Enjoy!
-----
Denver, Colorado-USA
Liora melangkah dengan dagu terangkat memasuki suasana pesta di salah satu mansion milik Arvezio. Pandangannya lurus membelah keramaian, meski ekor mata perak itu tak bisa lari dari pemandangan menjijikkan para tamu yang hadir.
Ia tak terkejut dan tidak pula berharap ini seperti layaknya pesta elegan pada umumnya yang biasa ia datangi. Meski pada awalnya ia sempat terkecoh dengan suasana berkelas dan musik opera, tetapi ketika ia memasuki mansion ini lebih dalam, pesta sesungguhnya baru terlihat. Ini lebih tepat dikatakan sebagai pesta seks.
Sepanjang langkah Liora, sepanjang itu pula ia melihat para tamu yang saling bercinta tanpa mengenal tempat. Di tengah mereka yang berpakaian gaun dan tuxedo mahal, beberapa di antaranya ada yang mengenakan seragam berpangkat dan beberapa yang lainnya juga Liora kenal sebagai politisi terkenal.
Pemandangan itu semakin lengkap dengan orang-orang yang sibuk menghisap kokain dari nampan-nampan pelayan. Bahkan para pelayan wanita di sini hanya mengenakan rok yang tak benar-benar menutupi bokong mereka tanpa pakaian di atasnya. Begitu pula dengan para pelayan pria yang hanya mengenakan celana dalam.
Namun, pemandangan itu segera berakhir ketika Liora telah mencapai sebuah pintu yang dijaga ketat oleh para serupa bodyguard. Melihat penjagaan ini, sudah dipastikan bahwa Gavriel berada di balik pintu tersebut.
“Aku harus bertemu dengan bos kalian.”
“Maaf, Miss. Mr. Gavriel tak bisa ditemui saat ini,” jawab salah seorang pria berjas hitam.
“Katakan padanya bahwa Liora Quinton ingin menemuinya sekarang juga,” tegas Liora seraya melangkah semakin mendekat, tetapi kedua bodyguard di depan pintu segera mencegahnya.
“Kubilang katakan pada bosmu itu bahwa Liora Quinton ingin menemuinya sekarang!” geram Liora.
“Dan aku sudah bilang Mr. Gavriel tak bisa ditemui saat ini!” Bodyguard berkepala botak itu mengeraskan rahangnya.
“Kalau begitu aku yang akan menemui di dalam.”
Kesabaran Liora rasanya telah menipis. Ia sudah muak dengan pria bernama Gavriel itu. Ia rela terbang jauh kemari, lalu melewati pemandangan menjijikkan sepanjang mansion, dan masih harus melalui perdebatan tak penting dengan para bodyguard ini?
“Jangan membuat kami membuat riasan wajah Anda berantakan karena pukulan kami.”
Liora seketik terkekeh geli. “Kau kira bisa mendaratkan pukulan padaku?” Senyum Liora tersungging remeh.
Bodyguard berkepala botak itu menggeram kesal. “Menjauhlah dari sini, Miss!” Ia mencengkeram lengan Liora dan mendorongnya mundur dengan kasar.
Namun, sebelum bodyguard berjas hitam itu menghempaskan lengan Liora, wanita itu lebih dahulu meraih pergelangan tangan di sana dan memutarnya dengan cepat, hingga bodyguard itu mengerang kesakitan. Belum sempat memberikan perlawanan, Liora dengan gesit menghantamkan lengan bawah pria itu ke siku dinding hingga suara retakan terdengar bersama erangan yang lebih nyaring. Pria itu pun terjatuh dengan memegang tangannya.
Bodyguard lain segera menarik Liora ketika wanita itu hendak menghajar kawannya. Ia tak menyangka seorang berwajah cantik dan anggun itu mampu melakukan tindakan tersebut. Terlalu banyak pria yang terkecoh, tetapi bukanlah keturunan seorang Quinton, jika tak bisa bela diri dan menggunakan pistol dengan baik.
“Biarkan aku masuk atau aku akan membuat patah tulang seperti kawanmu itu!” seru Liora seraya melepaskan cengkeraman tangan bodyguard itu.
