Desakan itu selalu muncul dalam diri Angela setelah mengetahui fakta mengejutkan itu. Ingin sekali rasanya Angela untuk pergi, lari dari tanggung jawabnya kepada adik Higon. Pada dasarnya, Angela memang tidak punya tanggung jawab karena menabraknya, hanya saja dia teringat dengan ucapan Higon kalau secara tidak langsung dia lah yang membuat perempuan itu tertabrak. Ia menyelamatkan nyawa Angela, juga calon bayinya.
Sampai malamnya, Angela tetap menunggu di depan ruang rawatnya. Tidak pernah makan seharian penuh, bahkan Higon juga tidak memperdulikan dirinya meski beberapa kali keluar masuk ruang rawat adiknya. Sampai akhirnya, Angela tertidur sendiri dengan perut yang kosong. Apalagi sekarang dia sedang hamil, akan sangat berbahaya untuknya.
Tiba-tiba wajahnya di siram dengan air botol, dengan teganya oleh Higon hingga membuatnya terbangun terpaksa. Ia terkejut dan masih mencoba menerima perlakuan buruk yang ia dapatkan dari Higon.
"Ada apa?" Tanya Angela.
Higon tidak menjawab. Ia hanya menatap Angela dengan tatapan tajam dan melemparkannya roti.
"Makan itu dan pergilah dari sini sebelum Ryan datang dan membuat semua rencana adikku hancur lagi" ucap Higon.
Sontak setelah mendengar nama Ryan, Angela langsung bangun. Ia berharap ketika mendengar nama itu.
"Ryan?. Bukannya dia sedang di asingkan oleh keluarganya? Atau kamu hanya membohongiku saja?"
"Mana mungkin aku berbohong. Dia ke sini karena calon istrinya sedang sakit, bukan karena untuk melihat kamu yang tidak pernah makan. Jangan berharap kalau Ryan akan melihatmu lagi"
Higon melengos dan pergi lagi dari hadapan Angela. Kesal dengan sikap Higon yang tidak pernah baik dengannya, Angela melempar roti yang tadi di lempar Higon. Dengan cara yang sama.
Higon sontak berbalik, dan Angela juga menatap Higon dengan tatapan yang menantang pula.
***
Dengan malas Ryan menuruti perkataan orang tuanya untuk menjenguk Diana di rumah sakit. Bukan berarti Ryan tidak punya perasaan, hanya saja rumah sakit yang akan dia kunjungi adalah rumah sakit yang sama dengan tempat rawat Angela.
"Tenang saja bro, Angela sudah pergi tadi pagi sesuai dengan perintah ayahmu"
Kata Higon sedikit membuat Ryan berharap untuk tidak menemukan Angela di sana lagi. Bertemu dan berkenalan sebentar dengan Angela membuat Ryan merasakan hal yang berbeda dengan ia bertemu dengan perempuan lain. Baginya, Angela berbeda sampai membuatnya nekad untuk membantunya keluar dari masalah yang cukup serius.
Karena kenekad-an yang di milikinya sampai dirinya mendapat kemarahan keluarganya. Ia menembus alias membayar semua hutang keluarga Angela yang di bebankan kepada perempuan itu dengan uangnya sendiri. Namun ternyata hal itu tidak di sukai oleh keluarganya hingga dirinya pun menjadi samsak sasaran.
Dan naasnya, dia harus di jodohkan dengan perempuan yang dulu sempat mengejarnya saat berada di High School. Dia Diana, adik Higon. Dokter keluarganya.
Kini, Ryan sudah berada di rumah sakit. Bertanya pada resepsionis tentang ruang rawat Diana. Setelah mendapatkannya, dia langsung mencari ruangan itu. Dengan membawa buah sebagai buah tangannya untuk Diana.
Untungnya saat Ryan masuk ke ruangan itu, ada Higon yang juga menungguu di sana. Membuat Ryan tidak merasa canggung lagi karena dia memiliki orang yang bisa di ajak berbincang. Akan sangat canggung baginya untuk mengobrol dengan Diana, terlebih dia sempat menolak cinta perempuan itu.
