Makasi untuk antusiasnya di bab 4 :* Ti amo!
Enjoy!
-----
Langkah kaki berbalut sepatu scarpin hitam milik Liora seketika terhenti ketika ia baru saja tiba di ruang tengah penthouse-nya. Vierra yang berada di gendongan sang ibu segera memekik menggemaskan, mengetahui kedatangan pria dewasa yang sedang berdiri di tengah ruangan tersebut.
Pria dewasa dengan gurat keriput di wajahnya itu pun mengembangkan senyum pada Vierra. Dengan pakaian jas biru gelapnya, ia berjalan menghampiri Liora.
Mata Liora melirik pada sebuah amplop di tangan pria itu. Lalu ia berdecak.
“Kapan Dydy sampai kemari?” tanya Liora sekadar basa-basi pada sang ayah.
Hubungan keduanya yang tak begitu bagus membuat Liora tak tertarik dengan kunjungan ayahnya kemari. Meski ia tahu sang ayah datang jauh-jauh dari Manhattan.
“Sekretarismu berkata kau bertemu dengan Gavriel Arvezio beberapa hari lalu.” Dexter tak menanggapi dan mengambil alih cucunya untuk ia gendong.
“Aku bisa menanganinya,” pandang Liora tajam. Ia muak mendengar sang ayah yang selalu berusaha mengorek segala aktivitasnya.
“Apa kau bercinta dengannya?” balas Dexter tak kalah tajam seraya menunjukkan amplop di tangannya yang tadi ia ambil dari salah satu buket bunga.
“Apakah kau serius menanyakan hal itu?” Mata perak Liora membulat lalu membuang wajah kesal. “Aku menolak kerjasama dengan perusahaannya, karena itu ia mengirimkan segala barang-barang ini padaku!” tunjuk Liora pada setumpuk barang, termasuk buket bunga yang ia kumpulkan di sisi ruangan.
“Kalau begitu biar aku yang mengurusnya mulai dari sekarang.” Dexter melangkah melewati Liora begitu saja. “Grandpa membawakanmu boneka, Vierra. Kau pasti menyukainya. Grandma yang memilihkannya untukmu.” Suara Dexter berubah melembut pada sang cucu.
Liora menoleh, melihat sang ayah yang mengambil sebuah boneka beruang di sofa seberang. Tangan kecil Vierra pun segera terentang ingin memeluk boneka itu dengan suaranya yang menggemaskan.
“Aku sudah bilang bahwa aku bisa menanganinya.” Tangan Liora menyilang di depan dada bersama garis rahang lancipnya yang mengeras.
Dexter mengembuskan napas kasar. Ia segera memberi kode pada Anna untuk mendekat dan memberikan Vierra pada babysitter tersebut. Ia kemudian berbalik badan menghadap putri tunggalnya.
“Little Angel, Gavriel adalah bos Prospero,” terang Dexter berusaha sabar.
“Aku bukan Little Angel lagi!”
Liora melangkah dengan deru napasnya yang memburu oleh gelagak amarah. Ia benci selalu dipandang seperti bocah kecil dan kekangan proteksi terus-menerus oleh sang ayah. “Aku tahu siapa dia dan aku bisa mengatasinya. Mengapa kau tak pernah percaya padaku?”
“Ini bukan tentang kepercayaan.” Dexter membingkai sisi wajah putrinya dengan pandangannya yang nanar. “Dydy hanya ingin menjagamu.”
Liora menggerakkan kakinya mundur selangkah dengan tertawa getir. “Seperti kau menjagaku dari Alex dan membuat pria itu kecelakaan sampai kehilangan kelingkingnya? Seperti itukah kau menjagaku dengan melukai orang yang aku cintai?”
“Aku masih berbelas kasih dengan hanya menghilangkan kelingkingnya. Bajingan itu mempermainkan perasaanmu, Liora!” sentak Dexter.
“Dan bajingan itu adalah ayah dari cucumu!” balas Liora tak kalah keras dengan matanya yang seketika berkaca-kaca. Ia mengigit bibir bawahnya kuat-kuat sampai bibir itu bergetar. Pantang baginya untuk menangis di depan sang ayah.
