Jantung Angela berdetak kuat. Karena kecerobohan yang di buat oleh dirinya sendiri, hampir saja ia di tabrak oleh mobil yang melintas di depannya. Akan tetapi ada perempuan lain yang mendapat nasib buruk itu. Ia tertabrak dan naasnya tidak ada yang mau membantunya.
Rasanya Angela sesak untuk sekedar bernafas. Dengan tubuh yang gemetar, Angela mencoba untuk mendekati perempuan yang baru saja tertabrak. Sayangnya hanya dia lah yang berani mendekati perempuan itu.
"Kenapa kalian diam saja?. Dia tertabrak dan kalian membiarkannya begitu saja seakan sampah yang di injak-injak?" Tanya Angela tidak percaya dengan orang di sekitarnya yang hanya bisa berdiri, menonton, tanpa berniat untuk membantu untuk sekedar mengantar ke rumah sakit. Padahal keberadaan rumah sakit berada di depan mata mereka.
Kemarahan Angela tidak bisa ditahan. Ia berlari menuju rumah sakit kembali dan membawa brankar untuk perempuan itu. Bahkan di badannya juga masih melekat pakaian seorang pasien rumah sakit tersebut.
Ada seorang lelaki yang melewatinya, Angela menggunakan kesempatan itu. Ia menghentikan lelaki tersebut dan menyuruhnya untuk membantunya mengangkat perempuan itu. Untung saja lelaki itu bersedia membantu Angela.
Setelah di atas brankar, dengan tenaga yang tersisa, Angela mendorong brankar ke dalam rumah sakit kembali. Sontak kehadirannya di sambut oleh seorang dokter yang beberapa menit lalu memarahinya, dan beberapa asisten di belakangnya.
Iya, benar. Higon lah yang menghampiri Angela, membantunya untuk menyelamatkan perempuan yang baru saja terlibat kecelakaan.
"Kenapa dengannya?. Apakah kamu yang membuatnya seperti ini?" Tanya Higon. Ia masih meremehkan Angela dan menganggap bahwa Angela itu adalah perempuan yang rendah.
Spontan emosi Angela tidak tertahan.
"Apakah kamu tidak malu?. Ada seorang pasien yang sedang memperjuangkan hidupnya di depanmu, sedangkan kamu sibuk untuk menyalahkan orang lain?" Tanya Angela tidak percaya. Higon terdiam, dia tidak mengatakan apapun. Bahkan suasana di sekitarnya menjadi sunyi. Perhatian terpusat pada mereka berdua yang terlibat perbedaan pendapat.
"Iya, benar. Aku yang membuatnya kecelakaan, karena itu tolong lah dia supaya nama Ryan aman di mata keluarganya!" Ujar Angela yang sudah lelah berdebat dengan Higon dimana ujung-ujungnya yang bersalah adalah dirinya.
"Pantas saja Bryan meninggalkanmu" Ucap Higon dan mendorong brankar itu bersama beberapa asistennya. Meninggalkan Angela yang mematung, dengan tatapan kosong, yang di perhias dengan tangisan yang tanpa di minta memberontak untuk keluar.
Lagi, Angela mendapatkan kekecewaan. Bukan pada apa yang di ucapkan oleh Higon sebelumnya. Melainkan karena dirinya sendiri, yang selalu di salahkan. Yang selalu di manfaatkan. Yang selalu tidak di inginkan. Bahkan saat ia mencoba untuk berbuat baik, kebaikannya malah di anggap sebagai sebuah kejahatan. Dunia memang selalu tidak adil kepada orang-orang yang sedang jatuh dan mencoba untuk bangkit. Akan ada aja yang menghalangi dan mencoba untuk membuat semakin jatuh lagi.
"Tidak, aku tidak boleh seperti ini. Jika aku lemah, maka semuanya akan dengan bebas membuatku tak berdaya sampai tidak bernyawa. Sayang, tenang ya. Kita cari jalan keluarnya sama-sama"
Dengan lemah, Angela menyusul kemana arah Higon mendorong brankar tersebut. Ia menunggu di luar ruangan, menunggu sampai keadaan perempuan itu benar-benar bisa di katakan baik.
Saat di luar, Angela terus saja memikirkan tentang hidupnya. Ia masih muda, namun kepahitan hidup datang menyerangnya dengan tiba-tiba. Kematian keluarganya karena bangkrut, kekasih yang selingkuh, menjadi budak kekasih sendiri, hamil tanpa di akui oleh ayahnya, dan bahkan semuanya menghindarinya.
