Tampak sebuah kamar yang berantakan dengan selimut yang sudah terlempar ke lantai, bantal yang sudah terpental ke sembarang arah dan di tengah-tengah ranjang itu ada seorang perempuan telanjang yang memperlihatkan punggung bebasnya. Ia tampak kacau dengan rambutnya yang kusut, berantakan tidak seperti biasanya. Perempuan cantik dengan hidung mancung, alis tipis yang menarik perhatian, dan bibir merah muda alami. Tanpa make up, perempuan ini tampak sangatlah cantik.
Dia Angela Kawsya, pacar dari seorang CEO perusahaan yang bergerak di bidang real estate and property, Bryan Monav, ialah seorang pria tampan dengan badan atletis, mapan, perhatian, royal dan loyal, yang menjadikannya menjadi suami impian masa depan banyak perempuan. Namun sayang, Bryan adalah pria dengan kehidupan yang bebas. Dia bisa menghabiskan banyak botol minuman alkohol dalam semalam, apalagi ketika perusahaanya sedang dilanda masalah. Tentu itu bisa saja terjadi sebab dalam usaha bisnis tidak mungkin akan selalu meraup keuntungan, tentu saja ada fase rendahnya. Dan ketika itu terjadi, Bryan akan melampiaskannya pada Angela. Tidak hanya itu, Bryan akan meminta balasan pada Angela ketika pacarnya itu menginginkan sesuatu barang yang nominalnya cukup mahal. Seperti semalam, dia mengajak Angela untuk minum-minum dengan teman-temannya. Entah sudah berapa minuman yang sudah Angela minum sampai membuatnya tidak bisa mengingat apapun yang telah terjadi semalam. Saat bangun, otaknya seperti mengosong, tidak tahu apapun yang terjadi.
Angela melakukan ini semua karena kemarin ia meminta Bryan untuk membelikannya sebuah tas mahal. Angela bisa saja membeli dengan uang yang diberi oleh orang tuanya, namun ia lebih memilih untuk membeli keperluan yang lain, misalnya mentraktir temannya. Selagi bisa memiliki pacar yang loyal dan royal, yang bisa membelikannya segala hal barang yang ia inginkan, kenapa tidak di manfaatkan? Kiranya seperti itu pemikiran seorang Angela Kawsya yang beruntung memiliki Bryan.
Benar saja, setelah Bryan membelikan Angela barang yang diinginkannya itu, Bryan menyuruh Angela untuk ikut pesta dengannya dan juga beberapa teman laki-lakinya. Angela tidak pernah menolak permintaan Bryan karena temperamen yang dimiliki oleh pria tersebut sangatlah kasar, tidak main-main ketika emosi sudah menguasainya. Ketika ia sudah memerintahkan sesuatu namun tidak dilaksanakan dengan baik, ia akan marah besar hingga bisa memukul seseorang yang berada di sekitarnya, termasuk juga Angela. Angela mengambil pilihan aman dengan menuruti permintaan laki-laki itu.
Kehidupan New York memanglah sangat keras. Sex before married banyak dilakukan oleh pasangan-pasangan muda yang ada di wilayah ini. Melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan oleh sepasang suami istri memanglah tidak baik untuk Angela, namun setidaknya mereka berdua senang dengan hal itu. Hal itu juga tidak bisa dipungkiri karena orang tua Angela yang sangat tidak peduli dengan kondisi anak semata wayangnya. Bagi orang tua Angela, uang adalah segalanya. Angela tidak pernah merasakan kasih sayang dari mereka sampai ia menginjak usia 24 tahun. Maka tidak heran jika Angela bisa memiliki kepribadian yang bebas. Itu buah dari sikap tidak peduli yang dimiliki kedua orangtuanya.
"Hai sayang, sudah bangun?" Tanya Bryan masuk ke dalam kamarnya sendiri. Ia juga masuk dengan tanpa pakaian sedikitpun yang melengket di badannya. Pria itu masuk dengan membawa sepiring breakfast untuk Angela. Itu bukan kali pertamanya Bryan melakukannya, mungkin bisa dikatakan sebagai kegiatan wajib ketika Angela ada di kamarnya dengan kondisi yang sama.
"Hai beb! Iya, aku sudah bangun." Ucap Angela tersenyum melihat keberadaan Bryan.