Keduanya sudah siap saling berkelahi di depan pintu itu, sebelum akhirnya pintu terbuka dan menampakkan sosok Gavriel. Wajah pria itu begitu santai di tengah napas Liora yang memburu karena amarah. Mata keduanya segera bertemu.
"Miss Quinton, Cara Mia (Sayangku). Apa yang membuatmu datang jauh-jauh kemari dengan kemarahan? Apakah mereka baru saja berlaku tak sopan padamu?" tanya Gavriel lembut, penuh empati dengan gayanya yang khas seraya mengusap kedua lengan Liora.
Bibir Liora seketika terbuka tak percaya. Bagaimana pria itu dapat begitu tenang tanpa dosa dan menyapanya dengan panggilan seperti itu?Sementara Gavriel melirik sesaat pada satu orangnya yang memegang tangan dengan kesakitan. Ia tak menyangka Liora benar-benar mampu membuat made guy-nya kewalahan. Mengesankan.
Liora dengan cepat menepis kedua tangan Gavriel dan tersenyum sinis. "Kita perlu bicara, Mr. Arvezio.""Tentu saja. Aku akan dengan senang hati meluangkan waktu untuk berbicara denganmu. Namun, sebelum itu, aku harap kau mau bersabar menunggu, karena aku masih memiliki tamu di dalam. Maafkan aku, jika kita membuat janji terlebih dahulu, aku pastikan hal seperti ini tidak akan terjadi."Liora semakin tak menyangka, bahasa yang Gavriel ucapkan semakin santai, seakan menghilangkan jarak formalitas di antara mereka sebelumnya. Pria itu pikir siapa?
Pria itu ingin menghilangkan kesan formal dalam bahasa mereka? Baiklah! Kalau begitu ia bebas berkata tak sopan.
"Jika kau tak menggangguku dengan segala barang kirimanmu itu dan menyepelekan pesan yang sudah aku sampaikan kepada orangmu, aku juga pastikan tidak akan kemari! Kau harus berhenti, Mr. Arvezio!" tegas Liora tajam. Jemarinya terkepal erat.
Gavriel tersenyum tenang mendengar perkataan penuh kemarahan itu. "Aku mengerti." Ia mengangguk. Baginya, Liora semakin menggemaskan dengan kemarahannya itu.Gavriel lalu menoleh pada satu made guy yang berjaga di sampingnya. "Antarkan Miss Quinton ke meeting room dan pastikan dia nyaman selama menunggu.""Si (Ya), Don Gavriel." Made guy berkepala plontos itu mengangguk hormat dan langsung membimbing Liora pada koridor di sayap kiri.Namun, ketika Liora hendak melangkah, matanya melihat celah ruang di antara lengan Gavriel dan bingkai pintu yang membuat manik itu melebar. Ia melihat pria yang ia kenal di dalam sana dengan seorang wanita yang butuh beberapa saat untuk Liora cerna, dan berakhir dengan ketidakyakinan Liora, karena dandanan wanita itu sangat berbeda dengan yang ia kenal.Jika ia tak salah menduga, wanita itu di sana sekilas terlihat seperti anak dari kawan ayahnya, Starley. Hubungan keduanya sudah terjalin layaknya saudara sepupu sejak kecil.
‘Jika itu benar Starley, lalu untuk apa Starley dan Zev bertemu dengan Gavriel? Bagaimana mereka dapat saling mengenal?’ batin Liora. Ia kira Starley sedang berada di safe house seperti yang ayahnya ceritakan, mengingat permasalahan rumit yang sedang dialami kekasih dan adiknya itu.
Starley dan Zev bersitatap dengan Liora sepersekian detik, sebelum Liora kemudian hilang bersama made guy Gavriel menuju meeting room. Sedang Gavriel yang sempat melihat tatapan terkejut Liora tersebut, menyimpan tanya dalam benak seraya menoleh pada dua tamunya di dalam. Ia kemudian kembali menatap punggung Liora yang sudah berjalan menjauh dan membuat garis bibirnya menggoreskan senyum yang serupa seringai.
*****
Seperti yang Gavriel janjikan, beberapa waktu kemudian pria itu menemui Liora yang sudah menunggunya di sebuah meeting room. Wanita bergaun pendek warna merah itu tengah berdiri di dekat tirai dengan lirikan tajam ke arahnya.