"Aku jadi terpikir, tadi asisten kakak bilang kalau ada seorang perempuan yang membawaku ke sini. Dan dia juga mengatakan kalau perempuan itu juga pasien rumah sakit ini. Kak, tolong kenalkan dia denganku. Aku harus berterima kasih padanya" Ujar Diana tiba-tiba, memotong pembicaraan Higon dengan Ryan.
Spontan dua pria itu menoleh pada Diana. Ryan merasa kebingungan karena tidak tahu apapun, namun beda dengan Higon yang sudah mengepalkan tangannya. Adiknya terlalu polos menanyakan perihal itu. Ia tidak tahu kalau itu bisa membuat suasana menjadi kacau lagi.
"Siapa yang kamu maksud, Diana?" Tanya Higon. Takut kalau Diana mengingat nama yang sempat keluar dari mulut asistennya. Ia sudah waspada akan hal itu.
"Iya, katakan saja siapa orangnya. Aku akan berusaha untuk menemukan perempuan itu untukmu" Ujar Ryan, membuat Higon kesal.
"Stt... aku kurang ingat namanya. Katanya dia juga sempat akan tertabrak dan hanya dia yang mau membawaku ke sini. Baik sekali dirinya. Kalau tidak salah, namanya Ange--la?. Aku tidak tahu pastinya seperti apa?" Ujar Diana seakan menerawang, kurang tahu tentang apa yang dia katakan.
Sontak Ryan berdiri dan menghampiri Diana lebih dekat. Ia menatap Diana tajam, serius, dan meminta kejujuran darinya.
"Maksud kamu Angela? Bagaimana rupanya? Rambutnya panjang atau bagaimana?" Tanya Ryan memastikan, dengan tidak sabar.
Diana terkejut oleh Ryan yang bertanya demikian. Bahkan saking terkejutnya, badannya sampai terdorong ke belakang, sedikit. Namun melihat Ryan yang begitu gigih membuat Diana merajuk.
"Jangan seperti itu, bro. Dia bukan Angela yang kamu kenal" Kata Higon, mencoba untuk mengalihkan perhatian.
Ryan tidak percaya. Baginya ini adalah kesempatannya untuk memiliki hubungan yang baik dengan Angela. Meski mereka tidak bisa bersama, hanya saja perpisahan dengan cara yang baik lebih dari segalanya.
Ryan kini menuntut Higon untuk berkata jujur. Hanya Higon yang bisa mengatakan kejadian yang sebenarnya.
"Katakan, dia, bukan?" Tanya Ryan, menatap Higon penuh penjelasan. Higon merasa tidak enak. Dia menyuruh Ryan untuk dengannya keluar dari ruang rawat Diana. Tanpa perlu pikir panjang, Ryan menuruti semua yang di minta Higon asalkan dia bisa mendapatkan informasi sesuai dengan yang ia pikirkan sekarang.
"Dia berada di sini, kan?" Tanya Ryan tidak sabar.
"Kalau dia berada di sini, apa yang akan kamu lakukan?. Ingat Ryan, Diana adalah calon istrimu. Kamu tidak seharusnya memikirkan perempuan lain di saat seperti ini. Apalagi sekarang Diana sedang sakit"
"Diana dengan Angela punya kondisi yang berbeda, jangan samakan mereka. Mengenai perjodohan itu aku pasti melakukannya. Hanya saja aku perlu bicara dengan Angela untuk terakhir kalinya"
Higon pasrah. Ia juga berpikir kalau tidak seharusnya dia berperilaku kasar pada Angela. Secara tidak langsung Angela juga susah menyelamatkan adiknya di saat semua orang mencoba untuk mengabaikan adiknya bagaikan bangkai yang tidak berguna di jalanan.