“Ya dan di mana bajingan itu sekarang, huh? Di mana pria yang selama ini kau bela itu?”
Pertanyaan itu berhasil memukul jantung Liora dengan telak. Lidah Liora seketika membeku, tak lagi dapat membalas perkataan ayahnya.
Dexter membuang napas kasar dan mengusap wajah, melihat penderitaan putrinya. Ia kembali mendekati sang anak dan mengusap lengan itu dengan lembut.
“Kau memiliki hati yang jernih seperti ibumu, Liora. Namun, hati itu pula yang membuatmu begitu naif.”
“Jadi kau berkata bahwa Mom juga terlalu naif dengan memilihmu sebagai suaminya?” Senyum Liora tertarik sinis.
“Aku memang pria yang buruk, tetapi aku hanya mencintai ibumu sampai ajal nanti.”
Dexter menjatuhkan tangannya dari kedua lengan sang anak lalu berjalan meninggalkan ruang tengah. Liora memperhatikan punggung lebar sang ayah yang perlahan mulai menghilang dari jarak pandanganya.
Liora lalu menjatuhkan diri di sofa panjang beledu dengan kesal. Ia menunduk menutup wajah.
Ia menyadari perkataannya terlalu kasar pada sang ayah. Namun, amarah seringkali merenggutnya.
Terkadang ia merindukan saat-saat masa kecilnya dahulu, ketika ia dapat berbagi tawa dan manja pada ayahnya. Masa di mana sang ayah tak membatasi pergaulannya dengan para pria dan melarangnya melakukan banyak hal.
Liora terlalu sering mendengar pertengkaran kedua orangtuanya karena sang ibu tak pernah sependapat dengan cara ayahnya memperlakukannya. Namun, sang ayah selalu memiliki cara untuk dapat melakukan apa yang dianggapnya benar.
Kepala Liora kemudian menegak, membuat ia kini dapat melihat berbagai barang mewah yang Gavriel kirimkan padanya beberapa hari ini. Tidak hanya itu, Gavriel juga melancarkan segala urusan bisnis Liora, seakan Liora tengah melaju di jalan tol.
Bibir Liora pun segera membentuk senyum sinis. Ia tak terkesan sama sekali dengan perlakuan pria itu.
“Kau pikir dengan melancarkan urusan bisnisku dan segala barang ini akan membuatku menyesal dan ingin bekerja sama denganmu?” gumam Liora sinis.
Liora dengan segera mengambil ponselnya dari saku rok dan menghubungi Daniel. Liora sadar bahwa ini adalah bentuk gertakan Gavriel, karena ia tahu dengan Gavriel mampu melancarkan segala urusan bisnisnya seperti ini, itu berarti Gavriel juga mampu menghambat bahkan mengacaukan bisnisnya.
Segala barang kiriman ini juga membuat harga diri Liora tersayat. Pria itu pikir ia dapat dibeli dengan barang-barang mewah ini?
“Saya akan mengirim kembali semua barang-barang dari chairman Anda ke kantor GStrom Company pagi ini juga. Saya tak akan pernah menyepakati kerja sama bisnis yang perusahaan Anda tawarkan. Jadi hentikan seluruh cara sampah ini!” sentak Liora ketika panggilan tersebut baru terangkat.
Ia lalu memutus panggilan telepon itu dan melemparkan ponselnya ke sofa. “Shit!” umpat Liora dengan mengusap wajah. Mengapa pagi ini terasa begitu memuakkan?
Namun, berselang beberapa hari setelah telepon itu pun, Gavriel tak menghentikan pengiriman barang itu sama sekali. Seakan perkataan Liora tak pernah sampai di telinga Daniel.
“Apa yang sebenarnya pria itu inginkan?” kesal Liora di meja kerjanya, setelah mendapatkan kabar bahwa salah satu tambangnya di Afrika Selatan secara tiba-tiba bersedia melakukan perpanjangan kontrak. Padahal sebelumnya, pemerintah setempat begitu kuat untuk menolak perpanjangan kontrak mereka.
“Kau sudah mendapatkan jadwal Gavriel Arzevio?” tanya Liora pada sang sekrektaris yang baru saja masuk atas izinnya.