Liora dapat melihat langkah tenang, penuh wibawa sekaligus kuasa seorang Gavriel di tengah pakaian berkaus hitam dengan bagian kerah tinggi, berpadukan jas senada yang membungkus tubuh pria itu dengan sempurna. Berat untuk Liora mengakui bahwa Gavriel memang mafia yang sialnya begitu tampan.
“Kau sangat cantik hari ini. Terima kasih untuk beberapa kejutan manismu. Kau membuat pesta di sini tak lagi membosankan untukku,” ujar Gavriel dengan gayanya yang tenang dan senyum di bibir.
Gavriel berhenti tepat di depan Liora. Jarak itu terlalu dekat untuk orang yang sama-sama asing seperti mereka. Namun, Gavriel terlihat begitu nyaman, berbeda dengan Liora yang menahan diri untuk melangkah mundur, agar tak terkesan terintimidasi oleh kehadiran pria itu. Meski sejujurnya ia lebih terganggu dengan aroma tubuh pria itu yang luar biasa nikmat.
Namun, Liora kemudian terkekeh rendah seraya menyilangkan kedua tangan di depan dada, membuat bahu indahnya terlihat tegap dari potongan off shoulder dress berwarna merah tersebut. “Maksudmu sudah membuat orangmu patah tulang? Aku mengerti. Para pria memang banyak menyelepekan kemampuan seorang perempuan.” Seketika pikiran Liora terlintas pada sang ayah yang tak pernah memberikan ia kepercayaan dengan segala kekangannya.
Gavriel semakin melebarkan senyumnya. “Hmm … terdengar seperti suara hatimu. Siapa pria itu?”
Liora segera membuang wajah. Terlebih ia benci dengan gaya pria itu tersenyum. Senyum itu terlalu menawan untuk seorang kriminal licik.
Mata perak Liora pun melihat pada tiga kursi yang berjajar di bagian paling pusat meja rapat berleter U di sana. Apakah itu berarti Gavriel bukan satu-satunya yang menjabat posisi tertinggi di Prospero?
“Saya tahu Anda sudah memprediksikan kehadiran Saya, Mr. Arvezio.” Nada suara Liora berubah tegas, bersama bahasa yang ia gunakan. Ia tak ingin membuang waktu pada tujuan awal ia kemari.
Liora kemudian mengembalikan pandangan pada Gavriel. Ia harus sedikit mendongak untuk membuat mata mereka bertemu, meski sejujurnya ia benci bertatapan dengan mata Gavriel. Mata biru di sana terlalu indah, sampai terasa seakan memanipulasinya.
“Mendengarmu memanggilku seperti itu membuatku juga ingin memanggilmu, Mrs. Arvezio,” goda Gavriel. Ia ingin melihat menggemaskannya wajah itu lagi ketika marah.
Mendengar itu, seketika wajah Liora pun memerah semakin kesal. Pria itu pikir semua ini adalah lelucon?
Liora menghela napas, mencoba mengatur kesabarannya. “Anda salah jika mengira segala perbuatan Anda membuat saya berubah pikiran. Saya tak bodoh untuk tak mengenali cara Anda menggertak, Mr. Arvezio, dan jawaban saya tetap tidak,” tutur Liora yang telah mengembalikan tatapan dingin dan datar khasnya.
Liora kemudian melangkah menjauh. Memilih duduk di kursi dekat jajaran tiga kursi khusus petinggi. Mata sebiru sapphire Gavriel mengekori pergerakan anggun wanita itu dan membuatnya turut mengayunkan kaki dengan memasukkan kedua tangan pada celana panjang berwarna hitamnya.
Sejak awal ia memang ingin mengetahui bagaimana Liora merespon gertakan halusnya dan tanpa ia tahu mengapa, ia menemukan dirinya senang mendapati Liora meresponnya seperti ini. Ternyata seorang Liora memang secerdas dan seberani itu. Wanita itu merenggut perhatiannya.