"AKu tidak tahu sekarang dia berada di mana. Hanya saja, saat kamu baru saja sampai rumah sakit, dia meninggalkan tempat ini"
Tanpa mengucapkan kata terima kasih atau semacamnya, Ryan langsung berlari sekuat tenaga untuk mencari Angela di luar rumah sakit. Baginya, ia belum telat untuk mencari keberadaan Angela. Ia masih memiliki harapan meski peluang untuk bertemu dengannya hanya sedikit, apalagi sekarang sudah malam.
Baru saja Ryan sampai lobi, ia langsung berhenti dan tatapannya tajam menuju ke toilet. Sepintas ia melihat siluet perempuan yang hampir sama dengan Angela. Ryan memberanikan diri meski sekarang harga dirinya sedang di pertaruhkan. Meninggalkan rasa malunya, hanya dirinya yang menunggu di luar toilet. Hanya untuk memastikan.
"Ryan?"
***
Angela sudah tidak punya apapun sekarang. Setelah makan sebungkus roti dan meminum air yang tadi di lemparkan Higon padanya, Angela berpikir keras untuk melakukan apa lagi setelahnya. Ia tidak mungkin pulang atau Bryan akan mencoba untuk membunuhnya, atau kembali menjadikannya budak. Ia juga tidak mungkin keluar dari rumah sakit ini tanpa punya simpanan uang apapun. Kehidupan di luar sangat kejam, apalagi sekarang sudah malam.
'Sudahlah. Yang bisa aku handalkan sekarang adalah diriku sendiri, bukan orang lain' Batin Angela.
"Bagaimana dia bisa berhenti bekerja tanpa mengatakan apapun? Dia pikir bisa semudah itu?"
Sontak Angela langsung tertarik dengan obrolan orang tersebut. Ia langsung menghampiri dua orang yang terlibat pendapat.
"Apakah kalian membutuhkan orang? Yang bisa bekerja, misalnya?" Tanya Angela. Sebelumnya dia tidak pernah bekerja, hanya saja hanya ini lah yang bisa dia lakukan untuk menopang hidupnya kembali. Ia bekerja untuk dirinya dan anaknya, atau tidak sama sekali. Daripada di perbudak dengan cara yang tidak layak.
"Iya, kami sedang membutuhkan orang untuk bersih-bersih, hanya saja ada satu pegawai yang mengundurkan diri tanpa mengatakan apapun. Kami sangat membutuhkannya karena sebentar lagi akan ada orang penting yang datang"
Seakan peluang itu sedang menempel pada Angela. Dia tersenyum dan bersikap sopan, sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang sebelumnya, saat keadaannya masih baik-baik saja.
"Saya bisa menggantikannya"
***
"Ryan?"
Saat membersihkan area toilet, secara tidak langsung Angela menemukan Ryan yang sedang menunggu di depan toilet.
"Angela!"
Ryan langsung memeluk Angela, dengan erat seakan mereka tidak pernah ketemu untuk sekian lamanya.
"Ada apa?" Tanya Angela.
"Apa maksudmu dengan ada apa?. Aku mengkhawatirkan kamu yang tiba-tiba memutus kontak tadi pagi. Dan apa yang kamu lakukan sekarang? Kenapa kamu harus melakukan ini?" Tanya Ryan dengan nada emosi.
Angela melihat ke sekitarnya. Beberapa orang terus saja memperhatikan mereka dan memandang dengan tatapan yang aneh. Tentu saja, satunya memakai pakaian yang sangat bagus sedangkan satunya lagi hanyalah seorang yang betugas untuk membersihkan saja. Apa yang patut untuk di banggakan?.
"Bisakah kita bicara di tempat lain? Jangan di sini"
Angela mengajak Ryan ke taman untuk membicarakan hal ini. Selain untuk menghindari tatapan aneh orang pada mereka, juga untuk bisa lebih nyaman saja.
"Bukankah sekarang kamu sedang hamil?" Tanya Ryan untuk pertama kalinya saat mereka berada di taman.
Dengan nada dingin, Angela menjawab. "Iya, benar. Aku hamil anak Tuanku sendiri. Ada yang salah? Dia tidak di inginkan"
Ryan merasa bersalah lagi. Meski dia sudah menebus Angela bagaikan barang pada Bryan, namun itu tidak bisa menjadi sebuah jaminan untuk hidup dengan tenang. Tentu saja, hidup memang selalu menyengsarakan. Dan tentunya sangat tidak adil.