"Ini breakfast untukmu." Kata Bryan, memberikan piring breakfast yang berisi sandwich itu kepada Angela.
Bryan menaruh piring tersebut disamping tempat tidur. tak lupa mencium kening dan bibir Angela sebelum memutuskan beranjak ke arah kolam renang pribadi yang berada di samping kamar tidurnya.
"Habiskan sarapanmu dan bergabunglah denganku!" Teriak Bryan.
***
"You look so hot, babe!" Ucap Angela saat pertama melihat Bryan berenang di kolam. Angela mulai bergabung dengan Bryan, memasukkan setengah badannya ke dalam wadah berair tersebut.
"Babe, stop!. Come here!" Teriak Angela.
Bryan memutar arah tubuhnya dan berenang layaknya seorang atlet renang menuju Angela. Saat sampai di depan perempuan itu, sontak Bryan langsung memeluk mesra Angela.
"Sudah sarapan?" Tanya Bryan, mengecup bibir manis Angela yang seperti candu baginya.
"Sudah."
"Apakah kita akan terus seperti ini?" Tanya Angela.
Bryan melengkungkan alisnya. Tidak lama setelahnya, ia tertawa dan melepas pelukannya. Ia kembali berenang dengan bebas memperlihatkan kepiawaiannya dalam berenang. Ia tahu arah pembicaraan Angela.
"Kenapa kamu tertawa? Apa kamu tidak ingin menikah denganku, Bryan?"
"Please, Angela! Jangan membuatku tertawa dengan pertanyaan konyolmu itu!" Teriak Bryan di ujung sana. Angela bergegas menghampiri pria itu dengan cara berenang. Angela juga cukup jago dalam hal ini.
Sampai di sana, ia kembali menanyakan hal itu. "Konyol di bagian mana Bryan? Kita sudah berpacaran selama 3 tahun. Kita sudah mengenal dengan baik satu sama lain. Aku tahu pekerjaanmu, dan kamu juga tahu pekerjaanku. Aku tahu apa yang kamu suka, aku mengenal teman-temanmu, lalu apa lagi? Aku selalu meluangkan waktu ketika kamu mengatakan bahwa kamu membutuhkanku. Kita juga sudah melakukan having sex dan itu tidka hanya sekali atau dua kali, lalu kurangnya apa lagi?" Angela sudah mengeluarkan uneg-unegnya terkait penolakan yang dilakukan oleh Bryan setiap kali dia mengajak pria itu untuk menikah.
"Aku tidak siap untuk memperkenalkanmu dengan keluargaku. Lagipula, bukankah selama ini aku juga sudah mewujudkan semua permintaanmu? Kamu minta tas branded, aku berikan. Kamu minta ini, aku juga sudah memberikannya padamu." Ujar Bryan membalas ucapan Angela.
"Iya, aku memang selalu mendapatkan barang yang selalu aku minta, tapi kamu juga meminta hal yang lain, kan? Please, kita jangan berdebat seperti ini Bryan." Ucap Angela dan mencoba untuk mencium Bryan, hanya saja pria itu menolak ciumannya, malah menjauh.
"Aku akan menyuruh Johan untuk mengantarmu pulang. Nanti malam aku akan menjemputmu jika moodku balik." Kata Bryan dengan begitu mudahnya meninggalkan Angela.
"Apa aku mengatakan hal yang salah? Aku hanya ingin memilikimu seutuhnya!" Teriak Angela.
Angela memutuskan untuk keluar dari kolam dan mandi di kamar mandi dekat kolam. Ia belum berani untuk masuk ke kamar mandi kamar Bryan karena sudah dipastikan pria itu berada di dalam.
Setelah selesai mandi, Angela masuk ke kamar Bryan. Ia tidak menemukan siapapun di dalam sana dan membuatnya Angela semakin kesal. Ia mengambil pakaiannya yang sudah lama berada di lemari Bryan dan menelpon Johan lewat telepon yang terhubung langsung ke tempat pos jaga.
"Johan, antar aku pulang!"