Gavriel menarik mundur satu kursi terdekat Liora, lalu menumpukan kedua tangan di meja seraya menunduk, menyatukan kembali mata mereka. “Aku meragukan bahwa kau akan tetap berkata hal yang sama jika aku mengatakan tawaran yang satu ini.” Senyum di bibir Gavriel berubah menjadi seringai yang seketika membawa perasaan Liora waspada.
“Alex, right?” sebut Gavriel yang seketika membuat pupil Liora melebar. Seringai Gavriel pun kian melebar. “Kau telah mencarinya selama ini, bukan? Bagaimana jika aku menemukannya untukmu? Sebagai gantinya kau menyetujui penawaran bisnis kita.”
...To Be Continued...
Makasi banyak sudah baca sampai bab ini. Novel lain karya saltedcaramel:
- My Devil Bodyguard (orang tua Liora)
- Trapped By Obsession (Jake, sahabat ayah Liora)
- Something Between Us (anak Jake)
Yuk gabung di grup WA pembaca. Link grup WA, segala info dan visual novel, cek
di IG @saltedcaramely_
Enjoy!-----Liora menyandarkan punggungnya pada kursi tinggi. Kedua tangan itu saling tertaut dengan siku bertumpu pada armrest. “Terdengar seperti seseorang yang baru saja bersusah payah mencari tahu informasi tentang CEO Quinton Resource Corp,” ujarnya datar. Ia mengendalikan diri dengan cepat.“Sayangnya aku tak perlu bersusah payah.” Seringai di bibir Gavriel kembali berubah menjadi senyum lembut. Berbanding terbalik dengan nada bicaranya yang justru terdengar sombong bagi Liora.Gavrial memutar armrest kursi Liora hingga tubuh itu menghadap padanya. Lalu tangan Gavriel bertumpu pada kedua armrest itu. Ia membawa wajahnya semakin dekat dengan wanita cantik bergaun merah tersebut.“Kau selalu membawa kejutan Liora,” ujar Gavriel penuh makna dengan matanya yang jatuh pada bibir bawah Liora yang sedang wanita itu gigit, menahan gejolak emosi.Meski demi
Enjoy!-----Gavriel dan Daniel hanya menatap lurus pada Liora dan akhirnya membuat wanita itu kembali memaksakan diri untuk menatap foto dalam map itu. Liora menggeleng beberapa kali.“Ini bukan dirinya,” gumamnya gusar.Di dalam foto itu tampak sebuah tubuh di dalam galian liang lahat dengan wajah yang telah sukar dikenali karena termakan binatang tanah. Namun, jaket dan kaus yang dikenakan oleh mayat pria di dalam foto itu terasa begitu familiar. Meski pun tanah membuat pakaian itu tampak begitu lusuh.Namun, bukankah orang lain juga bisa saja mengenakan pakaian yang sama? Pabrik pakaian membuat potongan yang sama begitu banyak. Liora menjejalkan otaknya dengan segala kemungkinan.“Mayat ini bukan Alex, bukan Alex,” gumamnya lagi.Namun, gumaman itu seketika menghilang ditelan keterkejutan kala ia melihat mayat itu tak memiliki kelingking kiri. Liora akhirnya tak bisa lagi m