Beberapa jam lalu karena terlibat suasana hati yang sangat sulit di kontrol, Angela pikir kematian adalah solusi terbaik untuk hidupnya yang menyedihkan seperti sekarang. Namun setelah perisitwa tertabraknya seorang perempuan di depan matanya sendiri, hati dan pikirannya langsung tertuju pada anak yang di kandungnya sekarang. Pasalnya, tidak ada yang perlu di salahkan. Seorang anak yang hadir di antara pasangan yang berbunga, seharusnya menjadi kabar yang bahagia. Namun kembali lagi, kebahagiaan memang tidak bisa di raih dengan cara yang mudah.
Kini, Angela bisa mengerti bagaimana dunia dengan isinya. Sangat tidak adil. Dunia berputar isinya pun demikian. Kadang berada di titik tertinggi, kadang pula berada di titik terendah. Dulu Angela memang berada di titik yang tinggi, namun sekarang setelah semuanya tiada, ia berada di titik paling terendah. Sampai tidak ada yang bisa menjangkau dirinya dari permukaan. Banyak yang menghindarinya, menginjaknya, dan menganggapnya tidak ada artinya.
"Apa yang harus aku lakukan setelah ini?. Aku bayar pakai apa, sedangkan aku tidak punya uang sedikitpun. Bodoh sekali!" Kesal Angela. Merasa dirinya bodoh karena berani menolong perempuan yang tidak di kenalnya, namun tidak bisa membayar biaya penanganan perempuan itu.
Tidak lama, Higon keluar. Ia menatap tajam kepada Angela, berdiri di depannya dengan angkuh. Angela sedikit takut ketika di tatap demikian, hampir saja ia menunduk dan menjadi lemah lagi. Angela mencoba untuk sedikit kuat dan melawan aura Higon yang dominan.
"Apa yang kamu rencanakan?" Tanya Higon. Tentu saja pertanyaan Higon itu membuat Angela kebingungan.
"Apa maksudmu? Apa yang aku lakukan?" Tanya Angela meminta kejelasan.
"Apa yang kamu lakukan pada perempuan itu hingga dia tertabrak seperti itu. Atau sebenarnya kamu sudah tahu asal usul Ryan sebelumnya dan berniat untuk menghancurkannya?"
"Apa maksudmu, dokter Higon?. Katakan dengan jelas!. Begini ya, saya perjelas lagi. Saya tidak mengenal perempuan itu. Kami hampir saja tertabrak, tapi yang lebih dulu adalah dia. Dan sayangnya tidak ada yang mau menolong perempuan itu sehingga mau tidak mau saya menolongnya. Meski sekarang saya tidak memiliki uang, saya akan melunasi biaya penanganannya asalkan dia bisa membaik" jelas Angela dengan bahasa formal. Malah penjelasan itu membuat Higon tertawa.
"Bukan masalah biaya penanganan ataupun yang lainnya!. Dan tadi kamu mengatakan kalau kalian berdua hampir saja tertabrak, tapi yang kena adalah dia kan? Secara tidak langsung, kamu lah penyebab dia bisa tertabrak!" Emosi Higon, berbicara dengan nada yang keras pada Angela.
Kesabaran Angela sudah habis. Dia tidak terima kalau selalu di salahkan untuk setiap masalah. Ia adalah manusia biasa yang bisa lelah dengan segala hal yang ada di dunia ini.
"Saya tidak terima ya kalau selalu di salahkan seperti ini. Oke fine kalau kamu marah pada saya karena Ryan, tapi perempuan itu tidak ada kaitannya dengan Ryan ataupun kamu, dokter Higon!" Angela membalas Higon dengan cara yang sama, berbicara dengan nada yang keras.
Spontan Higon memegang leher Angela, berniat mencekiknya. Higon terlihat benci dengan Angela, ia menatapnya dengan kejam seakan ingin memakan Angela saat ini juga. Angela hampir saja kehabisan nafas jika tidak berusaha mengelak.
"Dia adalah adikku, yang juga merupakan calon istri Ryan. Itulah alasan yang membuatku sangat benci pada kamu. Kamu telah merebut Ryan dari adikku, juga hampir membunuhnya. Untung saja dia selamat, jika tidak aku akan menukar nyawanya denganmu. Kamu lenyap sedangkan dia bisa menikah dan memiliki keluarga yang manis dengan Ryan" Bisik Higon dingin, semakin mengeratkan cekikannya pada Angela.
Fakta baru itu membuat Angela semakin kebingungan dengan hidupnya. Baru saja dia memutuskan untuk tegar, namun fakta baru lain muncul dan membuatnya kembali mencoba untuk pasrah dengan hidupnya.
Dia adalah calon istri Ryan, dan juga adik Higon. Naasnya, kenapa Angela mencoba untuk terlibat lagi dengan kerumitan mereka?. Kembali terpikir, mungkin mati adalah cara yang paling aman.
"Kalau begitu tukar nyawaku dengannya. Aku saja hampir menyerah dengan hidupku yang tidak indah ini" Ujar Angela dengan terbata-bata. Higon tak kunjung mau melepaskan Angela.