"Aku akan berusaha untuk mengatasi hal ini. Tapi please, kamu jangan hidup seperti ini. Kamu tidak pernah melakukan itu dan tiba-tiba sekarang melakukan pekerjaan rendahan seperti itu?. Pasti sangat sulit bagimu"
"Iya benar. Pekerjaan ini memang sangat rendahan, hanya saja itu lah satu-satunya harapanku untuk hidup. Kamu tahu bahwa sekarang semuanya sudah tidak lagi menjadi milikku, dan semuanya hanyalah sebuah mimpi bagiku. Tapi, ini lah harapanku satu-satunya untuk bertahan hidup. Hari ini aku hampir saja mati bersama dengan calon anakku yang tidak punya kesalahan apapun, dan ada seorang perempuan yang menjadi tamengku. Apa ada alasan lain untukku menyerah sedangkan orang berusaha untuk membuatku hidup lagi?. Naasnya, perempuan yang menolongku itu adalah adiknya dokter Higon"
"Dan juga calon istrimu" Sambung Angela.
Ryan kelabakan. Angela tahu semuanya. Ia tidak bisa mengatakan apapun untuk sekedar mengelak. Ia tidak bisa karena memang itu lah yang sebenarnya sedang terjadi.
"Kondisinya berbeda. Kalian berbeda" Hanya itu yang bisa Ryan ucapkan.
"Tentu saja. Aku dengan perempuan itu sangat berbeda. Dia sangat beruntung sedangkan aku? Keberuntungan enggan menghampiriku. Sudahlah, Ryan. Sekarang keadaannya sudah sangat berbeda. Aku sempat punya harapan yang besar padamu, hanya saja kamu membuatku kembali berhenti untuk berharap. Sekarang aku harus tetap hidup, mengandalkan diriku sendiri"
"Aku bisa memberikanmu pekerjaan yang lebih layak daripada ini" Ucap Ryan, masih mencoba untuk membuat Angela berada pada kondisi yang baik.
Angela tertawa. "Bagaimana? Bagaimana caranya? Sedangkan saat orang tuamu tahu tentangku mereka langsung mengasingkanmu. Sekarang kalau aku kembali masuk pada dunia kalian, aku lah korban utama dan satu-satunya. Yang merasakan sakitnya hanyalah diriku sendiri, lalu aku bisa apa?. Ryan, aku tidak punya kuasa apapun. Kamu tahu itu!"
Ryan terdiam.
"Anyways, selamat atas perjodohan kalian"
Angela memeluk Ryan sebentar dan meninggalkan laki-laki itu.
Ryan yang berada di taman, mengepalkan tangannya.
"Benar. Kekuasaan. Aku akan mendapatkannya untukmu, Angela. Karena sekarang kamu lah yang membuatku bisa mendapat ambisi ini. Hanya kamu yang bisa membuat diriku se-hancur ini. Hanya kamu yang bisa memporak porandakan diriku dalam waktu yang singkat. Hanya kamu, Angela"
Dengan rasa marah dan kecewa yang kian membesar, Ryan kembali ke ruang rawat Diana. Dengan raut wajah yang sangat berbeda dari sebelumnya. Di tekuk, cemberut, dan entah terselip makna kesedihan bercampur emosi di sana. Diana yang melihatnya pun merasa kebingungan, sedangkan Higon sudah menerka-nerka tentang kejadian yang sebenarnya. Ia menatap Ryan tidak suka."Kak, kapan aku bisa bertemu dengan perempuan itu. Aku ingin mengobrol dengannya" Pinta Diana, merengek seperti anak kecil."Tadi saat aku keluar, perempuan itu sudah tidak ada. Mungkin sudah pulang" Bujuk Higon supaya Diana berhenti berharap.Ryan paham siapa perempuan yang mereka maksud. Dia seakan menjauh dari kedua adik-kakak itu. Tidak mau memperlihatkan hasrat yang sebenarnya sedang bersembunyi dalam dirinya. Ia dan ambisinya yang mendalam kepada Angela tidak boleh di ketahui oleh siapapun."Tidak mau. Pokoknya dia harus ke sini, saat ini juga!. Atau aku gak mau minum obat!"