Enjoy!-----“Sayang apakah kau baik-baik saja? Mommy dari kemarin tak bisa berhenti memikirkanmu,” ujar Vello, ibu Liora di sambungan telepon. Suaranya begitu gusar sejak panggilan itu terangkat.“Aku baik-baik saja, Mom. Jangan khawatir,” jawab Liora dengan helaan napas kasar.“Liora Brylee Quinton!” sentak Vello yang seketika membuat Liora memejamkan mata. Jika sang ibu sudah menyebut nama lengkap yang jarang diketahui orang seperti ini, itu berarti ibunya sedang benar-benar marah. “Jangan coba-coba membohongi Mommy.”Liora kembali mendesah, kali ini pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia menoleh pada jendela kaca mobil yang sedang melaju. Berandai ia dapat melarikan diri dari kenyataan pahit.“Alex telah meninggal, Mom,” terang Liora akhirnya.“Apa? Dari mana kau tahu?” Vello yang sedang
Jam berapa kalian baca bab ini??Enjoy!-----Seluruh keramaian di dalam ballroom terasa sunyi seketika. Reseptor tubuh Liora seolah mati dan hanya menyisahkan reseptor di sekitar bibir yang berbalut lipstick berwarna soft pink itu. Ia dapat merasakan kelembutan dan kelembapan yang hangat pada rengkuhan bibir Gavriel.Tidak, ini kesalahan besar. Berani sekali pria ini menciumnya?Jiwa Liora memberontak, tetapi tubuhnya terasa tak berdaya, terlebih ketika Liora dapat melihat Gavriel terpejam. Bibir pria itu melumatnya lembut seakan Gavriel tengah menyentuh suatu benda rapuh. Rasa ini seolah bukan dari seseorang yang telah melukainya sejak awal. Rasa ini seolah sebuah bahasa atas pengaguman yang terpendam.Cara Gavriel menyelimuti bibirnya terasa begitu mengusik debaran jantung Liora sampai ia dapat mendengar jelas suara genderang di dadanya. Tidak. Ini sala
Enjoy!-----Hunter terkekeh melihat kebingungan Liora yang tampak menggemaskan di matanya. “Aku baru saja menawarimu untuk berdansa. Maukah kau berdansa denganku?”“Y-ya, tentu saja.” Liora mengangguk dan segera menyambut tangan Hunter.Pria berambut brunette dengan bulu tipis di sekitar garis rahang itu tersenyum. Ia membawa Liora ke tengah lantai dansa dan bergabung bersama para tamu lain yang telah mendahului mengisi lantai dansa tersebut.(Playlist Suggest: When I Fall In Love – Céline Dion & Clive Griffin)Liora membiarkan Hunter merengkuh pinggangnya dan merapatkan perut mereka. Sedang jemarinya tenggelam di dalam telapak Hunter yang lebar dan hangat. Serta satu tangannya yang lain memegang pundak Hunter yang terasa begitu keras. Ia dapat membayangkan tubuh atletis di balik tuxedo biru tua yang sedang pria itu kenakan.Mata perak dan hijau itu saling menyatu. Liora tak b
Enjoy!-----Liora membuka salah satu laci di kamarnya dan mengeluarkan sebuah jam tangan Rolex Explorer II: Revenge berwarna hitam. Bibir Liora seketika mengulas senyum, melihat background jarum jam yang bergambar beberapa tengkorak.Wajah Hunter kecil langsung terbayang di depan matanya. Pria itu dahulunya pasti menganggap background itu sangat keren. Ia kemudian menggeleng geli.Ibu jarinya mengusap kaca sapphire crystal yang melapisi jam tangan tersebut. Dahulu, bagian kaca itu pecah dan terdapat noda darah di sekitar pergelangan jam yang putus.Liora masih mengenakan gaunnya yang berwarna hitam ketika ia menjatuhkan bokong di sisi ranjang. Ia memangku jam tangan itu dengan bola mata peraknya yang belum mampu teralih.Ia lalu menghela napas dan menengadahkan kepala, memandang ke arah pintu kamar yang terbuka. Seharusnya, Hunter sedang berdiri di sana saat ini. Namun, tidak.