Sontak Higon melepaskan tangannya dari leher Angela, membuat Angela batuk dan berusaha untuk menyerap oksigen di sekitarnya. Ia hampir saja kehabisan nafas.
"Kalau begitu tetaplah hidup dan nikmati kesengsaraan ini. Kalau kamu sengsara, aku menjadi bahagia" Ujar Higon kejam, kemudian meninggalkan Angela yang masih berusaha untuk bernafas dengan normal.
"Kalau begitu aku akan bahagia supaya kamu sengsara" Ucap Angela pelan, sambil menatap lekat pada Higon yang semakin menjauh.
Desakan itu selalu muncul dalam diri Angela setelah mengetahui fakta mengejutkan itu. Ingin sekali rasanya Angela untuk pergi, lari dari tanggung jawabnya kepada adik Higon. Pada dasarnya, Angela memang tidak punya tanggung jawab karena menabraknya, hanya saja dia teringat dengan ucapan Higon kalau secara tidak langsung dia lah yang membuat perempuan itu tertabrak. Ia menyelamatkan nyawa Angela, juga calon bayinya.Sampai malamnya, Angela tetap menunggu di depan ruang rawatnya. Tidak pernah makan seharian penuh, bahkan Higon juga tidak memperdulikan dirinya meski beberapa kali keluar masuk ruang rawat adiknya. Sampai akhirnya, Angela tertidur sendiri dengan perut yang kosong. Apalagi sekarang dia sedang hamil, akan sangat berbahaya untuknya.Tiba-tiba wajahnya di siram dengan air botol, dengan teganya oleh Higon hingga membuatnya terbangun terpaksa. Ia terkejut dan masih mencoba menerima perlakuan buruk yang ia dapatkan dari Higon."Ada apa?" Tanya Angela.
Dengan rasa marah dan kecewa yang kian membesar, Ryan kembali ke ruang rawat Diana. Dengan raut wajah yang sangat berbeda dari sebelumnya. Di tekuk, cemberut, dan entah terselip makna kesedihan bercampur emosi di sana. Diana yang melihatnya pun merasa kebingungan, sedangkan Higon sudah menerka-nerka tentang kejadian yang sebenarnya. Ia menatap Ryan tidak suka."Kak, kapan aku bisa bertemu dengan perempuan itu. Aku ingin mengobrol dengannya" Pinta Diana, merengek seperti anak kecil."Tadi saat aku keluar, perempuan itu sudah tidak ada. Mungkin sudah pulang" Bujuk Higon supaya Diana berhenti berharap.Ryan paham siapa perempuan yang mereka maksud. Dia seakan menjauh dari kedua adik-kakak itu. Tidak mau memperlihatkan hasrat yang sebenarnya sedang bersembunyi dalam dirinya. Ia dan ambisinya yang mendalam kepada Angela tidak boleh di ketahui oleh siapapun."Tidak mau. Pokoknya dia harus ke sini, saat ini juga!. Atau aku gak mau minum obat!"
Sudah dua hari berturut-turut Angela selalu dihantui rasa khawatir terhadap dirinya sendiri. Ia takut kalau suatu hari nanti dia mengkhianati dirinya sendiri. Bagaimana tidak?. Dua hari ini Ryan seakan tidak punya rasa malu sama sekali. Mencoba untuk mendekati Angela, bahkan saat di depan umum. Bukan menjadi rahasia lagi kalau Ryan akan menikah dengan salah satu pasien di rumah sakit itu, namun ia semakin gesit mendekati Angela. Ia memberikan perhatian lebih sampai membuat Angela tidak punya kata-kata lagi untuk memakinya. Apalagi sekarang posisi Angela adalah seorang pekerja bawahan saja. Alhasil dia di ejek dan dipandang rendah oleh banyak orang. "Angela, ini aku bawakan makanan untukmu. Pasti kamu sudah lapar" Ryan memberikan sekantong plastik makanan untuk kesekian kalinya hari ini. Angela menghela nafas kasar, sudah tidak punya kesabaran yang tersisa untuk Ryan yang terlalu ngeyel. "Kamu tuli?" Tan
"Berani sekali kalian pada calon istriku!"Suara nyaring itu membuat suasana menjadi gaduh, dalam keheningan. Sontak suasana kembali berubah, dari yang gaduh dan selalu menyalahkan keberadaan Angela. Kini berubah menjadi penasaran dan semakin penasaran dengan kehadiran satu pria di tengah-tengah mereka, mengaku menjadi pasangan korban yang di salahkan.Angela yang tadinya diam, menunduk, dan tak kuasa dengan semua kesalahan yang di limpahkan kepadanya, kini dia berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa gerangan orang yang mengaku itu.Ia merasa asing dengan pria itu. Semuanya juga menatapnya dengan tatapan asing. Tidak ada yang mengenalinya."Siapa kamu?" Tanya Angela.Bukannya menjawab, pria itu menghempas tangan Cindy. Ia menatap perempuan itu layaknya bukanlah sebagai perempuan yang harus di hormati."T