Sekretaris wanita itu mengangguk. “Mr. Arvezio besok dijadwalkan berada di Denver. Ia mengadakan pesta di salah satu mansion-nya.”
Liora mengangguk. “Jadwalkan dan urus keperluanku untuk ke sana. Semua ini harus berakhir.”
...To Be Continued...
Denver? Pesta di mansion? Pembaca "Something Between Us" ngerasa familiar nggak? Wkwkw
Makasi banyak sudah baca sampai bab ini. Novel lain karya saltedcaramel:
- My Devil Bodyguard (orang tua Liora)
- Trapped By Obsession (Jake, sahabat ayah Liora)
- Something Between Us (anak Jake)
Yuk gabung di grup WA pembaca. Link grup WA, segala info dan visual novel, cek
di IG @saltedcaramely_
Enjoy!-----Denver, Colorado-USALiora melangkah dengan dagu terangkat memasuki suasana pesta di salah satu mansion milik Arvezio. Pandangannya lurus membelah keramaian, meski ekor mata perak itu tak bisa lari dari pemandangan menjijikkan para tamu yang hadir.Ia tak terkejut dan tidak pula berharap ini seperti layaknya pesta elegan pada umumnya yang biasa ia datangi. Meski pada awalnya ia sempat terkecoh dengan suasana berkelas dan musik opera, tetapi ketika ia memasuki mansion ini lebih dalam, pesta sesungguhnya baru terlihat. Ini lebih tepat dikatakan sebagai pesta seks.Sepanjang langkah Liora, sepanjang itu pula ia melihat para tamu yang saling bercinta tanpa mengenal tempat. Di tengah mereka yang berpakaian gaun dan tuxedo mahal, beberapa di antaranya ada yang mengenakan seragam berpangkat dan beberapa yang lainnya juga Liora kenal sebagai politisi terkenal.Pemandangan itu s
Enjoy!-----Liora menyandarkan punggungnya pada kursi tinggi. Kedua tangan itu saling tertaut dengan siku bertumpu pada armrest. “Terdengar seperti seseorang yang baru saja bersusah payah mencari tahu informasi tentang CEO Quinton Resource Corp,” ujarnya datar. Ia mengendalikan diri dengan cepat.“Sayangnya aku tak perlu bersusah payah.” Seringai di bibir Gavriel kembali berubah menjadi senyum lembut. Berbanding terbalik dengan nada bicaranya yang justru terdengar sombong bagi Liora.Gavrial memutar armrest kursi Liora hingga tubuh itu menghadap padanya. Lalu tangan Gavriel bertumpu pada kedua armrest itu. Ia membawa wajahnya semakin dekat dengan wanita cantik bergaun merah tersebut.“Kau selalu membawa kejutan Liora,” ujar Gavriel penuh makna dengan matanya yang jatuh pada bibir bawah Liora yang sedang wanita itu gigit, menahan gejolak emosi.Meski demi
Enjoy!-----Gavriel dan Daniel hanya menatap lurus pada Liora dan akhirnya membuat wanita itu kembali memaksakan diri untuk menatap foto dalam map itu. Liora menggeleng beberapa kali.“Ini bukan dirinya,” gumamnya gusar.Di dalam foto itu tampak sebuah tubuh di dalam galian liang lahat dengan wajah yang telah sukar dikenali karena termakan binatang tanah. Namun, jaket dan kaus yang dikenakan oleh mayat pria di dalam foto itu terasa begitu familiar. Meski pun tanah membuat pakaian itu tampak begitu lusuh.Namun, bukankah orang lain juga bisa saja mengenakan pakaian yang sama? Pabrik pakaian membuat potongan yang sama begitu banyak. Liora menjejalkan otaknya dengan segala kemungkinan.“Mayat ini bukan Alex, bukan Alex,” gumamnya lagi.Namun, gumaman itu seketika menghilang ditelan keterkejutan kala ia melihat mayat itu tak memiliki kelingking kiri. Liora akhirnya tak bisa lagi m