***
Dan benar saja, Johan lah yang mengantar Angela pulang. Angela masih belum tenang, masih mengingat pertengkarannya dengan Bryan hanya karena perihal mempertanyakan kejelasan hubungan. Angela sudah beberapa kali mencoba untuk menghubungi Bryan, tapi hasilnya nihil. Bryan terus saja menolak panggilannya. Hal itu semakin membuat Angela merasa bersalah, sebab tidak biasanya pria itu sampai semarah ini.
"Johan, kamu tahu Bryan kemana tadi? Aku tidak menemukannya di rumah." Tanya Angela.
Johan tidak menjawab, namun gelagat tubuhnya ditangkap aneh ole Angela.
"Jawab saja. Ini menjadi rahasia kita berdua. Aku janji tidak akan marah" Bujuk Angela.
"Ekhem... Tapi janji jangan adu kan saya ke Tuan Bryan" Ucap Johan, begitu mencurigakan.
"Tentu."
"Baiklah. Tadi saya melihat Tuan Bryan di jemput oleh Nona Cindy"
"Lalu kemana mereka?"
"Aku mendengar sekilas kalau mereka akan pergi ke hotel Hungry25."
jawaban yang cukup membuat Angela naik darah. Dia sampai memukul kursi di sampingnya. "Shit!"
"Tapi jangan adukan saya ke Tuan ya, Nona."
"Shut up!"
***
"Thanks Johan. Tolong sampaikan pada Tuanmu kalau nanti malam aku terlalu malas untuk bertemu dengannya." Angela masuk ke dalam rumahnya dengan malas. Ia sudah kembali pada kandang kekecewaan. Baginya, rumahnya adalah tempat penuh kekecewaan. Meski ia pulang pada dini hari dan dalam keadaaan mabuk, orang tuanya sama sekali tidak peduli. Yang ada pada pikiran mereka hanya harta dan harta, anak pun tidak dianggap sama sekali.
Namun ada yang aneh yang dirasakan oleh Angela. Biasanya orang tuanya belum pulang saat sore hari, tapi khusus hari ini sudah pulang, bahkan lebih pagi dari biasanya. Ada apa gerangan?
"Mom... Dad! What happen?!" Teriak Angela.
Mata Angela melotot sempurna melihat keadaan rumahnya yang kosong melompong. Tidak ada lagi barang-barang estetik dan antik dengan harga fantastis. Bahkan barang antik yang dibeli oleh Angela secara pribadi pun sudah hilang tanpa bekas. Tidak ada yang tertinggal, satu pun.
"Mom, Dad, what happen?! Kemana semua isi rumah ini? Kemana barang antik yang telah aku beli?" Tanya Angela pada kedua orang tuanya yang sudah terlihat sangat frustasi. Jarang-jarang terlihat demikian.
"Lenyap! Semuanya lenyap!"
"Maksud mom, apa?" Tanya Angela ikut menangis. Pikirannya sudah melayang kemana-mana. Apa yang ditakutkannya sudah menari-nari di kepalanya. Kemiskinan, kebangkrutan.
"Kita sudah bangkrut! Tidak ada lagi harta yang kita punya, bahkan kita masih punya banyak hutang yang belum dilunasi. Kami di tipu habis-habisan!" Sahut Hans, Daddynya Angela.
"Apa? Are you kidding me, mom?!" Bahkan Angela sendiri tidak menyangka kalau orangtuanya akan mengalami hal yang seperti ini. Dia pikir dengan kerja keras orangtuanya tidak akan membuat mereka jatuh, bahkan bangkrut seperti ini.
"No, baby! Kita bangkrut. Kita tidak punya kehidupan lagi. Satu hal yang pasti adalah kita harus mati daripada menanggung rasa malu ini." Ucap daddy Angela, menganggap kalau kematian adalah satu-satunya solusi dari semua permasalahan ini.
Bagi orangtua Angela, bangkrut sama artinya dengan tidak adanya kehidupan.
"No Dad! Jangan berpikir seperti itu." Bantah Angela, tidak ingin orangtuanya berpikir pendek seperti itu. "Sebentar, aku akan menelpon pacarku. Aku yakin dia mau membantu kita." Ujar Angela penuh keyakinan dan keluar dari rumahnya untuk menelpon Bryan.
Angela menunggu lama untuk Bryan menjawab teleponnya. Rasa takut, khawatir, gelisah, semuanya menjadi satu. Angela tidak bisa berpikir dengan baik, terlebih Bryan tak kunjung menerima panggilan telponnya.
