
Tangan kanan Liora menggantung pada armrest meja kerjanya di penthouse dengan segelas whiskey yang telah menemaninya sedari tadi. Liora bukanlah seorang peminum, apalagi penikmat whiskey, tetapi kali ini rasanya ia ingin menjejalkan minuman itu ke dalam perutnya untuk membunuh sesak. Meski logika sudah meneriakinya karena minuman itu justru membuat kepalanya kian berdenyut, tetapi Liora rasanya tak mampu menghentikan tangannya yang sejak tadi terus mengisi gelas itu setiap kali ia selesai menegaknya.
Sementara itu, mata Liora masih saja terpaku pada foto dirinya bersama mendiang sahabat baiknya, Rose yang telah meninggal tertembak sepuluh bulan lalu akibat insiden pencopetan dan juga Alex yang rupanya kini pun telah menyusul pergi.
Mereka bertiga tengah tertawa bersama dengan Liora dan Rose yang mengenakan baju wisuda. Foto itu memang diambil di hari kelulusan S1 mereka, sedang Alex telah lulus terlebih dahulu.
Liora kemudian meneguk kembali whiskey-nya dan memejamkan mata dengan kepala mendongak. Ia sudah akan kembali menumpahkan tangis. Namun, ia berusaha keras menyudahi ini semua.
Berbagai kenangan terus berlarian di kepalanya, mulai dari tawa mereka bertiga, sampai pelukan hangat Alex. Semua itu membuat air mata Liora kembali menitik. Ia cepat-cepat menyekanya. Menarik napas dalam dan memilih beranjak meninggalkan ruang kerja.
Langkah kaki Liora membawanya ke kamar sang putri kecil. Liora bersandar pada bingkai pintu, menatap bayi mungilnya yang tertidur lelap dengan ditemani lampu putar yang memberikan bayangan bintang di sepanjang tembok.
“Maafkan Mommy tak bisa membawanya padamu seperti janji Mommy selama ini, Sayang. Maafkan Mommy,” lirih Liora sampai tubuhnya merosot ke lantai dengan air mata yang tak mampu lagi untuk terus ia bendung.
Di waktu yang bersamaan, Gavriel tengah duduk di sofa dengan sebuah berkas berisikan foto Liora yang sedang menggendong Vierra beserta serangkaian data pribadi wanita itu. Terdapat pula foto Liora, Rose, dan Alex seperti yang dimiliki Liora.
Mata Gavriel memandang Rose dan Alex beberapa saat. Ia kemudian membelai bagian wajah Liora yang sedang tersenyum begitu cantik dengan pakaian wisuda di sana.
“Kau selalu membawa kejutan Liora,” gumam Gavriel sebelum akhirnya ia membuang berkas itu di meja rendah di depannya. “Fuck!” umpatnya kemudian dengan tertunduk.
...To Be Continued...
Makasi banyak sudah baca sampai bab ini. Novel lain karya saltedcaramel:
- My Devil Bodyguard (orang tua Liora)
- Trapped By Obsession (Jake, sahabat ayah Liora)
- Something Between Us (anak Jake)
Yuk gabung di grup WA pembaca. Link grup WA, segala info dan visual novel, cek
di IG @saltedcaramely_
Enjoy!-----“Sayang apakah kau baik-baik saja? Mommy dari kemarin tak bisa berhenti memikirkanmu,” ujar Vello, ibu Liora di sambungan telepon. Suaranya begitu gusar sejak panggilan itu terangkat.“Aku baik-baik saja, Mom. Jangan khawatir,” jawab Liora dengan helaan napas kasar.“Liora Brylee Quinton!” sentak Vello yang seketika membuat Liora memejamkan mata. Jika sang ibu sudah menyebut nama lengkap yang jarang diketahui orang seperti ini, itu berarti ibunya sedang benar-benar marah. “Jangan coba-coba membohongi Mommy.”Liora kembali mendesah, kali ini pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia menoleh pada jendela kaca mobil yang sedang melaju. Berandai ia dapat melarikan diri dari kenyataan pahit.“Alex telah meninggal, Mom,” terang Liora akhirnya.“Apa? Dari mana kau tahu?” Vello yang sedang
Jam berapa kalian baca bab ini??Enjoy!-----Seluruh keramaian di dalam ballroom terasa sunyi seketika. Reseptor tubuh Liora seolah mati dan hanya menyisahkan reseptor di sekitar bibir yang berbalut lipstick berwarna soft pink itu. Ia dapat merasakan kelembutan dan kelembapan yang hangat pada rengkuhan bibir Gavriel.Tidak, ini kesalahan besar. Berani sekali pria ini menciumnya?Jiwa Liora memberontak, tetapi tubuhnya terasa tak berdaya, terlebih ketika Liora dapat melihat Gavriel terpejam. Bibir pria itu melumatnya lembut seakan Gavriel tengah menyentuh suatu benda rapuh. Rasa ini seolah bukan dari seseorang yang telah melukainya sejak awal. Rasa ini seolah sebuah bahasa atas pengaguman yang terpendam.Cara Gavriel menyelimuti bibirnya terasa begitu mengusik debaran jantung Liora sampai ia dapat mendengar jelas suara genderang di dadanya. Tidak. Ini sala