Jam berapa kalian baca bab ini?Dilarang jadi silent readers di novel ini. Komen yang banyak di paragraf ya! Wkwkw Anyway, happy reading :*Enjoy!-----Sebuah karangan bunga putih berbentuk hati baru saja Liora letakkan di bawah batu nisan. Ia pagi ini datang mengunjungi pembaringan Alex bersama dengan Vierra yang berada dalam gendongannya.Beberapa helai surai golden blonde-nya terbang bersama embusan angin pagi yang terasa halus. Seolah mencoba menjadi penawar kepedihan hati yang sedang Liora rasakan saat ini.Mata peraknya tak mampu terus menopang buliran kristal yang akhirnya menjatuhi pipi. Liora kemudian berjongkok, mendudukkan Vierra di atas rumput. Bayi mungil berpakaian warna merah muda dengan celana bermotif floral itu pun berceloteh riang oleh bahasa-bahasanya yang masih belum jelas, tetapi selalu membuat Liora tersenyum geli, bahkan di tengah tangisnya
Haloo MVG kembaliiJam berapa kalian baca bab ini?Jangan lupa komen yang banyak di paragraf yaa :*Enjoy!-----Liora menatap kosong pada pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang terhimpit keramaian jalan raya di bawah sana. Ia bersedakap di depan dinding kaca ruang kerjanya.Sudah beberapa hari berlalu sejak pertemuannya dengan Gavriel di ruangan ini, tetapi suasana hatinya tak kunjung membaik. Tiap kata memuakkan yang Gavriel ucapkan terus berdegung di telinganya, beserta rambatan asing yang selalu mengusik.Liora kemudian mendesah berat, sampai pundaknya meninggi. Lalu ia berbalik badan, mengambil ponsel di meja. Jemarinya sedikit ragu sesaat kala akan menekan layar ponsel, tetapi kemudian ia tetap melanjutkan niat awalnya.“Apa yang sedang kau lakukan sekarang?” tanya Liora datar kala panggilan tersebut terangkat.“Aku menginginkanm
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah
Happy Reading----- Liora tersenyum menatap buku kolase album Vierra yang rupanya telah Hunter buat selama ini. Beberapa merupakan foto yang pria itu ambil diam-diam dan beberapa di antaranya adalah foto yang Liora bagikan untuk pria itu. Andai Hunter tak ambisius dengan dendam yang membuatnya berubah mengerikan, mungkin saat ini Hunter masih bisa menimang Vierra. Dari album ini Liora tahu ketulusan Hunter mencintai ponakannya. Liora kemudian menutup album itu dan menyimpannya di kotak kardus. Ada beberapa benda yang telah mengisi kotak kardus itu. Ia sengaja memilahnya untuk ia simpan dan menunjukkan pada Vierra saat sang anak sudah dewasa nanti. Beberapa di antaranya penghargaan dan piagam yang pasti akan membuat Vierra bangga memiliki paman pengacara hebat seperti Hunter. Sama seperti benda-benda dari Alex dan Rose yang ia simpan untuk Vierra. Vierra cukup tahu segala hal yang baik itu. Sebuah aib tak perlu disebar dan diturunka
Happy Reading----- “Kau membuat pertanyaan yang jelas tak ingin untuk aku tolak,” erang Liora kesal bercampur suka cita. Gavriel terkekeh begitu juga dengan yang lain mendengar hal itu. “Ya Tuhan, kau benar-benar sudah sadar dari koma.” Mata Liora kembali berkaca-kaca seraya mengusap sisi wajah Gavriel, seolah ini semua hanya ilusinya karena terlalu takut kehilangan Gavriel. Pria itu tersenyum lembut, merasa kembali jatuh cinta berkali-kali mendapati dirinya sangat begitu berarti untuk Liora. Tak ada hal paling membahagiakan bagi seorang manusia biasa sepertinya di saat hidupnya berarti untuk orang lain, terlebih itu wanita yang paling ia cintai. “Kita bisa memulainya kapan pun kalian siap,” bisik seorang pria paruh baya yang menjadi officiant yang baru Liora sadari ada di tengah-tengah mereka sedari tadi. “Oh maaf.” Liora mendadak salah tingkah ditegur seperti ini. “Aku terlalu larut. Tentu, tentu kita bi
Happy Reading-----Liora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menembak kepala co-pilot itu saat ini juga. Sehingga Liora hanya mengangguk, sementara isi kepalanya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri bersama Vierra saat mendarat nanti. Diam-diam ia merutuk karena selalu melewatkan kesempatan untuk belajar menerbangkan helikopter.Beberapa saat kemudian mereka tiba di Eau Claire. Setidaknya itu yang Liora dengar dari pembicaraan co-pilot dengan menara pengawas. Helikopter mendarat di sebuah helipad di antara bangunan megah kuno dengan taman super luas di sepanjang mata memandang.Pikiran Liora semakin tak menentu. Ini jelas-jelas bukan rumah sakit keluarga Arvezio. Ia kemudian turun dengan tangannya yang terus bersiaga untuk segera mengambil revolver di tas jika terjadi sesuatu.“Sebelah sini, Donna Liora,” kata co-pilot tersebut bersama beberapa orang berseragam hitam yang mengirin