"What? Membutuhkanku, bitch?!" Tebak Bryan saat pertama kali menerima panggilan Angela../
Angela menutup matanya, tangannya tergenggam sempurna menandakan ia tidak tahan dengan semua hinaan yang dilayangkan dengan terang oleh Bryan. Bahkan saat ia mendengar suara decapan khas seperti orang berciuman, air mata Angela lolos dengan sempurna. Ia sakit hati, tapi ia tidak berdaya. Saat ini ia membutuhkan Bryan untuk membantu keadaan finansial keluarganya. Mau tidak mau, ia harus menutup telinga agar semuanya bisa dikendalikan menjadi lebih baik.
"Iya, aku membutuhkanmu. Keluargaku bangkrut, mereka di tipu dan aku membutuhkanmu untuk membantu perusahaan keluargaku normal kembali." Ujar Angela bergetar. Bahkan saat Angela memohon untuk itu, ia mendengar suara desahan. "Tidak! Bryan tidak mungkin bersama dengan perempuan lain." Pikir Angela.
"Boleh saja. Syaratnya satu." Bahkan suara pria itu tertahan, memperjelas pikiran Angela.
Tidak ada waktu Angela untuk memikirkan hal itu. Yang ada di pikirannya saat ini hanya satu, membutuhkan bantuan dari Bryan, bagaimanapun caranya. Demi orangtuanya yang selama ini tidak pernah memperdulikannya. "Apa? Aku pasti akan menurutimu asalkan kamu bersedia untuk membantu keluargaku."
"Oh babe, pelan" Desis Bryan dan Angela mendengar hal tersebut. Angela sudah mengepalkan tangannya, tidak sanggup dengan kondisi seperti ini. Disaat kedua orangtuanya memikirkan untuk mati, ia harus dibuat lelah dengan pemikiran tentang siapa lawan main Bryan saat ini?
"Syaratnya adalah kamu harus bersedia menjadi bonekaku. Jangan pernah menuntut untuk meminta komitmen yang lebih. Jika aku meminta A, lakukan A. Membantah sama artinya dengan menerima hukuman. Bersedia?" Tanya Bryan.
Angela tidak menjawab begitu saja. Ia masih menahan rasa sakit hatinya. Ia mendengar dengan sangat jelas bahwa sekarang Bryan sedang bermain dengan perempuan lain, selain dirinya. Suara desahan demi desahan didengar jelas oleh Angela seperti lagu yang mengayun mesra, tapi bagi Angela itu adalah lagu pengantar tidur untuk mimpi buruknya. Bryan memberikan syarat yang hanya menguntungkan dirinya saja, tapi untuk saat ini sekali lagi bahwa Angela tidak memiliki pilihan lain selain menerimanya. Jika tidak, keluarganya akan terancam.
"Huftt... Oke, aku bersedia. Jadi aku mohon bantulah keluargaku" Ujar Angela dan menangis tanpa suara.
"Oke, deal!"
Dorr!
Dorr!
Suara tembakan itu berasal dari dalam rumah. Pikiran Angela langsung melayang ke arah orang tuanya. Tanpa berkata-kata lagi, Angela meninggalkan ponselnya dan berlari masuk ke dalam untuk melihat kondisi yang sedang terjadi.
"Mom...! Dad...!" Teriak Angela dan berlari masuk ke dalam rumah.
Ia tidak mengetahui kalau Bryan sedang meneriakkan namanya dari telepon yang masih terhubung. Bahkan pria itu sampai melupakan perempuan yang tadi bergerak diatasnya.
"Damn it!"
Angela hancur. Orang tuanya dengan tega bunuh diri meninggalkan Angela sendirian di dunia hanya karena kehilangan harta. Bukan hanya kedua orang tua Angela saja yang frustasi akan masalah tersebut hingga membuat mereka nekat bunuh diri, namun Angela pun juga demikian. Dia juga frustasi ketika mendengar mereka akan jatuh miskin, tapi ia dengan besar hati meminta tolong kepada Bryan untuk membantu dengan syarat untuk dijadikan budak.Kini semuanya hancur. Tidak ada gunanya berharap lebih. Setelah pemakaman kedua orang tuanya, Angela pulang ke rumah dan mengemasi semua barang-barang yang masih berada di kamarnya. Setidaknya mereka belum melelang barang-barang yang berada di kamar Angela dan juga masih tersisa beberapa ribu dolar dalam rekeningnya, sisa pengurusan jenazah.Saat Angela turun ke bawah membawa kopernya, ia menemukan Bryan yang menunggu di sofa. Ia tidak sendirian, melainkan bersama perempuan yang bernama Cindy.