Enjoy!-----“Sayang apakah kau baik-baik saja? Mommy dari kemarin tak bisa berhenti memikirkanmu,” ujar Vello, ibu Liora di sambungan telepon. Suaranya begitu gusar sejak panggilan itu terangkat.“Aku baik-baik saja, Mom. Jangan khawatir,” jawab Liora dengan helaan napas kasar.“Liora Brylee Quinton!” sentak Vello yang seketika membuat Liora memejamkan mata. Jika sang ibu sudah menyebut nama lengkap yang jarang diketahui orang seperti ini, itu berarti ibunya sedang benar-benar marah. “Jangan coba-coba membohongi Mommy.”Liora kembali mendesah, kali ini pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia menoleh pada jendela kaca mobil yang sedang melaju. Berandai ia dapat melarikan diri dari kenyataan pahit.“Alex telah meninggal, Mom,” terang Liora akhirnya.“Apa? Dari mana kau tahu?” Vello yang sedang
Jam berapa kalian baca bab ini??Enjoy!-----Seluruh keramaian di dalam ballroom terasa sunyi seketika. Reseptor tubuh Liora seolah mati dan hanya menyisahkan reseptor di sekitar bibir yang berbalut lipstick berwarna soft pink itu. Ia dapat merasakan kelembutan dan kelembapan yang hangat pada rengkuhan bibir Gavriel.Tidak, ini kesalahan besar. Berani sekali pria ini menciumnya?Jiwa Liora memberontak, tetapi tubuhnya terasa tak berdaya, terlebih ketika Liora dapat melihat Gavriel terpejam. Bibir pria itu melumatnya lembut seakan Gavriel tengah menyentuh suatu benda rapuh. Rasa ini seolah bukan dari seseorang yang telah melukainya sejak awal. Rasa ini seolah sebuah bahasa atas pengaguman yang terpendam.Cara Gavriel menyelimuti bibirnya terasa begitu mengusik debaran jantung Liora sampai ia dapat mendengar jelas suara genderang di dadanya. Tidak. Ini sala
Enjoy!-----Hunter terkekeh melihat kebingungan Liora yang tampak menggemaskan di matanya. “Aku baru saja menawarimu untuk berdansa. Maukah kau berdansa denganku?”“Y-ya, tentu saja.” Liora mengangguk dan segera menyambut tangan Hunter.Pria berambut brunette dengan bulu tipis di sekitar garis rahang itu tersenyum. Ia membawa Liora ke tengah lantai dansa dan bergabung bersama para tamu lain yang telah mendahului mengisi lantai dansa tersebut.(Playlist Suggest: When I Fall In Love – Céline Dion & Clive Griffin)Liora membiarkan Hunter merengkuh pinggangnya dan merapatkan perut mereka. Sedang jemarinya tenggelam di dalam telapak Hunter yang lebar dan hangat. Serta satu tangannya yang lain memegang pundak Hunter yang terasa begitu keras. Ia dapat membayangkan tubuh atletis di balik tuxedo biru tua yang sedang pria itu kenakan.Mata perak dan hijau itu saling menyatu. Liora tak b
Enjoy!-----Liora membuka salah satu laci di kamarnya dan mengeluarkan sebuah jam tangan Rolex Explorer II: Revenge berwarna hitam. Bibir Liora seketika mengulas senyum, melihat background jarum jam yang bergambar beberapa tengkorak.Wajah Hunter kecil langsung terbayang di depan matanya. Pria itu dahulunya pasti menganggap background itu sangat keren. Ia kemudian menggeleng geli.Ibu jarinya mengusap kaca sapphire crystal yang melapisi jam tangan tersebut. Dahulu, bagian kaca itu pecah dan terdapat noda darah di sekitar pergelangan jam yang putus.Liora masih mengenakan gaunnya yang berwarna hitam ketika ia menjatuhkan bokong di sisi ranjang. Ia memangku jam tangan itu dengan bola mata peraknya yang belum mampu teralih.Ia lalu menghela napas dan menengadahkan kepala, memandang ke arah pintu kamar yang terbuka. Seharusnya, Hunter sedang berdiri di sana saat ini. Namun, tidak.