Enjoy!-----Hunter terkekeh melihat kebingungan Liora yang tampak menggemaskan di matanya. “Aku baru saja menawarimu untuk berdansa. Maukah kau berdansa denganku?”“Y-ya, tentu saja.” Liora mengangguk dan segera menyambut tangan Hunter.Pria berambut brunette dengan bulu tipis di sekitar garis rahang itu tersenyum. Ia membawa Liora ke tengah lantai dansa dan bergabung bersama para tamu lain yang telah mendahului mengisi lantai dansa tersebut.(Playlist Suggest: When I Fall In Love – Céline Dion & Clive Griffin)Liora membiarkan Hunter merengkuh pinggangnya dan merapatkan perut mereka. Sedang jemarinya tenggelam di dalam telapak Hunter yang lebar dan hangat. Serta satu tangannya yang lain memegang pundak Hunter yang terasa begitu keras. Ia dapat membayangkan tubuh atletis di balik tuxedo biru tua yang sedang pria itu kenakan.Mata perak dan hijau itu saling menyatu. Liora tak b
Enjoy!-----Liora membuka salah satu laci di kamarnya dan mengeluarkan sebuah jam tangan Rolex Explorer II: Revenge berwarna hitam. Bibir Liora seketika mengulas senyum, melihat background jarum jam yang bergambar beberapa tengkorak.Wajah Hunter kecil langsung terbayang di depan matanya. Pria itu dahulunya pasti menganggap background itu sangat keren. Ia kemudian menggeleng geli.Ibu jarinya mengusap kaca sapphire crystal yang melapisi jam tangan tersebut. Dahulu, bagian kaca itu pecah dan terdapat noda darah di sekitar pergelangan jam yang putus.Liora masih mengenakan gaunnya yang berwarna hitam ketika ia menjatuhkan bokong di sisi ranjang. Ia memangku jam tangan itu dengan bola mata peraknya yang belum mampu teralih.Ia lalu menghela napas dan menengadahkan kepala, memandang ke arah pintu kamar yang terbuka. Seharusnya, Hunter sedang berdiri di sana saat ini. Namun, tidak.
Jam berapa kalian baca bab ini?Dilarang jadi silent readers di novel ini. Komen yang banyak di paragraf ya! Wkwkw Anyway, happy reading :*Enjoy!-----Sebuah karangan bunga putih berbentuk hati baru saja Liora letakkan di bawah batu nisan. Ia pagi ini datang mengunjungi pembaringan Alex bersama dengan Vierra yang berada dalam gendongannya.Beberapa helai surai golden blonde-nya terbang bersama embusan angin pagi yang terasa halus. Seolah mencoba menjadi penawar kepedihan hati yang sedang Liora rasakan saat ini.Mata peraknya tak mampu terus menopang buliran kristal yang akhirnya menjatuhi pipi. Liora kemudian berjongkok, mendudukkan Vierra di atas rumput. Bayi mungil berpakaian warna merah muda dengan celana bermotif floral itu pun berceloteh riang oleh bahasa-bahasanya yang masih belum jelas, tetapi selalu membuat Liora tersenyum geli, bahkan di tengah tangisnya
Haloo MVG kembaliiJam berapa kalian baca bab ini?Jangan lupa komen yang banyak di paragraf yaa :*Enjoy!-----Liora menatap kosong pada pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang terhimpit keramaian jalan raya di bawah sana. Ia bersedakap di depan dinding kaca ruang kerjanya.Sudah beberapa hari berlalu sejak pertemuannya dengan Gavriel di ruangan ini, tetapi suasana hatinya tak kunjung membaik. Tiap kata memuakkan yang Gavriel ucapkan terus berdegung di telinganya, beserta rambatan asing yang selalu mengusik.Liora kemudian mendesah berat, sampai pundaknya meninggi. Lalu ia berbalik badan, mengambil ponsel di meja. Jemarinya sedikit ragu sesaat kala akan menekan layar ponsel, tetapi kemudian ia tetap melanjutkan niat awalnya.“Apa yang sedang kau lakukan sekarang?” tanya Liora datar kala panggilan tersebut terangkat.“Aku menginginkanm
Haii haiii! Aku bawa calon novel kelimaPlease welcome, Gwen Arvezio and Grayden Ryver!*BLURB*"Racing Your Heart"Gwen Arvezio (29 tahun), sang model seksi papan atas dengan segala kesempurnaan dan perilaku dominan serta angkuhnya. Ia selalu dapat membuat para pria matang rela merangkak demi menyenangkannya. Di mata Gwen, Grayden hanya bocah kemarin yang sedang belajar menjadi pria berengsek dengan gaya sok tampannya itu. Grayden jelas bukan mangsa yang lezat bagi Gwen.