Setelah adegan Ryan yang mencium tangan Angela di depan semua orang bahkan depan Bryan dan Cindy, kini saatnya sesi dansa romantis. Tentu saja yang menjadi pasangan Angela adalah Ryan, bukan Bryan. Meski begitu, Angela masih mengingat kenangan manisnya saat bersama dengan lelaki pengkhianat itu.Ryan dan Angela dansa begitu dekat dan romantic sampai-sampai membuat lampu sorot itu mengarah kepada mereka. Mereka mengalahkan pemilik pesta karena keromantisan yang mereka buat. Bryan dan Cindy juga berdansa di samping mereka."Hei, jalang!" Panggil Cindy. Siapa lagi kalu bukan Angela yang di panggil seperti itu. Cindy hanya memiliki urusan dengan Angela, bukan dengan perempuan lain di pesta ini.Angela yang tadi tersenyum manis ke arah Ryan, ketika mendengar panggila tersebut ia menunduk sedih sehingga membuat Ryan mau tidak mau untuk membuatnya tidak lemah seperti ini."Jangan sedih. Aku berjanji akan me
"Apa? Angela hamil, dok?" Tanya Ryan tidak percaya."Benar Ryan, Angela hamil. Apakah kamu adalah ayah dari janin yang ada di perut perempuan itu?. Dengar Ryan, kamu--""Bukan. Bukan aku ayah janin itu!" Tolak Ryan cepat.Ryan kalut. Ia bingung bagaimana cara menjelaskannya nanti pada Angela. Ryan paham bagaimana dukanya perempuan itu. Untung saja ia membawa Angela ke rumah sakit keluarganya, jika tidak bisa-bisa ia lah yang dianggap sebagai ayah dari janin tersebut, meski baru saja dokter menganggapnya sebagai demikian."Lalu siapa?. Aku mohon kamu jujur Ryan. Kamu tidak mungkin melakukan hal tersebut bukan? Jika kamu memang benar-benar menjadi ayah janin itu, aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya nanti pada orang tuamu terlebih lagi pada Alina" Jelas dokter dengan name tag Higon."Jangan kasih tahu Alina atau nanti dia akan mengamuk padaku" Ujar Ryan.
Ini sudah hari kelima Angela di rumah sakit tersebut. Sebenarnya Angela sudah tidak sakit apa-apa. Tapi Ryan tidak mau memulangkannya, dokter itu juga demikian. Padahal ia lah yang paling tahu keadaan pasiennya yang sebenarnya. Selama lima hari pula, ia tidak melihat Bryan menjenguknya."Astaga, Angela. Mana mungkin pria itu akan menengokmu. Malahan dia pasti senang karena melihatmu sedang sakit. Sepertinya keputusan Ryan untuk tidak memberitahu keberadaanmu adalah keputusan yang benar, nak" Ujar Angela sambil mengelus perutnya. Ia menghadap kaca bening besar yang memperlihatkan keindahan danau di bawahnya."Ryan adalah laki-laki yang baik meski aku baru mengenalnya. Ia bahkan lebih lembut daripada Bryan. Dia mau menebus hutang mom dan dad supaya aku terlepas dari Bryan. Tapi..." Sendu Angela."Sudahlah. Jangan dipikirkan lagi, Angela. Syukur-syukur kalau Ryan menepati ucapannya. Kalau misalnya dia tidak mau menikah, tid
Jantung Angela berdetak kuat. Karena kecerobohan yang di buat oleh dirinya sendiri, hampir saja ia di tabrak oleh mobil yang melintas di depannya. Akan tetapi ada perempuan lain yang mendapat nasib buruk itu. Ia tertabrak dan naasnya tidak ada yang mau membantunya.Rasanya Angela sesak untuk sekedar bernafas. Dengan tubuh yang gemetar, Angela mencoba untuk mendekati perempuan yang baru saja tertabrak. Sayangnya hanya dia lah yang berani mendekati perempuan itu."Kenapa kalian diam saja?. Dia tertabrak dan kalian membiarkannya begitu saja seakan sampah yang di injak-injak?" Tanya Angela tidak percaya dengan orang di sekitarnya yang hanya bisa berdiri, menonton, tanpa berniat untuk membantu untuk sekedar mengantar ke rumah sakit. Padahal keberadaan rumah sakit berada di depan mata mereka.Kemarahan Angela tidak bisa ditahan. Ia berlari menuju rumah sakit kembali dan membawa brankar untuk perempuan itu. Bahkan di badannya juga masih melekat pakaia