Sudah dua hari berturut-turut Angela selalu dihantui rasa khawatir terhadap dirinya sendiri. Ia takut kalau suatu hari nanti dia mengkhianati dirinya sendiri. Bagaimana tidak?. Dua hari ini Ryan seakan tidak punya rasa malu sama sekali. Mencoba untuk mendekati Angela, bahkan saat di depan umum. Bukan menjadi rahasia lagi kalau Ryan akan menikah dengan salah satu pasien di rumah sakit itu, namun ia semakin gesit mendekati Angela. Ia memberikan perhatian lebih sampai membuat Angela tidak punya kata-kata lagi untuk memakinya. Apalagi sekarang posisi Angela adalah seorang pekerja bawahan saja. Alhasil dia di ejek dan dipandang rendah oleh banyak orang. "Angela, ini aku bawakan makanan untukmu. Pasti kamu sudah lapar" Ryan memberikan sekantong plastik makanan untuk kesekian kalinya hari ini. Angela menghela nafas kasar, sudah tidak punya kesabaran yang tersisa untuk Ryan yang terlalu ngeyel. "Kamu tuli?" Tan
"Berani sekali kalian pada calon istriku!"Suara nyaring itu membuat suasana menjadi gaduh, dalam keheningan. Sontak suasana kembali berubah, dari yang gaduh dan selalu menyalahkan keberadaan Angela. Kini berubah menjadi penasaran dan semakin penasaran dengan kehadiran satu pria di tengah-tengah mereka, mengaku menjadi pasangan korban yang di salahkan.Angela yang tadinya diam, menunduk, dan tak kuasa dengan semua kesalahan yang di limpahkan kepadanya, kini dia berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa gerangan orang yang mengaku itu.Ia merasa asing dengan pria itu. Semuanya juga menatapnya dengan tatapan asing. Tidak ada yang mengenalinya."Siapa kamu?" Tanya Angela.Bukannya menjawab, pria itu menghempas tangan Cindy. Ia menatap perempuan itu layaknya bukanlah sebagai perempuan yang harus di hormati."T
Semakin hari Angela semakin merasa tidak tenang bekerja di sana. Banyak yang merudungnya, seakan dia adalah seorang teroris. Bahkan tak segan-segan atasannya sendiri menghinanya. Angel pernah berpikir untuk mengundurkan diri dari pekerjaan ini, namun dia menahan dirinya dengan alasan kalau sekarang dia bukanlah apa-apa. Dia tidak punya harta, bahkan harga diri. Sejak hari itu, Angela selalu menghindar dari Ryan. Pria itu bagai parasit bagi Angela. Selalu berbohong hanya untuk keamanan dirinya sendiri. Tentu saja, Bryan semakin berkuasa. Namun entah mengapa sejak saat itu Angela tidak pernah melihat Cindy bersama dengan Bryan. Malah yang Angela lihat, Bryan kini sudah baikan dengan Ryan. Sebenarnya, apa rencana mereka kepada Angela?. Di tambah lagi dengan sikap Higon yang terlalu emosional. Tak segan dia menyiram Angela d hadapan umum. Angela sudah tidak punya harga diri sama sekali di rumah sakit itu. K
Angela menolak telak keputusan pria itu untuk menggugurkan kandungan Angela, meski maksudnya baik. Dia pria, pantas saja tidak mengertilah perasaan perempuan jika di hadapkan hal yang seperti ini.Sebagai gantinya, Angela harus menjadi pembantu rumah tangga di rumah pria itu. Cukup membingungkan karena mereka tidak mengenal sebelumnya."Kenapa aku harus mau menjadi pembantu mu? Aku kan tidak pernah merugikan mu," ucap Angela, menolak.Pria itu menatap tajam Angela. Ia tertawa jahat."Kamu memang tidak pernah merugikan ku, tapi kehadiranmu berpotensi untuk menghancurkan ku. Mulai dari hari ini, kamu adalah milikku meski kamu tidak terima,""Aku tidak menerimanya, brengsek!" Ujar Angela, tidak terima. Hampir melayangkan tamparan padanya. Namun, dengan cekatan pria itu menghindarinya. Malah sekarang tangan yang tadi hendak Angela gunakan untuk menamparnya, dalam kuasanya."