Jam berapa kalian baca bab ini?Dilarang jadi silent readers di novel ini. Komen yang banyak di paragraf ya! Wkwkw Anyway, happy reading :*Enjoy!-----Sebuah karangan bunga putih berbentuk hati baru saja Liora letakkan di bawah batu nisan. Ia pagi ini datang mengunjungi pembaringan Alex bersama dengan Vierra yang berada dalam gendongannya.Beberapa helai surai golden blonde-nya terbang bersama embusan angin pagi yang terasa halus. Seolah mencoba menjadi penawar kepedihan hati yang sedang Liora rasakan saat ini.Mata peraknya tak mampu terus menopang buliran kristal yang akhirnya menjatuhi pipi. Liora kemudian berjongkok, mendudukkan Vierra di atas rumput. Bayi mungil berpakaian warna merah muda dengan celana bermotif floral itu pun berceloteh riang oleh bahasa-bahasanya yang masih belum jelas, tetapi selalu membuat Liora tersenyum geli, bahkan di tengah tangisnya
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah
Happy Reading----- Liora tersenyum menatap buku kolase album Vierra yang rupanya telah Hunter buat selama ini. Beberapa merupakan foto yang pria itu ambil diam-diam dan beberapa di antaranya adalah foto yang Liora bagikan untuk pria itu. Andai Hunter tak ambisius dengan dendam yang membuatnya berubah mengerikan, mungkin saat ini Hunter masih bisa menimang Vierra. Dari album ini Liora tahu ketulusan Hunter mencintai ponakannya. Liora kemudian menutup album itu dan menyimpannya di kotak kardus. Ada beberapa benda yang telah mengisi kotak kardus itu. Ia sengaja memilahnya untuk ia simpan dan menunjukkan pada Vierra saat sang anak sudah dewasa nanti. Beberapa di antaranya penghargaan dan piagam yang pasti akan membuat Vierra bangga memiliki paman pengacara hebat seperti Hunter. Sama seperti benda-benda dari Alex dan Rose yang ia simpan untuk Vierra. Vierra cukup tahu segala hal yang baik itu. Sebuah aib tak perlu disebar dan diturunka
Happy Reading----- “Kau membuat pertanyaan yang jelas tak ingin untuk aku tolak,” erang Liora kesal bercampur suka cita. Gavriel terkekeh begitu juga dengan yang lain mendengar hal itu. “Ya Tuhan, kau benar-benar sudah sadar dari koma.” Mata Liora kembali berkaca-kaca seraya mengusap sisi wajah Gavriel, seolah ini semua hanya ilusinya karena terlalu takut kehilangan Gavriel. Pria itu tersenyum lembut, merasa kembali jatuh cinta berkali-kali mendapati dirinya sangat begitu berarti untuk Liora. Tak ada hal paling membahagiakan bagi seorang manusia biasa sepertinya di saat hidupnya berarti untuk orang lain, terlebih itu wanita yang paling ia cintai. “Kita bisa memulainya kapan pun kalian siap,” bisik seorang pria paruh baya yang menjadi officiant yang baru Liora sadari ada di tengah-tengah mereka sedari tadi. “Oh maaf.” Liora mendadak salah tingkah ditegur seperti ini. “Aku terlalu larut. Tentu, tentu kita bi
Happy Reading-----Liora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menembak kepala co-pilot itu saat ini juga. Sehingga Liora hanya mengangguk, sementara isi kepalanya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri bersama Vierra saat mendarat nanti. Diam-diam ia merutuk karena selalu melewatkan kesempatan untuk belajar menerbangkan helikopter.Beberapa saat kemudian mereka tiba di Eau Claire. Setidaknya itu yang Liora dengar dari pembicaraan co-pilot dengan menara pengawas. Helikopter mendarat di sebuah helipad di antara bangunan megah kuno dengan taman super luas di sepanjang mata memandang.Pikiran Liora semakin tak menentu. Ini jelas-jelas bukan rumah sakit keluarga Arvezio. Ia kemudian turun dengan tangannya yang terus bersiaga untuk segera mengambil revolver di tas jika terjadi sesuatu.“Sebelah sini, Donna Liora,” kata co-pilot tersebut bersama beberapa orang berseragam hitam yang mengirin