Desakan itu selalu muncul dalam diri Angela setelah mengetahui fakta mengejutkan itu. Ingin sekali rasanya Angela untuk pergi, lari dari tanggung jawabnya kepada adik Higon. Pada dasarnya, Angela memang tidak punya tanggung jawab karena menabraknya, hanya saja dia teringat dengan ucapan Higon kalau secara tidak langsung dia lah yang membuat perempuan itu tertabrak. Ia menyelamatkan nyawa Angela, juga calon bayinya.Sampai malamnya, Angela tetap menunggu di depan ruang rawatnya. Tidak pernah makan seharian penuh, bahkan Higon juga tidak memperdulikan dirinya meski beberapa kali keluar masuk ruang rawat adiknya. Sampai akhirnya, Angela tertidur sendiri dengan perut yang kosong. Apalagi sekarang dia sedang hamil, akan sangat berbahaya untuknya.Tiba-tiba wajahnya di siram dengan air botol, dengan teganya oleh Higon hingga membuatnya terbangun terpaksa. Ia terkejut dan masih mencoba menerima perlakuan buruk yang ia dapatkan dari Higon."Ada apa?" Tanya Angela.
Dengan rasa marah dan kecewa yang kian membesar, Ryan kembali ke ruang rawat Diana. Dengan raut wajah yang sangat berbeda dari sebelumnya. Di tekuk, cemberut, dan entah terselip makna kesedihan bercampur emosi di sana. Diana yang melihatnya pun merasa kebingungan, sedangkan Higon sudah menerka-nerka tentang kejadian yang sebenarnya. Ia menatap Ryan tidak suka."Kak, kapan aku bisa bertemu dengan perempuan itu. Aku ingin mengobrol dengannya" Pinta Diana, merengek seperti anak kecil."Tadi saat aku keluar, perempuan itu sudah tidak ada. Mungkin sudah pulang" Bujuk Higon supaya Diana berhenti berharap.Ryan paham siapa perempuan yang mereka maksud. Dia seakan menjauh dari kedua adik-kakak itu. Tidak mau memperlihatkan hasrat yang sebenarnya sedang bersembunyi dalam dirinya. Ia dan ambisinya yang mendalam kepada Angela tidak boleh di ketahui oleh siapapun."Tidak mau. Pokoknya dia harus ke sini, saat ini juga!. Atau aku gak mau minum obat!"
Sudah dua hari berturut-turut Angela selalu dihantui rasa khawatir terhadap dirinya sendiri. Ia takut kalau suatu hari nanti dia mengkhianati dirinya sendiri. Bagaimana tidak?. Dua hari ini Ryan seakan tidak punya rasa malu sama sekali. Mencoba untuk mendekati Angela, bahkan saat di depan umum. Bukan menjadi rahasia lagi kalau Ryan akan menikah dengan salah satu pasien di rumah sakit itu, namun ia semakin gesit mendekati Angela. Ia memberikan perhatian lebih sampai membuat Angela tidak punya kata-kata lagi untuk memakinya. Apalagi sekarang posisi Angela adalah seorang pekerja bawahan saja. Alhasil dia di ejek dan dipandang rendah oleh banyak orang. "Angela, ini aku bawakan makanan untukmu. Pasti kamu sudah lapar" Ryan memberikan sekantong plastik makanan untuk kesekian kalinya hari ini. Angela menghela nafas kasar, sudah tidak punya kesabaran yang tersisa untuk Ryan yang terlalu ngeyel. "Kamu tuli?" Tan