Angela tetap saja mengikuti Damian dari belakang. Ia melangkahkan kakinya, sebagaimana pria itu beranjak. Sepertinya bangunan rumah ini terlalu luas bagi Angela, membuat perempuan itu sedikit ngos-ngosan. Tidak hanya itu saja, dia juga beberapa kali berhenti berjalan, namun telinganya tak henti-hentinya mendengarkan penjelasan dari Damian. "Area kerjamu hanya satu. Kamu akan lebih banyak bekerja di kamarku, sedangkan yang lainnya kamu tidak memerlukannya." Kata Damian, kemudian berbalik. Ia tidak menemukan Angela di dekatnya, melainkan perempuan itu masih berhenti di ujung lorong sana. "Siapa yang menyuruhmu duduk? Aku belum selesai menjelaskan pekerjaan mu. Kamu tidak menghargai aku sama sekali?" Tanya Damian, tidak terima dengan sikap Angela saat ini. Perempuan itu hanya nyengir, kemudian bangun dengan susah payah dan beranjak mendekati Damian kembali. "Aku hanya merasa sedikit lelah. Rumahmu sangat luas, bahkan lebih luas dibandin
aura kekesalan meliputi damian saat ini. ia rela berlari begitu cepatnya ketika mendengar suara kegaduhan dari kamar mandi. ia pikir angela lah yang terjatuh atau semacamnya, namun ternyata barang-barang miliknya berhatuhanydan berserakan begitu saja. Ia melihat Angela yang hanya nyengir melihatnya."Aku hanya penasaran aja dengan sabun-sabun dan parfum yang kamu pakai. Penasaran aja gitu, kali aja sama dengan yang dipakai Daddy ku dulu." Angela memberi alasan.Damian yang sudah kelewat kesal sekaligus khawatir, ia kini beranjak mendekati Angela dan membantu perempuan itu bangun."Jangan konyol. Kalaupun sama, memangnya kamu mau apa?" Tanya Damian. Dia membantu Angela membereskan barang-barangnya yang jatuh. Sesekali ia menghela nafas kasar, namun dia tidak bisa memarahi Angela untuk alasan apapun. Entah.Angela mengangkat bahu. "entah. Hanya penasaran saja. Kalau sama, mungkin aku bisa sedikit mencobanya.""Buat
Tampak sebuah kamar yang berantakan dengan selimut yang sudah terlempar ke lantai, bantal yang sudah terpental ke sembarang arah dan di tengah-tengah ranjang itu ada seorang perempuan telanjang yang memperlihatkan punggung bebasnya. Ia tampak kacau dengan rambutnya yang kusut, berantakan tidak seperti biasanya. Perempuan cantik dengan hidung mancung, alis tipis yang menarik perhatian, dan bibir merah muda alami. Tanpa make up, perempuan ini tampak sangatlah cantik. Dia Angela Kawsya, pacar dari seorang CEO perusahaan yang bergerak di bidang real estate and property, Bryan Monav, ialah seorang pria tampan dengan badan atletis, mapan, perhatian, royal dan loyal, yang menjadikannya menjadi suami impian masa depan banyak perempuan. Namun sayang, Bryan adalah pria dengan kehidupan yang bebas. Dia bisa menghabiskan banyak botol minuman alkohol dalam semalam, apalagi ketika perusahaanya sedang dilanda masalah. Tentu itu bisa saja terjadi sebab dalam usaha bisnis tidak mungkin