Jangan lupa tinggalin jejakmu di kolom paragraf ya :) (Cara komen di paragraf tinggal tekan lama di bagian paragraf yang diinginkan) Enjoy! ----- Las Vegas, Nevada-USA Gavriel baru saja keluar dari Roll Royce Ghost hitam legam miliknya di depan lobi hotel bintang lima keluarga Crossleight. Sesungguhnya, tak sepenuhnya milik Crossleight karena saham kedua terbesar dimiliki oleh Prospero. Area kasino di hotel ini dan beberapa hotel lain di sekitar Las Vegas berada di bawah tangan Prospero. Mantel hitam sepanjang bawah lutut Gavriel, membungkus langkah pria itu menyusuri lobi. Paduan setelan jas hitamnya membuat setiap derap sepatu berkilau itu seolah pijakan kaki iblis yang bersembunyi menggunakan wibawa dan karisma. Tatapan mata Gavriel lurus nan tajam, seakan membelah lobi karena setiap orang dengan sendirinya memberikan jalan. Sedang satu tan
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah
Happy Reading----- Liora tersenyum menatap buku kolase album Vierra yang rupanya telah Hunter buat selama ini. Beberapa merupakan foto yang pria itu ambil diam-diam dan beberapa di antaranya adalah foto yang Liora bagikan untuk pria itu. Andai Hunter tak ambisius dengan dendam yang membuatnya berubah mengerikan, mungkin saat ini Hunter masih bisa menimang Vierra. Dari album ini Liora tahu ketulusan Hunter mencintai ponakannya. Liora kemudian menutup album itu dan menyimpannya di kotak kardus. Ada beberapa benda yang telah mengisi kotak kardus itu. Ia sengaja memilahnya untuk ia simpan dan menunjukkan pada Vierra saat sang anak sudah dewasa nanti. Beberapa di antaranya penghargaan dan piagam yang pasti akan membuat Vierra bangga memiliki paman pengacara hebat seperti Hunter. Sama seperti benda-benda dari Alex dan Rose yang ia simpan untuk Vierra. Vierra cukup tahu segala hal yang baik itu. Sebuah aib tak perlu disebar dan diturunka
Happy Reading----- “Kau membuat pertanyaan yang jelas tak ingin untuk aku tolak,” erang Liora kesal bercampur suka cita. Gavriel terkekeh begitu juga dengan yang lain mendengar hal itu. “Ya Tuhan, kau benar-benar sudah sadar dari koma.” Mata Liora kembali berkaca-kaca seraya mengusap sisi wajah Gavriel, seolah ini semua hanya ilusinya karena terlalu takut kehilangan Gavriel. Pria itu tersenyum lembut, merasa kembali jatuh cinta berkali-kali mendapati dirinya sangat begitu berarti untuk Liora. Tak ada hal paling membahagiakan bagi seorang manusia biasa sepertinya di saat hidupnya berarti untuk orang lain, terlebih itu wanita yang paling ia cintai. “Kita bisa memulainya kapan pun kalian siap,” bisik seorang pria paruh baya yang menjadi officiant yang baru Liora sadari ada di tengah-tengah mereka sedari tadi. “Oh maaf.” Liora mendadak salah tingkah ditegur seperti ini. “Aku terlalu larut. Tentu, tentu kita bi
Happy Reading-----Liora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menembak kepala co-pilot itu saat ini juga. Sehingga Liora hanya mengangguk, sementara isi kepalanya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri bersama Vierra saat mendarat nanti. Diam-diam ia merutuk karena selalu melewatkan kesempatan untuk belajar menerbangkan helikopter.Beberapa saat kemudian mereka tiba di Eau Claire. Setidaknya itu yang Liora dengar dari pembicaraan co-pilot dengan menara pengawas. Helikopter mendarat di sebuah helipad di antara bangunan megah kuno dengan taman super luas di sepanjang mata memandang.Pikiran Liora semakin tak menentu. Ini jelas-jelas bukan rumah sakit keluarga Arvezio. Ia kemudian turun dengan tangannya yang terus bersiaga untuk segera mengambil revolver di tas jika terjadi sesuatu.“Sebelah sini, Donna Liora,” kata co-pilot tersebut bersama beberapa orang berseragam hitam yang mengirin