Semakin hari Angela semakin merasa tidak tenang bekerja di sana. Banyak yang merudungnya, seakan dia adalah seorang teroris. Bahkan tak segan-segan atasannya sendiri menghinanya. Angel pernah berpikir untuk mengundurkan diri dari pekerjaan ini, namun dia menahan dirinya dengan alasan kalau sekarang dia bukanlah apa-apa. Dia tidak punya harta, bahkan harga diri. Sejak hari itu, Angela selalu menghindar dari Ryan. Pria itu bagai parasit bagi Angela. Selalu berbohong hanya untuk keamanan dirinya sendiri. Tentu saja, Bryan semakin berkuasa. Namun entah mengapa sejak saat itu Angela tidak pernah melihat Cindy bersama dengan Bryan. Malah yang Angela lihat, Bryan kini sudah baikan dengan Ryan. Sebenarnya, apa rencana mereka kepada Angela?. Di tambah lagi dengan sikap Higon yang terlalu emosional. Tak segan dia menyiram Angela d hadapan umum. Angela sudah tidak punya harga diri sama sekali di rumah sakit itu. K
Angela menolak telak keputusan pria itu untuk menggugurkan kandungan Angela, meski maksudnya baik. Dia pria, pantas saja tidak mengertilah perasaan perempuan jika di hadapkan hal yang seperti ini.Sebagai gantinya, Angela harus menjadi pembantu rumah tangga di rumah pria itu. Cukup membingungkan karena mereka tidak mengenal sebelumnya."Kenapa aku harus mau menjadi pembantu mu? Aku kan tidak pernah merugikan mu," ucap Angela, menolak.Pria itu menatap tajam Angela. Ia tertawa jahat."Kamu memang tidak pernah merugikan ku, tapi kehadiranmu berpotensi untuk menghancurkan ku. Mulai dari hari ini, kamu adalah milikku meski kamu tidak terima,""Aku tidak menerimanya, brengsek!" Ujar Angela, tidak terima. Hampir melayangkan tamparan padanya. Namun, dengan cekatan pria itu menghindarinya. Malah sekarang tangan yang tadi hendak Angela gunakan untuk menamparnya, dalam kuasanya."
Angela tetap saja mengikuti Damian dari belakang. Ia melangkahkan kakinya, sebagaimana pria itu beranjak. Sepertinya bangunan rumah ini terlalu luas bagi Angela, membuat perempuan itu sedikit ngos-ngosan. Tidak hanya itu saja, dia juga beberapa kali berhenti berjalan, namun telinganya tak henti-hentinya mendengarkan penjelasan dari Damian. "Area kerjamu hanya satu. Kamu akan lebih banyak bekerja di kamarku, sedangkan yang lainnya kamu tidak memerlukannya." Kata Damian, kemudian berbalik. Ia tidak menemukan Angela di dekatnya, melainkan perempuan itu masih berhenti di ujung lorong sana. "Siapa yang menyuruhmu duduk? Aku belum selesai menjelaskan pekerjaan mu. Kamu tidak menghargai aku sama sekali?" Tanya Damian, tidak terima dengan sikap Angela saat ini. Perempuan itu hanya nyengir, kemudian bangun dengan susah payah dan beranjak mendekati Damian kembali. "Aku hanya merasa sedikit lelah. Rumahmu sangat luas, bahkan lebih luas dibandin
aura kekesalan meliputi damian saat ini. ia rela berlari begitu cepatnya ketika mendengar suara kegaduhan dari kamar mandi. ia pikir angela lah yang terjatuh atau semacamnya, namun ternyata barang-barang miliknya berhatuhanydan berserakan begitu saja. Ia melihat Angela yang hanya nyengir melihatnya."Aku hanya penasaran aja dengan sabun-sabun dan parfum yang kamu pakai. Penasaran aja gitu, kali aja sama dengan yang dipakai Daddy ku dulu." Angela memberi alasan.Damian yang sudah kelewat kesal sekaligus khawatir, ia kini beranjak mendekati Angela dan membantu perempuan itu bangun."Jangan konyol. Kalaupun sama, memangnya kamu mau apa?" Tanya Damian. Dia membantu Angela membereskan barang-barangnya yang jatuh. Sesekali ia menghela nafas kasar, namun dia tidak bisa memarahi Angela untuk alasan apapun. Entah.Angela mengangkat bahu. "entah. Hanya penasaran saja. Kalau sama, mungkin aku bisa sedikit mencobanya.""Buat